• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN NUTRISI TERNAK BABI KEBUTUHAN DAN DEFISIENSI ZAT MAKANAN I GST. NYM. GDE BIDURA GRACIANO SOARES GOMES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN NUTRISI TERNAK BABI KEBUTUHAN DAN DEFISIENSI ZAT MAKANAN I GST. NYM. GDE BIDURA GRACIANO SOARES GOMES"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TERNAK BABI

KEBUTUHAN DAN DEFISIENSI ZAT MAKANAN

I GST. NYM. GDE BIDURA GRACIANO SOARES GOMES

SWASTA NULUS

2019

(3)

Penulis:

I Gst. Nym. Gde Bidura Graciano Soares Gomes

Penyunting:

Prof. Dr. Ir. Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi, MS.

Cover:

Ida Bagus Anom Ary Murti, SE

Lay Out:

Swasta Nulus

Diterbitkan oleh: SWASTA NULUS

Jl. Tukad Batanghari VI.B No. 9 Denpasar-Bali Telp. (0361) 241340

Email: swastanulus@yahoo.com

Cetakan Pertama:

2019, xv + 206 hlm, 15,5 x 23 cm

ISBN 978-602-5742-60-6

Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

TERNAK BABI

KEBUTUHAN DAN DEFISIENSI ZAT MAKANAN

(4)

PRAKATA

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas anugrah Bliau, Buku Ajar yang berjudul “Manajemen Nutrisi Ternak Babi. Kebutuhan dan Defisiensi Zat Makanan” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Pakan merupakan salah satu komoditi dari subsistem agribisnis hulu, atau dengan kata lain penyedia sapronak untuk subsistem budidaya ternak. Pakan merupakan faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada performans ternak yang di inginkan. Dalam usaha peternakan biaya pakan mencapai persentase tertinggi dalam biaya produksi, yaitu mencapai 65-70%. Oleh karena itu, suatu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah walaupun babi itu secara alamiah tergolong hewan yang makannya sangat rakus, dan suka makan apapun, namun mereka perlu diberi makanan dengan perhitungan yang betul.

Dalam Buku Ajar ini mengupas sistem percernaan dan metabolisme zat makanan pada babi, manajeman ternak babi, jenis dan macam pakan babi, penilaian zat makanan, kebutuhan zat makanan untuk babi pada berbagai fase produksi, defisiensi, dan formulasi ransum untuk babi.

Buku Ajar ini sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam manajemen nutrisi ternak babi. Sangat bermanfaat bagi mahasiswa program sarjana (S-1), Magister (S-2), dan Doktor (S-3), serta bagi yang menaruh perhatian dalam bidang nutrisi babi.

(5)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, atas dorongan dan fasilitas yang diberikan dalam penyusunan Buku Ajar ini. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada teman-teman sejawat, antara lain Dayu Utami, Desak Candrawati, Warmadewi, Enny Puspani, Gung Putra Wibawa, dan I.B. Anom Ary Murti.

Semoga Buku Ajar ini bermanfaat bagi pembaca, segala saran dan kritik untuk kesempurnaan buku ini sangat kami harapkan. Atas perhatiannya kami ucapkan banyak terimakasih.

Denpasar, Februari 2019 Hormat saya

(6)

DAFTAR ISI

halaman HALAMAN SAMPUL ... i PRAKATA ... iii DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Sistem Pemeliharaan Babi ... 1

1.2. Pakan Babi ... 2

1.3. Ketahanan Pangan ... 4

II. SISTEM PENCERNAAN BABI ... 7

2.1. Pencernaan Babi ... 7

2.2. Enzim Pencernaan dan Absorpsi Zat Makanan .... 8

2.2.1.Pencernaan Karbohidrat ... 10 2.2.2.Pencernaan Lemak ... 11 2.2.3.Pencernaan Protein ... 14 2.2.3.1. Defisiensi Lisin ... 17 2.2.3.2. Defisiensi Triptopan ... 17 2.2.3.3. Defisiensi Metionin ... 18 2.2.3.4. Defisiensi Histidin ... 19 2.2.3.5. Defisensi Penilalanin ... 20 2.2.4.Pencernaan Vitamin ... 20 2.2.5.Pencernaan Mineral ... 20

(7)

2.3. Organ Pencernaan ... 23 2.3.1.Kelenjar Ludah ... 24 2.3.2.Kerongkongan ... 24 2.3.3.Lambung ... 25 2.3.4.Usus ... 29 2.3.5.Hati ... 30 2.3.6.Empedu ... 31 2.3.7.Usus Besar ... 33 2.3.8.Anus ... 34

III. MANAJEMEN TERNAK BABI ... 35

3.1 Ternak Babi ... 35

3.1.1.Babi Ras dan Peranakan ... 35

3.1.2.Babi Bali ... 38

3.2 Standar Bibit Babi ... 41

3.3 Karkas Babi ... 42

3.4 Konsumsi Ransum ... 45

3.5 Teknik Pemberian Ransum ... 48

3.6 Jumlah Makanan yang harus Diberikan ... 49

3.7. Efisiensi Penggunaan Ransum ... 50

IV JENIS DAN MACAM PAKAN BABI ... 52

4.1. Pakan untuk Babi ... 52

4.2. akan Konsentrat ... 53 4.2.1.Konsentrat Energi ... 54 4.2.2.Konsentrat Protein ... 55 4.3. Kubutuhan Nutrisi ... 56 4.3.1.Karbohidrat ... 56 4.3.2.Protein ... 57 4.3.3.Serat Kasar ... 60 4.3.4.Lemak ... 61 4.3.5.Mineral ... 65

(8)

4.3.5.1. Kulit Kerang ... 69

4.3.5.2. Tepung Batu Kapur (CaCo3) ... 69

4.3.5.3. Garam Dapur (NaCl) ... 70

4.3.6.Vitamin ... 71

4.3.7.Air ... 73

4.3.8.Antibiotik ... 73

4.4. Bahan Pakan untuk Ransum Babi ... 74

4.5. Bahan Pakan Sumber Protein ... 74

4.5.1.Tepung ikan ... 74

4.5.2.Bungkil Kacang Kedelai ... 79

4.5.3.Bungkil Kelapa ... 81

4.5.4.Ampas Tahu ... 82

4.6 Bahan Pakan Sumber Energi ... 85

4.6.1.Jagung ... 85

4.6.2.Katul atau Dedak Padi ... 87

4.6.3.Pollard ... 91

4.6.4.Onggok ... 94

4.6.5.Mollase ... 95

4.7. Premix ... 96

4.8. Asam Amino Sintetis ... 97

4.9. Bahan Pakan Hijauan ... 99

4.9.1.Ketela Rambat ... 99

4.9.2.Batang Pisang (Musa paradisica) ... 100

4.9.3.Eceng Gondok ... 101

V. RANSUM DAN KEBUTUHAN NUTRISI TERNAK BABI ... 105

5.1 5.1 Ransum Babi ... 105

5.2 5.2. Faktor Yang Harus Dipertimbangkan ... 105

5.2.1.Bahan Kering ... 107

5.2.2.Protein ... 108

(9)

5.2.4.Mineral ... 108

5.2.4.1. Mineral Fosfor ... 114

5.2.4.2. Mineral Kalsium (Ca) ... 115

5.2.4.3. Natrium (Sodium/Na) ... 116

5.2.4.4. Mineral Magnesium ... 116

5.2.4.5. Mineral Sulfur Belerang ... 117

5.2.4.6. Yodium (I = Y) ... 117 5.2.4.7. Mineral Zinkum (Zn) ... 118 5.2.5 Vitamin ... 118 5.2.5.1. Vitamin A ... 122 5.2.5.2. Vitamin D ... 122 5.2.5.3. Vitamin E ... 123 5.2.5.4. Vitamin K ... 124 5.2.5.5. Niasin ... 126 5.2.5.6. Asam Pantotenat ... 127 5.2.5.7. Kholin ... 127 5.2.5.8. Vitamin B12 191 ... 128 5.2.5.9. Riboflavin ... 128 5.2.5.10. Vitamin Lainnya ... 130

5.3 Standar Ransum Babi pada Berbagai Fase Produksi ... 131

5.3.1.Ransum Babi Pre-Starter ... 131

5.3.2.Ransum Babi Fase Starter ... 134

5.3.3.Ransum untuk Babi Fase Gro-wer ... 138

5.3.4.Ransum untuk Babi Fase Fat-tening ... 141

5.3.5.Ransum untuk Babi Bibit ... 142

5.3.6.Ransum untuk Induk Menyusui ... 144

5.3.7.Ransum Induk Babi Sebelum Kawin ... 146

5.3.8.Ransum Induk Babi Setelah Kawin (Induk Bunting)... 146

(10)

VI. FORMULASI RANSUM ... 148

6.1 Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Formulasi Ransum ... 148

6.2 Batasan Penggunaan Bahan Pakan dalam Formulasi Ransum Babi ... 150

6.3 Diagram Penyusunan Ransum ... 152

6.3.1.Tahapan Penyusunan ransum ... 153

6.3.2.Pencampuran Pakan ... 157

VII PENILAIAN PAKAN DAN RANSUM ... 160

7.1. Pengontrolan Kualitas Pakan ... 160

7.2 Strategi Pengawasan Mutu Pakan ... 160

7.3. Senyawa Pencemar Pakan ... 161

7.4. Pakan Mengandung Antibiotik ... 162

7.5. Penilaian Zat Makanan ... 164

7.5.1.Penilaian Zat Makanan Secara Fisik ... 164

7.5.2.Penilaian Zat Makanan Secara Kimia ... 165

7.5.3.Penilaian zat makanan secara biologis ... 167

7.5.4.Uji Organoleptik ... 167

7.6. Cara Pengambilan Sampel Pakan yang Akan Diuji... 169

7.7. Analisis Sampel ... 169

7.8. Penandaan dan pengemasan Ransum ... 170

VIII PERCOBAAN JENIS RANSUM ... 174

8.1. Performan Babi Ras Peranakan Umur 0-5 Minggu (Creep Feeding) ... 174

8.2. Performan Babi Ras Peranakan Grower-Finisher 177 8.3 Tebal Lemak Punggung ... 189

(11)

