• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Alur Proses Pembekuan Ikan Kerapu

4.3.6. Penimbangan

Proses ini merupakan penimbangan untuk menentukan rendemen dari hasil pemilletan, tahap ini dilakukan dengan menimbang fillet ikan yang telah dikelompokkan dalam satu size. Size yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Ukuran size Ouche. .

No Size (ouche) Berat fillet (g)

1 2 – 4 60 – 112

2 4 – 6 113 – 169

3 6 – 8 170 – 226

4 8 – 10 227 – 283

5 10 – 12 284 – 360

Sumber : Data Primer, 2016.

Sizing adalah proses pemisahan fillet ikan berdasarkan beratnya. Satu oche setara dengan 28,35 gram. Jadi ikan-ikan yang berada dalam satu range dikelompokkan dalam satu kelompok. Untuk menghitung extra weight (gram) menggunakan rumus (size x 28.35).

Sedangkan rendemen yang dihasilkan dari pemotongan fillet kerapu beku adalah sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin less dihasilkan

sebesar 38% nilai rendemen ini di peroleh dengan menghitung rumus rendemen ( Hasil produksi : Bahan baku x 100 = % Rendemen).

Gambar 7. Penimbangan dan penentuan size 4.3.7 Pewadahan

Proses ini dilakukan sebelum pengisian gas CO (Karbon Monoxida). Wadah yang digunakan adalah kantong plastik berjenis High Density Polyetilen (HDPE).

HDPE merupakan plastik yang bersifat keras hingga semipermiabel, permukaan mengkilap, tahan suhu tinggi dan tak tembus cahaya. Struktur kimia dari HDPE mempunyai rantai cabang yang lebih sedikit daripada Low Density Polyetilen (Nurminah, 2002).

Pada permukaan kantong plastik dilapisi dengan spons yang berfungsi untuk memudahkan proses pengisian, pengambilan serta menjaga bentuk daging agar tidak rusak. Langkah-langkah pewadahan yaitu: plastik dipotong sesuai ukuran yang ditentukan kemudian salah satu ujungnya diikat dengan rapat dan spon diletakkan didalam plastik, fillet ikan disusun berjejer 3-4 potong kemudian dilapisi spon yang kedua sampai selesai, dalam satu wadah terdapat 16 potongan fillet yang disusun berjejer hingga memenuhi wadah dengan 3 lapisan spon.

Gambar 8. Pewadahan 4.3.8 Pengisian Gas CO (Karbon Monoksida)

Cara pengisian gas CO adalah dengan cara memasukan gas melalui selang ke dalam plastik politilene yang berisi fillet ikan sampai kantong plastik yang berisi penuh. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya agar gas tidak keluar. Pengisian gas CO dilakukan dalam ruangan khusus yaitu ruang pengisian gas CO.

Gambar 9. Pengisian gas CO

Pengisian gas CO ini bertujuan untuk memperbaiki kenampakan daging ikan dan menjaga supaya daging ikan tetap segar. Setelah diisi gas CO daging ikan akan tampak lebih cerah dan segar. Hal ini dikarenakan gas CO yang berkombinasi dengan mioglobin membentuk karboksimioglobin, sebuah pigmen cerah yang berwarna merah ceri. Warna merah yang stabil ini dapat bertahan lebih lama, sehingga memberikan kesan kesegaran. Menurut Wikipedia (2009) Kadar CO yang digunakan berkisar antara 0,4 % sampai dengan 0,5 %. Sedangkan perusahaan gas CO yang digunakan 0,5 %, Penambahan gas CO ini dilakukan karena permintaan dari buyer yang nantinya akan membeli produk fillet ikan.

4.3.9 Penyimpanan Dingin

Setelah kantong plastik yang berisi fillet ikan terisi gas CO, kemudian masukan dalam keranjang dan disimpan dalam chilling room dengan suhu maksimal 2oC selama 12 sampai 24 jam. Proses ini bertujuan untuk memberi waktu penyerapan gas CO pada daging ikan. Pada selang waktu tersebut, diperkirakan gas CO sudah dapat membuat daging ikan tampak lebih segar.

