• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

5. Penyelesaian Akhir

2.3. Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrak fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang dan mineral karena kontaminan alami dan buatan ke dalam atmosfer (Aditama, 1992). Klasifikasi bahan pencemaran udara dapat dibagi menjadi dua bagian (Kusnoputranto, 2002) :

1. Pencemar primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Bahan kimia dapat berupa komponen udara alamiah, seperti karbondioksida, yang meningkat diatas konsentrasi normal atau sesuatu yang tidak biasanya terdapat di udara, seperti senyawa timbal.

2. Pencemar sekunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi kimia diantaranya berbagai komponen udara. Pencemaran udara yang serius biasanya terjadi di suatu kota atau daerah lainnya yang mengeluarkan kadar pencemar yang tinggi.

2.3.1. Tipe Pencemaran Udara

Tipe Pencemaran udara dibagi menjdai 9 bagian (Kusnoputranto, 2002) yaitu :

a. Karbondioksida, yaitu CO2, Sulfur oksida, yaitu SO2,

b. Hidrokarbon, yaitu senyawa organic yang mengandung karbon dan hydrogen seperti metana, butane, benzene.

Nitrogen oksida

c. Oksidan fotokimia, yaitu ozon, PAN dan beberapa senyawa aldehid.

d. Partikel (padat atau cair di udara), asap, debu, asbestos, partikel logam, minyak, garam-garam sulfur.

e. Senyawa anorganik (mengandung kerbon), estisida, herbisida berbagai jenis alcohol, asam dan zat kimia lainnya.

f. Zat radioaktif tritium, radon, enzim dan pembangki tenaga.

2.3.2. Bentuk bahan pencemaran udara

Menurut Aditama, (1992), bentuk bahan pencemar yang sering ditemukan, yaitu:

a. Gas, yaitu uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair, karena dipanasi atau karena menguap sendiri contohnya SO2

b. Aerosol, yaitu suspensi udara yang bersifat padat .(detex) atau cair (kabut, asap, uap) yang berukuran kurang dari 1 mikron.

, CO dan NO.

Masalah pencemaran udara bukanlah masalah ringan karena dampak yang ditimbulkan sangat luas dan merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dampak negatif secara langsung dialami manusia adalah pada aspek kesehatan, kenyamanan hidup, dan keselamatan. Sedangkan dampak negatif tidak langsung yaitu berupa penyakit pada lingkungan hidup, perekonomian, estetika dan tumbuhan (Aditama, 1992). Menurut WHO (2000), penentuan udara tercemar atau tidaknya udara suatu daerah kriterianya sebagai berikut :

Tabel 2.1. Kriteria Udara Bersih dan Udara Tercemar oleh WHO

Parameter Udara Bersih Udara Tercemar

Bahan partikel 0,01 – 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3 SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 2 ppm CO <1 ppm 5 – 200 ppm NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm Hidrokarbon <1 ppm 1 – 2 ppm Sumber : WHO, 2000

2.3.3. Pencemaran Udara oleh Partikulat (Debu)

Partikel menurut WHO seperti yang dikutip oleh Purwana (1992) adalah sejumlah benda padat atau cair dalam bermacam-macam ukuran, jenis dan bentuk yang tersebar dari sumber-sumber antropogenik dan sumber alam.

Partikulat menyebar di atmosfer akibat dari berbagai proses alami seperti letusan vulkano, hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktifitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misal dalam bentuk partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah pembakaran dari bahan bakar sumbernya diikuti proses-proses industri.

Partikel di atmosfer dalam bentuk suspensi, yang terdiri atas partikel-partikel padat dan cair. Ukuran partikel dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01 mikron. Terdapat hubungan antara partikel polutan dengan sumbernya.

