• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PEMBEKUAN FILLET IKAN KERAPU (Epinephelus sp) DI PT. USAHA CENTRALJAYA SAKTI TUGAS AKHIR OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSES PEMBEKUAN FILLET IKAN KERAPU (Epinephelus sp) DI PT. USAHA CENTRALJAYA SAKTI TUGAS AKHIR OLEH"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PEMBEKUAN FILLET IKAN KERAPU (Epinephelus sp) DI PT. USAHA CENTRALJAYA SAKTI

TUGAS AKHIR

OLEH

JUMARNI 1322030308

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2016

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Proses Pembekuan Fillet Ikan Kerapu (Epinephelus sp) di PT. Usaha Centraljaya Sakti, Makassar.

TUGAS AKHIR

OLEH

JUMARNI 1322030308

Tugas Akhir Ini Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Diploma III Pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Zulfitriany D.M.,SP.,M.P. A. Ita Juwita.,S.Si.,M.Si.

NIP.19760810 200912 2 002 NIP.19840405 200912 2 002

Direktur Politani Pangkep Ketua JurusanTPHP

Dr. Ir. Darmawan.,MP. Ir. Nurlaeli Fattah.,M.,Si.

NIP.19670202 199803 1 002 NIP.19680807 199512 2 001

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJIAN

Judul Tugas Akhir : Proses Pembekuan Fillet Ikan Kerapu (Epinephelus sp) di PT. Usaha Central jaya Sakti Makassar.

Nama Mahasiswa : JUMARNI

NIM : 1322030308

Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Tanggal Lulus : 12 September 2016

Disahkan Oleh Tim Penguji

1. Zulfitriany D.M.,SP.,M.P. (...)

2. A. Ita Juwita.,S.Si.,M.Si. (...)

3. Dr. Ir. Sitti Nurmiah.,M.Si. (...)

4. Arnida Mustafa.,S.TP., M.Si. (...)

(4)

JUMARNI, 13 22 030 308. Proses Pembekuan Fillet Ikan Kerapu (Epinephelus sp) di PT. Usaha Centraljaya Sakti, Makassar, Sulawesi Selatan di bawah bimbingan ZULFITRIANY DM dan A. ITA JUWITA.

RINGKASAN

Pembekuan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Jenis pembekuan terbagi menjadi dua golongan yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan pembekuan lambat (slow freezing)

Pembekuan didasarkan pada dua prinsip yaitu: Suhu yang sangat rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat aktivitas enzim dan reaksi kimiawi serta pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas di dalam pangan.

Alur proses pembekuan fillet ikan kerapu dimulai dari penerimaan bahan baku , sortir, filleting, trimming, pencucian, penimbangan hasil fillet dan sizing, pewadahan, smoke, penyimpanan dingin, pengemasan, pembekuan, pengepakan, dan penyimpanan beku. Rendemen yang dihasilkan produk skin on sebesar 43%

sedangkan 38% untuk produk skin less

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mempelajari proses pembekuan fillet ikan kerapu (Epinephelus sp). Adapun kegunaan penulisan tugas akhir ini adalah memberikan informasi tentang proses pembekuan fillet ikan kerapu (Epinephelus sp).

Penulisan tugas akhir ini didasarkan pada Pengalaman Kerja praktek Mahasiswa yang berlangsung selama tiga bulan terhitung mulai 01 februari sampai 02 mei 2016, di PT. Usaha Centraljaya Sakti, Makassar, Sulawesi Selatan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah pengumpulan data primer dan data sekunder yaitu melakukan wawaancara langsung serta mengumpulkan data dan informasi dari instansi setempat dan melakukan studi literatur yang berkaitan dengan kegiatan proses pembekuan ikan kerapu bentuk fillet skin on dan skin less.

Kata Kunci : Ikan kerapu, Pengolahan, Pembekuan, Fillet,

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas seminar tepat waktu, tak lupa penulis kirimkan salam dan salawat kepada Nabi besar Muhammad Saw selaku sosok yang membawa cahaya hikmah ilmu pengetahuan

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam penyusunan. Oleh karena itu, penulis harapkan kritik dan saran dari pembaca.

Selesainya penulisan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis Bapak H. Abdullah & Ibu Hj. Sahariah yang telah memberikan dukungan penuh berupa moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir tepat waktu.

2. Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka.,SP.,MP. dan A. Ita Juwita.,S.Si.,M.Si.

Selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Ibu Ir. Nurlaeli Fattah.,M.Si. Selaku ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

4. Bapak Dr. Ir. Darmawan.,M.P. Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

5. Serta teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri.

Pangkep, 27 Juli 2016

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAH ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJIAN... ii

RINGKASAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBA ... viii

DAFTAR TABEL... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Kegunaan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ikan Kerapu ... 3

2.2. Pengertian Pembekuan . ... 4

2.2.1. Metode Pembekuan ... 5

2.2.2. Prinsip Pembekuan ... 6

2.3. Bahan Baku ... 7

2.4. Bahan Pembantu ... 8

2.4.1. Air ... 8

2.4.2. Es . ... 8

2.5. Pengertian Fillet. ... 8

2.6. Proses Pembekuan Fillet . ... 9

2.6.1. Penerimaan Bahan Baku . ... 9

2.6.2. Sortasi . ... 9

2.6.3. Penimbangan I . ... 9

(7)

2.6.4. Penyisikan . ... 9

2.6.5. Pencucian I . ... 9

2.6.6. Pemilletan . ... 9

2.6.7. Perapian . ... 9

2.6.8. Pencucian II dan Pembungkusan . ... 10

2.6.9. Penyusunan dalam Pan . ... 10

2.6.10. Pembekuan . ... 10

2.6.11. Penimbangan II . ... 10

2.6.12. Pengepakan . ... 10

2.6.13. Penyimpanan . ... 10

2.7. Mutu Produk Akhir . ... 11

III. METODOLOGI 3.1. Metode Pengumpulan Data . ... 12

3.1.1. Data Primer . ... 12

3.1.2. Data Sekunder . ... 12

3.2. Alat dan bahan ... 12

3.3. Prosedur Kerja ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bahan Baku . ... 14

4.2. Bahan Pembantu ... 14

4.3. Alur Proses Pembekuan Ikan Kerapu . ... 15

4.3.1. Penerimaan Bahan Baku . ... 15

4.3.2. Penyortiran ... 16

4.3.3. Pemilletan. ... 17

4.3.4. Trimming. ... 17

4.3.5. Pencucian. ... 18

4.3.6. Penimbangan ... 19

4.3.7. Pewadahan. ... 20

4.3.8. Pengisian Gas CO. ... 20

(8)

4.3.9. Penyimpanan Dingin . ... 21

4.3.10. Pengemasan . ... 21

4.3.11. Pembekuan . ... 22

4.3.12. Pengepakan. ... 23

4.3.13. Penyimpanan Beku ... 24

5.4. Perubahan Suhu Pada Pembekuan Fillet Ikan Kerapu . ... 25

5.5. Pengawasan Mutu . ... 25

5.5.1. Pengawasan Mutu Bahan Baku . ... 26

5.5.2. Pengawasan Mutu Produk Beku . ... 26

V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan . ... 27

6.2. Saran . ... 27 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Morfologi Ikan Kerapu . ... 3

2. Penerimaan Bahan Baku . ... 15

3. Pensortiran Bahan Baku ... 16

4. Pemilletan . ... 17

5. Trimming ... 18

6. Pencucian . ... 19

7. Penimbangan dan Penentuan Ukuran ... 20

8. Pewadahan ... 20

9. Pengisian gas CO . ... 21

10. Penyusunan Fillet Ikan Pada Pan ... 22

11. Packing MC ... 24

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Tabel 1. Karakteristik Kesegaran Bahan Baku . ... 7

