V. KESIMPULAN DAN SARAN
6. Pencucian
hanya menggunakan air es.
7. Fillet ikan di susun rapi ke dalam wadah plastik yang dilapisi dengan spon.
8. Pengisian gas CO melalui selang ke dalam plastik yang berisi fillet ikan sampai kantong plastik terisi penuh. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya agar gas tidak keluar.
9. Fillet ikan dengan gas CO disimpan dalam chilling room dengan suhu maksimal 2oC selama 24 jam
10. Pengemasan menggunakan kemasan plastik HDPE yang direkatkan dengan mesin vakum kemudian disusun pada long pan.
11. Long pan yang berisi fillet di angkut kedalam ABF menggunakan kereta dorong (trolly) dan pan disusun dalam rak yang ada dalam ABF.
12. Pengepakan produk dilakukan dengan memasukkan fillet ikan beku kedalam master carton yang dilapisi plastik LDPE yang di beri label dan dilakban.
13. Master Carton dimasukkan kedalam cold storage dengan suhu ruang -180C sampai - 25°C. Produk disusun rapi diatas rak pada ruang cold storage.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Bahan Baku
Bahan baku ikan kerapu didatangkan dari daerah Selayar, Bone, Sinjai, Takalar, dan Bulukumba menggunakan mobil Pick Up kemudian langsung diterima di ruang penerimaan. Dalam hal penjagaan mutu dan sanitasinya, pada proses pengadaan bahan baku, mulai dari pengangkutan hingga proses pembongkaran mendapatkan pengawasan terus-menerus, mulai dari kebersihan sekaligus mutu bahan baku yang akan masuk ruang proses.
Penerimaan bahan baku setiap hari berkisar 1 ton sampai 5 ton. Penerimaan bahan baku pada setiap harinya di PT. UCS tidak menentu, dikarenakan faktor-faktor yang memang tidak bisa dihindarkan seperti perubahan cuaca yang tidak menentu, musim, dan jarak pengiriman bahan baku yang jauh dari perusahaan.
4.2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang secara sengaja ditambahkan dalam produk.
Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan harus bersih tidak merusak, mengubah komposisi dan sifat khas dari ikan. Bahan pembantu pada proses pembekuan ikan terdiri dari air dan es.
1. Air
Air yang digunakan untuk proses pada PT. Usaha Central jaya Sakti, yaitu untuk mencuci bahan baku, membersihkan peralatan maupun ruang proses produksi, berasal dari air tanah/sumur bor yang berada di dalam lingkungan perusahaan, air tersebut layak untuk digunakan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna agar aman untuk digunakan pada proses pengolahan pada PT. Usaha Central jaya Sakti. pernyataan ini sesuai dengan pendapat Purnawijayanti (2001), yang menyatakan bahwa air tanah pada umumnya lebih bersih dari pada air permukaan karena air permukaan cenderung lebih mudah tercemar/terkontaminasi.
Air pencucian peralatan dan perlengkapan ditambahkan khlorin, dimana untuk pencucian kaki menggunakan 150 ppm, pencucian tangan 50 ppm, dan pencucian peralatan 10 ppm. Sedangkan untuk pencucian ikan menggunakan konsentrasi 5-10 ppm dilakukan untuk memastikan tidak adanya mikroba yg akan ditemukan pada produk.
2. Es
Es yang digunakan pada PT. Usaha Central jaya Sakti adalah es kristal yang halus dan tidak akan melukai ikan atau bahan baku. Jumlah es yang diperlukan pada unit pembekuan tergantung dari jumlah banyaknya bahan baku yang datang, apabila bahan baku yang datang banyak maka es yang dibutuhkan juga banyak. Kebutuhan es untuk proses pembekuan ikan kerapu dengan menggunakan es 1:1 yang bertujuan untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilyas (1983) yang menyatakan bahwa penggunaan es yang baik adalah 1:1 yaitu 1 kg ikan untuk 1 kg es.
4.3. Alur Proses Pembekuan
Alur proses pembekuan kerapu bentuk fillet di PT. Usaha Central jaya Sakti meliputi Penerimaan Bahan Baku, Pensortiran, Pemfilletan, Trimming, Pencucian, Penimbangan Hasil Fillet dan Sizing, Pewadahan, Pengisian Gas CO, Penyimpanan dingin, Pengemasan, Pembekuan, Pengepakan, Penyimpanan beku.
