• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEND฀D฀KAN ฀SLAM

฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀

Dasar Pendidikan ฀slam

Tujuan Pendidikan ฀slam

Dasar Operasional

Dasar Undang-undang Historis, Sosiologis, Ekonomis, Politis, Psikologis, dan Filoso฀is

UU฀ 1945 Pasal 31 Ayat 1, 3, dan 5. ฀an UU No. 20 tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional

Dalam Kerangka Pendidikan ฀slam 1) Tujuan Jasmani

2) Tujuan Ruhani 3) Tujuan Akal

Dalam Kerangka Pendidikan Nasional 1). Ketaqwaan Kepata Tuhan YME 2). Kematangan Kepribadian 3). Kematangan Intelektual

4). Kematangan Sosial dan menjadi Warga Negara demokratis Hubungan Manusia ฀engan Tuhan

Pelaksanaan Pendidikan ฀slam Ruang Lingkup Pendidikan ฀slam Pesantren Madrasah

Perguruan Tinggi Islam Sekolah

Keluarga Masyarakat

Hubungan Manusia ฀engan Sesamanya Hubungan Manusia ฀engan Alam

PEND฀D฀KAN ฀SLAM

Dasar Pokok -฀ Al-Qur’an -฀ Al-Hadith

BAB ฀฀฀

PEND฀D฀KAN KARAKTER A.฀Pengertian Karakter

Istilah “karakter” berasal dari istilah Yunani Charassein yang berarti “mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan”.

1 Akar kata “karakter” dapat dilacak dari kata latin “Kharakter”, “Kharassein”, dan “Xharax”, yang maknanya “tool for marking”, “ to engrave”, dan pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Perancis “Carcter” pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris “Character”, yang berarti “watak, karakter, sifat”,2 sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia “Karakter”.3 ฀alam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti: sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; tabiat; watak.4

Sedangkan dalam Kamus Psikologi kata “karakter” yang berarti sifat, karakter, dan watak memiliki beberapa makna; (1). Satu kualitas atau sifat

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

1Rasiyo, Berjuang Membangun Pendidikan Bangsa: Pijar-pijar Pemkiran dan Tindakan, (Malang: Pustaka Kayutangan, 2005), h. 68.฀

2Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2005), h.107.฀

3Nuraida dan Rihlah Nur Aulia, Character Building Untuk Guru, (Jakarta: Aulia Publishing House, 2007), h. 4.฀

4Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ฀epartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. IV, h. 389.฀

yang tetap dan terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi, suatu objek atau kejadian, (2). Integrasi atau sintesa dari sifat-sifat individual dalam bentuk suatu unitas atau kesatuan, (3). Kepribadian seseorang dipertimbangkan dari titik pandang etis dan moral.5

Menurut Wynne (1991), kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebajikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.6 Stephen R. Covey berpendapat bahwa “karakter adalah hasil pembiasaan dari sebuah gagasan dan perbuatan”. Maka dari itu seseorang yang memiliki prilaku jahat, tidak jujur dikatakan sebagai orang yang berkarakter buruk. Sementara seseorang yang berprilaku jujur, amanah, suka menolong dapat dipercaya dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi pada hakikatnya istilah karakter erat kaitannya dengan personality atau kepribadian seseorang, di mana seseorang dapat disebut sebagai orang yang berkarakter (the character person) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.

Secara etimologis, karakter (character) berarti mengukir (verb) dan sifat-sifat kebajikan (noun). Secara konseptual, konsep karakter dapat diartikan sebagai usaha terus menerus seorang individu atau kelompok dengan berbagai cara untuk mengukir, mengembangkan atau melembagakan sifat-sifat kebajikan pada dirinya sendiri atau pada orang lain.7 dalam sebuah ungkapan bijak mengatakan; “Taburkanlah gagasan, tuailah perbuatan, taburkanlah perbuatan, tuailah kebiasaan, taburkanlah kebiasaan, tuailah karakter”.

Adapun penulis pada kesimpulan awal berpendapat bahwa karakter terbentuk melalui perjalanan hidup seseorang yang dibangun oleh pengetahuan, pengalaman, serta penilaian terhadap pengalaman tersebut. Kepribadian dan karakter yang baik merupakan interaksi seluruh totalitas manusia.

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

5JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004), Cet IX, h. 82.฀

6Nuraida dan Rihlah Nur Aulia, Character Building Untuk Guru…, h. 4. 7Nuraida dan Rihlah Nur Aulia, Character Building Untuk Guru…, h. 4.

