• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suhu dan Kelembaban

d) Penelitian dilakukan pada waktu tidak terjadi gejolak moneter, sosial, politik serta bencana alam yang luar biasa sehingga tidak ada perilaku komponen sistem

ERGONOMICS Praxeologies

2.3.2 Suhu dan Kelembaban

Salah satu kondisi lingkungan fisik yang sangat mudah dideteksi adalah temperatur. Keadaan pabrik yang terdiri dari beberapa mesin yang berputar sepanjang hari akan menghasilkan panas yang cukup tinggi di lingkungan sekitar. Suhu kerja adalah suhu lingkungan tempat kerja yang merupakan kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak dan suhu radiasi. Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %) dan sangat dipengaruhi oleh temperatur udara. Dalam bekerja diperlukan suhu lingkungan yang baik, misalnya di tempat kita bekerja ditanami pohon-pohonan agar memberikan rasa sejuk bagi pekerja.

Seorang pekerja dalam melakukan kegiatannya sebaiknya dalam keadaan suhu badan yang normal agar konsentrasi pekerjaannya tidak terganggu. Suhu badan manusia konstan dengan sedikit fluktuasi di sekitar 37 °C terdapat di bagian dalam otak, jantung, dan organ bagian dalam (= suhu inti). Suhu inti yang konstan diperlukan agar alat-alat itu dapat berfungsi normal, sedang perubahan yang menyolok tidak baik karena tidak akan sesuai dengan kehidupan makhluk yang berdarah panas (Sulistyadi dan Susanty 2003). Berdasarkan penelitian suhu optimum kerja daerah tropis (di Indonesia) antara 24 - 26 °C. Menurut Sulistyadi (2003) kelembaban relatif normal pada saat bekerja antara 50-70%.

2.3.3 Pencahayaan

Menurut Susanti (2003), ada tiga aspek penting tentang pencahayaan yaitu kekuatan, arah datang dan jenis cahaya. Kesalahan sering dilakukan karena pemahaman yang tidak benar yaitu semakin terang berarti semakin baik. Pada kenyataannya kekuatan cahaya yang berlebihan akan cepat melelahkan mata sebagaimana halnya pencahayaan yang kurang: mata akan silau akibat pantulan cahaya yang terlampau kuat, dan bekerja berat bila cahaya tak mencukupi. Jumlah pencahayaan yang dibutuhkan pada berbagai aktivitas terdapat pada Tabel di bawah ini.

Kadar cahaya didefinsikan sebagai “kepadatan (density) sinar yang mengalir dari sebuah sumber cahaya (sumber energi radian)”. Satuan internasional

yang dipakai adalah ‘lux” ialah banyaknya cahaya yang menerpa sebuah bidang. Selain itu sering dipakai satuan lumen (lm) dan candela (Cd).

Tabel 6 . Pemandu Untuk Kadar Cahaya

Kebutuhan kadar cahaya Hasil pekerjaan Jenis pekerjaan

80- 170 170 – 350 350 – 700 1000 - 10 000 Tidak cermat Agak cermat Cermat/Teliti Amat Teliti Melihat Memasang Mambaca, menggambar Mencocokkan Sumber : Susanti (2003)

Kecerahan (luminance) merupakan ukuran dari sebuah permukaan yang memancarkan sinar atau yang memantulkan sinar dan surnber cahaya. Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik akan makin diperlukan pada saat mengerjakan suatu pekerjaan yang memerlukan ketelitian pada penglihatan. Kemampuan mata untuk dapat melihat obyek dengan jelas ditentukan olch ukuran obyek, derajat kontras diantara obyek dan sekelilingnya, luminensi (brigntness) dan lama kegiatan melihat.

Arah yang salah dari datangnya cahaya dapat menyebabkan silau sehingga menimbulkan bayangan pada permukaan pandang. Keadaan bayangan dapat ditentukan oleh jenis cahaya. Cahaya lampu pijar menimbulkan bayangan yang tajam, berbeda dengan lampu neon, sementara itu jenis lampu dapat berperan dalam mencitrakan warna

2.3.4 Getaran

Getaran mekanis merupakan getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis. Besarnya getaran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu intensitas, frekuensi, dan lamanya paparan terhadap getaran tersebut.