4.3.1 Penerimaan Bahan Baku
Standar kualitas bahan baku PT. Usaha Central jaya Sakti berpedoman pada SNI 01-2346-2006,tentang standar organoleptik dan mikrobiologi ikan segar.
Gambar. 2 Penerimaan bahan baku
Setelah dinyatakan layak oleh quality control, dipindahkan dalam keranjang, kapasitas bahan baku yang diterima di PT. Usaha Central jaya Sakti ± 1–5 ton/hari.
Menurut Moeljanto, 2002. Mutu ikan segar akan lebih baik bila disimpan pada suhu antara 00C – 2.50C. Menurut Standar Bahan Baku Indonesia 01-2710.2-2006, bahwa bahan baku segar disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya dengan menggunakan es curah sehingga suhu bahan baku mencapai suhu maksimal 4,40C.
4.3.2 Penyortiran
Bahan baku yang diterima dilakukan pencucian kemudian penyortiran bertujuan untuk memperoleh keseragaman bahan baku yang digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran jenis, dan mutunya sehingga dalam hal pembagian grade tidak dilakukan karena bahan baku yang tidak sesuai standar penerimaan akan langsung di reject. Saat sortasi, ikan ditempatkan di atas meja penampungan yang terbuat dari stainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air,
Gambar.3 Penyortiran bahan baku
selama proses, penerapan rantai dingin juga selalu dijaga sehingga suhu ikan tidak lebih dari 50C caranya dengan memberi es pada ikan. Dalam penerimaan bahan baku dilakukan pembatasan ukuran. Pembatasan ukuran ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan dalam penentuan ukuran pada saat di buat bentuk fillet.
Size bahan baku yang di terima bagian produksi di PT. Usaha Central jaya Sakti dimulai dari berat 0,3 - 6 kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Ukuran Jenis Ikan Kerapu
No. Ukuran (g)
300 – 500 500 – 1000 1000 – 3000 3000 – 5000 5000 – 6000 6000 – Up
Sumber : PT.Usaha Central jaya Sakti, (2016).
4.3.3 Pemilletan
Setelah bahan baku dibersihkan kemudian dilakukan proses pemilletan. Cara memfillet adalah dengan menyayat daging ikan secara horizontal dari ekor punggung ke kepala dengan pisau menempel pada duri tengah. Pemfilletan harus hati-hati agar kulit ikan tidak robek atau hancur untuk memenuhi kualitas ekspor.
Gambar 4. Pemilletan
Jenis fillet yang dilakukan adalah fillet skin on dan skin less, merupakan cara pemilletan dengan kulit masih menempel pada tubuh ikan dengan menggunakan pisau yang tajam bertujuan untuk agar daging ikan tidak banyak terbuang dan sebaliknya pembuatan produk sesuai permintaan buyer. Jumlah ikan yang difillet dalam setiap jamnya berkisar antara 100-150 kg dengan jumlah karyawan dibagian filleting adalah 6 orang. Rendemen yang dihasilkan sebesar 43% untuk produk skin on dan 38% untuk produk skin less.
4.3.4 Trimming ( Penghilangan duri dan perapihan )
Trimming adalah proses dimana ikan yang telah difillet dirapikan agar kenampakannya baik. Ada dua proses yang dilakukan pada saat trimming yaitu:
1. Cabut Duri
Proses cabut duri bertujuan untuk menghilangkan duri-duri yang masih menempel pada fillet ikan terutama pada bagian pectoral dari fillet, pembuangan duri yang terdapat di sejajar garis tulang belakang dengan menyayat tipis daging dengan pisau tajam bentuk huruf „‟V‟ sayatan daging kemudian dibuang sehingga duri terbawa dengan sayatan daging tipis. Alat yang digunakan dalam penghilangan duri ini adalah pinset anatomi yang ujungnya dibengkokkan untuk memudahkan proses.
Duri pada bagian pectoral yang dicabut berjumlah 7-8 buah.
2. Perapihan daging
Ikan yang telah dilakukan pemilletan kemudian dilakukan trimming menggunakan pisau tajam dengan mengiris daging merah dan kotoran.