Secara umum, kita sering memberikan penafsiran dengan memakai istilah karakter dengan apa yang disebut tempramen dalam definisi yang menekankan pada unsur psikososial berkaitan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Kita juga terkadang memandang karakter dari sudut pandang behavioral yang menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki individu dan menjadi pembawaannya sejak lahir.

Maka pada intinya istilah karakter sama dengan kepribadian dalam pandangan psikologi. Sama seperti halnya istilah akhlak dalam islam yang internalisasinya adalah perbuatan manusia dalam aspek moral, dan berbeda pemaknaannya ketika akhlak atau pekerti tersebut menjadi satu kesatuan pikiran dan perbuatan (Syakhsiyyah), maka interpretasi dari kesatuan tersebut adalah kepribadian.

1.฀ Karakter dalam pandangan Psikologi

Ada tiga istilah dalam psikologi yang berhubungan dengan karakter, yaitu: kepribadian, watak dan tempramen. Penulis mencoba menjabarkan terlebih dahulu ketiga pengertian tersebut untuk sampai pada kesimpulan pengertian “karakter” secara utuh.

a.฀ Kepribadian

Gordon W. Allport mengatakan: “dalam kehidupan, kepribadian dapat didefinisikan sebagai organism dinamis di dalam individu yang terdiri dari sistem-sistem psiko฀isik yang menentukan tingkah laku dan pikirannya secara karakteristik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya”. 8

Organisme dinamis, maksudnya adalah bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah meskipun ada suatu sistem organisasi yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dari kepribadian kita.9

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

8Rafy Sapuri, Psikologi Islam; Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 147.฀

9Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan Diri Sendiri,(Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003), h. 30.฀

Psiko฀isik menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata neural (fisik), tetapi perpaduan kerja antara aspek psikis dan fisik dalam keasatuan kepribadian.

Menurut JP. Chaplin dalam Kamus Psikologi, kepribadian diartikan sebagai sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain.10

Sedangkan dalam pandangan psikologi kepribadian,11 kepribadian memiliki delapan aspek kunci yang secara keseluruhan dapat membantu kita memahami inti dari kompleksitas ndividual. Yaitu sebagai berikut:

1). Aspek Psikonalitis dan Kepribadian, pada aspek ini individu dipengaruhi oleh aspek ketidaksadaran, yaitu merupakan dorongan-dorongan yang tidak setiap saat muncul dalam alam sadar.

2). Aspek Neo-analitis dan Ego Diri Kepribadian, pada aspek ini individu dipengaruhi oleh kekuatan ego yang memberikan rasa identitas atau “diri”.

3). Aspek Biologis Kepribadian, seorang individu adalah makhluk biologis, dengan hakikat genetic fisik, fisiologis, dan temperamental yang unik.

4). Aspek Perilaku dan Kepribadian, setiap individu dikondisikan dan dibentuk oleh pengalaman dan lingkungan sekitar diri mereka masing-masing.

5). Aspek Kogniti฀ dan Social Kogniti฀ Kepribadian, setiap orang memiliki sebuah dimensi kogniti฀ berpikir mengenai dunia sekitar mereka dengan secara aktif dan coba mengartikannya, dan setiap orang akan memiliki penafsiran berbeda dari setiap kejadian yang ada di sekitarnya.

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

10JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Cet. IX, h. 1101.

11Psikologi kepribadian didefinisikan sebagai studi ilmiah yang mempelajari kekuatan-kekuatan psikologis yang membuat masing-masing individu unik. ฀

6). Aspek Keterampilan (skill) dan Sifat (trait) dari Kepribadian, seorang individu merupakan suatu kumpulan trait, kemampuan dan kecendrungan yang spesifik dan hal tersbut dapat kita lihat bahwa masing-masing dari setiap individu memiliki keinginan tersendiri.

7). Aspek Humanis dan Eksistensial Kepribadian, manusia memiliki dimensi spiritual dalam hidup mereka, yang memungkinkan dan mendorong mereka untuk mempertanyakan arti keberadaan mereka.

8). Aspek Interaksionis Pribadi-Situasi dari Kepribadian, hakikat dari seorang individu adalah senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya.12

Karakter sendiri memiliki ragam perspektif pada perkembangannya terhadap kepribadian manusia. Perilaku manusia memilih kecendrungan untuk dipengaruhi oleh konteks budaya di mana hal tersebut terjadi.

b.฀ Watak

฀alam Kamus Psikologi, watak berarti sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti dan tabiat.13 Istilah kepribadian dan watak sering dipergunakan bertukaran, namun Gordon W. Allport memberikan pengertian berikut: “Character is personality evaluated and personality is character devaluated” 14. Allport berpendapat bahwa watak (Character) dan kepribadian (personality) adalah satu dan sama, namun dipandang dari sisi yang berlainan. Adapun arti watak dalam Kamus Besar Bahasa

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

12Howard S. Friedmen dan Mariam W. Schustack, Kepribadian; Teori Klasik dan Riset Modern, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 206), Jilid I, h. 3.

13JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Cet. IX, h. 1558.

Indonesia adalah: “sifat pembawaan yang mempengaruhi perilaku, budi pekerti, tabiat dan perangai”.15

I.R Pedjawijatna mengemukakan watak atau karakter adalah seluruh aktifitas yang terwujud dalam tindakannya terlibat dalam situasi, jadi memang dibawah pengaruh dari pihak bakat, tempramen, keadaan tubuh dan lain sebagainya.16

Sedangkan G. Ewald memberi batasan “watak” sebagai “totalitas dari keadaan-keadaan dan cara bereaksi jiwa terhadap perangsang”.17 Secara teoritis dia membedakan antara watak yang dibawa sejak lahir dan watak yang diperoleh, dengan kata lain bahwa watak seseorang itu dapat berubah karena pengaruh pendidikan, lingkungan atau tempat di mana ia tinggal.

Sartain mengemukakan bahwa untuk mempelajari tingkah laku atau watak secara lebih efektif ahli psikologi hendaknya membedakan dua factor yang mempengaruhi pembentukan watak seseorang, yaitu faktor biologis dan faktor kultural. Karena sifat dan watak seseorang itu merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan lingkungan. ฀an interaksi antara keduanya lah yang menjadi titik tekan dalam menentukan watak seseorang.

c.฀ Tempramen

Pengertian tempramen dan kepribadian sering mengalami benturan, karena sebenarnya terdapat perbedaaan di antara keduanya. Tempramen lebih erat hubungannya dengan faktor biologis dan fisiologis, maka dari itu faktor keturunan akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari aspek kepribadian yang lain. ฀alam kamus psikologi, tempramen berarti sifat

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

15Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ฀epartemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), edisi kedua, h. 796.฀

16฀junadatul Munawaroh dan Tanenji, Filsa฀at Pendidikan Perspekti฀ Islam dan Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), h. 160.฀

batin yang tetap mempengaruhi perbuatan, perasaan dan pikiran.18

Gordon W. Allport berpendapat: “tempramen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara dari fluktuasi dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada factor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan”.19

Sedangkan G. Ewald mengemukakan bahwa “tempramen adalah konstitusi psikis yang berhubungan dengan konstitusi jasmani. Jadi, tempramen adalah sifat-sifat jiwa yang sangat erat hubungannya dengan kontitusi tubuh (keadaan jasmani seseorang yang terlihat dalam hal-hal yang khas baginya)”.20 Tempramen merupakan pembawaan dari seseorang yang dipengaruhi oleh keadaan jasmaninya.

Tempramen didefinisikan sebagai gaya perilaku dan karakteristik individual dalam memberikan respon emosional. ฀an banyak para psikolog berpendapat bahwa temperament dapat menjadi landasan kepribadian meskipun kapasitas dan interaksi dengan lingkungan meningkat, temperament mengalami perkembangan atau terelaborasi menjadi sifat-sifat kepribadian seiring dengan perkembangan diri seseorang dari masa kanak-kanak hingga masa remaja.21

Istilah temperamen dalam konteks pengembangan karakter dikemukakan oleh sebuah studi longitudinal menggunakan teori Chess dan Thomas menemukan kaitan antara temperamen

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

18JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Cet. IX, h. 1434.

19Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi dengan Diri Sendiri…, h. 32.

20฀junadatul Munawaroh dan Tanenji, Filsa฀at Pendidikan Perspekti฀ Islam dan Umum, h. 158.฀

yang diukur di usia 1 tahun dengan penyesuaian diri di usia 17 tahun. Mereka yang ketika bayi memiliki temperamen sedang memperlihatkan perkembangan yang lebih optimal dalam domain perilaku dan intelektual di masa remaja akhir.

Kepribadian, watak dan tempramen berkaitan satu sama lain. Karena ketiganya menyangkut diri dan pribadi seseorang. Kepribadian dan watak lebih dekat satu sama lain, bahkan sering disama artikan. ฀an dalam perjalanannya kepribadian seseorang berhadapan dengan lingkungannya, yang turut membentuknya hingga mencapai titik kematangan tertentu.