Getaran tersebut dapat menyebabkan terganggunya konsentrasi kerja, mempercepat proses kelelahan dan menyebabkan gangguan pada anggota tubuh seperti: mata, telinga, saraf, otot dan lain-lain (Sulistyadi 2003). Menurut Bridger (1995), getaran dengan frekwensi antara 4-8 Hz sangat berbahaya. Menurut ISO (ISO 2631-1, 1985), getaran dengan percepatan lebih besar dari 0.32 m/s2 dapat

menimbulkan efek yang sangat serius bagi kesehatan seperti kesulitan dalam menulis atau minum, sulit bicara dan pandangan mata kabur.

2.4 Kelelahan

Menurut Grandjean (1988), kelelahan adalah berkurangnya sebagian kemampuan fisik maupun non fisik manusia. Kelelahan merupakan fenomena dimana seseorang akan mengalami penurunan produktivitas dalam bekerja. Tarwaka et al.(2004) mengatakan definisi kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Sedarmayanti 1996). Ramadhani (2003) mengatakan definisi kelelahan kerja adalah suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan kegiatan. Kelelahan adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari hari yang mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Suma'mur 1989).

Menurut Sritomo Wignjosoebroto (2008), jenis kelelahan terbagi menjadi 2 yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan Otot (Muscular Fatique) adalah kelelahan yang disebabkan karena aktifitas otot yang berlebihan. Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa, seperti ketegangan otot pada daerah sendi. Kelelahan otot adalah gejala nyeri atau sakit mendadak yang terjadi pada otot yang mengalami pembebanan berlebihan yang terlokalisir ditempat tersebut. Tanda-tandanya: kekuatan kontraksinya melemah, kontraksi dan relaksasi melamban serta fase laten memanjang. Otot yang lelah akan menyebabkan gangguan koordinasi, sehingga dapat meningkatkan resiko atau kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecelakaan kerja, di samping itu pada otot yang lelah kandungan asam laktat dan karbondioksidanya akan meningkat (Kurniawan 2000). Secara fisiologi dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan. Kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja.

Kelelahan Umum (General fatique) adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktifitas. Beberapa jenis kelelahan fisik secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Kelelahan penglihatan muncul dari terlalu letihnya mata.

b) Kelelahan seluruh tubuh sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.

c) Kelelahan mental yang disebabkan oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.

d) Kelelahan saraf yang disebabkan oleh karena terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotorik.

e) Terlalu monotonnya pekerjaan dan suasana sekitarnya.

f) Kelelahan kronis sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu panjang.

g) Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam serta pertukaran periode tidur

Gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatique Symptom) secara subjektif dan objektif menurut Rama (2003), antara lain:

a) Perasaan lesu, ngantuk dan pusing b) Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi c) Berkurangnya tingkat kewaspadaan d) Persepsi yang buruk dan lambat

e) Tidak atau berkurangnya gairah untuk kerja f) Menurunnya kinerja jasmani maupun rohani

Bila kelelahan telah merupakan keadaan penyakit, kelelahan tersebut telah bersifat medis dan gejala-gejala yang ditemukan pada tenaga kerja menurut Suma'mur (1989), adalah:

a) Pusing kepala

b) Jantung berdebar-debar c) Nafas sesak

d) Hilang nafsu makan e) Gangguan pencernaan

f) Tidak bisa tidur

Nurmianto (1996) mengatakan bahwa kelelahan dapat ditandai dengan kondisi yang cenderung untuk mengantuk, gejala-gejalanya adalah:

a) Rasa letih, lelah, lesu dan lemah b) Mengantuk

c) Motivasi kerja menurun d) Rasa pesimis

Terdapat 5 kelompok sebab kelelahan menurut Suma'mur (1989), yaitu: a) Keadaan monoton

b) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental

c) Keadaan lingkungan seperti: cuaca kerja, penerangan dan kebisingan d) Keadaan kejiwaan seperti: tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik e) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi

Grandjean (1988) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.

