• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. SISTEM PENCERNAAN BABI

2.2. Enzim Pencernaan dan Absorpsi Zat Makanan

2.2.3. Pencernaan Protein

Protein dicerna menjadi asam-asam amino yang diangkut ke hati melalui vena vortal. Sedangkan mineral umumnya diabsorpsi

dari lumen usus halus. Akan tetapi absorpsi mineral dipengaruhi oleh banyak faktor tergantung jenis mineral. Lebih rinci proses pemecahan dan pencernaan protein tersaji pada Gambar 2.5 dan 2.6.

Gambar 2.5. Pemecahan protein diawali oleh enzim pepsin Fungsi protein dalam tubuh adalah: (1) sebagai enzim; (ii) pengendalian pertumbuhan; (iii) alat pengangkut dan penyimpan; (iv) media perambatan impuls syaraf; (v) pengatur pergerakan; (vi) pengendalian pertumbuhan; dan (vii) penunjang mekanis.

Proses metabolisme perombakan protein menjadi asam amino tersaji pada Gambar 2.6. Protein pakan pertama kali akan dihidrolisis oleh enzim pepsin menjadi proteasa, pepton, dan polipeptida. Selanjutnya dengan bantuan enzim tripsin dan kimotripsin, akan diubah menjadi polipeptida kecil yang selanjutnya dengan bantuan enzim peptidase menjadi asam amino.

Gambar 2.6. Proses pencernaan protein

Rantai karbon asam amino dapat dioksidasi menghasilkan energi atau dapat diubah menjadi glikogen dan trigliserida yang dapat disimpan dalam tubuh. Proses dekarboksilasi, transaminasi, dan proses deaminasi protein tersaji pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. dekarboksilasi, transaminasi, dan proses deaminasi protein

Kekurangan asam amino dalam ransum berakibat buruk pada babi, baik itu pada babi muda, babi dara, induk, maupun pejantan. Berbeda dengan karbohidrat dan lemak, protein dengan asam-asam aminonya tidak disimpan dalam jumlah banyak dalam tubuh. Walaupun demikian dalam keadaan puasa berkepanjangan atau kelaparan yang akut, beberapa protein tubuh akan dirombak.

2.2.3.1. Defisiensi Lisin

Asam amino lisin menjadi asam amino pembatas dalam ransum babi, karena sebagian besar biji-bijian sedikit mengandung asam amino tersebut. Defisiensi asam amino lisin menyebabkan kehilangan nafsu makan, penurunan bobot badan, penurunan efisiensi penggunaan pakan, bulu menjadi kering dan kasar, dan secara umum babi kelihatan sangat kurus.

Penambahan asam amino sintetis DL-lisin sebanyak 2% pada ransum babi yang mengalami defisiensi, ternyata mampu meningkatkan nafsu makan, memperbaiki pertumbuhan babi yang mulanya kurus, dan efisiensi penggunaan ransum menjadi lebih efisien.

Perbandingan antara asam amino lisin dengan protein dalam ransum adalah sekitar 1 : 18 (Augenstein et al., 1997). Lebih jelasnya dapat diberikan contoh, pada babi yang sedang menyusui dengan bobot badan 135 kg memerlukan sekitar 600 gram protein dan 33 gram asam amino lisin per hari. Babi lepas sapih dengan bobot badan 12-20 kg memerlukan protein 21% dan lisin antara 1,25-1,50%.

2.2.3.2. Defisiensi Triptopan

Asam amino triptopan adalah salah satu asam amino yang sering menjadi pembatas pada ransum babi, terutama jika bahan ransum sebagaian besar terdiri atas jagung. Kondidi yang ditunjukkan jika babi defisiensi triptopan adalah (i) kehilangan

nafsu makan, (ii) konsumsi menurun, (iii) bulu menjadi kasar, dan (iv) terjadi simtom kelemahan pada ternak babi.

Apabila pada kejadian tersebut di atas kemudian ditambahkan triptopan ke dalam ransum babi yang mengalami defisien triptopan tersebut, maka perbaikan kondisi di atas segera terjadi.