Gambar 5. Trimming
Tumpukan daging fillet di meja perapihan selalu diberi es dengan perbandingan 1;1, sedangkan fillet yang sudah dirapikan dan dibuang durinya dilanjutkan dengan pencucian. Dengan pemberian es dapat menjaga suhu ikan mendekati 00C (Bonnel, 1993). Pada suhu 40C akan menyebabkan inaktif mikroba (Winarno dan Surono, 2002)
4.3.5 Pencucian
Pencucian ini dilakukan bertujuan menghilangkan sisa sisik pada tubuh ikan dan kotoran hasil dari pemfilletan dengan menggunakan air dingin dengan suhu 20C.
Tahap ini dilakukan dengan mencuci fillet ikan pada 2 bak, yang pertama menggunakan klorin konsentrasi 5-10 ppm sebanyak 1 tetes untuk mencegah tumbuhnya mikroba dan bak kedua menggunakan air biasa untuk menghilangkan kotoran serta bau klorin.
Gambar 6. Pencucian daging fillet
Penggunaan klorin yang terlalu besar dapat merugikan kesehatan manusia (Jenie, 1988). Menurut Hadiwiyato (1993) klorinisasi 5-10 ppm mampu mengurangi jumlah bakteri dan membunuh bakteri patogen seperti Salmonella, untuk menjaga suhu air yang digunakan tetap dingin, dilakukan penambahan es, es yang digunakan adalah es kristal yang terbuat dari sumber bahan baku air yang memenuhi syarat standar air murni penambahan es ini dilakukan setiap kali air bak di ganti bersamaan dengan es dengan melihat tingkat kekeruhan air pencucian biasanya penggantian dilakukan setiap mencuci fillet ikan dengan jumlah 10 sampai 15 potong tergantung tingkat kekeruhan air pencucian hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas dan kebersihan fillet ikan agar tidak terjadi over reject.
4.3.6 Penimbangan Fillet dan Sizing
Proses ini merupakan penimbangan untuk menentukan rendemen dari hasil pemilletan, tahap ini dilakukan dengan menimbang fillet ikan yang telah dikelompokkan dalam satu size. Size yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Ukuran size Ouche. .
No Size (ouche) Berat fillet (g)
1 2 – 4 60 – 112
2 4 – 6 113 – 169
3 6 – 8 170 – 226
4 8 – 10 227 – 283
5 10 – 12 284 – 360
Sumber : Data Primer, 2016.
Sizing adalah proses pemisahan fillet ikan berdasarkan beratnya. Satu oche setara dengan 28,35 gram. Jadi ikan-ikan yang berada dalam satu range dikelompokkan dalam satu kelompok. Untuk menghitung extra weight (gram) menggunakan rumus (size x 28.35).
Sedangkan rendemen yang dihasilkan dari pemotongan fillet kerapu beku adalah sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin less dihasilkan
sebesar 38% nilai rendemen ini di peroleh dengan menghitung rumus rendemen ( Hasil produksi : Bahan baku x 100 = % Rendemen).
Gambar 7. Penimbangan dan penentuan size 4.3.7 Pewadahan
Proses ini dilakukan sebelum pengisian gas CO (Karbon Monoxida). Wadah yang digunakan adalah kantong plastik berjenis High Density Polyetilen (HDPE).
HDPE merupakan plastik yang bersifat keras hingga semipermiabel, permukaan mengkilap, tahan suhu tinggi dan tak tembus cahaya. Struktur kimia dari HDPE mempunyai rantai cabang yang lebih sedikit daripada Low Density Polyetilen (Nurminah, 2002).
Pada permukaan kantong plastik dilapisi dengan spons yang berfungsi untuk memudahkan proses pengisian, pengambilan serta menjaga bentuk daging agar tidak rusak. Langkah-langkah pewadahan yaitu: plastik dipotong sesuai ukuran yang ditentukan kemudian salah satu ujungnya diikat dengan rapat dan spon diletakkan didalam plastik, fillet ikan disusun berjejer 3-4 potong kemudian dilapisi spon yang kedua sampai selesai, dalam satu wadah terdapat 16 potongan fillet yang disusun berjejer hingga memenuhi wadah dengan 3 lapisan spon.
Gambar 8. Pewadahan 4.3.8 Pengisian Gas CO (Karbon Monoksida)
Cara pengisian gas CO adalah dengan cara memasukan gas melalui selang ke dalam plastik politilene yang berisi fillet ikan sampai kantong plastik yang berisi penuh. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya agar gas tidak keluar. Pengisian gas CO dilakukan dalam ruangan khusus yaitu ruang pengisian gas CO.