2.5 Beban Kerja

Menurut Mc. Cormick dan Sanders (1978), metabolisme merupakan proses kimia yang mengubah bahan makanan menjadi dua bentuk, yaitu energi panas dan energi mekanik. Energi panas terjadi akibat kita melakukan suatu pekerjaan, dan energi mekanik digunakan untuk kegiatan internal tubuh (proses pernafasan maupun pencernaan) dan kegiatan eksternal seperti bekerja, berjalan maupun kegiatan lainnya.

Energi yang tersedia dalam tubuh dihasilkan melalui proses metabolisme yang terjadi di dalam sel-sel otot tubuh. Metabolisme ini berkaitan dengan kelancaran transportasi bahan-bahan metabolik ke seluruh tubuh yang diedarkan oleh sistem transportasi tubuh. Kelancaran sistem peredaran darah ini dapat dipantau melalui jumlah denyut jantung dan nadi per satuan waktu yang berperan

layaknya pompa darah. Semakin besar kebutuhan tenaga dalam melakukan suatu aktifitas maka akan semakin cepat pula jantung dan nadi itu berdenyut.

Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu pekerjaan. Beban ini akan diketahui pada saat operator menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti denyut jantung yang tinggi atau keringat yang keluar (Rasyani 2001).

Kapasitas kerja manusia dibatasi dan terutama ditentukan oleh kemampuan untuk menyediakan oksigen dan makanan yang cukup. Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan memperhatikan empat parameter fisiologis meliputi suhu tubuh, konsumsi oksigen, laju paruparu/frekuensi pernafasan dan denyut jantung (Zanders 1972).

Peningkatan beban kerja akan menaikkan suhu tubuh, sehingga suhu tubuh dapat dijadikan parameter pengukuran beban kerja fisik. Pada pekerja yang bekerja pada suhu udara tinggi, peningkatan suhu tubuh tidak proporsional dengan laju konsumsi O2, sifat ini dapat dijadikan indikasi pengukuran hear stress.

Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi memerlukan O2, dengan demikian konsumsi O2 dapat dijadikan parameter untuk pengukuran beban kerja, dengan mengequivalenkan antara kebutuhan energi dan kebutuhan O2

diperoleh hubungan yang nyata antara keduanya. Konsumsi energi bersih per kegiatan dapat diukur dengan cara menguranginya dengan energi yang diperlukan untuk metabolisme basal.

Laju paru-paru dan frekuensi pernafasan seimbang dengan konsumsi O2, sehingga dengan mengetahui laju paru-paru dan frekuensi pernafasan dapat dihitung besarnya konsumsi O2 dan dapat diketahui besarnya beban kerja.

Kerja jantung akan meningkat jika tubuh melakukan tenaga mekanis. Laju denyut jantung yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi O2 yang rendah, biasanya menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan statis.

Pengukuran beban kerja fisik yang termudah untuk dilakukan pada kondisi lapang adalah dengan mempergunakan pengukuran denyut jantung. Tetapi, walaupun bagaimana cara pengukuran ini memiliki kelemahan, karena hasil pengukuran tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan mental. Kelemahan lainnya adalah bervariasinya karakter

denyut jantung pada setiap orang, dan dapat pula terjadi penyimpangan (Hayashi

et al. 1997).

Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah, selain dari sepeda ergometer. Dengan metode step test dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test

dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan menggunakan sepeda ergometer (Hayashi et al. 1997).

Menurut Hayashi et al. (1997), denyut jantung sebanding dengan konsumsi oksigen. Beban kerja yang pasti dapat diketahui dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja (denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test). Step test mempunyai komponen pengukuran yang mudah, selalu tersedia dimana saja dan kapan saja, sehingga dengan demikian ketidakstabilan denyut jantung seseorang dapat dengan mudah dianalisa (Hayashi et al.1997). Dengan metode ini beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur (Herodian 1998).

