• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja 1.Pengaruh Umur Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja 1.Pengaruh Umur Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja

HASIL PENELITIAN

5.2. Pengaruh Karakteristik Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja 1.Pengaruh Umur Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja 1.Pengaruh Umur Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja

Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat pengaruh umur pekerja terhadap kapasitas vital paru pekerja (p=0,958), artinya nilai p>0,05, dan secara proporsi pekerja dengan kapasitas vital paru kategori berat 31,9% terdapat pada pekerja dengan usia > 35 tahun dan 34,8% pada pekerja dengan usia <35 tahun.

Berdasarkan penelitian Purnomo (2007), bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur pekerja dengan gangguan vital paru pekerja. Kelompok umur dewasa lebih berisiko terhadap terjadinya gangguan vital paru seperti Asma, bronchitis, pneumonia kronik. Hal ini sesuai dengan penelitian Douwes (2006), bahwa umur mempengaruhi hubungan pemajanan PM10

Beberapa studi menjelaskan bahwa kelompok umur dewasa mempunyai penyakit pada sistem pernapasan kaitannya dengan agen penyakit seperti influenza, sehingga meningkatkan kerentanannya terhadap efek buruk partikel debu.

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru (Joko Suyono, 2001). Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik.

Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa frekuensi pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifudin, 1997).

5.2.2. Pengaruh Pendidikan Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja Pendidikan dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden dan memperoleh ijazah yang sah. Hasil penelitian menunjukkan 37,7% pekerja berpendidikan SLTP dan SLTA, dan secara statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan pekerja terhadap kapasitas vital paru pekerja (p=0,009). Artinya tinggi rendahnya pendidikan pekerja berdampak terhadap upaya-upaya untuk menjaga kesehatan diri ketika bekerja termasuk menjaga agar tidak terjadi gangguan paru.

Secara proporsi pekerja menunjukkan bahwa pekerja dengan kapasitas vital paru kategori berat 41,3% terdapat pada pekerja dengan pendidikan kategori rendah.

5.2.3. Pengaruh Masa Kerja Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja Masa kerja dalam penelitian ini adalah jumlah tahun bekerja pekerja di industri meubel. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pekerja dengan kapasitas vital paru kategori berat 37,2% terdapat pada pekerja dengan masa kerja 11-19 tahun, dan hasil uji chi square menunjukkan terdapat pengaruh masa kerja pekerja terhadap kapasitas vital paru pekerja (p=0,034). Artinya semakin lama masa kerja pekerja semakin berisiko terhadap terjadinya gangguan vital paru pekerja sehingga berdampak terhadap kesehatan paru pekerja. Demikian juga dengan uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel masa kerja merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kapasitas vitas paru pekerja p=0,046 (p<0,05).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Huda (2004), bahwa kerentanan terhadap efek yang berhubungan dengan pemajanan PM10 akan meningkat pada kelompok pekerja yang mempunyai masa kerja lebih tinggi dan berhubungan dengan debu kayu dibandingkan kelompok pekerja yang mempunyai masa kerja lebih tinggi tetapi tidak berhubungan dengan debu kayu. Studi Gaudermon (2001), juga mendukung hasil penelitian ini. Dalam studi tersebut dijelaskan bahwa penyakit saluran pernapasan dan penyakit pertumbuhan fungsi paru berhubungan dengan konsentrasi PM2.,5 PM10 dan PM2,5-10.

5.2.4. Pengaruh Pengetahuan Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui oleh pekerja tentang gangguan vital paru, keadaan lingkungan kerjanya dan upaya pencegahan terhadap gangguan vital paru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 51,9% responden mempunyai pengetahuan yang kurang dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan yang baik. Secara proporsi menunjukkan pekerja dengan kapasitas vital paru kategori berat 45,0% terdapat pada pekerja dengan pengetahuan kategori kurang, dan hasil uji chi square menunjukkan terdapat pengaruh pengetahuan terhadap kapasitas vital paru pekerja (p=0,020). Hal ini menunjukkan bahwa pekerja dengan pengetahuan yang baik akan berdampak terhadap upaya pencegahan terjadinya gangguan paru kearah yang positif.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widodo (2007), bahwa pengetahuan pekerja Genteng mempunyai pengaruh signifikan terhadap kapasitas vital paru pekerja, dimana pekerja dengan pengetahuan yang kurang 72,4% mengalami gangguan vital paru, dan kapasitas vital paru termasuk berat.