4.3.10 Pengemasan

Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk. Pembungkus harus kedap udara dan dapat menahan uap air untuk mengurangi oksidasi dan mencegah penguapan produk selama penyimpanan. Pembungkusan ini bertujuan agar terhindar dari kontaminasi sewaktu pengepakan dan mencegah dehidrasi selama proses pembekuan dan penyimpanan beku dan untuk menghampakan udara agar bakteri yang bersifat aerobik pertumbuhannya dapat dicegah, maka dari itu hasilnya harus dipastikan tidak terdapat gelembung udara. Fillet sebaiknya dibungkus dengan plastic politilen untuk mencegah penguapan produk dan oksidasi selama pembekuan (Tanikawa, 1971). Plastik Politilen merupakan plastic yang baik terhadap penahan air, tetapi tidak baik terhadap gas (Fellows, 1990)

Fillet ikan yang telah dicuci kemudian dimasukkan dalam plastik dan divakum setelah itu disusun dalam pan-pan yang digunakan sebagai wadah untuk membekukannya yang biasanya terbuat dari alumunium. Penyusunan ikan dalam pan

dikerjakan serapi mungkin. Fillet ikan disusun dalam pan, long pan yang digunakan terbuat dari aluminium dan ukuran adalah 50×30 cm dan tinggi 40 cm. Alat yang digunakan untuk mengangkut dan mengeluarkan, yang berisi produk yang dibekukan adalah troly dengan jumlah muatan yang banyak dan mempunyai ukuran tinggi 1,5 m dengan lebar 0,5 m dan panjang 2 m yang dilengkapi dengan rak dan roda. Alat ini terbuat dari besi yang tahan karat.

Gambar 10. Penyusunan fillet ikan pada pan 4.3.11 Pembekuan

Pembekuan Air Blast Freezer (ABF) menggunakan suhu (-35)–(-40)0C selama 8 jam dan kapasitas penyimpanan ABF di PT. Usaha Centraljaya Sakti adalah 35 ton.

Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alamiah produk. Suhu produk ketika keluar dari ABF adalah (-18)–(-25) 0C.

Pembekuan di ABF yang diterapkan adalah pembekuan cepat. Semakin lama proses pembekuan maka produk beku yang di hasilkan juga semakin bagus, karena umur simpan produk lebih tahan lama sampai pengiriman. Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Fillet ikan yang sudah di tata dalam long pan hingga penuh. Long pan yang sudah ditata dengan fillet ikan dimasukan dalam rak-rak hingga semua rak terisi, dan proses selanjutnya dilakukan

pembekuan, awal proses pembekuan, terjadi fase precooling dimana suhu diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan bahan berada pada keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini tejadi pembentukan kristal es.

Pernyataan ini sesuai dengan Rohanah ( 2002), bahwa fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku, semua kandungan bahan dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi perubahan fase, dan terjadi pembentukan kristal es. Pada proses ini pembekuan dilakukan dengan air blast freezer (ABF) dengan menggunakan amoniak sebagai refrigerant. ABF memanfaatkan aliran udara dingin sebagai refrigerant dimana udara didinginkan dengan sebuah unit pendingin hingga mencapai suhu -30oC sampai -40oC.

Selanjutnya udara dingin ini akan dialirkan ke tempat penyimpanan ikan yang akan dibekukan. Pada proses ini pembekuan dilakukan pada suhu -40oC selama 1 jam namun untuk memaksimalkan pembekuan produk maka di PT. Usaha Central jaya Sakti menerapkan pembekuan ABF selama 8 jam.

4.3.12 Pengepakan

Proses packing ini terdiri dari 2 perlakuan yaitu pengemasan dan penimbangan. Pengemasan memegang peranan yang sangat penting dalam pengawetan bahan makanan. Pernyataan ini sependapat dengan Nurminah (2006), bahwa kemasan mempunyai peranan penting, berfungsi untuk melindungi produk dari kontaminasi lingkungan, menjaga kualitas produk, sebagai sarana promosi dan informasi serta akan meningkatkan nilai jual produk.