Kata watak lebih banyak digunakan dalam arti yang normatif maupun arti deskriptif. Arti normatif menekankan kepada aspek watak tersebut, sedangakan deskriptif menekankan pada aspek kepribadiannya. Adapun tempramen lebih banyak ditentukan dan dibentuk oleh struktur fisik biologis seseorang, dan sifatnya tetap, tempramen merupakan bagian dari pembawaan seseorang yang lebih dominan.

Adapun dalam pandangan psikologi Islam, memandang kepribadian dalam dua aspek pengembangan. Pertama, adalah pengembangan qalb (hati), sebagaimana sabda Rasulullah:

฀ή΋Ύγ฀Ϊ˰˰δϓ฀ΕΪ˰δϓ฀ϥ·฀ϭ฀ϪϠ˰Ϥϋή΋Ύγ฀΢Ϡλ฀Ζ˰ΤϠλ฀΍Ϋ·฀Δϐ˰πϣ฀Ϊδ˰˰Πϟ΍฀ϰϓ฀ϥ·฀ϻ΃

ϪϠ˰˰Ϥϋ

“Ketahuilah bahwa dalam jasad terdapat mudghah yang apabila baik, maka baik pula seluruh anggota tubuh, dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa mudghah itu adalah qalb”. (HR. Bukhari dari an-Nu’man bin Basyir).22

Kedua, adalah pengembangan aspek jism (fisik), penggambaran dari fisik atau perbuatan yang baik adalah pengaruh dari pengembangan pertama, yaitu qalb yang baik. Karena dalam

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

22Rafi Safuri, Psikologi Islam; Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), h. 113.฀

pandangan Islam bahwa tingkah laku manusia secara lahiriah adalah gambaran perilaku ia secara bathiniyah.

2.฀ Karakter dalam pandangan Islam

Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di antara makhluk Tuhan yang lainnya. Struktur manusia terdiri atas unsure Jasmaniah (฀isiologis) dan unsur rohaniah (psikologis). ฀alam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecendrungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviourisme disebut prepotence re฀lexes (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang).23

฀alam terminologi Islam, kata Syakhsiyyah merupakan interpretasi dari pengertian karakter secara kompleks. Syakhsiyyah berasal dari bahasa Arab dari kata syakhsun, yang artinya pribadi atau orang. ฀alam kitab al-Mu’jam al-Wasith, kata syakhsiyyah secara bahasa bermakna “shi฀atun tumayyizu al-syakhsha min ghairihi”, yaitu sifat atau karakter yang membedakan satu orang dengan lainnya.24

฀alam pandangan tasawuf, kata akhlak menjadi gambaran dari pribadi seseorang, yang menyangkut hubungannya dengan Tuhan, dengan dirinya dan dengan sesama manusia lainnya, akhlak dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah (karakter yang terpuji), dan akhlak madzmumah (karakter yang tercela).

Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

“…gambaran tentang kondisi yang menetap di dalam jiwa semua perilaku bersumber darinya dengan penuh kemudahan tanpa memerlukan proses berpikir dan merenung. Jika kondisi yang menjadi sumber berbagai perilaku yang indah dan terpuji bersifat dan syar’i, maka kondisi tersebut disebut akhlak yang baik. Sebaliknya, jika

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

23

HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner…, h. 42.

24M. Ismail Yusanto dan Sigit Purnawan Jati, Membangun Kepribadian Islam, (Jakarta: Khairul Bayan, 2002), h. 1.฀

berbagai perilaku yang bersumber darinya buruk, maka kondisi yang menjadi sumber itu disebut akhlak yang buruk”.25

Kata “akhlak” tidak ada dalam bahasa al-Qurán, yang ada hanyalah bentuk tunggalnya khuluq, dan untuk keperluan semantic kemudian dipopulerkan bentuk jamaknya, yaitu “akhlak”. Kata khuluq yang berarti budi pekerti ada hubungannya dengan perkataan khaliq (pencipta) karena itu sebenarnya akhlak adalah bagaimana menjalani hidup dengan sungguh-sungguh memenuhi rancangan Tuhan mengenai diri kita, dan “akhlak” adalah usaha untuk mencoba menjadi manusia seutuhnya.26

Kepribadian dalam Islam merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan Tuhan yang terimplentasi dalam kehidupan keseharian, Islam dengan kompleksitas ajarannya telah mengatur hubungan tersebut, hal itu tergambar dari beragam bentuk kebaikan dalam ajaran Islam yang akan membawa manfaat bagi makhluk lainnya secara luas.