Tabel 2. Jenis Uji dan Persyaratan Mutu Produk ... 11

Tabel 3. Ukuran Jenis Ikan Kerapu ... 16

Tabel 4. Ukuran Size Ouche . ... 19

Tabel 5. Perubahan Suhu Selama Tahapan Proses Pembekuan ... 25

(11)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor perikanan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Potensi perikanan sebesar 6,7 ton per tahun yang terdiri dari sumber daya perikanan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif 2,3 juta ton pertahun (Iqbal, 1997) dan merupakan produsen penangkapan ikan nomor empat di dunia, karena memiliki potensi dan sumber daya alam yang sangat besar. Indonesia sebagai Negara Maritim dimana salah satu daerah penghasil ikan adalah daerah Sulawesi Selatan. (Subhan, 2009). Tetapi tingkat pemanfaatannya baru sekitar 65%, oleh karena itu pemanfaatannya perlu ditingkatkan (Resosudarmo et.al., 2002)

Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi namun jenis komoditi ini termasuk mudah rusak (perishablefood). Menurut Moeljanto (2002) untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sebaik dan selama mungkin, maka dilakukanlah pengolahan dan pengawetan ikan yang bertujuan menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan (kemunduran mutu).

Berbagai cara pengawetan telah banyak dilakukan, tetapi sebagian diantaranya tidak mampu mempertahankan sifat-sifat alami ikan. Salah satu cara mengawetkan ikan yang tidak mengubah sifat alami ikan adalah pembekuan (Murniyati dan Sunarman, 2000). Dengan menggunakan kebutuhan refrigrasi pada proses pendinginan dan pembekuan ikan, maka akan mencegah terjadinya kemunduran mutu ikan segar sehingga aktivitas dan pertumbuhan bakteri pembusuk dapat dihambat dan menjadikan daya awet ikan dapat di perpanjang.

Fillet ikan beku adalah salah satu teknologi pengolahan hasil perikanan yang dapat memberi nilai tambah. Hal ini disebabkan pasar intenasional yang lebih memilih produk dalam bentuk fillet daripada utuh (whole) untuk proses lebih lanjut

(12)

dengan menjaga standar pengolahan, diantaranya menjaga kesegaran mutu ikan dengan cara pembekuan dan penyimpanan beku.

Direktorat Jendral Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (Ditjend P2HP, 2006) menyatakan, fillet ikan sebagai suatu produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan segar yang mengalami perlakuan penyiangan, penyayatan, dengan atau tanpa pembuangan kulit, perapihan, pencucian, dengan atau tanpa pembekuan, pengepakan dan penyimpanan segar atau beku. Bentuk fillet ikan terbagi dalam dua jenis yaitu fillet ikan dengan kulit (skin on) dan fillet ikan tanpa kulit (skin less).

Adapun beberapa hal yang melatar belakangi pengambilan judul pembekuan fillet ikan kerapu yaitu, potensi pasar yang luas dan minat pasar internasional yang masyarakatnya gemar mengkonsumsi seafood serta produk fillet ikan kerapu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, akan tetapi produk perikanan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan karena aktivitas enzim dan mikrobiologi maka dari itu perlu dilakukan pembekuan untuk memperpanjang daya simpan serta mempertahankan mutu produk perikanan tersebut.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Laporan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mempelajari alur proses pembekuan fillet ikan kerapu (Epinephelus.sp) di PT. Usaha Centraljaya Sakti, Makassar.

Sedangkan Kegunaannya untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam proses pembekuan fillet ikan kerapu (Epinephelus sp) dan hasil penyusunan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi referensi sebagai bahan kepustakaan mahasiswa.

(13)

II.

TNJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Kerapu (Epinephelus sp)

Menurut Tarwiyah (2001) Ikan kerapu (Epinephelus sp) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Percoidea Divisi : Perciformis Famili : Serranidae Sub famili : Epinepheline Genus : Epinephelus Spesies : Epinephelus sp.

Ikan kerapu memiliki ciri-ciri bentuk tubuhnya agak rendah, rahang atas dan bawah dilengkapi gigi yang lancip dan kuat, mulut lebar serong keatas dengan bibir bawah yang sedikit menonjol melebihi bibir atas. sirip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang, bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak posisi sirip perut berada dibawah sirip dada, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip.

(14)

Gambar 1. Morfologi Kerapu (Epinephelus sp)

Kerapu umumnya dikenal dengan nama groupers ditemukan diperairan pantai Indo-Pasifik sebanyak 110 spesies dan diperairan Filipina dan Indonesia sebanyak 46 spesies yang tercakup kedalam 7 genera yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola (Marsambuana dan Utojo, 2001).

2.2. Pengertian Pembekuan

Pembekuan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Pembekuan terbagi menjadi dua golongan yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat (Murniyati. 2000).

Pembekuan didasarkan pada dua prinsip yaitu Suhu yang sangat rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat aktivitas enzim atau reaksi kimiawi dan pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas di dalam pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Pada beberapa bahan pangan, proses blansir perlu dilakukan sebelum pembekuan untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan. Pada skala domestik, pangan yang

(15)

akan dibekukan diletakkan di dalam freezer dimana akan terjadi proses pindah panas yang berlangsung secara konduksi (untuk pengeluaran panas dari produk) Proses ini berlangsung selama beberapa jam, tergantung pada kondisi bahan pangan yang akan dibekukan, di industri pangan telah dikembangkan metode pembekuan lainnya untuk mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku dalam waktu yang pendek. Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan (Syamsir, 2008 ).

Sedangkan menurut Afrianto dan Liviawaty (1998) proses pembekuan merupakan proses terjadinya pemindahan panas dari tubuh ikan yang bersuhu lebih tinggi ke refrigrant yang bersuhu rendah. Dengan demikian kandungan air dalam tubuh ikan akan berubah menjadi kristal es. Kandungan air ini terdapat di dalam sel jaringan dan ruang antar sel.

2.2.1 Metode Pembekuan

Adawyah (2007), menjelaskan berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pembekuan Cepat (Quick Freezing)

Pembekuan cepat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari dua jam. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan, jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang mengalami drip.

Pembekuan cepat terdapat tiga metode yaitu:

a. Pembekuan dengan aliran udara dingin (blast freezing): bahan pangan yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu - 40oC atau lebih rendah lagi).

b. Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat exchanger) produk dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es berukuran besar. Produk digesekkan pada permukaan pendingin.

(16)

c. Pembekuan kriogenik (Cryogenic Freezing) dimana nitrogen cair (atau karbondioksida) disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan berukuran kecil seperti udang atau strawberry. Karena cairan nitrogen dan karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat rendah (berturut-turut -196oC dan -78oC) maka proses pembekuan akan berlangsung spontan (Syamsir, 2008).

2. Pembekuan Lambat (Slow Freezing atau Sharp Freezing)

Pembekuan lambat yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih dari dua jam. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak jaringan daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing menjadi kurang baik karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.

Pembekuan lambat umumnya menyebabkan rendahnya kualitas produk. Akan tetapi, perbedaan dalam kualitas tidak dipengaruhi oleh perbedaan dalam bentuk kristal es.