Proses pengepakan yaitu fillet ikan disusun dalam master carton (MC) sesuai dengan grade dan ukurannya, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan berat 10-30 lbs atau setara dengan 4-12 kg per master karton, penimbangan berat ini dilakukan dengan bedasar rumus (1 lbs = 0,454 kg).

Kemasan bagian atas karton di tutup rapat menggunakan pelekat divlag band bening berukuran 5 cm. Hal ini sesuai dengan Winarno (2000) yang menyatakan bahwa vlag band dan strapping band digunakan untuk merekatkan kedua sisi penutup

karton. Kemudian dicantumkan keterangan mengenai produk hal ini sesuai dengan SNI 01-2710.3-2006 yang menyatakan bahwa kemasan produk harus disertai sekurang-kurangnya sebagai berikut : jenis produk, berat bersih produk, nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap, tanggal, bulan, dan tahun produksi serta kadaluarsa.

Gambar 11. Packing 4.3.13 Penyimpanan Beku

PT. Usaha Central jaya Sakti saat ini mempunyai 2 gudang penyimpanan beku atau cold storage, pada penggunaanya dibedakan menurut jenis produknya, mengingat PT. Usaha Central jaya Sakti memiliki banyak macam produk.

Keseluruhan cold storage yang ada ini rata-rata mempunyai suhu -250C.

Berdasarkan Code of Practise for Frozen Fish dalam Ilyas (1993), bagi produk ikan beku yang akan digunakan sebagai bahan mentah bagi pengolahan selanjutnya dianjurkan menyimpan dalam gudang beku -180C atau lebih rendah hal ini dapat memperpanjang daya simpan produk beku. Kapasitas penyimpanan produk kedua cold storage tersebut yaitu 500 ton. Sedangkan ruang anteroom terdapat di sepanjang cold storage sebagai tempat penyinggahan produk yang akan disimpan dalam cold storage dengan tujuan menurunkan suhu produk mendekati suhu cold storage. Masa

penyimpanan produk PT. Usaha Central jaya Sakti yang paling lama dalam cold storage adalah berkisar 6-10 bulan.

4.4. Perubahan Suhu Selama Proses Pembekuan Ikan Kerapu

Pada Tabel 5. Dapat dilihat perubahan suhu pada setiap tahapan proses tidak lebih dari 30C hal ini berarti sesuai dengan SNI 01-2710.2-2006 tentang suhu maksimal tahapan proses adalah 4,40C.

Tabel 5. Perubahan Suhu Selama Tahapan Proses Pembekuan

No Tahap Proses Suhu (0C)

6 Penimbangan hasil fillet dan sizing 2.5

7 Pewadahan 2.3

Mutu bahan pangan dapat didefinisikan sebagai kelompok sifat, faktor-faktor atau karakteristik bahan pangan (komoditas) yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas bahan tersebut bagi pembeli atau pengguna. Saat ini standar mutu produk pangan tidak hanya ditetapkan dari produk akhir melainkan juga dilihat

dimulai dari pengawasan bahan baku, cara-cara memproduksi bahan, meliputi juga aspek manajemen mutu (Syarif, 1994).

Pengawasan mutu yang dilakukan di PT. Usaha Centraljaya Sakti didasarkan pada konsep Hazard Analysis dan Critical Control Point (HACCP) walaupun penerapannya belum efektif pengawasannya dilakukan baik pada bahan baku, air, selama proses pengolahan dan pada produk beku agar produk akhir yang dihasilkan bermutu tinggi.

4.5.1 Pengawasan Mutu Bahan Baku

Bahan baku selalu dijaga suhunya mulai dari daerah transit sampai dengan proses berlangsung. Suhu bahan baku tidak boleh lebih dari 30C. Saat perjalanan dari daerah transit bahan baku disusun dan ditambah es untuk mencegah terjadinya penurunan mutu bahan baku. Menurut Ilyas (1983) menyatakan bahwa terutama lemak ikan segera akan dioksidasi oleh oksigen udara yang menimbulkan bau dan rasa tengik. Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat oleh salah satunya yaitu penurunan suhu.