Gambar 9. Pengisian gas CO
Pengisian gas CO ini bertujuan untuk memperbaiki kenampakan daging ikan dan menjaga supaya daging ikan tetap segar. Setelah diisi gas CO daging ikan akan tampak lebih cerah dan segar. Hal ini dikarenakan gas CO yang berkombinasi dengan mioglobin membentuk karboksimioglobin, sebuah pigmen cerah yang berwarna merah ceri. Warna merah yang stabil ini dapat bertahan lebih lama, sehingga memberikan kesan kesegaran. Menurut Wikipedia (2009) Kadar CO yang digunakan berkisar antara 0,4 % sampai dengan 0,5 %. Sedangkan perusahaan gas CO yang digunakan 0,5 %, Penambahan gas CO ini dilakukan karena permintaan dari buyer yang nantinya akan membeli produk fillet ikan.
4.3.9 Penyimpanan Dingin
Setelah kantong plastik yang berisi fillet ikan terisi gas CO, kemudian masukan dalam keranjang dan disimpan dalam chilling room dengan suhu maksimal 2oC selama 12 sampai 24 jam. Proses ini bertujuan untuk memberi waktu penyerapan gas CO pada daging ikan. Pada selang waktu tersebut, diperkirakan gas CO sudah dapat membuat daging ikan tampak lebih segar.
4.3.10 Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk. Pembungkus harus kedap udara dan dapat menahan uap air untuk mengurangi oksidasi dan mencegah penguapan produk selama penyimpanan. Pembungkusan ini bertujuan agar terhindar dari kontaminasi sewaktu pengepakan dan mencegah dehidrasi selama proses pembekuan dan penyimpanan beku dan untuk menghampakan udara agar bakteri yang bersifat aerobik pertumbuhannya dapat dicegah, maka dari itu hasilnya harus dipastikan tidak terdapat gelembung udara. Fillet sebaiknya dibungkus dengan plastic politilen untuk mencegah penguapan produk dan oksidasi selama pembekuan (Tanikawa, 1971). Plastik Politilen merupakan plastic yang baik terhadap penahan air, tetapi tidak baik terhadap gas (Fellows, 1990)
Fillet ikan yang telah dicuci kemudian dimasukkan dalam plastik dan divakum setelah itu disusun dalam pan-pan yang digunakan sebagai wadah untuk membekukannya yang biasanya terbuat dari alumunium. Penyusunan ikan dalam pan
dikerjakan serapi mungkin. Fillet ikan disusun dalam pan, long pan yang digunakan terbuat dari aluminium dan ukuran adalah 50×30 cm dan tinggi 40 cm. Alat yang digunakan untuk mengangkut dan mengeluarkan, yang berisi produk yang dibekukan adalah troly dengan jumlah muatan yang banyak dan mempunyai ukuran tinggi 1,5 m dengan lebar 0,5 m dan panjang 2 m yang dilengkapi dengan rak dan roda. Alat ini terbuat dari besi yang tahan karat.
Gambar 10. Penyusunan fillet ikan pada pan 4.3.11 Pembekuan
Pembekuan Air Blast Freezer (ABF) menggunakan suhu (-35)–(-40)0C selama 8 jam dan kapasitas penyimpanan ABF di PT. Usaha Centraljaya Sakti adalah 35 ton.
Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alamiah produk. Suhu produk ketika keluar dari ABF adalah (-18)–(-25) 0C.
Pembekuan di ABF yang diterapkan adalah pembekuan cepat. Semakin lama proses pembekuan maka produk beku yang di hasilkan juga semakin bagus, karena umur simpan produk lebih tahan lama sampai pengiriman. Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Fillet ikan yang sudah di tata dalam long pan hingga penuh. Long pan yang sudah ditata dengan fillet ikan dimasukan dalam rak-rak hingga semua rak terisi, dan proses selanjutnya dilakukan
pembekuan, awal proses pembekuan, terjadi fase precooling dimana suhu diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan bahan berada pada keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini tejadi pembentukan kristal es.