Dinding otot ikan cukup elastis untuk menampung bentuk kristal es yang lebih besar tanpa kerusakan yang berlebihan. Selain itu, sebagian besar air dalam otot ikan berbentuk gel dan terikat pada protein sehingga hanya sedikit cairan yang hilang walaupun kerusakan sel benar-benar terjadi.

Penurunan kualitas selama pembekuan lebih berhubungan dengan perubahan sifat protein. Pembekuan menyebabkan beberapa perubahan dalam protein, oleh sebab itu disebut dengan istilah “perubahan sifat” (“denaturation”) (Annonymous, 2009). Murniyati dan Sunarman (2000), menjelaskan metode pembekuan berdasarkan alat yang digunakan dibagi menjadi 5 macam :

a. Sharp Freezer, termasuk metode pembekuan lambat, yaitu produk diletakkan di atas rak yang terbuat dari pipa pendingin.

b. Multi Plate Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan susunan pelat aluminium sebagai pendingin, yaitu ikan dijepitkan di antara pelat-pelat tersebut. Metode ini lebih efisien dan cepat membekukan produk.

c. Air Blast Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan udara dingin, yaitu dengan menghembuskan dan mengedarkan udara dingin ke sekitar produk secara kontinyu.

(17)

d. Immersion Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin.

Pembekuan berlangsung cepat, sering dipraktekan dikapal penangkapan (udang dan tuna). Alatnya: Brine Freezer.

e. Spray Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin dengan menyemprot bahan brine dingin, biasa dipakai untuk membekukan ikan lemuru atau kembung.

2.2.2 Prinsip Pembekuan

Pada dasarnya pembekuan memiliki kesamaan dengan pendinginan dengan tujuan untuk mengawetkan sifat-sifat alami produk yang dibekukan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es.

Murniyati dan Sunarman, (2000) menjelaskan keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet produk yang dibekukan lebih besar dibandingkan dengan produk yang hanya didinginkan. Untuk mencegah akibat negatif dari pembekuan seperti terjadinya kristal–kristal es yang besar dalam bahan, maka bahan dibekukan dengan sistem quick freezing pada suhu – 24 ºC sampai –40 ºC. Ikan dibekukan dengan baik dan disimpan pada suhu dibawah –17 ºC dapat tahan sampai 6 bulan Wahyudi (2003).

2.3. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan berasal dari perairan yang tidak tercemar oleh limbah berbahaya dari aktifitas produksi manusia yang merusak ekosistem perairan, perairan yang tercemar bahan kimia akan berdampak buruk dan dapat membahayakan kesehatan, (Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan, 2006).

Bahan baku yang mengalami kemunduran mutu karena kesalahan penanganan dan kontaminasi bakteri pathogen. Tujuan untuk mendapatkan mutu bahan baku yang sesuai spesifikasi mutu serta bebas dari bakteri patogen. Petujuk pengujian bahan baku diuji secara organoleptik kemudian ditangani secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat bahan baku antara 00C sampai 50C. Bahan baku diidentifikasi dan

(18)

diberi kode untuk kemudahan dalam penelusuran traceability dan diperlukan sampai produk akhir (SNI 2731.1:2010).

Secara umum bahan baku harus berasal dari perairan yang tidak tercemar, sedangkan mutu bahan baku sekurang kurangnya harus dinilai aspek sensorisnya seperti rupa, warna, bau, dan tekstur daging serta rasa. Penyimpanan bahan baku segar harus memenuhi persyaratan suhu tertentu yaitu 00C sampai 50C ditempat saniter dan higienis (Mangunsong, 1995).

Karakteristik kesegaran bahan baku perikanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik kesegaran bahan baku

No Parameter Uraian

1. Mata Mata yang masih cembun menandakan ikan segar

2. Insang Berwarna merah

3. Daging Elastis, padat dan kompak

4. Bau Segar, bau spesifik ikan

5. Tekstur Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang

Sumber : SNI 01-2696.3-2006

Pada dasarnya mutu bahan baku harus bersih, bebas dari bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.

2.4. Bahan Pembantu 2.4.1 Air

Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan harus tidak merusak, mengubah komposisi dan sifat khas dari ikan. Pengawasan terhadap air yang dipakai untuk kegiatan unit pengolahan harus memenuhi persyaratan air minum dan secara kontinyu diperiksakan di laboratorium yang telah diakreditasi oleh pemerintah (Purwaningsih, 1993).

2.4.2 Es

(19)

Es adalah bahan penyelamat mutu produk industri pengolahan perikanan oleh sebab itu es yang tersedia dalam pabrik pengolahan harus cukup. Banyaknya es yang digunakan akan sangat tergantung pada kecepatan pengolahan dan fasilitas lain misalnya water chiller. bahan baku es yang digunakan harus terbuat dari air bersih yang memenuhi standar persyaratan air minum.

2.5. Pengertian Fillet

Moeljanto (2000) mengatakan bahwa proses pengawetan fillet dengan cara pembekuan juga berlaku untuk daging. Daging ikan tanpa tulang yang disebut fillet bahkan seringkali untuk ikan-ikan tertentu yang berharga mahal tidak hanya isi perut, tulang dan kepala saja yang dibuang tetapi juga kulitnya, sehingga daging - daging ikan itu tanpa tulang, tanpa tulang, tanpa kulit dan tanpa sirip yang disebut fillet bersih.

2.6. Proses Pembekuan Fillet

Menurut Moeljanto (1992), proses pengolahan fillet ikan beku antara lain:

2.6.1 Penerimaan bahan baku

Ikan kerapu yang digunakan sebagai bahan mentah (raw material) adalah ikan yang benat-benar masih segar, belum mengalami pencemaran, baik oleh bakteri maupun zat-zat beracun.

2.6.2 Sortasi

Setelah bahan baku diterima dilakukan dilakukan penyortiran untuk memperoleh keseragaman bahan baku yang digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran jenis, mutunya. Saat sortasi , ikan ditempatkan dalam meja penampungan yang terbuat dari stainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air.

Selama proses, penerapan rantai dingin juga selalu dijaga sehingga suhu ikan tidak lebih dari 50C caranya dengan memberi es pada ikan.

2.6.3 Penimbangan I

Setelah dilakukan sortasi kemudian dilakukan penimbangan. ditimbang dengan menggunakan timbangan gantung. Ikan ditimbang kemudian dicatat berdasarkan berat ikan, jenis dan ukuranya. Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat

(20)

total ikan yang datang dan menghitung berapa jumlah ikan tiap ukuran dan jenisnya serta sebagai pengawasan hasil sortasi. Penyisikan (scaling)

2.6.4 Penyisikan

Penyisikan dilakukan sebersih mungkin menggunakan alat penyisikan yang terbuat dari stainless, untuk mencegah kerusakan fisik seperti kulit sobek atau lecet.

Suhu ikan tidak lebih dari 50C dengan cara pemberian es curah.

2.6.5 Pencucian I

Pada tahapan ini menggunakan air dan bak pencucian yang terbuat dari stainless. Pencucian dilakukan dengan merendam ikan dalam bak berupa cekungan yang ada disamping meja penyisikan. Dengan posisi yang dekat ini diharapkan agar mempermudah nantinya dalam pengangkatan ikan untuk di fillet

2.6.6 Pemilletan

Cara membuat fillet ikan adalah dengan cara baringkan sejajar atau menyudut dengan tepi meja, kemudian iris dagingnya dengan pisau khusus. Usahakan agar sebanyak mungkin daging di bagian isi terambil dan sedikit mungkin tertinggal pada kerangka ikan dan jangan sampai terikut duri, sirip, dinding perut maupun isis perut lainnya. Jika menginginkan fillet ikan tanpa kulit (skin less), setelah pekerjaan diatas selesai, kulit ikan dibuang.