DAFTAR TABEL

halaman 2.1. Enzim-enzim saluran pencernaan babi ... 9 2.2. Kelenjar pada lambung babi ... 25 3.1. Parameter persyaratan kuantitatif bibit babi Duroc ... 41 3.2. Jenis ransum dan banyaknya ransum yang

dikonsumsi oleh babi pada berbagai umur atau fase produksi ... 46 3.3. Jumlah ransum yang harus diberikan kepada setiap

ekor ... 50 4.1. Kandungan atom C dan H dibandingkan atom O

dalam molekulnya antara lemak dan pati ... 62 4.2. Kebutuhan mineral babi fase grower-finisher (berat

badan babi berkisar antara 20-100 kg) NRC. (1988) 68 4.3. Komposisi zat makanan pada pakan yang sering

digunakan dalam penyusunan ransum babi (NAS, 1979) ... 77 4.4. Kandungan nutrisi dedak padi dan beberapa bahan

pakan lainnya ... 89 4.5. Komposisi kimia berbagai jenis dedak padi ... 90 4.6. Kandungan nutrisi eceng gondok (Eichornia

crassipes) ... 102

5.1. Kebutuhan beberapa jenis mineral untuk babi ada berbagai berat badan ... 110 5.2. Gejala defisiensi berbagai mineral Makro dan trace

(12)

5.3. Kebutuhan vitamin per hari untuk babi dalam berbagai bobot badan ... 120 5.4. Persyaratan mutu untuk ransum tambahan anak babi

masa menyusui (pig pre-starter) berdasarkan SNI .... 132 5.5. Kebutuhan zat makanan babi fase pre-starter (NAS,

1979) ... 133 5.6. Kebutuhan zat makanan babi fase starter atau setelah

disapih (NAS, 1979) ... 136 5.7. Persyaratan mutu untuk ransum anak babi sapihan

(starter) berdasarkan SNI ... 138 5.8. Kebutuhan zat makanan babi fase grower-finisher

(NAS., 1979) ... 139 5.9. Standar ransum babi pembesaran (pig grower)

berdasarkan SNI ... 140 5.10 Standar ransum babi penggemukkan (pig finisher)

berdasarkan SNI ... 142 5.11 Kebutuhan zat-zat makanan ransum Babi Bibit ... 143 5.12 Standar ransum babi menyusui (lactating sow ration)

berdasarkan SNI ... 145 5.13 Standar ransum babi menyusui (lactating sow ration)

berdasarkan SNI ... 147 6.1. Kebutuhan zat-zat makanan babi fase grower-finisher

(berat badan babi berkisar antara 20-100 kg) ... 149 6.2. Batasan penggunaan bahan pakan pada ransum babi

pada berbagai fase produksi babi ... 151 6.3. Contoh bahan pakan penyusun ransum disertai

komposisi kimia dari bahan tersebut ... 153 6.4. Berikut contoh penyusunan ransum secara

coba-coba ... 155 6.5. Komposisi pakan dan zat makanan dalam ransum

seperti yang diinginkan ... 156 7.1. Fraksi analisis proksimat ... 165

(13)

7.2. Fraksi serat kasar dalam analisis Van Soest ... 166 8.1. Pengaruh penggantian penggunaan beberapa jenis

konsentrat dalam ransum terhadap rataan berat badan babi ras peranakan umur 0-5 minggu (Creep

feeding) ... 175

8.2. Pengaruh penggantian penggunaan beberapa jenis konsentrat dalam ransum terhadap performa produksi babi ras peranakan (grower-finisher) ... 178 8.3. Pengaruh penggunaan beberapa jenis konsentrat

dalam ransum terhadap karkas dan recahan komersial karkas babi ras peranakan ... 181 8.4. Pengaruh penggunaan beberapa jenis konsentrat

dalam ransum terhadap perlemakan tubuh babi ras peranakan ... 191

(14)

DAFTAR GAMBAR

halaman

2.1. Proses pencernaan pati ... 7

2.2. Pencernaan karbohidrat menjadi energi bersama lemak dan protein ... 11

2.3. Jalur metabolisme lemak ... 12

2.4. Proses pencernaan lemak pakan di dalam tubuh babi. 13 2.5. Pemecahan protein diawali oleh enzim pep-sin ... 15

2.6. Proses pencernaan protein ... 16

2.7. Dekarboksilasi, transaminasi, dan proses dea-minasi protein ... 16

2.8. Pencernaan pakan dalam tubuh babi ... 21

2.9. Organ pencernaan ternak babi ... 23

2.10 Anatomi lambung ternak babi ... 26

2.11 Kapasitas tampung organ pencernaan ternak babi ... 34

3.1. Bentuk fisik babi Duroc (SNI 7855.3:2013) ... 36

3.2. Babi ras Saddleback (kiri) dan babi ras Yorkshire (kanan) ... 37

3.3. Jenis babi peranakan yang dipelihara pe-ternak ... 37

3.4. Bentuk fisik babi bali saat ini (dokumentasi Bidura, 2017) ... 39

3.5. Pemeliharaan babi bali umumnya masih secara tradisional (betina, kiri dan jantan, kanan) ... 39

3.6. Potongan komersial karkas babi ... 43

3.7. Pengukuran panjang karkas babi ... 43

(15)

4.1. Bentuk fisik tepung ikan yang beredar dipasaran ... 75

4.2. Kacang kedelai (kiri) bungkil kacang kedelai (tengah dan kanan) ... 79

4.3. Bentuk fisik bungkil kelapa ... 82

4.4. Bagan pembuatan tepung tempe ampas tahu terfermentasi (Mahfudz 2006) ... 83

4.5. Jagung kuning sebagai sumber energi utama dalam penyusunan ransum ternak babi ... 86

4.6. Dedak padi ... 88

4.7. Pollard atau dedak gandum ... 92

4.8. Singkong (kiri) dan Onggok (kanan) Onggok merupakan ampas hasil pemerasan ubi kayu dalam proses pembuatan tapioka ... 94

4.9. Molasses atau tetes tebu ... 96

4.10 Premix ... 97

4.11 DL-Methionine ... 98

4.12 Daun dan umbi ketela rambat ... 99

4.13 Batang pisang kaya dengan unsur Zn ... 101

4.14 Eceng gondok pakan alternatif untuk babi ... 103

5.1. Gambaran umum suatu pakan ... 107

5.2. Absorpsi/metabolisme mineral Phosphor ... 114

5.3. Fungsi mineral Kalsium dalam pembekuan darah .... 116

5.4. Peranan mineral Mg sebagai aktifator enzim ... 117

5.5. Peranan vitamin K dalam sintesis protein ... 125

5.6. Peranan vitamin K dalam proses pembekuan darah .. 126

5.7. Aktifitas riboflavin sebagai ko-enzim FAD ... 129

5.8. Mekanisme diarea pada babi saat disapih ... 134

6.1. Pencampuran konsentrat secara manual ... 157

6.2. Ransum perlakuan berbentuk tepung ... 157

6.3. Bentuk ransum yang beredar dipasaran ... 159

7.1. Bagan alur proses pembuatan ransum bentuk pellet dan crumble ... 172

(16)

8.1. Bagian-bagian potongan komersial karkas babi ... 184 8.2. Mekanisme faktor gizi yang menguntungkan

mengatur penumpukan lemak perut. Faktor gizi dapat: mengurangi sintesis asam lemak di hati (situs penting untuk sintesis asam lemak); menekan sekresi lipase pankreas, yang mengurangi penyerapan lemak; meningkatkan aVDP OHPDN ȕ-oksidasi pada otot; menghambat aktivitas lipoprotein lipase dalam darah atau jaringan adiposa perut; dan/atau meningkatkan aktivitas lipase hormon-sensitif dalam perut jaringan adiposa, yang akhirnya mengarah pada pengurangan jaringan adiposa perut dengan mengurangi ukuran GDQDWDX MXPODK VHO DGLSRVD SHUXW Ĺ GLWLQJNDWNDQ GDQĻWHUKDPEDW... 193

(17)
(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sistem Pemeliharaan Babi

Pemeliharaan babi ras maupun babi ras peranakan sudah secara intensif di dalam kandang, walaupun dari segi pemeliharaan masih terdapat beberapa kelemahan. Salah satu masalah yang sering dihadapi adalah defisiensi dan ketidakseimbangan nutrisi dalam ransum yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan keengganan dan keraguan petani mengikuti prosedur pemberian pakan yang disiapkan oleh toko makanan ternak, terutama pada babi ras lepas sapih yang sangat rentan terhadap kondisi pakan yang diberikan.

Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dikembangkan pelosok desa di Indonesia. Kondisi ini disebabkan karena ternak babi mempunyai beberapa kelebihan antara lain: (1) sebagai tabungan yang dapat dijual setiap saat; (2) sebagai tatakan banyu; (3) beranak banyak (8-10 ekor) dan dalam se tahun dua kali; (4) sebagai sumber protein hewani; dan (5) digunakan sebagai sarana dalam menunjang sosial budaya.

Pada dasarnya, dalam stadium pertumbuhan ternak babi dibutuhkan paling sedikit empat macam ransum, yaitu ransum prestarter, starter, grower, dan finisher yang berbeda-beda kepadatan gizinya. Standar ransum untuk kebutuhan babi starter (lepas sapih) berbeda dengan babi fase grower atau finisher. Biasanya ransum babi muda lebih padat nilai gizinya dan lebih mahal dibandingkan dengan ransum babi dewasa. Namun, jumlah

(19)

dan jangka waktu pemberian terbatas, sehingga sistem pencernaan makanan lebih sempurna dalam memanfaatkan ransum (Bestari et

al., 1992).