Penelitian beban kerja operator menggunakan parameter denyut jantung (heart rate- HR) yang diukur pada saat istirahat dan pada saat bekerja. Kerja jantung akan meningkat jika tubuh melakukan tenaga mekanis. Laju denyut jantung yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi O2 yang rendah, biasanya menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan statis (Zander 1972 dan Sanders 1987). Indikator-indikator fisiologis beban kerja dapat menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja, sesuai dengan kapasitas kerjanya. Untuk menghindari subyektivitas nilai denyut jantung yang umumnya sangat dipengaruhi faktor-faktor personal, psikologis, dan lingkungan, maka perhitungan nilai denyut jantung harus dinormalisasi agar diperoleh nilai denyut jantung yang lebih obyektif (Syuaib 2003). Normalisasi nilai denyut jantung dilakukan dengan cara perbandingan denyut jantung relatif saat kerja terhadap denyut jantung saat

istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) atau dengan persamaan:

HRrest HRwork IRHR =

dimana HRwork : denyut jantung pada saat bekerja HRrest : denyut jantung pada saat istirahat

Tabel 7 menunjukkan kategori nilai IRHR dari jenis pekerjaan untuk masing-masing pekerja (Syuaib 2003).

Tabel 7 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR

Kategori Nilai IRHR

Ringan 1.00 < IRHR < 1.25

Sedang 1.25 < IRHR < 1.50

Berat 1.50 < IRHR < 1.75

Sangat berat 1.75 < IRHR < 2.00

Nilai IRHR dapat digunakan sebagai indikasi tingkat kejerihan atau tingkat beban yang dirasakan oleh pekerja. Tingkat ini juga dapat digunakan untuk memprediksi kurva belajar (learning curve) dari seorang pekerja pemula dibandingkan dengan pekerja berpengalaman (skillful). Menurut Syuaib (2002, 2003, 2007) pekerja berpengalaman memiliki nilai IRHR cenderung konstan berbagai pengamatan, sementara pekerja pemula memiliki nilai IRHR yang tinggi pada awal pengamatan, kemudian akan menurun menuju posisi konstan secara lagaritmik. Pekerjaan yang memerlukan tenaga yang lebih dan ketrampilan yang lebih tinggi yaitu pekerjaan mengoperasikan traktor tangan memiliki kecuraman kurva yang lebih tajam daripada pekerjaan yang memerlukan tenaga lebih kecil dan ketrampilan lebih sedikit yaitu pada pengoperasian traktor kemudi. Kurva untuk masing-masing jenis pekerjaan disampaikan pada Gambar 11 dan 12.

Nilai ketajaman penurunan kurva ditunjukkan oleh koefisien pada fungsi logaritmik yaitu sebesar 0.16 untuk traktor tangan dan 0.03 untuk traktor kemudi. Dengan kata lain proses belajar untuk kedua macam pekerjaan berbeda.

Gambar 11 Hubungan antara IRHR dan jumlah observasi pada operator traktor tangan (Syuaib 2002)

Gambar 12 Hubungan antara IRHR dan jumlah observasi pada operator traktor kemudi. (Sumber: Syuaib 2003)

Kelelahan kerja manusia juga dipengaruhi oleh seberapa besar kemampuan yang digunakan. Jika kemampuan maksimum yang digunakan, maka durasi ketahanan manusia jauh lebih pendek dibandingkan jika hanya menggunakan sebagian saja dari kemampuan maksimum. Grandjaen (1988) memberikan gambaran hubungan antara lama waktu yang dapat dilakukan secara aman oleh

manusia terhadap persentase beban kerja fisik yang dilakukan. Grafik hubungan tersebut seperti pada Gambar 13 berikut.

Gambar 13 Hubungan antara beban kerja otot dengan durasi aman (Sumber: Grandjean 1998)

Jika beban yang diterima terlalu berat atau durasi penerimaan beban melebihi waktu aman, maka akan sangat mungkin terjadi kelelahan yang berlebihan. Pekerja akan mampu bertahan untuk waktu yang lama jika beban fisik yang diterima antara 10-15% kemampuan maksimumnya.

2.6 Kecelakaan Kerja

Keberhasilan seseorang operator dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut harus diperhatikan agar dapat memaksimalkan fungsi kerja operator sehingga mampu menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Untuk menghindari kecelakaan kerja dari awal seseorang operator perlu memperhatikan faktor tersebut. Secara garis besar faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua (2) kelompok, yaitu:

a) Kelompok faktor diri (individual), dan b) Kelompok faktor situasional.