2.6.7 Perapihan

Setelah di fillet kemungkinan daging masih terlihat berantakan sehingga perlu dilakukan perapihan, kemudian kerapiannya diteliti sambil disemprot dengan air garam / air laut yang diberi kaporit, lalu dicelupkan kedalam larutan garam dengan konsentrasi 6-15% selama 20-30 detik. Kepekaan larutan garam dan lama pencelupan (dipping) ini tergantung pada ketebalan fillet dan jenis ikan.

2.6.8 Pencucian II dan Pembungkusan

Pada pencucian ini dilakukan diatas meja fillet dengan menggunakan baskom dengan menggunakan air bersih dan diberi es curah didalam baskom. Tujuan dari pencucian ini adalah membersikan daging fillet dari kotoran-kotoran yang menempel

(21)

pada saat perapian dan cabut duri. Pembungkusan disini dilakukan dengan cara melipat plastik sesuai dengan bentuk dari daging fillet dan diusahakan plastic tertutup rapat dan tidak sobek. Fungsi dari pembungkusan ini adalah untuk mencegah dehidrasi pada daging fillet selama pembekuan.

2.6.9 Penyusunan dalam pan

Fillet ikan disusun dalam pan, long pan yang digunakan terbuat dari aluminium dan ukuranya adalah 100x40 dan tinggi 40 cm. Alat yang digunakan untuk mengangkut dan mengeluarkan produk yang dibekukan adalah lori

2.6.10 Pembekuan

Pembekuan dilakukan hingga suhu pusat thermal ikan mencapai -180C sedangkan suhunya mencapai -250C sampai -300C. Alat pembekuan yang digunakan yaitu Air Blast Freezer (ABF) yang menggunakan refrigerant amoniak.

2.6.11 Penimbangan II

Timbangan yang digunakan adalah digital dengan kapasitas 20 kg penimbangan dilakukan sesuai permintaan konsumen.

2.6.12 Pengepakan

Pengawasan produk yang dibekukan harus teliti, teratur dan padat tanpa rongga- rongga di dalamnya. Bahan pengemas yang digunakan pada umumnya karton yang dilapisi dengan wax yaitu jenis lilin sehingga tidak rusak atau hancur oleh air (Moeljanto, 1992).

2.6.13 Penyimpanan

Penyusunan karton sesuai waktu pengolahannya. Pengangkutan produk harus dilakukan dengan cepat sehingga fluktuasi suhu tidak terjadi. Lamanya penyimpanan dingin juga mempunyai peranan penting, seperti waktu penyimpanan diperpanjang tetapi kerusakan lemak karena oksidasi berlangsung dengan baik (Hadiwiyoto, 1993)

2.7. Mutu Produk Akhir

Mutu produk akhir yang harus dicapai untuk memudahkan pemasaran, pemasakan, maupun penyajian, beberapa jenis ikan tertentu yang harganya mahal

(22)

(dagingnya putih atau kemerah merahan) diolah dan dibekukan dalam bentuk fillet (Moeljanto, 2000). Mutu produk akhir dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis uji dan persyaratan mutu produk fillet kerapu beku

No Jenis uji Persyaratan mutu produk

1 Organoleptik

- Nilai min. 7

2 Cemaran Mikroba

- ALT, maks. 500.000 koloni/g

- E. Coli < 3 APM/g

- Coliform 3 APM/g

- Salmonella Negatif per 25 g

- V. Cholerae Negatif per 25 g

- S. Aureus Negatif per 25 g

3 Cemaran Kimia

- Raksa (Hg) 0.5 mg/kg

4 Fisika

- Suhu pusat, maks. -180C

Sumber : Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan (2006).

(23)

III.

METODOLOGI

3.1. Metode Pengumpulan data:

3.1.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Baik diperoleh secara langsung dengan cara wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer yang didapat yaitu data yang diperoleh dari lapangan secara langsung mulai dari penerimaan bahan baku hingga pemasaran.

3.1.2 Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data lokasi perusahaan, ketenaga kerjaan, tata letak bangunan pabrik.

3.2. Alat dan bahan

Alat yang digunakan di PT. Usaha Central jaya Sakti untuk melakukan proses pembekuan ikan meliputi :

Meja Stainless Steal Kereta dorong

Pan Box penampungan

Selang air Pinset

Pisau Timbangan digital

Karanjang plastik

Sedangkan bahan yang digunakan untuk proses pembekuan fillet ikan kerapu di PT. Usaha Central jaya Sakti yaitu :

Ikan kerapu Es

Air bersih Chlorine

Plastik HDPE & LDPE Master Carton

(24)

3.3 Prosedur Kerja :

1. Bahan baku dari supplier diterima diatas meja penerimaan kemudian dilakukan pengecekan suhu.

2. Bahan baku disortir kemudian ditimbang berat totalnya.

3. Pembelahan dimulai dari pangkal ekor sampai perbatasan perut dan kepala kemudian kulit dipisahkan dari daging ikan menggunakan pisau.

4. Pada tahap trimming dilakukan pencabutan duri dengan cara posisi tubuh ikan bagian samping menghadap ke arah selatan dan tulang dicabut satu persatu menggunakan pinset dan dirapihkan dengan memisahkan daging merah dan daging putih.

5. Penimbangan daging fillet untuk menentukan size dan pemotongan sesuai ukuran dan berat yang telah ditentukan.

6. Pencucian menggunakan 2 bak, pertama dengan air es yang di tambahkan chlorin dengan konsentrasi 5-10 ppm sebanyak satu tetes, sedangkan bak kedua hanya menggunakan air es.

7. Fillet ikan di susun rapi ke dalam wadah plastik yang dilapisi dengan spon.

8. Pengisian gas CO melalui selang ke dalam plastik yang berisi fillet ikan sampai kantong plastik terisi penuh. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya agar gas tidak keluar.

9. Fillet ikan dengan gas CO disimpan dalam chilling room dengan suhu maksimal 2oC selama 24 jam

10. Pengemasan menggunakan kemasan plastik HDPE yang direkatkan dengan mesin vakum kemudian disusun pada long pan.

11. Long pan yang berisi fillet di angkut kedalam ABF menggunakan kereta dorong (trolly) dan pan disusun dalam rak yang ada dalam ABF.

12. Pengepakan produk dilakukan dengan memasukkan fillet ikan beku kedalam master carton yang dilapisi plastik LDPE yang di beri label dan dilakban.

13. Master Carton dimasukkan kedalam cold storage dengan suhu ruang -180C sampai - 25°C. Produk disusun rapi diatas rak pada ruang cold storage.

(25)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Bahan Baku

Bahan baku ikan kerapu didatangkan dari daerah Selayar, Bone, Sinjai, Takalar, dan Bulukumba menggunakan mobil Pick Up kemudian langsung diterima di ruang penerimaan. Dalam hal penjagaan mutu dan sanitasinya, pada proses pengadaan bahan baku, mulai dari pengangkutan hingga proses pembongkaran mendapatkan pengawasan terus-menerus, mulai dari kebersihan sekaligus mutu bahan baku yang akan masuk ruang proses.

Penerimaan bahan baku setiap hari berkisar 1 ton sampai 5 ton. Penerimaan bahan baku pada setiap harinya di PT. UCS tidak menentu, dikarenakan faktor-faktor yang memang tidak bisa dihindarkan seperti perubahan cuaca yang tidak menentu, musim, dan jarak pengiriman bahan baku yang jauh dari perusahaan.