Pemeliharaan babi di masyarakat umumnya ada tiga macam, yaitu (i) secara tradisional, yaitu pemeliharaan berdasarkan turun temurun yang biasa dilaksanakan disuatu daerah tertentu yang biasanya dilakukan dengan melepas ternak dipekarangan belakang rumah; (ii) semi intensif, yaitu pemeliharaan ternak dengan membatasi ruang gerak ternak babi khususnya induk babi dengan cara mengikat dengan tali di bawah pohon yang rindang, dan atau di dalam kandang semi permanen dan (ii) sistem intensif, yaitu babi dikandangkan secara terus menerus pada kandang yang lebih permanen.

Tetapi perlu diingat bahwa babi termasuk hewan yang memiliki alat pencernaan sederhana, yang tak mampu mencerna bahan makanan yang kadar serat kasarnya tinggi. Maka kepada para peternak babi harus diberikan makanan yang serat kasarnya rendah, dan kandungan energinya yang cukup tinggi.

1.2 Pakan Babi

Pakan merupakan salah satu komoditi dari subsistem agribisnis hulu, atau dengan kata lain penyedia sapronak untuk subsistem budidaya ternak. Pakan merupakan faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada performans ternak yang diinginkan. Dalam usaha peternakan biaya pakan mencapai persentase tertinggi dalam biaya produksi, yaitu mencapai 65-70%. Oleh karena itu, suatu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah walaupun babi itu secara alamiah tergolong hewan yang makannya sangat rakus, dan suka makan apapun, namun mereka perlu diberi makanan dengan perhitungan yang betul.

(20)

Saat ini usaha budidaya ternak babi terkendala dengan tingginya harga bahan baku pakan karena kebanyakan masih diimpor dan sering kompetitif dengan kebutuhan manusia sehingga ketersediaannya tidak berkesinambungan. Ketika musim kemarau panjang, peternak sering mengalami kelangkaan bahan pakan (konsentrat pabrikan) dan pada saat-saat tertentu bahan pakan ini sempat menghilang dari pasaran, kalaupun ada harganya relative mahal. Kondisi tersebut menggambarkan pola usaha peternakan babi tidak sustainable, karena hanya tergantung pada suplai bahan pakan pabrikan saja, akibatnya banyak peternak babi yang terpaksa berhenti dari usahanya (Remerung, 2015).

Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang mencakup aspek keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan, dan ekonomi. Keempat aspek tersebut penting untuk dipenuhi karena akan berpengaruh pada kesehatan ternak, penyediaan pangan hasil ternak, dan keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan hasil ternak, serta efisiensi biaya agar dihasilkan pakan yang bernilai ekonomis. Untuk itu, dalam upaya mengoptimalkan pemakaian pakan lokal untuk ternak babi perlu penerapan beberapa strategi, yaitu (i) adanya jaminan kualitas, (ii) adanya jaminan ketersediaan bahan pakan yang kontinyu, dan (iii) adanya jaminan harga.

Umumnya peternak menggunakan konsentrat yang dicampur dengan jagung kuning dan dedak halus. Guna menanggulangi masalah mahalnya konsentrat pabrikan, peternak dapat membuat konsentrat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan pakan seperti tepung ikan, bungkil kelapa dan bungkil kedele.

Kebijakan pemerintah di bidang pakan sudah lama dirintis oleh Direktorat Jenderal Peternakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku pakan lokal seiring dengan semakin meningkatnya usaha peternakan. Perubahan mendasar kebijakan

(21)

pemerintah di bidang pakan terlihat setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi, dengan cara mengembangkan peternakan dengan basis sumber daya lokal yang dicanangkan dalam pembangunan peternakan. Krisis ekonomi memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk melakukan reorientasi mengenai pengembangan peternakan secara keseluruhan.

Pabrik pakan diharapkan mampu menghasilkan pakan ternak babi dengan memanfaatkan bahan pakan lokal, namun memenuhi standar kebutuhan nutrisi ternak babi. Bahan pakan lokal yang digunakan dalam menyusun ransum terdiri atas dedak padi, jagung, kacang kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, mineral makro dan mikro. Bahan ransum tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga kandungan nutrisinya mendekati standar kebutuhan untuk ternak babi Bibit maupun penggemukkan.

Indonesia sebagai negara agraris berpotensi dalam menghasilkan pakan lokal mengingat terdapatnya sumber sumber bahan pakan lokal di tiap daerah yang cukup dapat diandalkan, baik segi jumlah dan ketersediaannya. Bahan pakan yang dapat diandalkan dari segi ketersediannya, antara lain jagung, singkong, bungkil inti sawit, dan dedak padi, serta dapat diusahakan ketersediaannya, seperti tepung ikan dan kedelai. Bahan pakan tersebut di atas dengan sentuhan teknologi tepat guna dapat dipakai sebagai alternatif bahan pakan impor yang dirasakan saat ini sangat menjadi kendala bagi perkembangan bisnis perunggasan nasional. Kebutuhan industri pakan akan jagung, bungkil kedelai, dan tepung ikan sampai saat ini masih dipenuhi dari impor.

1.3 Ketahanan Pangan

Konsepsi ketahanan pakan adalah kondisi dimana ketersediaan, keamanan dan aksesibilitas pakan berkualitas baik

(22)

yang berbasis sumberdaya lokal tidak lagi merupakan masalah. Artinya, bahwa dari ketersediaan, pakan berada pada posisi stabil, baik jumlah maupun kualitas, dan dari sisi keamanan, pakan berada pada posisi tidak rentan dan bebas kandungan zat yang membahayakan dan aksesibilitas adalah kemudahan daya jangkau penggunan pakan, baik dari sisi jarak, harga maupun kontinuitas supply.

Secara umum masyarakat sudah memanfaatkan bahan pakan lokal sebagai pakan yang disuplementasi dengan konsentrat komersial. Namun memanfaatkan ransum yang telah disuplementasi dengan pakan konsentrat, biaya produksi masih tinggi sehingga keuntungan rendah. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintahan Kabupaten Tabanan menginginkan adanya formula ransum ternak babi bibit dan penggemukan sesuai setandar kebutuhannya. Bahan pakan lokal sebelum digunakan untuk menyusun formula ransum perlu dianalisis proksimat terlebih dahulu. Analisa proksimat digunakan sebagai dasar untuk menyusun ransum. Setelah formula tersusun, sebelum di berikan keternak babi perlu dianalisa proksimat untuk memastikan apakah kandungan nutrisinya sesuai dengan standar kebutuhan, selanjutnya diuji coba dengan feeding trial.

Pakan yang dibuat untuk konsumsi ternak juga harus memperhatikan aspek keamanan pangan. Karena pakan yang bagus dan bermutu tinggi akan meningkatkan produksi pangan hasil ternak untuk kebutuhan konsumen. Penggunaan senyawa fisik, kimia, dan biologi pada pakan tidak boleh membahayakan kesehatan ternak dan konsumen produk ternak.

Efisiensi usaha peternakan juga sangat tergantung dari penggunaan pakan. Hal ini semakin meyakinkan, bahwa hasil produksi pabrik pakan merupakan kebutuhan utama yang harus terjamin ketersediaanya untuk peternak. Diantara negara-negara di Asean, Indonesia mempunyai peluang pengembangan industri

(23)

pakan yang bisa berkompetisi dengan negara lain. Indonesia punya lahan cukup luas untuk memproduksi bahan baku pakan. Misalnya, apabila penanaman jagung diintensifkan sehingga produktivitasnya meningkat dua kali lipat, maka Indonesia mampu menjadi penghasil jagung utama di Asean.

Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang mencakup aspek keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan, dan ekonomi. Keempat aspek tersebut penting untuk dipenuhi karena akan berpengaruh pada kesehatan ternak, penyediaan pangan hasil ternak, dan keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan hasil ternak, serta efisiensi biaya agar dihasilkan pakan yang bernilai ekonomis.

(24)

BAB II

SISTEM PENCERNAAN BABI

2.1 Pencernaan Babi

Sistem pencemaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari saluran pencemaan yang dilengkapi beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, pencemaan dan absorpsi zat makanan mulai dari mulut sampai ke anus. Sistem pencemaan tersebut juga bertanggung jawab terhadap pengeluaran bahan-bahan pakan yang tidak dapat dicerna.

Pendapat lain melaporkan, sistem pencernaan adalah sistem organ dalam hewan yang menerima makanan, mengambil makanan, memecah makanan menjadi molekul atau partikel nutrisi yang lebih kecil, menyerap molekul ke dalam aliran darah dan membersihkan tubuh dari sisa-sisa makanan.

Pencernaan merupakan suatu proses pemecahan nutrien dalam bentuk molekul besar menjadi molekul sederhana, sehingga dapat diserap dan digunakan organisme untuk kelangsungan hidupnya. Lebih rinci tersaji pada Gambar 2.1.

(25)

Pencernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan makanan menjadi butir-butir atau partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil.

2.2 Enzim Pencernaan dan Absorpsi Zat Makanan

Pengertian pencernaan dimulai dengan penempatan makanan di dalam mulut, di mana terdapat pemamahan atau pelumatan dengan pengunyahan. Mulai dari mulut, pati dan glikogen mengalami proses pencernaan secara enzimatis oleh ptialin dari saliva, dan menghasilkan maltosa. Proses pencernaan di mulut ini relatif singkat karena makanan tidak akan lama dalam rongga mulut. Bila pakan tidak dapat dicerna dengan enzim, maka pakan tersebut tidak banyak bermanfaat bagi tubuh.