5.2.5. Pengaruh Sikap Pekerja terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja

Sikap dalam penelitian ini adalah respon atau tanggapan pekerja terhadap upaya pencegahan gangguan vital paru pekerja di Industri kecil meubel. Hasil penelitian menunjukkan 57,1% pekerja mempunyai sikap yang kurang tentang

gangguan vital paru, dampak yang ditimbulkan dari lingkungan yang tidak sehat dan sikap terhadap upaya penggunaan alat pelindung diri.

Secara proporsi menunjukkan pekerja dengan sikap yang kurang 45,5% mempunyai kapasitas vital paru kategori berat, artinya sikap yang kurang secara tidak langsung akan berimplikasi terhadap kemampuan pekerja melepaskan atau menghirup udara total oleh paru-parunya. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan sikap dengan kapasitas vital paru pekerja (p=0,008)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purnomo (2007), bahwa sikap pekerja akan berdampak terhadap upaya pencegahan gangguan vital paru, dan secara statistik menunjukkan sikap mempunyai pengaruh signifikan terhadap kapasitas vital paru pekerja dengan nilai p=0,005.

5.2.6. Pengaruh Penggunaan APD terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja Penggunaan APD adalah upaya yang dilakukan pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja. Hasil penelitian menunjukkan 12,5% yang tidak menggunakan APD mempunyai kapasitas vital paru kategori berat.

Secara proporsi pekerja dengan kapasitas vital paru kategori berat 42,2% terdapat pada pekerja yang tidak menggunakan APD, dan hasil uji chi square

menunjukkan terdapat pengaruh penggunaan APD terhadap kapasitas vital paru pekerja (p=0,015) berarti nilai p<0,05.

Menurut penelitian Widjaya (1998), didapatkan pekerja yang menggunakan APD hanya 9,3% yang mempunyai kelainan klinis saluran pernapasan. Hasil

penelitian Holmess, 1989 dalam Wright (1991), terhadap 50 pekerja furniture ditemukan bahwa pekerja yang tidak konsisten dalam menggunakan APD berupa masker sebanyak 27% mengalami penyakit pernapasan.

Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan APD yang cukup protektif terhadap pajanan debu kayu kepada pemilik usa informal. Untuk itu kiranya diperlukan kerjasana antara pihak Dinas Kesehatan dengan Dinas Perindustrian yang menangani bidang Usaha Kecil Menengah untuk melakukan monitoring terhadap penggunaan APD pada pekerja. Hal ini dilakukan guna memberikan kesadaran pekerja akan pentingnya APD.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Mawardi (2009), bahwa dengan uji square menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan penggunaan APD dengan fungsi saluran nafas dengan nilai p=0,015 (p<0,05), artinya bahwa semakin sering pekerja tidak menggunakan APD maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi gangguan paru, karena tanpa pelindung mulut atau hidup akan memudahkan debu untuk masuk dan mengendap di paru-paru.

Pekerja yang menggunakan APD pun hanya menggunakan masker dan kain penutup sehingga tidak mampu secara sempurna menghambat debu masuk ke dalam mulut, hidung dan paru-paru, selain itu dari hasil penelusuran yang dilakukan pemekaian APD tidak digunakan secara maksimal, sehingga pekerja masih terpapar dengan debu meubel. Sementara seyogyanya pekerja menggunakan APD pernafasan jenis respiratory, baik respiratory sekali pakai, separuh masker, separuh muka maupun respiratory berdaya. Hasil telaah dokumen pabrik, pihak manajemen pabrik

tidak menyediakan respiratory jenis apapun yang ada hanya masker. Penggunaan respiratory ini jauh lebih baik dibandingkan masker dan kain penutup mulut.

Dokumen terkait