Pernyataan ini sesuai dengan Rohanah ( 2002), bahwa fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku, semua kandungan bahan dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi perubahan fase, dan terjadi pembentukan kristal es. Pada proses ini pembekuan dilakukan dengan air blast freezer (ABF) dengan menggunakan amoniak sebagai refrigerant. ABF memanfaatkan aliran udara dingin sebagai refrigerant dimana udara didinginkan dengan sebuah unit pendingin hingga mencapai suhu -30oC sampai -40oC.
Selanjutnya udara dingin ini akan dialirkan ke tempat penyimpanan ikan yang akan dibekukan. Pada proses ini pembekuan dilakukan pada suhu -40oC selama 1 jam namun untuk memaksimalkan pembekuan produk maka di PT. Usaha Central jaya Sakti menerapkan pembekuan ABF selama 8 jam.
4.3.12 Pengepakan
Proses packing ini terdiri dari 2 perlakuan yaitu pengemasan dan penimbangan. Pengemasan memegang peranan yang sangat penting dalam pengawetan bahan makanan. Pernyataan ini sependapat dengan Nurminah (2006), bahwa kemasan mempunyai peranan penting, berfungsi untuk melindungi produk dari kontaminasi lingkungan, menjaga kualitas produk, sebagai sarana promosi dan informasi serta akan meningkatkan nilai jual produk.
Proses pengepakan yaitu fillet ikan disusun dalam master carton (MC) sesuai dengan grade dan ukurannya, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan berat 10-30 lbs atau setara dengan 4-12 kg per master karton, penimbangan berat ini dilakukan dengan bedasar rumus (1 lbs = 0,454 kg).
Kemasan bagian atas karton di tutup rapat menggunakan pelekat divlag band bening berukuran 5 cm. Hal ini sesuai dengan Winarno (2000) yang menyatakan bahwa vlag band dan strapping band digunakan untuk merekatkan kedua sisi penutup
karton. Kemudian dicantumkan keterangan mengenai produk hal ini sesuai dengan SNI 01-2710.3-2006 yang menyatakan bahwa kemasan produk harus disertai sekurang-kurangnya sebagai berikut : jenis produk, berat bersih produk, nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap, tanggal, bulan, dan tahun produksi serta kadaluarsa.
Gambar 11. Packing 4.3.13 Penyimpanan Beku
PT. Usaha Central jaya Sakti saat ini mempunyai 2 gudang penyimpanan beku atau cold storage, pada penggunaanya dibedakan menurut jenis produknya, mengingat PT. Usaha Central jaya Sakti memiliki banyak macam produk.
Keseluruhan cold storage yang ada ini rata-rata mempunyai suhu -250C.
Berdasarkan Code of Practise for Frozen Fish dalam Ilyas (1993), bagi produk ikan beku yang akan digunakan sebagai bahan mentah bagi pengolahan selanjutnya dianjurkan menyimpan dalam gudang beku -180C atau lebih rendah hal ini dapat memperpanjang daya simpan produk beku. Kapasitas penyimpanan produk kedua cold storage tersebut yaitu 500 ton. Sedangkan ruang anteroom terdapat di sepanjang cold storage sebagai tempat penyinggahan produk yang akan disimpan dalam cold storage dengan tujuan menurunkan suhu produk mendekati suhu cold storage. Masa
penyimpanan produk PT. Usaha Central jaya Sakti yang paling lama dalam cold storage adalah berkisar 6-10 bulan.
4.4. Perubahan Suhu Selama Proses Pembekuan Ikan Kerapu
Pada Tabel 5. Dapat dilihat perubahan suhu pada setiap tahapan proses tidak lebih dari 30C hal ini berarti sesuai dengan SNI 01-2710.2-2006 tentang suhu maksimal tahapan proses adalah 4,40C.
Tabel 5. Perubahan Suhu Selama Tahapan Proses Pembekuan
No Tahap Proses Suhu (0C)
6 Penimbangan hasil fillet dan sizing 2.5
7 Pewadahan 2.3
Mutu bahan pangan dapat didefinisikan sebagai kelompok sifat, faktor-faktor atau karakteristik bahan pangan (komoditas) yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas bahan tersebut bagi pembeli atau pengguna. Saat ini standar mutu produk pangan tidak hanya ditetapkan dari produk akhir melainkan juga dilihat
dimulai dari pengawasan bahan baku, cara-cara memproduksi bahan, meliputi juga aspek manajemen mutu (Syarif, 1994).