Di dalam lambung (pH 0,85) didapatkan enzim karbohidrase serta pH sangat rendah untuk melanjutkan pekerjaan enzim amilase dari saliva tersebut. Di dalam usus kecil, yaitu pada membrana mikrovillar (brush border), semua karbohidrat mulai dicerna. Hanya sedikit yang mendapat proses di dalam lumen, yakni apabila ada enzim yang dilepas dari sel-sel mukosa yang sedang mengelupas. Pada brush border inilah karbohidrat dicerna oleh enzim disakharidase. Enzim-enzim yang terlibat dalam proses pencernaan dan organ yang mensekresikan tersaji pada Tabel 2.1.

(26)

Tabel 2.1. Enzim-enzim saluran pencernaan babi

No Enzim Fungsi/Pencerna Sumber

(Disekresikan)

1. Trypsin Protein Pankreas

2. Chymotrypsin Protein

3. Carboxypeptidase Protein

4. Amylase Karbihidrat Pankreas

5. Lipase Lipida 6. Disaccharide Karbihidrat Usus Halus 7. Laktase Laktosa 8. Sukrase Sukrosa 9. Dipeptidase Peptida

Tempat absorpsi utama zat-zat makanan tercerna dalam saluran pencernaan adalah usus halus. Hal ini disebabkan karena permukaan absorpsi yang luas dimungkinkan dengan adanya villi usus halus.

Pakan yang ditelan bergerak menuju esophagus atau kerongkongan, kemudian masuk ke dalam lambung. Lambung pada babi juga berfungsi sebagai alat penampung bahan yang sudah tercerna dan volume lambung seekor babi dapat menampung sekitar delapan liter.

Suhu makanan juga berpengaruh terhadap waktu pencernaan. Semakin dingin suhu makanan, maka akan semakin lambat proses pencernaan. Terhambatnya proses pencernaan oleh suhu dingin terjadi, karena suhu makanan mempengaruhi suhu dalam lambung. Apabila suhu dalam lambung menurun di bawah suhu normalnya, yaitu sekitar 370C maka aktivitas mencerna akan

ditunda sampai suhu lambung kembali normal.

Faktor lain yang dapat memperlambat pencernaan adalah makanan yang kaya akan lemak, aktivitas, dan keadaan

(27)

lingkungan. Aktivitas akan menyita suplai energi yang seharusnya diberikan pada sistem pencernaan.

Ketika sejumlah kecil makanan masuk ke usus dua belas jari, katup pilorik akan menutup sampai makanan cair tersebut dinetralkan oleh getah usus dua belas jari, getah pankreas, dan cairan empedu yang bersifat basa. Bila otot pilorik kembali mengendur, ini artinya usus dua belas jari telah siap menerima kiriman lain dari isi lambung.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.

2.2.1. Pencernaan Karbohidrat

Daya cerna karbohidrat yang berupa pati cukup tinggi, yaitu sekitar 95%. Akan tetapi, apabila unsur-unsur dari dinding sel tanaman, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan lain sebagainya, menyebabkan daya cerna karbohidrat mengalami penurunan. Pati dari biji-bijian akan lebih baik tercerna apabila terlebih dahulu dipecah atau digiling. Pada Gambar 2.2 tersaji proses pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi (siklus Kreb).

(28)

Gambar 2.2. Pencernaan karbohidrat menjadi energi bersama lemak dan protein

Karbohidrat dicerna dalam saluran pencernaan menjadi gula sederhana yang diangkut secara aktif, melalui sel-sel usus halus ke dalam vena portal ke dalam hati yang selanjutnya diedarkan oleh darah keseluruh tubuh. Selulosa dalam sekum tidak dapat dicerna, akan tetapi sebagian hemiselulosa dapat dicerna oleh mikroba yang ada dalam sekum. Proses pencernaan karbohidrat di dalam tubuh babi untuk menjadi energi tersaji pada Gambar 2.2.

Fungsi karbohidrat adalah: (i) sebagai sumber energi; (ii) pertumbuhan otak; (iii) sistem syaraf; (iv) pembentukkan sel darah merah; dan (v) membantu metabolisme protein dan lemak.

2.2.2. Pencernaan Lemak

Lemak dicerna menjadi asam-asam lemak, mono dan digliserida yang kesemuanya dalam bentuk mecelles (emulsi mikro) dan diabsorpsi dengan cara diffusi melalui villi. Mono dan digliserida di re-esterifikasi di dalam sel dan dengan adanya asam

(29)

lemak membentuk kembali trigliserida yang kemudian masuk bagian lakteal dari villi dan masuk duktus thorasikus bergabung dengan sirkulasi umum dalam bentuk kilomikron (suatu proporsi kecil dari lipida makanan yang diabsorpsi langsung ke dalam sistem peredaran darah portal).

Pencernaan lemak diawali dengan pembentukkan emulsi lemak dalam lambung, setelah lemak bercampur dengan cairan dan isi lambung. Emulsi tersebut masuk ke dalam usus halus dan di situ dipecah/diurai menjadi bagian yang lebih kecil (micel) oleh enzim lipase dari pankreas dan garam-garam empedu. Micel tersebut terserap di daerah distal duodenum dan jejunum kemudian masuk ke dalam tubuh. Pada Gambar 2.3, tersaji jalur metabolisme lemak dalam tubuh ternak.

Gambar 2.3. Jalur metabolisme lemak

Pengendalian metabolisme lemak dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

(30)

x Sintesis asam lemak akan maksimal apabila karbohidrat dan energi, serta jumlah asam lemak dalam tubuh minimal, x Pengendalian enzim utama sintesis lemak, yaitu enzim

Asetil Ko-A karboksilase

x Enzim Asetil Ko-A karboksilase dikendalikan oleh: glukagon, epinefrin, dan insulin,

x Insulin berperan dalam sintesis asam lemak yang diaktivasi oleh enzim Asetil Ko-A karboksilase, sedangkan glukagon dan epinefrin efeknya berlawanan, x Kadar asam sitrat, palmitoloil Ko-A dan AMP dalam sel

juga berfungsi sebagai pengendali, dimana asam sitrat sebagai tanda energi dan bulding blok banyak, mengaktifkan sintesis asam lemak, sedangkan palmitoil Ko-A dan AMP berfungsi sebaliknya.

Asam lemak yang esensial untuk babi, yaitu asam lenoleat, linolenat, dan arakidonat, karena tidak dapat disintesis dalam tubuh, sehingga harus terdapat dalam pakan atau ransum yang diberikan. Proses pencernaan lemak pakan di dalam tubuh babi tersaji pada Gambar 2.4.

(31)

Pertumbuhan yang normal pada ternak babi yang baru disapih sampai berat potong membutuhkan sekitar 0,1% asam lemak linoleat dalam ransumnya. Jarang terjadi defisiensi asam lemak esensial pada babi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penambahan lemak dalam ransum dapat mengurangi konsumsi ransum per hari dan memperbaiki efisiensi penggunaan ransum.

Secara umum pada temperatur normal, penggantian sebagian energi yang berasal dari karbohidrat dengan energi berasal dari lemak akan meningkatkan laju pertumbuhan dan mengurangi kebutuhan energi termetabolis (ME) per satu satuan tambahan bobot badan. Akan tetapi, jika temperatur lingkungan panas, kebutuhan ME akan naik menjadi 0,2 sampai 0,6% dalam setiap penambahan 1% lemak dalam ransum.

Kecernaan lemak akan dipengaruhi oleh umur babi, panjang rantai asam lemak, serta perbandingan antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Kecernaan asam lemak rantai pendek dan medium (14 karbon atau kurang) cukup tinggi yaitu antara 80-95%.

Jika perbadingan asam lemak tidak jenuh dengan jenuh adalah 1,5 : 1, maka kecernaannya sekitar 85 -92%. Namun jika kandungan serat kasar dalam ransum dinaikkan 1%, kecernaan lemak akan menurun antara 1,3 sampai 1,5%.

Penambahan lemak pada akhir masa kebuntingan sampai menyusui, akan meningkatkan produksi susu, kandungan lemak kolostrum, dan susu, dan meningkatkan daya hidup anak-anak babi. Pemberian lemak pada babi menyusui juga mencegah penurunan bobot badan induk selama menyusui, serta memperpendek waktu kawin kembali setelah anak disapih.

2.2.3. Pencernaan Protein

Protein dicerna menjadi asam-asam amino yang diangkut ke hati melalui vena vortal. Sedangkan mineral umumnya diabsorpsi

(32)

dari lumen usus halus. Akan tetapi absorpsi mineral dipengaruhi oleh banyak faktor tergantung jenis mineral. Lebih rinci proses pemecahan dan pencernaan protein tersaji pada Gambar 2.5 dan 2.6.

Gambar 2.5. Pemecahan protein diawali oleh enzim pepsin Fungsi protein dalam tubuh adalah: (1) sebagai enzim; (ii) pengendalian pertumbuhan; (iii) alat pengangkut dan penyimpan; (iv) media perambatan impuls syaraf; (v) pengatur pergerakan; (vi) pengendalian pertumbuhan; dan (vii) penunjang mekanis.

Proses metabolisme perombakan protein menjadi asam amino tersaji pada Gambar 2.6. Protein pakan pertama kali akan dihidrolisis oleh enzim pepsin menjadi proteasa, pepton, dan polipeptida. Selanjutnya dengan bantuan enzim tripsin dan kimotripsin, akan diubah menjadi polipeptida kecil yang selanjutnya dengan bantuan enzim peptidase menjadi asam amino.

(33)

Gambar 2.6. Proses pencernaan protein

Rantai karbon asam amino dapat dioksidasi menghasilkan energi atau dapat diubah menjadi glikogen dan trigliserida yang dapat disimpan dalam tubuh. Proses dekarboksilasi, transaminasi, dan proses deaminasi protein tersaji pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. dekarboksilasi, transaminasi, dan proses deaminasi protein

(34)

Kekurangan asam amino dalam ransum berakibat buruk pada babi, baik itu pada babi muda, babi dara, induk, maupun pejantan. Berbeda dengan karbohidrat dan lemak, protein dengan asam-asam aminonya tidak disimpan dalam jumlah banyak dalam tubuh. Walaupun demikian dalam keadaan puasa berkepanjangan atau kelaparan yang akut, beberapa protein tubuh akan dirombak.