4.2. Bahan Pembantu

Bahan pembantu adalah bahan yang secara sengaja ditambahkan dalam produk.

Bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan harus bersih tidak merusak, mengubah komposisi dan sifat khas dari ikan. Bahan pembantu pada proses pembekuan ikan terdiri dari air dan es.

1. Air

Air yang digunakan untuk proses pada PT. Usaha Central jaya Sakti, yaitu untuk mencuci bahan baku, membersihkan peralatan maupun ruang proses produksi, berasal dari air tanah/sumur bor yang berada di dalam lingkungan perusahaan, air tersebut layak untuk digunakan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna agar aman untuk digunakan pada proses pengolahan pada PT. Usaha Central jaya Sakti. pernyataan ini sesuai dengan pendapat Purnawijayanti (2001), yang menyatakan bahwa air tanah pada umumnya lebih bersih dari pada air permukaan karena air permukaan cenderung lebih mudah tercemar/terkontaminasi.

(26)

Air pencucian peralatan dan perlengkapan ditambahkan khlorin, dimana untuk pencucian kaki menggunakan 150 ppm, pencucian tangan 50 ppm, dan pencucian peralatan 10 ppm. Sedangkan untuk pencucian ikan menggunakan konsentrasi 5-10 ppm dilakukan untuk memastikan tidak adanya mikroba yg akan ditemukan pada produk.

2. Es

Es yang digunakan pada PT. Usaha Central jaya Sakti adalah es kristal yang halus dan tidak akan melukai ikan atau bahan baku. Jumlah es yang diperlukan pada unit pembekuan tergantung dari jumlah banyaknya bahan baku yang datang, apabila bahan baku yang datang banyak maka es yang dibutuhkan juga banyak. Kebutuhan es untuk proses pembekuan ikan kerapu dengan menggunakan es 1:1 yang bertujuan untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilyas (1983) yang menyatakan bahwa penggunaan es yang baik adalah 1:1 yaitu 1 kg ikan untuk 1 kg es.

4.3. Alur Proses Pembekuan

Alur proses pembekuan kerapu bentuk fillet di PT. Usaha Central jaya Sakti meliputi Penerimaan Bahan Baku, Pensortiran, Pemfilletan, Trimming, Pencucian, Penimbangan Hasil Fillet dan Sizing, Pewadahan, Pengisian Gas CO, Penyimpanan dingin, Pengemasan, Pembekuan, Pengepakan, Penyimpanan beku.

4.3.1 Penerimaan Bahan Baku

Standar kualitas bahan baku PT. Usaha Central jaya Sakti berpedoman pada SNI 01-2346-2006,tentang standar organoleptik dan mikrobiologi ikan segar.

(27)

Gambar. 2 Penerimaan bahan baku

Setelah dinyatakan layak oleh quality control, dipindahkan dalam keranjang, kapasitas bahan baku yang diterima di PT. Usaha Central jaya Sakti ± 1–5 ton/hari.

Menurut Moeljanto, 2002. Mutu ikan segar akan lebih baik bila disimpan pada suhu antara 00C – 2.50C. Menurut Standar Bahan Baku Indonesia 01-2710.2-2006, bahwa bahan baku segar disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya dengan menggunakan es curah sehingga suhu bahan baku mencapai suhu maksimal 4,40C.

4.3.2 Penyortiran

Bahan baku yang diterima dilakukan pencucian kemudian penyortiran bertujuan untuk memperoleh keseragaman bahan baku yang digunakan, baik untuk tingkat kesegaran, ukuran jenis, dan mutunya sehingga dalam hal pembagian grade tidak dilakukan karena bahan baku yang tidak sesuai standar penerimaan akan langsung di reject. Saat sortasi, ikan ditempatkan di atas meja penampungan yang terbuat dari stainless steel serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air,

(28)

Gambar.3 Penyortiran bahan baku

selama proses, penerapan rantai dingin juga selalu dijaga sehingga suhu ikan tidak lebih dari 50C caranya dengan memberi es pada ikan. Dalam penerimaan bahan baku dilakukan pembatasan ukuran. Pembatasan ukuran ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan dalam penentuan ukuran pada saat di buat bentuk fillet.

Size bahan baku yang di terima bagian produksi di PT. Usaha Central jaya Sakti dimulai dari berat 0,3 - 6 kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Ukuran Jenis Ikan Kerapu

No. Ukuran (g)

300 – 500 500 – 1000 1000 – 3000 3000 – 5000 5000 – 6000 6000 – Up

Sumber : PT.Usaha Central jaya Sakti, (2016).

(29)

4.3.3 Pemilletan

Setelah bahan baku dibersihkan kemudian dilakukan proses pemilletan. Cara memfillet adalah dengan menyayat daging ikan secara horizontal dari ekor punggung ke kepala dengan pisau menempel pada duri tengah. Pemfilletan harus hati-hati agar kulit ikan tidak robek atau hancur untuk memenuhi kualitas ekspor.

Gambar 4. Pemilletan

Jenis fillet yang dilakukan adalah fillet skin on dan skin less, merupakan cara pemilletan dengan kulit masih menempel pada tubuh ikan dengan menggunakan pisau yang tajam bertujuan untuk agar daging ikan tidak banyak terbuang dan sebaliknya pembuatan produk sesuai permintaan buyer. Jumlah ikan yang difillet dalam setiap jamnya berkisar antara 100-150 kg dengan jumlah karyawan dibagian filleting adalah 6 orang. Rendemen yang dihasilkan sebesar 43% untuk produk skin on dan 38% untuk produk skin less.

4.3.4 Trimming ( Penghilangan duri dan perapihan )

Trimming adalah proses dimana ikan yang telah difillet dirapikan agar kenampakannya baik. Ada dua proses yang dilakukan pada saat trimming yaitu:

1. Cabut Duri

(30)

Proses cabut duri bertujuan untuk menghilangkan duri-duri yang masih menempel pada fillet ikan terutama pada bagian pectoral dari fillet, pembuangan duri yang terdapat di sejajar garis tulang belakang dengan menyayat tipis daging dengan pisau tajam bentuk huruf „‟V‟ sayatan daging kemudian dibuang sehingga duri terbawa dengan sayatan daging tipis. Alat yang digunakan dalam penghilangan duri ini adalah pinset anatomi yang ujungnya dibengkokkan untuk memudahkan proses.

Duri pada bagian pectoral yang dicabut berjumlah 7-8 buah.

2. Perapihan daging

Ikan yang telah dilakukan pemilletan kemudian dilakukan trimming menggunakan pisau tajam dengan mengiris daging merah dan kotoran.

Gambar 5. Trimming

Tumpukan daging fillet di meja perapihan selalu diberi es dengan perbandingan 1;1, sedangkan fillet yang sudah dirapikan dan dibuang durinya dilanjutkan dengan pencucian. Dengan pemberian es dapat menjaga suhu ikan mendekati 00C (Bonnel, 1993). Pada suhu 40C akan menyebabkan inaktif mikroba (Winarno dan Surono, 2002)

(31)

4.3.5 Pencucian

Pencucian ini dilakukan bertujuan menghilangkan sisa sisik pada tubuh ikan dan kotoran hasil dari pemfilletan dengan menggunakan air dingin dengan suhu 20C.