Pengawasan mutu yang dilakukan di PT. Usaha Centraljaya Sakti didasarkan pada konsep Hazard Analysis dan Critical Control Point (HACCP) walaupun penerapannya belum efektif pengawasannya dilakukan baik pada bahan baku, air, selama proses pengolahan dan pada produk beku agar produk akhir yang dihasilkan bermutu tinggi.
4.5.1 Pengawasan Mutu Bahan Baku
Bahan baku selalu dijaga suhunya mulai dari daerah transit sampai dengan proses berlangsung. Suhu bahan baku tidak boleh lebih dari 30C. Saat perjalanan dari daerah transit bahan baku disusun dan ditambah es untuk mencegah terjadinya penurunan mutu bahan baku. Menurut Ilyas (1983) menyatakan bahwa terutama lemak ikan segera akan dioksidasi oleh oksigen udara yang menimbulkan bau dan rasa tengik. Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat oleh salah satunya yaitu penurunan suhu.
4.5.2 Pengawasan Mutu Produk Beku
Dalam produk beku yang harus diperhatikan adalah suhu dari produk. Jangan sampai suhu produk turun dengan cepat. Hal ini akan menyebabkan penurunan mutu produk beku. Menurut Ilyas (1993) menyatakan bahwa pada suhu -200C denaturasi menjadi minimum, bakteri tidak dapat berkembang dan oksidasi lemak juga dapat dihambat dengan suhu beku -200C. Pada ruang penyimpanan atau cold storage suhu yang digunakan adalah -250C. Suhu ini sudah sesuai dengan pendapat Ilyas (1993) yang menyatakan bahwa pada suhu dibawah -400C sedikit sekali terjadi denaturasi. Sistem pengeluaran produk beku dari dalam cold storage menggunakan sistem FIFO (first in first out). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada produk yang telah lama disimpan. Untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada produk petugas mekanik juga mengawasi suhu dari cold storage.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Proses pembekuan fillet ikan kerapu di PT. Usaha Centraljaya Sakti mengacu pada Good Manufacturing Practise yang di mulai dari tahap penerimaan bahan baku, pensortiran, pemfilletan, perapihan, penimbangan dan penentuan size, pencucian, pewadahan, penambahan gas CO (karbon monoksida), penyimpanan dingin, pengemasan, pembekuan, pengepakan, dan penyimpanan beku.
Fillet beku di bungkus dan di vakum terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya oksidasi dan loss weight yang tinggi sebelum dibekukan.
Rendemen yang dihasilkan produk fillet kerapu beku sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin less dihasilkan sebesar 38%.
5.2 Saran
Perlunya penambahan supplier untuk memaksimalkan bahan baku yang akan diproduksi sehingga tidak terjadinya kenaikan dan penurunan bahan baku.
Upaya kerja dan kehati-hatian dalam pemfilletan harus dilakukan semaksimal mungkin untuk mencapai target rendemen yang dihasilkan dalam bentuk skin on dan skin less.
Pengawasan yang sudah dilakukan, tidak hanya pada bahan baku dan mutu produk akhir akan tetapi dilakukan pada tiap tahapan proses sehingga memenuhi kelayakan untuk dikonsumsi secara aman.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah. R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Afrianto dan Liviawaty. 1989. Proses Pembekuan. Pengolahan dan Pembekuan Ikan.
Kanasius Yogyakarta.
Afrianto E, Livianty H. 2002. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:PT.
Penebar Swadaya. 196 Hlm.
Anonim. http//www.dkp.go.id/upload/JiCA/Book%20File/SME.pdf. Diakses pada 16 april 2016.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) 2006. SNI 01- 2696.3-2006 Penanganan dan Pengolahan Fillet Ikan Kakap Beku. Jakarta
Bonnel. A.D. 1994. Quality Assurance in Seafood Processing. A Practical and Guide.
Chapman & Hall. United State.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP) 2006, Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta. Satker Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan
Fellows, P. 1990. Food Processing Technology Principles and Practices. Ellis Horswood England.
Gunarso, 1995. http//www.damandiri.iskandarzulkarnaenipbbab2.pdf. diakses pada 4 april 2016
Hardiwiyanto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Liberty.
Yogyakarta.
Ilyas. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV. PARIPURNA. Jakarta
Ilyas. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV. PARIPURNA. Jakarta