4.5.2 Pengawasan Mutu Produk Beku

Dalam produk beku yang harus diperhatikan adalah suhu dari produk. Jangan sampai suhu produk turun dengan cepat. Hal ini akan menyebabkan penurunan mutu produk beku. Menurut Ilyas (1993) menyatakan bahwa pada suhu -200C denaturasi menjadi minimum, bakteri tidak dapat berkembang dan oksidasi lemak juga dapat dihambat dengan suhu beku -200C. Pada ruang penyimpanan atau cold storage suhu yang digunakan adalah -250C. Suhu ini sudah sesuai dengan pendapat Ilyas (1993) yang menyatakan bahwa pada suhu dibawah -400C sedikit sekali terjadi denaturasi. Sistem pengeluaran produk beku dari dalam cold storage menggunakan sistem FIFO (first in first out). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada produk yang telah lama disimpan. Untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada produk petugas mekanik juga mengawasi suhu dari cold storage.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Proses pembekuan fillet ikan kerapu di PT. Usaha Centraljaya Sakti mengacu pada Good Manufacturing Practise yang di mulai dari tahap penerimaan bahan baku, pensortiran, pemfilletan, perapihan, penimbangan dan penentuan size, pencucian, pewadahan, penambahan gas CO (karbon monoksida), penyimpanan dingin, pengemasan, pembekuan, pengepakan, dan penyimpanan beku.

Fillet beku di bungkus dan di vakum terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya oksidasi dan loss weight yang tinggi sebelum dibekukan.

Rendemen yang dihasilkan produk fillet kerapu beku sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin less dihasilkan sebesar 38%.

5.2 Saran

Perlunya penambahan supplier untuk memaksimalkan bahan baku yang akan diproduksi sehingga tidak terjadinya kenaikan dan penurunan bahan baku.

Upaya kerja dan kehati-hatian dalam pemfilletan harus dilakukan semaksimal mungkin untuk mencapai target rendemen yang dihasilkan dalam bentuk skin on dan skin less.

Pengawasan yang sudah dilakukan, tidak hanya pada bahan baku dan mutu produk akhir akan tetapi dilakukan pada tiap tahapan proses sehingga memenuhi kelayakan untuk dikonsumsi secara aman.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto dan Liviawaty. 1989. Proses Pembekuan. Pengolahan dan Pembekuan Ikan.

Kanasius Yogyakarta.

Afrianto E, Livianty H. 2002. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:PT.

Penebar Swadaya. 196 Hlm.

Anonim. http//www.dkp.go.id/upload/JiCA/Book%20File/SME.pdf. Diakses pada 16 april 2016.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) 2006. SNI 01- 2696.3-2006 Penanganan dan Pengolahan Fillet Ikan Kakap Beku. Jakarta

Bonnel. A.D. 1994. Quality Assurance in Seafood Processing. A Practical and Guide.

Chapman & Hall. United State.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP) 2006, Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta. Satker Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan

Fellows, P. 1990. Food Processing Technology Principles and Practices. Ellis Horswood England.

Gunarso, 1995. http//www.damandiri.iskandarzulkarnaenipbbab2.pdf. diakses pada 4 april 2016

Hardiwiyanto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Liberty.

Yogyakarta.

Ilyas. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV. PARIPURNA. Jakarta Iqbal, I.M. 1997. Prospek dan peluang pengembangan produksi perikanan Indonesia.

Bulletin Warta Mina No. 89 Tahun X. Departemen Pertanian. Jakarta

Marsambuana dan Utojo. 2001. Identifikasi Spesies Ikan Kerapu Hasil Tangkapan Di Perairan Laut Sekitar Sulawesi Selatan.

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.

Kanasius. Yogyakarta

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya Jakarta.

Nadzira,Ummu.2009. Mengenal Produk Beku. Yogya. http://pondokibu.com/rumah tangga/mengenal produk beku. Diakses pada 4 April 2016

Narbuko, Cholid dan Abu achmadi. H. 2001. Metode penelitian. Bumi Aksara. Jakarta

Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nurminah. 2002. Kemasan. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Plastik.