Kelompok faktor diri terdiri dari beberapa faktor yang datang dari diri pekerja itu sendiri. Beberapa hal seperti penalaran, pengalaman, dan pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang bekerja.

Kelompok faktor situasional terdiri dari faktor yang dapat diubah atau diatur. Faktor ini berada di luar diri manusia. Kelompok faktor situasional terbagi ke dalam dua sub kelompok yaitu:

2. Faktor sosial keorganisasiannya seperti kepuasan kerja dan semangat dalam bekerja

3. Faktor fisik pekerjaan yang bersangkutan seperti keterkaitan antara seseorang yang bekerja dengan alat, mesin dan lingkungan kerja .

2.7 Mekanisme Autopoiesis

Menurut Jackson (2007), istilah autopoiesis berasal dari bahasa latin “auto” yang berarti swa/mandiri dan “poiesis” yang berarti kreasi atau produksi. Dengan demikian secara kebahasaan autopoiesis berarti swa-kreasi atau swa-poduksi.

Teori autopoiesis berkembang dari Maturana dan Varela (1980) yang melakukan eksplorasi tentang apa yang membedakan sistem kehidupan dari non-kehidupan dan bagaimana sistem non-kehidupan bertahan walaupun ada perubahan dalam struktur dan komponen. Berangkat dari pertanyaan, apa yang membuat sebuah sistem kehidupan menjadi sistem kehidupan? Apakah jenis fenomena biologis adalah fenomena kognitif? Kedua pertanyaan ini telah sering dipertimbangkan, namun kedua orang ahli biologi tersebut menganggapnya sebagai pertanyaan biologis yang mendasar. Analisis mereka sangat menarik perhatian dan provokatif, karena telah membangun sebuah teori biologi sistematis yang mencoba untuk mendefinisikan sistem hidup tidak sebagai obyek observasi dan deskripsi, atau bahkan sebagai sistem yang berinteraksi, tetapi sebagai kesatuan mandiri yang hanya memiliki referensi untuk diri mereka sendiri. Konsekuensi dari penyelidikan mereka dan sistem hidup mereka sebagai pengambilan keputusan mandiri, mengacu kesatuan otonom secara mandiri, adalah mereka menemukan bahwa dua pertanyaan memiliki jawaban yang umum: sistem hidup adalah sistem kognitif, dan hidup sebagai suatu proses adalah proses kognisi. Hasil investigasi mereka adalah perspektif yang sama sekali baru tentang fenomena biologi (manusia). Selama penyelidikan, ditemukan bahwa deskripsi linguistik yang lengkap berkaitan dengan 'organisasi yang hidup' adalah kurang lengkap dan, pada kenyataannya, akan mengganggu hasil penelitian. Oleh karena

itu, diciptakan istilah 'autopoiesis' kata untuk menggantikan ekspresi 'organisasi melingkar'.

Pendekatan sistem kehidupan berfokus pada otonomi yang diwujudkan melalui proses:

a) swa-produksi (self-production),

b) produksi dari respon yang mampu bertahan terhadap gangguan, c) sturktur hubungan antar sistem,

d) bagaimana sistem bertahan dan mempertahankan identitas meskipun terjadi perubahan dalam komponen dan struktur

Gambar 14 menunjukkan bagaimana komponen kunci dalam sistem autopoietik.

Gambar 14 Fitur kunci dalam sistem autopoiesis. (Sumber : Gregory 2006)

Secara khusus, gambar ini menekankan bahwa sifat swa-produksi dari bagian komponen berfungsi untuk membedakan secara jelas sistem dari lingkungannya (sebaliknya, dari pandangan sistem terbuka di mana batas terletak ditentukan melalui penilaian subjektif tentang kekayaan interaksi antara komponen).