2.2.3.1. Defisiensi Lisin

Asam amino lisin menjadi asam amino pembatas dalam ransum babi, karena sebagian besar biji-bijian sedikit mengandung asam amino tersebut. Defisiensi asam amino lisin menyebabkan kehilangan nafsu makan, penurunan bobot badan, penurunan efisiensi penggunaan pakan, bulu menjadi kering dan kasar, dan secara umum babi kelihatan sangat kurus.

Penambahan asam amino sintetis DL-lisin sebanyak 2% pada ransum babi yang mengalami defisiensi, ternyata mampu meningkatkan nafsu makan, memperbaiki pertumbuhan babi yang mulanya kurus, dan efisiensi penggunaan ransum menjadi lebih efisien.

Perbandingan antara asam amino lisin dengan protein dalam ransum adalah sekitar 1 : 18 (Augenstein et al., 1997). Lebih jelasnya dapat diberikan contoh, pada babi yang sedang menyusui dengan bobot badan 135 kg memerlukan sekitar 600 gram protein dan 33 gram asam amino lisin per hari. Babi lepas sapih dengan bobot badan 12-20 kg memerlukan protein 21% dan lisin antara 1,25-1,50%.

2.2.3.2. Defisiensi Triptopan

Asam amino triptopan adalah salah satu asam amino yang sering menjadi pembatas pada ransum babi, terutama jika bahan ransum sebagaian besar terdiri atas jagung. Kondidi yang ditunjukkan jika babi defisiensi triptopan adalah (i) kehilangan

(35)

nafsu makan, (ii) konsumsi menurun, (iii) bulu menjadi kasar, dan (iv) terjadi simtom kelemahan pada ternak babi.

Apabila pada kejadian tersebut di atas kemudian ditambahkan triptopan ke dalam ransum babi yang mengalami defisien triptopan tersebut, maka perbaikan kondisi di atas segera terjadi.

Terjadi hubungan khusus antara triptopan dengan niasin, yaitu babi mampu menggunakan tritopan untuk mensintesis niasin dalam tubuhnya, hanya saja niasin tidak bisa untuk mensintesis triptopan kembali. Jadi reaksinya hanya searah, tidak bolak balik. Sepanjang triptopan dalam ransum mencukupi, babi tidak akan defisiensi niasin. Pada beberapa penelitian kandungan triptopan sekitar 0,13% sudah cukup untuk babi yang bobotnya antara 20 -50 kg, dan 0,10% untuk babi yang bobotnya antara 50 -100 kg.

2.2.3.3. Defisiensi Metionin

Asam amino metionin adalah salah satu asam amino esensial pembatas dalam ransum babi pada berbagai fase pertumbuhannya. Akibat yang ditimbulkan jika defisien metionin adalah menurunnya laju pertambahan bobot badan dan efisiensi pengguaan ransum.

Pada tubuh babi, asam amino metionin tersebut dapat disintesis dari sistin. Bahkan sampai 50% kebutuhan metionin dapat diganti oleh sistin dalam ransum babi. Suatu saat metionin dapat dikonversi menjadi sistin jika kandungan sistin dalam ransum kurang. Akan tetapi, sepanjang kandungan asam amino sistin dalam ransum mencukupi, maka metionin tidak akan dikonversi menjadi sistin.

Pada perhitungan penyususnan ransum ternak babi, asam amino metionin dan sistin sering dijadikan satu atau digabung. Misalnya, untuk babi lepas sapih dengan bobot badan antara

(36)

12-20 kg, maka kebutuhan metionin dan sitin (metionin + sitin) sekitar 0,75%. Metionin akan dipakai untuk pembentukan sel-sel baru atau untuk fungsi yang lain.

Ransum babi yang hanya menggunakan jagung dan minyak tepung kacang kedelai kadang-kadang kandungan metioninnya terbatas. Terdapat hubungan antara metionin dengan kolin. Asam amino metionin dapat menjadi penyedia gugus metal untuk sintesis kolin di dalam tubuh.

Asam amino metionin yang cukup tidak saja dapat mengatasi kebutuhan defisiensi metionin, akan tetapi juga mampu sekaligus memenuhi kebutuhan kolin. Hal tersebut dibuktikan dengan pemberian ransum dengan susu buatan yang mengandung metionin sebanyak 1,6% pada anak babi, tidak perlu lagi ditambahkan kolin.

Pada ransum yang mengandung asam amino metionin sebesar 0,8-1%, maka anak-anak babi membutuhkan kolin setidaknya 0,1% dari bahan kering ransumnya. Dalam ransum yang mengandung protein kasar 21%, akan menghasilkan partumbuhan yang baik jika kandungan metioninnya 0,6% dan sistin 0,01%. Babi dengan bobot badan antara 50-100 kg setidaknya membutuhkan ransum yang mengandung protein 12% dan metionin 0,21% untuk mencapai pertumbuhan yang bagus.

2.2.3.4. Defisiensi Histidin

Asam amino histidin biasanya berada dalam keadaan yang cukup dalam ransum babi, artinya jarang sampai terjadi defisiensi. Namun demikian pada kasus defisiensi asam amino histidin akan menyebabkan penurunan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum sangat buruk.

Pada babi yang menderita defisiensi histididin, bila diberikan histidin, akan segera kelihatan nafsu makannya bertambah, diikuti dengan pertumbuhan yang bagus dan bobot

(37)

badannya meningkat cepat. Dalam ransum yang mengandung protein 13%, kandungan histidinnya paling tidak 13%.

2.2.3.5. Defisensi Penilalanin

Jarang terjadi asam amino penilalanin biasanya sudah tersedia secara mencukupi pada ransum babi, sehingga jarang dtemukan kejadian difisiensi asam amino penilalanin. Defisiensi penilalanin ditunjukan dengan pertumbuhan yang sangat lamban dan penurunan efisiensi penggunaan ransum.

Asam amino Penilalanin dapat digunakan untuk mensitesis tirosin. Akan tetapi, jika kandungan tirosin dalam ransum sudah cukup, maka penilalanin tidak akan diubah menjadi tirosin. Pada ransum yang mengandung protein 12,6% memberikan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum yang tinggi bila kandungan penilalaninya 0,32% dan tirosin 0,14%. Pada babi yang baru disapih membutuhkan penilalanin sedikitnya 0,46% dalam ransumnya.

2.2.4. Pencernaan Vitamin

Vitamin diabsorpsi dari lumen usus halus, seperti halnya mineral. Absorpsi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis vitamin dan kelarutannya. Absorpsi vitamin terjadi dibagian ileum. Pada ilium juga terjadi absorpsi air dan mineral.

2.2.5. Pencernaan Mineral

Mineral merupakan unsur anorganik yang sangat essensial dan banyak dijumpai dalam tubuh mahkluk hidup, namun jumlah atau konsentrasinya relatif kecil. Fungsi mineral sebagian besar dalam proses metabolik yang sangat fital dan apabila konsentrasinya dalam tubuh berkurang dapat menyebabkan kelainan yang reversibel. Penambahan mineral setelah ternak mengalami kekurangan mineral, maka gejala difisiensi sebelunya

(38)

akan hilang. Kelainan difisiensi mineral umumnya disertai perubahan pada proses metabolisme. Pencernaan pakan dalam tubuh babi tersaji pada Gambar 2.8.

Metabolisme mineral kalsium adalah suatu proses yang cukup untuk mempertahankan kalsium dengan melakukan beberapa reaksi kimia dalam tubuh. Kalsium merupakan salah satu mineral yang sangat penting untuk kesehatan tulang. Mineral tidak dicerna, akan tetapi langsung diserap oleh tubuh dan mineral pakan tersebut tidak dapat disimpan dalam tubuh, akan tetapi langsung disekresikan atau dibuang ke luar tubuh. Lebih rinci tersaji pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Pencernaan pakan dalam tubuh babi

Mineral fosfor merupakan mineral kedua terbanyak dalam tubuh, sekitar 1% dari berat badan. Mineral fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme

(39)

untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor terdapat pada tulang dan gigi, serta dalam sel yaitu otot dan cairan ekstraseluler. Dalam proses metabolisme energi tubuh, mineral yang diperoleh melalui pakan yang dikonsumsi, akan terlibat dalam pengambilan energi dari simpanan glukosa (glycolisis), pengambilan energi dari simpanan lemak (lipolysis), pengambilan energi dari simpanan protein (proteolysis), dan pengambilan energi dari phosphorcreatine (PCr).

Mineral mikro memegang peranan penting dalam metabolisme tubuh, bertindak sebagai katalisator dalam berbagai substansi dan juga membantu enzim untuk melaksanakan kerjanya. Misalnya, mineral Fe (ferum atau besi) berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Disamping itu, zat besi juga merupakan sebagian dari beberapa enzim hemoprotein. Enzim ini memegang peranan yang penting dalam proses oksidasi-reduksi dalam sel. Sitokrom merupakan senyawa heme protein yang bertindak sebagai agens dalam perpindahan elektron pada reaksi oksidasi-reduksi di dalam sel.

Mineral sangat besar sekali perannya khususnya sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Fungsi mineral antara lain: (1) memelihara keseimbangan asambasa, (2) katalisator dalam proses metabolisme, (3) membantu keseimbangan cairan tubuh, (4) sebagai bagian daripada enzim, hormon tubuh, dan cairan usus; (5) berperan dalam proses pertumbuhan, khususnya dalam pemeliharaan tulang, gigi, dan jaringan; (6) membantu dalam pengiriman impuls syaraf dari dan keseluruh tubuh.