Dampak kesehatan utama dari pemajanan debu adalah penyakit asma dan penyakit saluran pernapasan lainnya, batuk dan naiknya mortalitas tergantung kepada konsentrasi dari sifat fisik partikel debu itu sendiri. Polutan debu masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem saluran pernapasan. Faktor yang paling berpengaruh adalah ukuran partikel, karena ukuran ini menentukan seberapa jauh penerasi ke dalam sistem pernapasan

Mekanisme yang mungkin dapat menerangkan mengapa debu dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan adalah dengan makin banyaknya pemajanan debu maka cilia akan terus menerus mengeluarkan debu tersebut sehingga lama kelamaan cilia teriritasi dan tidak peka lagi, sehingga debu akan lebih mudah masuk. Selain itu yang terpenting orang tersebut akan rentan terhadap infeksi saluran pernapasan lainnya. Kasus penyakit yang banyak dilaporkan dan berhubungan dengan debu adalah bronchitis kronis dan emphysema.

2.3.4. Partikulat Melayang (PM10

Partikel debu yang dapat masuk ke dalam pernapasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µg sampai 10 µg dan berada di udara sebagai suspenden particulate matter (partikulat melayang dengan ukuran ≤10 µg juga dikenal juga dengan PM

)

Ukuran partikel debu yang lebih besar dari 10 µg akan lebih cepat mengendap ke permukaan, sehingga kesempatan terjadinya pemajanan pada manusia menjadi kecil dan jika terjadi pemajanan partikulat akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas (Kusnoputranto, 2000)

Debu yang dapat dihirup manusia disebut debu inhable dengan diameter 10 µg dan berbahaya bagi saluran pernapasan karena mempunyai kemampuan merusak paru-paru. Sebagian debu yang masuk ke saluran pernapasan berukuran 5 µg akan sampai ke alveoli. Di dalam alveoli ini sebenarnya terjadi pertukaran O2 dengan CO2

Menurut Yenny (2003) yang mengutip pendapat Koren (1995) dalam artikelnya tentang PM

sehingga keberadaan debu inhable dapat mengganggu proses tersebut (WHO, 2000).

10 menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pajanan pertikulat PM10 dengan penderita Cardiopulmonary disease dan asma yang ditunjukkan dengan tingginya mortality dan morbidity kasus penyakit saluran pernapasan dan kasus cardiovascular.

2.3.5. Partikulat (Debu Kayu)

Seperti halnya debu yang lain, pada umumnya debu kayu merupakan hasil mekanis dari suatu tindakan penggergajian, perautan, pengamplasan dan lain-lain. Karena itu, debu kayu mempunyai ukuran yang memungkinkan untuk masuk ke dalam saluran pernapasan dan mengendap di dalam paru.

Kayu yang merupakan bagian dari struktur tumbuh-tumbuhan, juga tersusun dari zat organik sehingga debu kayu dapat digolongkan ke dalam debu organik.

Disamping itu, beberapa golongan kayu yang digunakan dalam industri mebel mengandung substansi kimia yang dapat memberikan efek alergi dan toksik pada manusia seperti kayu Johar, kayu Ebony, kayu Rengas, kayu Kasasi, sehingga debu kayu tersebut dapat menimbulkan dermatitis kronik, konyungtivitis, asma rinitis dan lain-lain (Purnomo, 2007).

Pada industri mebel, terkadang kayu yang digunakan sebagai bahan baku sudah mengalami pengawetan kimiawi sebelumnya, seperti pada kayu lapis. Pengawetan dimaksudkan untuk mencegah pelapukan atau kerusakan karena penyakit mikroorganisme. Bahan yang biasa dipakai untuk pengawetan adalah minyak pestisida, garam logam dan senyawa-senyawa organik. Jika debu kayu terinhalasi oleh pekerja, maka pada zat-zat tersebut akan masuk ke dalam paru dan dapat memberikan efek yang dapat merugikan kesehatan, terutama jika konsentrasinya cukup besar untuk menimbulkan penyakit (Purnomo, 2007).

Dokumen terkait