Poernomo. 2009. Penerapan Sistem Rantai Dingin Untuk Mempertahankan Kesegaran Ikan Di dalam : Nikijuluw V, penyunting. Meningkatkan Nilai Tambah Perikanan. Jakarta: Satker Ditjen P2HP.

Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Pengolahan Makanan. Kanisius. Jakarta

Purwaningsih, S. 1993. Teknik Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya.Jakarta.

Resosudarmo, B.P., D. Hartono., T. Ahmad., N.I.L.Subiman.,Olivia dan A.Noegroho.2002. Analisa penentuan sektor prioritas di kelautan dan perikanan Indonesia. Jurnal Pesisir dan Laut Volume 4 No.3,2002

Syamsir, Elvira. 2008. Prinsip Pembekuan/Freezing.http://id.shvoong.com/exact-sciences/1799740-prinsip-pembekuan- freezing-pangan/ (4 April, 2016)

Tanikawa, E. 1971. Marine Product In Japan. Koseisha-Koseishaku Company. Tokyo Winarno F.G dan Surono.2002. HACCP dan Penerapan dalam Industri Pangan.

M-Brio press. Bogor

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur proses pembekuan fillet ikan kerapu di PT. Usaha Centraljaya Sakti

Penerimaan bahan baku

Pensortiran (Pencucian I & Penimbangan I)

Pemfilletan (Rantai dingin)

Trimming (Perapihan bentuk fillet)

Penimbangan hasil fillet (Rantai dingin)

Pencucian (Penambahan khlorin 5ppm)

Pewadahan (Plastik dilapisi spons)

Pengisian gas CO (penambahan 0,5%)

Penyimpanan dingin (Chilling room 2ºC)

Pengemasan CO (Karbon monixida)

dapat memperbaiki kenampakan fillet ikan

GMP

Pembekuan (ABF -35ºC)

Pengepakan Penyimpanan beku Lampiran 2. Gambar kegiatan proses pembekuan fillet ikan kerapu

Penerimaan bahan baku Pensortiran bahan baku

Penimbangan bahan baku Pemfilletan

Trimming Pencucian fillet

Penimbangan fillet Pewadahan

Pengisian gas CO Chilling

Pengemasan Fillet beku

Penimbangan akhir Pengepakan

Penyimpanan beku

Lampiran 3. Struktur Organisasi di PT. UCS

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkapJUMARNI” dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1995 di Lamurukung, Kecamatan Tellusiattinge, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H. Abdullah dan Ibu Hj. Sahariah.

Penulis mengawali pendidikan di SDN 21 Jennae pada tahun 2001. pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Ma‟rang hingga dinyatakan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di MAN Pangkep pada tahun 2010 hingga dinyatakan lulus pada tahun 2013.

Selanjutnya pada tahun 2013, penulis memasuki Program Diploma III pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan mengambil Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP). Selama kuliah penulis aktif di Lembaga Internal dan Eksternal kampus sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (HIMATERIN-PPNP), bergabung di Kerukunan Mahasiswa Politeknik Pertanian Pangkep (KMP3) dan menjadi pengurus menjabat sebagai koordinator bidang pengembangan organisasi di Asosiasi Masyarakat Pengolah Pemasar Produk Kelautan Perikanan kab. Pangkep (AMP3KP) periode 2016/2017 serta di amanahkan menjadi bendahara pada organisasi kepemudaan yaitu Forum Kewirausahaan Pemuda (FKP) DPD Pangkep periode 2016-2021 dibawah naungan Kementrian Pemuda dan Olahraga.

Pada tahun 2016 penulis melakukan kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama ± 3 bulan di PT. Usaha centraljaya sakti dan menyelesaiakan tugas akhir dengan judul “Proses Pembekuan Fillet Ikan Kerapu (Epinephelus sp) di PT.

Usaha Centraljaya Sakti, Makassar”.

Dokumen terkait