Tahap ini dilakukan dengan mencuci fillet ikan pada 2 bak, yang pertama menggunakan klorin konsentrasi 5-10 ppm sebanyak 1 tetes untuk mencegah tumbuhnya mikroba dan bak kedua menggunakan air biasa untuk menghilangkan kotoran serta bau klorin.

Gambar 6. Pencucian daging fillet

Penggunaan klorin yang terlalu besar dapat merugikan kesehatan manusia (Jenie, 1988). Menurut Hadiwiyato (1993) klorinisasi 5-10 ppm mampu mengurangi jumlah bakteri dan membunuh bakteri patogen seperti Salmonella, untuk menjaga suhu air yang digunakan tetap dingin, dilakukan penambahan es, es yang digunakan adalah es kristal yang terbuat dari sumber bahan baku air yang memenuhi syarat standar air murni penambahan es ini dilakukan setiap kali air bak di ganti bersamaan dengan es dengan melihat tingkat kekeruhan air pencucian biasanya penggantian dilakukan setiap mencuci fillet ikan dengan jumlah 10 sampai 15 potong tergantung tingkat kekeruhan air pencucian hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas dan kebersihan fillet ikan agar tidak terjadi over reject.

(32)

4.3.6 Penimbangan Fillet dan Sizing

Proses ini merupakan penimbangan untuk menentukan rendemen dari hasil pemilletan, tahap ini dilakukan dengan menimbang fillet ikan yang telah dikelompokkan dalam satu size. Size yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Ukuran size Ouche. .

No Size (ouche) Berat fillet (g)

1 2 – 4 60 – 112

2 4 – 6 113 – 169

3 6 – 8 170 – 226

4 8 – 10 227 – 283

5 10 – 12 284 – 360

Sumber : Data Primer, 2016.

Sizing adalah proses pemisahan fillet ikan berdasarkan beratnya. Satu oche setara dengan 28,35 gram. Jadi ikan-ikan yang berada dalam satu range dikelompokkan dalam satu kelompok. Untuk menghitung extra weight (gram) menggunakan rumus (size x 28.35).

Sedangkan rendemen yang dihasilkan dari pemotongan fillet kerapu beku adalah sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin less dihasilkan

sebesar 38% nilai rendemen ini di peroleh dengan menghitung rumus rendemen ( Hasil produksi : Bahan baku x 100 = % Rendemen).

(33)

Gambar 7. Penimbangan dan penentuan size 4.3.7 Pewadahan

Proses ini dilakukan sebelum pengisian gas CO (Karbon Monoxida). Wadah yang digunakan adalah kantong plastik berjenis High Density Polyetilen (HDPE).

HDPE merupakan plastik yang bersifat keras hingga semipermiabel, permukaan mengkilap, tahan suhu tinggi dan tak tembus cahaya. Struktur kimia dari HDPE mempunyai rantai cabang yang lebih sedikit daripada Low Density Polyetilen (Nurminah, 2002).

Pada permukaan kantong plastik dilapisi dengan spons yang berfungsi untuk memudahkan proses pengisian, pengambilan serta menjaga bentuk daging agar tidak rusak. Langkah-langkah pewadahan yaitu: plastik dipotong sesuai ukuran yang ditentukan kemudian salah satu ujungnya diikat dengan rapat dan spon diletakkan didalam plastik, fillet ikan disusun berjejer 3-4 potong kemudian dilapisi spon yang kedua sampai selesai, dalam satu wadah terdapat 16 potongan fillet yang disusun berjejer hingga memenuhi wadah dengan 3 lapisan spon.

(34)

Gambar 8. Pewadahan 4.3.8 Pengisian Gas CO (Karbon Monoksida)

Cara pengisian gas CO adalah dengan cara memasukan gas melalui selang ke dalam plastik politilene yang berisi fillet ikan sampai kantong plastik yang berisi penuh. Kemudian kantong plastik diikat ujungnya agar gas tidak keluar. Pengisian gas CO dilakukan dalam ruangan khusus yaitu ruang pengisian gas CO.

Gambar 9. Pengisian gas CO

(35)

Pengisian gas CO ini bertujuan untuk memperbaiki kenampakan daging ikan dan menjaga supaya daging ikan tetap segar. Setelah diisi gas CO daging ikan akan tampak lebih cerah dan segar. Hal ini dikarenakan gas CO yang berkombinasi dengan mioglobin membentuk karboksimioglobin, sebuah pigmen cerah yang berwarna merah ceri. Warna merah yang stabil ini dapat bertahan lebih lama, sehingga memberikan kesan kesegaran. Menurut Wikipedia (2009) Kadar CO yang digunakan berkisar antara 0,4 % sampai dengan 0,5 %. Sedangkan perusahaan gas CO yang digunakan 0,5 %, Penambahan gas CO ini dilakukan karena permintaan dari buyer yang nantinya akan membeli produk fillet ikan.

4.3.9 Penyimpanan Dingin

Setelah kantong plastik yang berisi fillet ikan terisi gas CO, kemudian masukan dalam keranjang dan disimpan dalam chilling room dengan suhu maksimal 2oC selama 12 sampai 24 jam. Proses ini bertujuan untuk memberi waktu penyerapan gas CO pada daging ikan. Pada selang waktu tersebut, diperkirakan gas CO sudah dapat membuat daging ikan tampak lebih segar.

4.3.10 Pengemasan

Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk. Pembungkus harus kedap udara dan dapat menahan uap air untuk mengurangi oksidasi dan mencegah penguapan produk selama penyimpanan. Pembungkusan ini bertujuan agar terhindar dari kontaminasi sewaktu pengepakan dan mencegah dehidrasi selama proses pembekuan dan penyimpanan beku dan untuk menghampakan udara agar bakteri yang bersifat aerobik pertumbuhannya dapat dicegah, maka dari itu hasilnya harus dipastikan tidak terdapat gelembung udara. Fillet sebaiknya dibungkus dengan plastic politilen untuk mencegah penguapan produk dan oksidasi selama pembekuan (Tanikawa, 1971). Plastik Politilen merupakan plastic yang baik terhadap penahan air, tetapi tidak baik terhadap gas (Fellows, 1990)

Fillet ikan yang telah dicuci kemudian dimasukkan dalam plastik dan divakum setelah itu disusun dalam pan-pan yang digunakan sebagai wadah untuk membekukannya yang biasanya terbuat dari alumunium. Penyusunan ikan dalam pan

(36)

dikerjakan serapi mungkin. Fillet ikan disusun dalam pan, long pan yang digunakan terbuat dari aluminium dan ukuran adalah 50×30 cm dan tinggi 40 cm. Alat yang digunakan untuk mengangkut dan mengeluarkan, yang berisi produk yang dibekukan adalah troly dengan jumlah muatan yang banyak dan mempunyai ukuran tinggi 1,5 m dengan lebar 0,5 m dan panjang 2 m yang dilengkapi dengan rak dan roda. Alat ini terbuat dari besi yang tahan karat.

Gambar 10. Penyusunan fillet ikan pada pan 4.3.11 Pembekuan

Pembekuan Air Blast Freezer (ABF) menggunakan suhu (-35)–(-40)0C selama 8 jam dan kapasitas penyimpanan ABF di PT. Usaha Centraljaya Sakti adalah 35 ton.

Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alamiah produk. Suhu produk ketika keluar dari ABF adalah (-18)–(-25) 0C.