Mineral besi (Fe), sebelum diabsorpsi, di dalam lambung zat besi dibebaskan dari ikatan organik, seperti protein. Absorpsi terutama terjadi dibagian atas dari usus halus dengan bantuan alat angkut protein khusus. Ada dua jenis alat angkut protein di dalam sel mukosa usus halus yang membantu penyerapan besi, yaitu

(40)

transferin dan feritin. Zat besi di dalam pakan terdapat dalam bentuk besihem seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin pakan hewani, dan besi nonhem dalam pakan nabati.

2.3 Organ Pencernaan

Organ pencernaan ternak babi terdiri dari mulut, esofagus, lambung, duodenum, ileum, sekum, rectum, dan anus. Babi mengambil makanan pakan atau ransum, kemudian dikunyah, dan menyampurkannya dengan air liur (saliva) sebelum menelan. Saliva berfungsi sebagai pelumas dan mengandung enzim yang mulai memecahkan bahan pakan menjadi unsur-unsur penyusunnya.

Pada ternak babi tidak terjadi proses memamah biak seperti halnya pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau), sebab seluruh bahan pakan telah dikunyah halus sebelum ditelan. Lebih rinci organ pencernaan ternak babi tersaji pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Organ pencernaan ternak babi

Babi mengambil makanan pakan, kemudian mengunyah, dan mencampurkannya dengan air liur (saliva) sebelum menelan.

(41)

Setiap bagian organ pencernaan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Di samping itu, pH saliva adalah berkisar antara 6,4-6,9, padahal pH optimum untuk enzim ptialin adalah berkisar 5,5-6,5.

2.3.1. Kelenjar Ludah

Kelenjar ludah menghasilkan saliva. Saliva mengandung enzim ptiyalin atau amilase dan ion natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium.

Fungsi saliva adalah: (i) melarutkan makanan secara kimia, (ii) melembabkan dan melumasi makanan; (iii) mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltose; dan (iv) zat antibakteri dan antibodi.

Kelenjar ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut: 1. Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling

kecil, terletak di bawah lidah bagian depan.

2. Kelenjar submandibular terletak di belakang kelenjar sublingual dan lebih dalam.

3. Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva paling besar dan terletak di bagian atas mulut depan telinga.

2.3.2. Kerongkongan

Ketika makanan dicacah atau dikunyah oleh gigi dan dilumasi oleh air liur (saliva), maka terjadilah pencernaan secara mekanis. Sedangkan proses kimiawi terjadi ketika air liur yang melumasi makanan mengubah zat pati, seperti karbohidrat menjadi gula. Makanan yang telah dikunyah kemudian ditelan melalui kerongkongan sejauh 25 sentimeter. Perjalanan makanan di kerongkongan dibantu oleh gravitasi dan otot polos di balik leher ini memerlukan waktu sekitar 12 detik. Kecepatan dalam mengunyah dan menelan turut mempengaruhi banyaknya udara yang terperangkap masuk ke dalam lambung.

(42)

Kerongkongan atau esophagus, merupakan saluran yang membawa makanan dari mulut ke lambung. Kontraksi otot mendorong makanan ke lambung. Di akhir kerongkongan terdapat katup yang disebut Cardiac valve yang berfungsi mencegah kembalinya makanan yang telah sampai di lambung ke kerongkongan kembali.

Setelah melewati ujung kerongkongan, makanan masuk ke dalam lambung melalui celah sempit di antara otot-otot yang disebut kardia. Otot-otot di celah bagian bawah kerongkongan ini menjadi katup penutup supaya makanan yang telah masuk ke dalam lambung tidak tumpah ke kerongkongan. Namun demikian, arus balik makanan dari dalam lambung ke dalam kerongkongan dapat terjadi akibat kelebihan kapasitas makanan dalam lambung.

2.3.3. Lambung

Lambung atau stomach merupakan tempat dimana asam klorida yang dikeluarkan oleh sel-sel di dinding lambung. Sekresi asam klorida pada makanan dapat menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan kimia di dalam makanan dan terbentuknya partikel-partikel kecil dari senyawa karbohoidrat, lemak, dan protein. Kelenjar pada lambung dan kandungan utamanya tersaji pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kelenjar pada lambung babi

Kelenjar Sekresi Kandungan Utama

Kardia Mukus Mucin

Pilorus (antrum) Mukus Mucin

Fundus Enzim Pepsinogen, renin

Asam HCl

Ada sebagian dari partikel ini diabsorpsi di lambung dan diangkut oleh darah. Partikel makanan kemudian menuju usus

(43)

halus melalui katup yang disebut pyloric valve atau katup pilori (Gambar 2.10.)

Gambar 2.10. Anatomi lambung ternak babi

Pelepasan asam lambung sebenarnya sudah dimulai saat bahan pakan berada di kerongkongan. Sel-sel di permukaan lambung akan melepaskan asam lambung agar makanan yang masuk ke sisi kubah lambung dapat bercampur dengannya.

Setelah makanan terlumuri asam lambung, maka proses pencernaan secara kimiawi berlanjut di bagian terluas dari lambung atau tubuh lambung. Getah lambung dikeluarkan oleh sekitar 35 juta kelenjar yang terdapat dalam lambung. Cairan getah lambung yang diperlukan mencapai 1-2 liter

Lambung terdiri dari beberapa lapisan yang saling menunjang dalam mencegah bahaya. Lapisan terluar lambung terdiri atas lapisan peritoneal yang disebut serosa. Lapisan peritoneal ini akan mengeluarkan cairan licin untuk melumasi dinding luar lambung dan lapisan luar usus. Dengan demikian, walaupun keduanya berada pada posisi yang bersebelahan dan pergesekan terjadi ketika lambung mengaduk makanan, namun

(44)

hal itu tidak akan merusak dinding lapisan terluar keduanya. Gambar anatomi lambung ternak babi tersaji pada Gambar 2.9.

Otot-otot lambung tersusun dalam tiga arah yang terpisah. Hal ini memungkinkan lambung untuk mengembang dan berkerut dengan mudah dari kanan ke kiri, atas dan bawah serta arah diagonal agar makanan terlarut secara sempurna oleh cairan lambung. Denyutan pada lambung memerlukan waktu sekitar tiga kali per menit di bagian atasnya, sedangkan bagian bawahnya berdenyut lebih cepat.

Di bawah lapisan peritoneal ada lapisan berotot yang terdiri dari tiga lapisan serabut, dan dibawahnya terdapat lapisan submukosa yang berisi pembuluh darah dan saluran limfe, sedangkan lapisan terdalam dari lambung terdiri atas lapisan mukosa (selaput lendir) yang dilapisi epitel yang penuh dengan saluran limfe. Semua sel-sel ini mengeluarkan lendir bikarbonat yang bersifat basa, sehingga dapat meredam bahaya asam lambung yang merusak.

Dinding lambung akan kehilangan sekitar 1,5 juta sel setiap harinya akibat terpapar oleh getah lambung. Oleh sebab itu, lapisan dinding lambung yang berhadapan dengan asam lambung mengalami peremajaan setiap tiga hari sekali. Perlindungan lain agar asam lambung tidak merusak lambung itu sendiri adalah bahwa enzim pepsin pemecah protein tidak dilepaskan ketika perut kosong dan pada awalnya pepsin dilepaskan dalam bentuk tidak aktif atau dalam bentuk pepsinogen supaya lambung tidak terluka karenanya.

Dari sejumlah cairan lambung yang dilepaskan, terdapat faktor intrinsik yang akan melindungi vitamin B12 dari pengaruh

asam lambung yang menjadikannya dapat diserap oleh tubuh agar tidak mengalami anemia. Sedangkan unsur penyusun getah lambung yang berupa enzim pencerna yaitu, pepsin untuk memecah protein menjadi pepton, rennin sebagai pengurai protein

(45)

susu, sejumlah kecil enzim lipase lambung untuk mencerna lemak dan 0,4 persen asam hidroklorida.

Asam hidroklorida (HCl) berfungsi mengasamkan semua makanan dan membunuh hampir seluruh kuman yang ikut masuk ke dalam lambung, dengan demikian lingkungan lambung tetap pada kondisi hampir steril. Kehadiran asam hidroklorida juga berperan menghentikan aktivitas pencernaan karbohidrat oleh enzim amilase, mengurai protein pada daging, dan beberapa makanan yang sulit dicerna.

Asam lambung akan mempengaruhi pH (tingkat keasaman) di dalam lambung, sehingga lambung memiliki pH sekitar 1,0-3,5. Asam lambung bekerja seperti api yang membara dan dapat menghancurkan daging, bahkan silet.

Pepsinogen baru akan berubah menjadi pepsin (enzim aktif pencacah protein secara kimiawi), ketika terjadi pelepasan asam klorida, dan hal ini terjadi saat lambung mendapat asupan makanan. Sementara pelepasan asam klorida dalam lambung dipicu oleh hormon gastrin yang bertugas memberikan sinyal ke dalam aliran darah agar kelenjar tertentu melepaskan asam klorida.

Sistem pelepasan cairan dalam lambung yang dibantu oleh sistem syaraf telah didisain dengan cermat agar lambung dapat menjalankan fungsi yang bertolak belakang sekaligus, hal ini bertujuan agar proses mencerna dapat berjalan dengan efisien namun tetap tidak merusak lambung itu sendiri. Namun pada kondisi stress lambung dapat mengalami cedera, hal ini dikarenakan kontrol sistem saraf yang terpicu oleh sensasi terhadap bau, rasa, dan stress, menyebabkan otak mengirim sinyal ke kelenjar sekretorik di lambung, sehingga memicu enzim untuk aktif mencerna walau di dalam lambung tidak terdapat makanan.

(46)

Sementara proses pelumatan makanan dari bentuk padat menjadi setengah padat dan terakhir menjadi cair memerlukan waktu sekitar dua sampai empat jam. Lamanya waktu makanan bersemayam di dalam lambung ini tergantung pada jenisnya.

Makanan cair akan lebih cepat melintasi lambung daripada makanan padat, makanan yang dikunyah lebih lumat juga akan lebih cepat melintasi lambung daripada yang kurang lumat. Selain itu, jenis makanan berpengaruh terhadap lamanya proses mencerna.