Terjadi hubungan khusus antara triptopan dengan niasin, yaitu babi mampu menggunakan tritopan untuk mensintesis niasin dalam tubuhnya, hanya saja niasin tidak bisa untuk mensintesis triptopan kembali. Jadi reaksinya hanya searah, tidak bolak balik. Sepanjang triptopan dalam ransum mencukupi, babi tidak akan defisiensi niasin. Pada beberapa penelitian kandungan triptopan sekitar 0,13% sudah cukup untuk babi yang bobotnya antara 20 -50 kg, dan 0,10% untuk babi yang bobotnya antara 50 -100 kg.

2.2.3.3. Defisiensi Metionin

Asam amino metionin adalah salah satu asam amino esensial pembatas dalam ransum babi pada berbagai fase pertumbuhannya. Akibat yang ditimbulkan jika defisien metionin adalah menurunnya laju pertambahan bobot badan dan efisiensi pengguaan ransum.

Pada tubuh babi, asam amino metionin tersebut dapat disintesis dari sistin. Bahkan sampai 50% kebutuhan metionin dapat diganti oleh sistin dalam ransum babi. Suatu saat metionin dapat dikonversi menjadi sistin jika kandungan sistin dalam ransum kurang. Akan tetapi, sepanjang kandungan asam amino sistin dalam ransum mencukupi, maka metionin tidak akan dikonversi menjadi sistin.

Pada perhitungan penyususnan ransum ternak babi, asam amino metionin dan sistin sering dijadikan satu atau digabung. Misalnya, untuk babi lepas sapih dengan bobot badan antara

12-20 kg, maka kebutuhan metionin dan sitin (metionin + sitin) sekitar 0,75%. Metionin akan dipakai untuk pembentukan sel-sel baru atau untuk fungsi yang lain.

Ransum babi yang hanya menggunakan jagung dan minyak tepung kacang kedelai kadang-kadang kandungan metioninnya terbatas. Terdapat hubungan antara metionin dengan kolin. Asam amino metionin dapat menjadi penyedia gugus metal untuk sintesis kolin di dalam tubuh.

Asam amino metionin yang cukup tidak saja dapat mengatasi kebutuhan defisiensi metionin, akan tetapi juga mampu sekaligus memenuhi kebutuhan kolin. Hal tersebut dibuktikan dengan pemberian ransum dengan susu buatan yang mengandung metionin sebanyak 1,6% pada anak babi, tidak perlu lagi ditambahkan kolin.

Pada ransum yang mengandung asam amino metionin sebesar 0,8-1%, maka anak-anak babi membutuhkan kolin setidaknya 0,1% dari bahan kering ransumnya. Dalam ransum yang mengandung protein kasar 21%, akan menghasilkan partumbuhan yang baik jika kandungan metioninnya 0,6% dan sistin 0,01%. Babi dengan bobot badan antara 50-100 kg setidaknya membutuhkan ransum yang mengandung protein 12% dan metionin 0,21% untuk mencapai pertumbuhan yang bagus.

2.2.3.4. Defisiensi Histidin

Asam amino histidin biasanya berada dalam keadaan yang cukup dalam ransum babi, artinya jarang sampai terjadi defisiensi. Namun demikian pada kasus defisiensi asam amino histidin akan menyebabkan penurunan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum sangat buruk.

Pada babi yang menderita defisiensi histididin, bila diberikan histidin, akan segera kelihatan nafsu makannya bertambah, diikuti dengan pertumbuhan yang bagus dan bobot

badannya meningkat cepat. Dalam ransum yang mengandung protein 13%, kandungan histidinnya paling tidak 13%.

2.2.3.5. Defisensi Penilalanin

Jarang terjadi asam amino penilalanin biasanya sudah tersedia secara mencukupi pada ransum babi, sehingga jarang dtemukan kejadian difisiensi asam amino penilalanin. Defisiensi penilalanin ditunjukan dengan pertumbuhan yang sangat lamban dan penurunan efisiensi penggunaan ransum.

Asam amino Penilalanin dapat digunakan untuk mensitesis tirosin. Akan tetapi, jika kandungan tirosin dalam ransum sudah cukup, maka penilalanin tidak akan diubah menjadi tirosin. Pada ransum yang mengandung protein 12,6% memberikan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum yang tinggi bila kandungan penilalaninya 0,32% dan tirosin 0,14%. Pada babi yang baru disapih membutuhkan penilalanin sedikitnya 0,46% dalam ransumnya.

Dokumen terkait