Pembekuan di ABF yang diterapkan adalah pembekuan cepat. Semakin lama proses pembekuan maka produk beku yang di hasilkan juga semakin bagus, karena umur simpan produk lebih tahan lama sampai pengiriman. Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Fillet ikan yang sudah di tata dalam long pan hingga penuh. Long pan yang sudah ditata dengan fillet ikan dimasukan dalam rak-rak hingga semua rak terisi, dan proses selanjutnya dilakukan

(37)

pembekuan, awal proses pembekuan, terjadi fase precooling dimana suhu diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan bahan berada pada keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini tejadi pembentukan kristal es.

Pernyataan ini sesuai dengan Rohanah ( 2002), bahwa fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku, semua kandungan bahan dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi perubahan fase, dan terjadi pembentukan kristal es. Pada proses ini pembekuan dilakukan dengan air blast freezer (ABF) dengan menggunakan amoniak sebagai refrigerant. ABF memanfaatkan aliran udara dingin sebagai refrigerant dimana udara didinginkan dengan sebuah unit pendingin hingga mencapai suhu -30oC sampai -40oC.

Selanjutnya udara dingin ini akan dialirkan ke tempat penyimpanan ikan yang akan dibekukan. Pada proses ini pembekuan dilakukan pada suhu -40oC selama 1 jam namun untuk memaksimalkan pembekuan produk maka di PT. Usaha Central jaya Sakti menerapkan pembekuan ABF selama 8 jam.

4.3.12 Pengepakan

Proses packing ini terdiri dari 2 perlakuan yaitu pengemasan dan penimbangan. Pengemasan memegang peranan yang sangat penting dalam pengawetan bahan makanan. Pernyataan ini sependapat dengan Nurminah (2006), bahwa kemasan mempunyai peranan penting, berfungsi untuk melindungi produk dari kontaminasi lingkungan, menjaga kualitas produk, sebagai sarana promosi dan informasi serta akan meningkatkan nilai jual produk.

Proses pengepakan yaitu fillet ikan disusun dalam master carton (MC) sesuai dengan grade dan ukurannya, kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital dengan berat 10-30 lbs atau setara dengan 4-12 kg per master karton, penimbangan berat ini dilakukan dengan bedasar rumus (1 lbs = 0,454 kg).

Kemasan bagian atas karton di tutup rapat menggunakan pelekat divlag band bening berukuran 5 cm. Hal ini sesuai dengan Winarno (2000) yang menyatakan bahwa vlag band dan strapping band digunakan untuk merekatkan kedua sisi penutup

(38)

karton. Kemudian dicantumkan keterangan mengenai produk hal ini sesuai dengan SNI 01-2710.3-2006 yang menyatakan bahwa kemasan produk harus disertai sekurang-kurangnya sebagai berikut : jenis produk, berat bersih produk, nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap, tanggal, bulan, dan tahun produksi serta kadaluarsa.

Gambar 11. Packing 4.3.13 Penyimpanan Beku

PT. Usaha Central jaya Sakti saat ini mempunyai 2 gudang penyimpanan beku atau cold storage, pada penggunaanya dibedakan menurut jenis produknya, mengingat PT. Usaha Central jaya Sakti memiliki banyak macam produk.

Keseluruhan cold storage yang ada ini rata-rata mempunyai suhu -250C.

Berdasarkan Code of Practise for Frozen Fish dalam Ilyas (1993), bagi produk ikan beku yang akan digunakan sebagai bahan mentah bagi pengolahan selanjutnya dianjurkan menyimpan dalam gudang beku -180C atau lebih rendah hal ini dapat memperpanjang daya simpan produk beku. Kapasitas penyimpanan produk kedua cold storage tersebut yaitu 500 ton. Sedangkan ruang anteroom terdapat di sepanjang cold storage sebagai tempat penyinggahan produk yang akan disimpan dalam cold storage dengan tujuan menurunkan suhu produk mendekati suhu cold storage. Masa

(39)

penyimpanan produk PT. Usaha Central jaya Sakti yang paling lama dalam cold storage adalah berkisar 6-10 bulan.

4.4. Perubahan Suhu Selama Proses Pembekuan Ikan Kerapu

Pada Tabel 5. Dapat dilihat perubahan suhu pada setiap tahapan proses tidak lebih dari 30C hal ini berarti sesuai dengan SNI 01-2710.2-2006 tentang suhu maksimal tahapan proses adalah 4,40C.

Tabel 5. Perubahan Suhu Selama Tahapan Proses Pembekuan

No Tahap Proses Suhu (0C)

1 Penerimaan bahan baku 2,5

2 Pensortiran 2

3 Pemfilletan 2.3

4 Trimming 2.3

5 Pencucian 2

6 Penimbangan hasil fillet dan sizing 2.5

7 Pewadahan 2.3

8 Pengisian gas CO 2

9 Penyimpanan dingin 2

10 Pengemasan 2.3

11 Pembekuan -40

12 Pengepakan -35

13 Penyimpanan beku -25

Sumber :PT.Usaha Central jaya Sakti, (2016)

4.5. Pengawasan Mutu

Mutu bahan pangan dapat didefinisikan sebagai kelompok sifat, faktor-faktor atau karakteristik bahan pangan (komoditas) yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas bahan tersebut bagi pembeli atau pengguna. Saat ini standar mutu produk pangan tidak hanya ditetapkan dari produk akhir melainkan juga dilihat

(40)

dimulai dari pengawasan bahan baku, cara-cara memproduksi bahan, meliputi juga aspek manajemen mutu (Syarif, 1994).

Pengawasan mutu yang dilakukan di PT. Usaha Centraljaya Sakti didasarkan pada konsep Hazard Analysis dan Critical Control Point (HACCP) walaupun penerapannya belum efektif pengawasannya dilakukan baik pada bahan baku, air, selama proses pengolahan dan pada produk beku agar produk akhir yang dihasilkan bermutu tinggi.

4.5.1 Pengawasan Mutu Bahan Baku

Bahan baku selalu dijaga suhunya mulai dari daerah transit sampai dengan proses berlangsung. Suhu bahan baku tidak boleh lebih dari 30C. Saat perjalanan dari daerah transit bahan baku disusun dan ditambah es untuk mencegah terjadinya penurunan mutu bahan baku. Menurut Ilyas (1983) menyatakan bahwa terutama lemak ikan segera akan dioksidasi oleh oksigen udara yang menimbulkan bau dan rasa tengik. Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat oleh salah satunya yaitu penurunan suhu.

4.5.2 Pengawasan Mutu Produk Beku

Dalam produk beku yang harus diperhatikan adalah suhu dari produk. Jangan sampai suhu produk turun dengan cepat. Hal ini akan menyebabkan penurunan mutu produk beku. Menurut Ilyas (1993) menyatakan bahwa pada suhu -200C denaturasi menjadi minimum, bakteri tidak dapat berkembang dan oksidasi lemak juga dapat dihambat dengan suhu beku -200C. Pada ruang penyimpanan atau cold storage suhu yang digunakan adalah -250C. Suhu ini sudah sesuai dengan pendapat Ilyas (1993) yang menyatakan bahwa pada suhu dibawah -400C sedikit sekali terjadi denaturasi. Sistem pengeluaran produk beku dari dalam cold storage menggunakan sistem FIFO (first in first out). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada produk yang telah lama disimpan. Untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada produk petugas mekanik juga mengawasi suhu dari cold storage.

(41)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Proses pembekuan fillet ikan kerapu di PT. Usaha Centraljaya Sakti mengacu pada Good Manufacturing Practise yang di mulai dari tahap penerimaan bahan baku, pensortiran, pemfilletan, perapihan, penimbangan dan penentuan size, pencucian, pewadahan, penambahan gas CO (karbon monoksida), penyimpanan dingin, pengemasan, pembekuan, pengepakan, dan penyimpanan beku.