2.3.4. Usus

Usus halus terdiri dari duedenum, jejunum, dan illeum yang merupakan tempat terjadinya penyerapan atau absorpsi utama dari zat-zat makanan hasil pencernaan. Bahan-bahan pakan yang tidak tercerna dan tidak diserap bergerak dari usus halus menuju ke

caecum dan ke usus besar. Di bagian usus besar ini, komponen

air diserap kembali dan sisa yang tertinggal dari proses pencernaan dikeluarkan melalui anus atau kloaka.

Usus halus merupakan saluran yang berbentuk spiral, sehingga dapat menempati ruang yang kecil. Dinding usus halus memiliki tonjolan-tonjolan mirip ibu jari yang disebut dengan villi yang meningkatnya luas permukaan usus halus dalam penyerapan nutrien. Sel-sel di dalam usus halus mengeluarkan berbagai enzim yang membantu pencernaan dan menyerap hasil akhir pencernaan makanan. Usus halus dibagi menjadi tiga segmen, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Di bagian pertama usus halus, yaitu duodenum terjadi penambahan sekresi dari hati dan pancreas.

Fungsi duodenum sangat penting sekali artinya, khususnya dalam proses pencernaan dan absorpsi zat makanan. Organ duodenum mengeluarkan enzim tripsinogen untuk menghidrolisis tripsin, enzim prokarboksipeptidase untuk menghidrolisis

(47)

karbopektidase, dan chymotrypsinogen untuk menghidrolisis chymotrypsin.

Duodenum, terdapat sekresi dari empedu dan pankreas (proteolitik, amilolitik, lipolitik), pada bagian jejenum terjadi absorpsi nutrisi, dan pada bagian ileum terjadi absorpsi air, vitamin, dan mineral.

2.3.5. Hati

Hati berfungsi menyaring darah dan menyimpan glikogen yang akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Salah satu peranan terpenting dari hati dalam proses pencernaan makanan adalah menghasilkan getah empedu yang disalurkan ke dalam duodenum melalui dua buah saluran.

Getah tersebut disimpan di dalam kantung yang disebut kantung empedu yang terletak di lobus kanan hati. Sedangkan lobus kirinya tidak terdapat kantung empedu, tetapi membentuk saluran yang langsung berhubungan dengan duodenum. Pakan yang masuk ke dalam duodenum akan memacu kantung empedu untuk mengkerut dan mengeluarkan getah empedu ke dalam duodenum yang dapat membantu penyerapan lemak oleh usus halus.

Hati merupakan kelenjar terbesar dan terpenting dalam tubuh. Hati terdiri atas dua lobus. Setiap lobus memiliki saluran untuk mengangkut cairan empedu, yakni duktus hepatikus.

Secara umum, hati mempunyai fungsi: x Memproduksi cairan empedu

x Memetabolisme protein, lemak dan karbohidrat x Penyimpanan mineral dan vitamin larut lemak. x Pusat detoksifikasi zat yang beracun di dalam tubuh. x Penyimpanan darah

(48)

Darah diolah dalam dua cara, yaitu (i) bakteri dan partikel asing lainnya yang diserap dari usus kemudian dibuang dan (2) berbagai zat gizi yang diserap dari usus, selanjutnya dipecah sehingga dapat digunakan oleh tubuh.

Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum. Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh kolesterol dalam tubuh, sisanya berasal dari makanan. Sekitar 80% kolesterol yang dihasilkan di hati digunakan untuk membuat empedu. Hati juga menghasilkan empedu, yang disimpan di dalam kandung empedu.

Sekresi dari hati disimpan di kantung empedu dan diteruskan ke duodenum melaui saluran empedu. Sekresi ini adalah garam empedu yang membantu pencernaan lemak yang terdapat dalam pakan. Sekresi dari pankreas disalurkan ke duodenum melalui saluran pankreas. Sekresi dari pankreas ini terdiri dari berbagai enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein. Sebagian besar penyerapan nutrien terjadi di jejunum dan ileum. Nutrien yang tidak tercerna memasuki usus besar melalui katup yang disebut ileocecal valve.

2.3.6. Empedu

Getah dan garam empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum. Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam duodenum.

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal

(49)

hormonal dan sinyal syaraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki dua fungsi penting, yaitu (1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak dan (2) berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut:

x Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapannya

x Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya

x Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan

x Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh

x Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang di dalam empedu.

x Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik, dimana seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.

(50)

2.3.7. Usus Besar

Usus Besar kurang lebih panjangnya sekitar 4-4,5 meter. Usus besar terdiri dari tiga bagian, yaitu (i) Sekum yang berisi mikroba sellolitik dan hemiselulolitik. Apabila babi diberi konsumsi hijauan tinggi, maka ukuran sekum akan semakin meningkat; (ii) Kolon yaitu bagian yang paling besar dari usus besar. Pada bagian kolon ini terjadi reabsorpsi air dan elektrolit, absorpsi vitamin yang larut dalam air, serta sedikit terjadi fermentasi; dan (iii) Rektum yang merupakan deposisi feses.

Pada sekum dan kolon terjadi penimbunan pakan sisa dari hasil pencernaan di usus kecil. Sekum (cecum) atau usus buntu terletak di bagian depan usus besar dan umumnya kurang memiliki fungsi.

Sekum merupakan suatu kantung buntu. Colon terdiri dari bagian-bagian yang naik, mendatar, dan turun. Bagian yang turun berakhir di rektum dan anus. Sekum merupakan bangunan silinder dan buntu dengan volume sekitar 1,5 m dan panjangnya sekitar 12-20 cm dengan lebarnya sekitar 8-10 cm. Dalam sekum terjadi pencernaan serat kasar dalam jumlah kecil atau terbatas, dimana mikroba menghasilkan enzim selulase yang memecah selulosa (fraksi dari serat kasar). Sistem pencernaan serat kasar di sini tidak efisien. Kolon babi mula-mula lebarnya sama dengan sekum dan semakin kebelakang semakin mengecil, dengan panjang sekitar 4-5 meter.

Sekum mempunyai bantuk besar yang panjangnya kurang lebih 1,25 m dan kapasitas volumenya kurang lebih sebanyak 20-30 liter (60% dari jumlah volume seluruh alat-alat pencernaan).

Sekum dan colon mempunyai fungsi seperti rumen pada ruminan, yaitu tempat fermentasi serat kasar dan karbohidrat oleh mikroorganisme. Kolon besar mempunyai panjang kurang lebih 3-3,7 m, diemeter rata-ratanya 225 cm dan kapasitas volumenya kurang lebih dua kali caecum. Kolon kecil panjangnya sekitar 3,5

(51)

meter dan mempunyai diameter 7,5-10 cm. Sekum merupakan tempat penyerapan air yang utama.

Pada usus besar babi tidak dijumpai adanya kelenjar sekretori, namun pada organ pencernaan ini absorpsi air dan absorpsi VFA (volatile fatty acids) atau asam lemak terbang sebagai hasil produk fermentasi serat kasar oleh mikroba, sekresi mineral Na dan Ca.

2.3.8. Anus

Anus merupakan lubang dimana sisa pencernaan dikeluarkan dari tubuh. Pakan yang tidak tercerna dan tidak terabsorpsi akan dikeluarkan melalui anus sebagai tinja.

Kapasitas tampung masing-masing organ pencernaan tersaji pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Kapasitas tampung organ pencernaan ternak babi Secara keseluruhan, daya tampung tertinggi adalah usus halus (duodenum, jejenum, dan ilium) sebesar 2,5 galon, disusul kemudian oleh lambung dan usus besar.

(52)

BAB III

MANAJEMEN TERNAK BABI

3.1 Ternak Babi

3.1.1. Babi Ras dan Peranakan

Babi asli yang ada di Indonesia sesungguhnya adalah babi hutan yang masih berkeliaran di hutan-hutan. Menurut sejarah, babi peliharaan yang ada di masyarakat sekarang ini berasal dari dua jenis babi liar, yaitu Sus vitatus dan Sus scrofa. Jenis Sus

vitatus berasal dari India Timur dan Asia Tenggara termasuk

China. Sedang kan ternak babi dari strain Sus scrofa adalah jenis babi dari Eropa. Adapun bangsa babi yang terkenal sebagai babi asli Indonesia antara lain: babi Bali, babi Karawang, babi Sumba, dan babi Nias.

Babi adalah ternak monogastrik dan bersifat prolifik, yaitu mempunyai banyak anak dalam setiap kelahiran, pertumbuhannya cepat, dan dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu, ternak babi sangat efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan limbah restoran menjadi daging, oleh sebab itu, ternak babi memerlukan pakan yang mempunyai protein, energi, mineral, dan vitamin yang tinggi. Misalnya, bahan pakan yang biasa dipakai di daerah Papua dan NTT, seperti daun dan ubi jalar/kayu, hijauan legum, batang dan buah pisang, cacing tanah, katak atau kodok, daun dan buah labu, buah merah, batang talas, dan papaya, jambu biji, tebu, kangkung, batu kapur, abu tungku, dan tulang hewan/ikan.

(53)

Babi merupakan hewan yang telah dipelihara dan dikembangkan sejak dahulu untuk tujuan memenuhi kebutuhan akan daging bagi umat manusia. Secara umum, pemeliharaan ternak babi relatif mudah karena babi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim yang beragam, dan dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber pakan, sehingga tidak jarang babi diberi makan sisa-sisa makanan manusia atau berbagai jenis limbah. Selain itu, babi merupakan hewan yang mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun (prolifik) dengan interval generasi yang lebih singkat, sehingga babi berpotensi sebagai ternak komersial.