Dalam konteks fisika, Maturana dan Varela (1980) mendefinisikan bahwa mesin terbagi menjadi dua macam yaitu autopoiesis dan alopoietis. Mesin alopoietis melakukan kerja/produksi memberikan sesuatu untuk yang lain, bukan untuk dirinya sendiri. Contohnya adalah lampu, blender dan komputer. Sedangkan mesin autopoiesis memproduksi daya untuk keperluan menjalankan mesin itu sendiri, misalnya sebuah mobil

Proses autopoesis, menurut Whitaker (2005) dan Mingers (1995) adalah sebuah proses ”self-organization, self-creation, self-configuration, self-steering,

dan self-maintenance”. Autopoiesis berarti proses yang terjadi dalam suatu keadaan tertentu yang secara mandiri mengatur diri sehingga terbentuk satu keadaan baru yang lebih baik. Istilah ini sebenarnya berkembang awal di dalam ranah biologi, kemudian menyebar dalam ranah-ranah lain termasuk ranah teknik dan sosial.

Berdasarkan pada definisi ini, maka proses pembentukan sistem baru mengikuti proses yang tidak selamanya dapat diarahkan atau dikendalikan dengan baik. Dalam kapasitas tertentu proses dapat difahami sebagiannya, namun jika akan melakukan suatu proses manipulasi menemui beberapa anomali atau penyimpangan, hal ini disebabkan pemahaman kita yang tidak utuh terhadap proses tersebut. Al-Rasyid (2005) dalam beberapa makalahnya menyampaikan bahwa setiap benda baik hidup maupun benda mati memiliki nilai azali yang tidak berubah. Nilai ini berupa kecerdasan awal yang disebut dengan proto limit. Istilah proto limit menunjukkan bawa kecerdasan tersebut dapat kita tangkap secara ilmiah tetapi akan berhenti pada pertanyaan kenapa dimikian dan ternyata tidak ada satu jawabanpun yang dapat menyelesaikannya. Batas ini yang disebut sebagai proto limit. Contoh sederhana dari konsep protolimit adalah jika kita mengkaji materi air (H2O). Sudah diketahui bahwa atom hidrogen memiliki sifat dasar tertentu yang tidak diketahui kenapa dapat berperilaku demikian. Demikian juga atom oksigen memiliki proto limitnya sendiri. Kemudian jika 2 buah atom hidrogen bertemu dengan 1 atom oksigen, maka akan terbentuk ekologi baru (proto ekologi) yang kita sebut dengan H2O atau air. Kenapa tidak membentuk H4O? Jawabannya adalah bahwa hidrogen dan oksigen telah memiliki kecerdasan awal untuk saling mengikat membentuk ekologi baru. Sifat ekologi baru H2O ini

sangat berbeda dengan sifat atom pembentuk hidrogen dan oksigennya. Proses terjadi ekologi baru ini disebut dengan proses autipoiesis. Mekanisme autopoiesis ini bukan hanya terjadi dalam satu organisme, namun terus berkembang antar organisme membentuk sebuah ekologi, kemudian berkembang terus menjadi semakin besar. Intervensi dapat dilakukan dalam proses ini sepanjang tidak bertentangan dengan kecerdasan awal yang dimiliki oleh entitas sebelumnya. Hasil setiap proses autopoiesis ditentukan oleh kecerdasan awal setiap komponen dan saling komplementer dengan komponen yang lain. Satu komponen saja tidak akan mampu membentuk bentukan baru, setiap komponen memerlukan komponen yang lain untuk proses ini.

Dalam ranah sosial menurut Gregory (2006), masyarakat industri ditandai oleh pemisahan masyarakat ke dalam berbagai sub-sistem fungsional. Masyarakat adalah sebuah contoh terbaik yang menunjukkan sistem memproduksi sendiri atau autopoietik yang terdiri dari enam subsistem: ekonomi, politik, hukum, ilmu pengetahuan, agama dan pendidikan. Sistem pendidikan diperlakukan sebagai kasus khusus seperti melalui itu siswa dapat belajar tentang subsistem lainnya seperti hukum, ekonomi, dll. Subsistem pendidikan meskipun tidak dapat menginstruksikan murid dalam segala hal, maka pilihan harus dibuat tentang prioritas pengetahuan dan kekuatan luar yang berasal dari sub-sistem pendukung.

Dokumen terkait