Fillet beku di bungkus dan di vakum terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya oksidasi dan loss weight yang tinggi sebelum dibekukan.

Rendemen yang dihasilkan produk fillet kerapu beku sebesar 43% untuk bentuk skin on sedangkan bentuk skin less dihasilkan sebesar 38%.

5.2 Saran

Perlunya penambahan supplier untuk memaksimalkan bahan baku yang akan diproduksi sehingga tidak terjadinya kenaikan dan penurunan bahan baku.

Upaya kerja dan kehati-hatian dalam pemfilletan harus dilakukan semaksimal mungkin untuk mencapai target rendemen yang dihasilkan dalam bentuk skin on dan skin less.

Pengawasan yang sudah dilakukan, tidak hanya pada bahan baku dan mutu produk akhir akan tetapi dilakukan pada tiap tahapan proses sehingga memenuhi kelayakan untuk dikonsumsi secara aman.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto dan Liviawaty. 1989. Proses Pembekuan. Pengolahan dan Pembekuan Ikan.

Kanasius Yogyakarta.

Afrianto E, Livianty H. 2002. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:PT.

Penebar Swadaya. 196 Hlm.

Anonim. http//www.dkp.go.id/upload/JiCA/Book%20File/SME.pdf. Diakses pada 16 april 2016.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) 2006. SNI 01- 2696.3-2006 Penanganan dan Pengolahan Fillet Ikan Kakap Beku. Jakarta

Bonnel. A.D. 1994. Quality Assurance in Seafood Processing. A Practical and Guide.

Chapman & Hall. United State.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP) 2006, Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta. Satker Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan

Fellows, P. 1990. Food Processing Technology Principles and Practices. Ellis Horswood England.

Gunarso, 1995. http//www.damandiri.iskandarzulkarnaenipbbab2.pdf. diakses pada 4 april 2016

Hardiwiyanto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Liberty.

Yogyakarta.

Ilyas. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV. PARIPURNA. Jakarta Iqbal, I.M. 1997. Prospek dan peluang pengembangan produksi perikanan Indonesia.

Bulletin Warta Mina No. 89 Tahun X. Departemen Pertanian. Jakarta

Marsambuana dan Utojo. 2001. Identifikasi Spesies Ikan Kerapu Hasil Tangkapan Di Perairan Laut Sekitar Sulawesi Selatan.

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.

Kanasius. Yogyakarta

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya Jakarta.

Nadzira,Ummu.2009. Mengenal Produk Beku. Yogya. http://pondokibu.com/rumah tangga/mengenal produk beku. Diakses pada 4 April 2016

(43)

Narbuko, Cholid dan Abu achmadi. H. 2001. Metode penelitian. Bumi Aksara. Jakarta

Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nurminah. 2002. Kemasan. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Plastik.

Poernomo. 2009. Penerapan Sistem Rantai Dingin Untuk Mempertahankan Kesegaran Ikan Di dalam : Nikijuluw V, penyunting. Meningkatkan Nilai Tambah Perikanan. Jakarta: Satker Ditjen P2HP.

Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Pengolahan Makanan. Kanisius. Jakarta

Purwaningsih, S. 1993. Teknik Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya.Jakarta.

Resosudarmo, B.P., D. Hartono., T. Ahmad., N.I.L.Subiman.,Olivia dan A.Noegroho.2002. Analisa penentuan sektor prioritas di kelautan dan perikanan Indonesia. Jurnal Pesisir dan Laut Volume 4 No.3,2002

Syamsir, Elvira. 2008. Prinsip Pembekuan/Freezing.http://id.shvoong.com/exact- sciences/1799740-prinsip-pembekuan- freezing-pangan/ (4 April, 2016)

Tanikawa, E. 1971. Marine Product In Japan. Koseisha-Koseishaku Company. Tokyo Winarno F.G dan Surono.2002. HACCP dan Penerapan dalam Industri Pangan. M-

Brio press. Bogor

(44)

LAMPIRAN

(45)

Lampiran 1. Alur proses pembekuan fillet ikan kerapu di PT. Usaha Centraljaya Sakti

Penerimaan bahan baku

Pensortiran (Pencucian I & Penimbangan I)

Pemfilletan (Rantai dingin)

Trimming (Perapihan bentuk fillet)

Penimbangan hasil fillet (Rantai dingin)

Pencucian (Penambahan khlorin 5ppm)

Pewadahan (Plastik dilapisi spons)

Pengisian gas CO (penambahan 0,5%)

Penyimpanan dingin (Chilling room 2ºC)

Pengemasan CO (Karbon monixida)

dapat memperbaiki kenampakan fillet ikan

GMP

(46)

Pembekuan (ABF -35ºC)

Pengepakan Penyimpanan beku Lampiran 2. Gambar kegiatan proses pembekuan fillet ikan kerapu

Penerimaan bahan baku Pensortiran bahan baku

(47)

Penimbangan bahan baku Pemfilletan

(48)

Trimming Pencucian fillet

(49)

Penimbangan fillet Pewadahan

(50)

Pengisian gas CO Chilling

(51)

Pengemasan Fillet beku

(52)

Penimbangan akhir Pengepakan

Penyimpanan beku

(53)

Lampiran 3. Struktur Organisasi di PT. UCS

DIRECTOR

MARKETING MANAGER

QUALITY CONTROL

RAW MATERIAL

PRODUCTION SUPERVISOR

MACHINE SEVISING

STAFF WORKER

(HRD)

FINANCE

ACCOUNTING

PACKING

SANITATION

AND HIGIENE PRODUCT

QUALITY

FINANCIAL

COST/ANALYSIS

(54)

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkapJUMARNI” dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1995 di Lamurukung, Kecamatan Tellusiattinge, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H. Abdullah dan Ibu Hj. Sahariah.

Penulis mengawali pendidikan di SDN 21 Jennae pada tahun 2001. pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Ma‟rang hingga dinyatakan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di MAN Pangkep pada tahun 2010 hingga dinyatakan lulus pada tahun 2013.

Selanjutnya pada tahun 2013, penulis memasuki Program Diploma III pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan mengambil Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP). Selama kuliah penulis aktif di Lembaga Internal dan Eksternal kampus sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (HIMATERIN-PPNP), bergabung di Kerukunan Mahasiswa Politeknik Pertanian Pangkep (KMP3) dan menjadi pengurus menjabat sebagai koordinator bidang pengembangan organisasi di Asosiasi Masyarakat Pengolah Pemasar Produk Kelautan Perikanan kab. Pangkep (AMP3KP) periode 2016/2017 serta di amanahkan menjadi bendahara pada organisasi kepemudaan yaitu Forum Kewirausahaan Pemuda (FKP) DPD Pangkep periode 2016-2021 dibawah naungan Kementrian Pemuda dan Olahraga.

Pada tahun 2016 penulis melakukan kegiatan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama ± 3 bulan di PT. Usaha centraljaya sakti dan menyelesaiakan tugas akhir dengan judul “Proses Pembekuan Fillet Ikan Kerapu (Epinephelus sp) di PT.

Usaha Centraljaya Sakti, Makassar”.

Gambar

Gambar 1. Morfologi Kerapu (Epinephelus sp)
Tabel 3. Ukuran Jenis Ikan Kerapu
Gambar 4. Pemilletan
Gambar 5. Trimming
+6

Referensi

Dokumen terkait