Akhir-akhir ini babi ras yang disukai oleh peternak untuk dipelihara adalah babi ras Duroc. Bentuk fisi babi ras Duroc yang paling mudah dikenali adalah berwarna cokelat tua dengan punggung melengkung ke atas. Kebalikan dari bentuk punggung babi bali yang melengkung ke bawah. Lebih rinci tersaji pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Bentuk fisik babi Duroc (SNI 7855.3:2013) Selain babi ras jenis babi Duroc, ada juga babi ras dari jenis

Saddleback dan babi ras jenis Yorkshire. Bentuk fisik kedua babi

(54)

beberapa jenis babi ras silangan yang banyak dipelihara oleh peternak babi secara intensif di Kabupaten Tabanan.

Gambar 3.2. Babi ras Saddleback (kiri) dan babi ras Yorkshire (kanan)

Gambar 3.3. Jenis babi peranakan yang dipelihara peternak Tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya ternak babi sangat dipengaruhi oleh total biaya pakan yang dikeluarkan, dimana biaya pakan dapat mencapai 60-70% dari seluruh biaya produksi yang diperlukan untuk usaha budidaya ternak babi. Ternak babi membutuhkan ransum yang imbangan nutrisinya baik atau sempurna, agar diperoleh reproduksi dan produksi daging yang optimal. Babi adalah ternak monogastrik yang mampu mengubah bahan makanan secara efisien di dalam saluran pencernaannya. Besarnya konversi (perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan babi dalam satuan waktu yang sama) ternak babi terhadap ransum adalah

(55)

3,5/ekor. Hal ini artinya adalah untuk menghasilkan pertambahan berat badan babi sebesar satu kilo geram, maka dibutuhkan makanan atau ransum sebanyak 3,5 kg. Perlu diingat bahwa babi termasuk ternak yang memiliki alat pencernaan sederhana dan tak mampu mencerna bahan pakan yang kadar serat kasarnya tinggi. Ternak babi membutuhkan energi, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air.

Agar pakan dapat tersedia terus-menerus sepanjang tahun dengan harga yang terjangkau, maka perlu disusun formula ransum untuk ternak babi dengan menggunakan bahan pakan lokal yang tersedia di masing-masing lokasi sesuai dengan potensi kewilayahan.

3.1.2. Babi Bali

Babi Bali yang terdapat di Pulau Bali dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe pertama yang merupakan babi bali yang berasal dari babi liar (Sus vitatus) dan banyak dijumpai di Bali bagian timur. Tipe kedua adalah babi bali yang merupakan bangsa babi yang sudah dianggap babi asli asal Bali, walaupun dari segi sejarah didatangkan dari China, yang kemudian berkembang dan terkenal sebagai salah satu tipe babi bali yang terdapat di utara, tengah, barat, dan selatan Pulau Bali. Bentuk fisik babi bali tersaji pada Gambar 3.4.

(56)

Gambar 3.4. Bentuk fisik babi bali saat ini (dokumentasi Bidura, 2017)

Babi yang ada di Bali merupakan peranakan dari babi liar setempat (Sus vitatus) dengan Babi Tiongkok Selatan. Hasil persilangan ini yang sering disebut sebagai babi bali oleh masyarakat di Pulau Bali bagian utara, tengah, barat, dan selatan.

Gambar 3.5. Pemeliharaan babi bali umumnya masih secara tradisional (betina, kiri dan jantan, kanan)

(57)

Pemeliharaan babi bali di Bali umumnya ada tiga macam, yaitu (1) secara tradisional, yaitu pemeliharaan berdasarkan turun temurun yang biasa dilaksanakan disuatu daerah tertentu yang biasanya dilakukan dengan melepas ternak dipekarangan belakang rumah (dilumbar); (2) semi intensif, yaitu pemeliharaan ternak dengan membatasi ruang gerak ternak babi khususnya induk babi dengan cara mengikat dengan tali di bawah pohon yang rindang, dan atau di dalam kandang semi permanen dan (3) sistem intensif, yaitu babi dikandangkan secara terus menerus pada kandang yang lebih permanen.

Hasil survey pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa pemeliharaan babi bali sudah jarang dilakukan, namun konsentrasi terbanyak terdapat di Bali bagian timur, utara, barat dan selatan (Pulau Nusa Penida). Umumnya babi bali banyak dijumpai di daerah-daerah yang kering, mengingat daya adaptasi babi bali terhadap lingkungan yang kritis cukup bagus.

Menurut Budaarsa (2012), di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, khususnya di Desa Tianyar Barat, masih banyak orang memelihara babi bali, yang oleh peternak di sana memberi istilah babi bali itu dadi ajak lacur (bisa diajak menderita), sehingga babi bali cenderung banyak dipelihara oleh mereka yang kehidupannya kurang mampu. Secara morfologi, babi bali dewasa memiliki tinggi badan sekitar 45 cm, panjang badan sekitar 90 cm, tinggi pundak 48-54 cm, lingkar dada 81-94 cm, panjang ekor 20-25 cm, kepala pendek (24-28 cm) dan telinga pendek (10-11 cm). Babi bali betina memiliki puting susu berjumlah 12-14 buah dan jumlah anak per kelahiran mencapai 12 ekor.

Babi bali secara genetik pertumbuhannya lambat, dengan produksi karkas yang relatif sedikit. Babi bali yang dipelihara sampai umur 8-10 bulan memiliki bobot badan mencapai 90-100 kg, sedangkan babi ras impor memerlukan waktu hanya 5-6 bulan untuk mencapai bobot yang sama. Namun demikian, babi bali

(58)

memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang ekstrim, tahan menderita, lebih hemat terhadap air dan masih mampu bertahan hidup walau diberi makan seadanya (Budaarsa, 2012).

3.2 Standar Bibit Babi

Dalam upaya untuk mendapatkan bibit babi yang bagus, baik untuk tujuan bibit babi penggemukkan maupun untuk tujuan bibit babi induk, mungkin acuan yang dapat digunakan untuk pemilihan bibit babi tersebut berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI) tahun 2013, khususnya pada babi Ras Duroc. Standar ini mungkin juga dapat dipakai sebagai pegangan dalam pemilihan bibit babi untuk jenis atau ras babi yang lain.

Berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia (SNI 7855.3:2013), rataan bobot lahir individu dari babi ras Duroc ini, baik yang jantan maupun yang betina adalah 1.550 gram dengan rataan liter size minimal 9 ekor dalam setiap kelahiran. Lebih rinci parameter persyaratan kuantitatif bibit babi Duroc berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2013) tersaji pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Parameter persyaratan kuantitatif bibit babi Duroc

(59)

Uji penampilan untuk memperoleh bibit babi yang bagus menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 7855.3:2013), maka pengamatan calon bibit babi mulai bobot badan 20 kg sampai dengan bobot badan 90 kg dengan melakukan pengukuran parameter yang meliputi rataan konsumsi ransum harian (KRH), rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH), rataan ratio konversi ransum (RKR), dan rataan tebal lemak punggung (TLP).

Index selection (IS) atao seleksi indeks (SI) merupakan nilai tiga parameter, yaitu PBBH, RKR, dan TLP yang diperoleh dari uji penampilan dan dimasukkan ke dalam rumus Seleksi Indeks untuk digunakan dalam menentukan mutu bibit. Nilai mutu bibit yang bagus apabila nilai Seleksi Indeks nya minimal 150 untuk mutu bibit jantan dan nilai minimal 140 untuk mutu bibit betina. Formula untuk menentukan mutu bibit sesuai dengan Standar nasional Indonesia (SNI 7855.3:2013) adalah sebagai berikut ini.

SI = 240 + 110 PBBH – 50 RKR – 19,70 TLP

Keterangan

x SI = Seleksi Indeks/Index Selection (IS) x 240 = Konstanta

x PBBH = Pertambahan bobot badan harian x RKR = Ratio konversi ransum

x TLP = Tebal lemak punggung

3.3 Karkas Babi

Berat karkas babi, yaitu berat babi dikurangi dengan berat darah, bulu termasuk kulit ari, organ dalam (jeroan) atau isi rongga dada dan erut, kaki, dan kepala (Lawrie, 2003).

Persentase karkas babi merupakan perbandingan antara berat karkas dengan berat potong dikalikan 100%. Bagian-bagian potongan komersial karkas tersaji pada Gambar 3.6.

(60)

Gambar 3.6. Potongan komersial karkas babi

Panjang karkas (cm), yaitu diukur dari ujung depan tulang rusuk pertama sampai dengan bagian ujung depan pangkal tulang ekor (aitch bone) pada karkas yang sudah dibelah (Thrasher et al,. 1970). Alat ukur yang digunakan adalah meteran biasa. Pengukuran panjang karkas babi seperti tersaji pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Pengukuran panjang karkas babi

Loin eye area (cm2), yaitu diukur pada permukaan potongan

melintang otot longisimus dorsii yang terletak diantara tulang rusuk kesepuluh dan sebelas, dipotong tegak lurus dengan tulang

Gambar

Gambar 2.2. Pencernaan karbohidrat menjadi energi bersama  lemak dan protein
Gambar 2.3. Jalur metabolisme lemak
Gambar 2.4. Proses pencernaan lemak pakan di dalam tubuh babi
Gambar 2.8. Pencernaan pakan dalam tubuh babi
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2000) telah menggunakan kitin protein sebagai zat aditif pada makanan ternak untuk pertumbuhan ayam dengan konsentrasi penambahan kitin protein antara 0,25 – 0,75% di

Penelitian ini bertujuan mengetahui pemanfaatan sari pepaya untuk memperkaya zat makanan onggok sebagai bahan pakan dalam ransum dan pengaruhnya terhadap produksi NH

Sistem Tiga Strata (STS) adalah tata cara penanaman dan pemangkasan rumput, leguminosa, semak dan pohon, sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun (Nitis, 2000;

Pakan adalah semua bahan yang dapat dimakan oleh ternak yang mengandung energi dan zat-zat gizi di dalam bahan tersebut (Hartadi et al.. Kandungan nutrisi dalam pakan