฀alam upaya pembentukan kepribadian muslim ada dua pandangan yaitu muslim sebagai individu maupun masyarakat (ummah). Ada dua unsur yang akan dijumpai dalam tatanan sosial muslim yakni keberagaman (heterogenitas) dan kesamaan (homogenitas). Maka dalam Islam perbedaan itu mutlak adanya dalam posisinya seorang muslim sebagai individu, namun dalam pembentukan kepribadian muslim sebagai suatu masyarakat, maka perbedaan itu melebur menjadi satu kesatuan ummah.

Begitu pentingnya peranan akhlah dalam ajaran Islam dan pembentukan manusia sebagai individu yang bermanfaat bagi dirinya, juga bagi orang lain. sehingga Rasulullah Muhammad s.a.w menyederhanakan seluruh tugas risalahnya sebagai tugas

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

25Muhammad Utsman Najati, Jiwa dalam Pandangan Para Filoso฀ Muslim, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2002), h. 242.฀

26Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurchalish Madjid, (Bandung: Penerbit Mizan, 2006), Cet. I, h. 111.฀

penyempurnaan akhlak manusia. Han tersebut senada dengan sabdanya:

“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad).27

฀engan demikian, Akhak atau budi pekerti yang menjadi interpretasi kepribadian seorang muslim merupakan esensi dari kejadian manusia itu sendiri. Maka, untuk menjadi manusia seseorang harus berakhlak dan memiliki budi pekerti yang luhur karena hal tersbut pada dasarnya merupakan rancangan Tuhan tentang manusia. Adapun istilah pendidikan karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad ke-18. Istilah tersebut sebenarnya digambarkan dalam bangunan dan sistem pendidikan modern yang berkembang di Barat. Sedangkan Islam memandang bahwa istilah tersebut muncul setelah adanya pemisahan keilmuan dalam pendidikan Agama dan Sains di awal abad pencerahan bagi bangsa-bangsa Eropa dan Barat. 28

Karakter laksana otot yang memerlukan latihan demi latihan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kekuatannya. Karena itu, pendidikan karakter memerlukan proses pemahaman, penanaman nilai, dan pembiasaan, sehingga seorang anak didik mencintai perbuatan baik. Contoh, untuk mendidik agar anak mencintai kebersihan, maka harus dilakukan pembiasaan hidup bersih dan diberikan pemahaman agar mereka mencintai kebersihan. Tentu, ini adalah cara yang baik dan memerlukan kesabaran dalam pendidikan.

Secara imperative pendidikan karakter bukanlah hal baru dalam system pendidikan nasional kita, karena tujuan pendidikan nasional dalam semua

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

27

Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurchalish Madjid…, h. 112.฀

28

฀oni Kusuma A, Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: PT. Gramedia, 2010), Cet. II, h. 9.฀

undang-undang yang pernah berlaku (UU 4/1950; 12/1954; 2/89) dengan rumusannya yang berbeda secara substantif memuat pendidikan karakter.29

฀alam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional komitmen tentang pendidikan karakter tertuang dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.30

Rumusan tentang landasan, fungsi, dan tujuan pendidikan Nasional tersebut sangat jelas menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan peserta didik yang secara utuh memiliki berbagai kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual, maupun kecerdasan kinestetik. Pendidikan Nasional mempunyai misi mulia (mission sacre) terhadap individu peserta didik.

Secara subtantif character terdiri atas 3 (tiga) operative values,values in action, atau tiga unjuk perilaku yang satu sama lain saling berkaitan, yakni moral knowing (pengetahuan tentang kebaikan) , moral ฀eeling (kepekaan terhadap kebaikan), and moral behavior (terlatih melakukan kebaikan). Adapun penjelasan lebih lengkap tentang subtantif character penulis jabarkan pada bab selanjutnya.

฀itegaskan lebih lanjut oleh Thomas Lickona bahwa karakter yang baik atau good character terdiri atas proses psikologis tersebut bermuara pada

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

29Udin Saripudin Winataputra, “Peranan Perguruan Tinggi dalam Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan”, Kumpulan makalah pada seminar nasional dan launching Himpunan Sarjana PAI se-Indonesia, Jakarta 05 Juni 2010, h. 4.

30Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Fokus Media, 2010), h. 3.

kehidupan moral dan kematangan moral individu. ฀engan kata lain, karakter dimaknai sebagai kualitas pribadi yang baik, dalam arti tahu akan kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berprilaku baik, yang secara koheren memancar sebagai hasil dari olah pikir (Intelectual Development), olah hati (Spiritual and emotional development), olah raga (Pyisical development), dan olah rasa dan karsa (A฀฀ective and creativity development).

Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Kevin Ryan dan Karen E Bohlin,31 mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). ฀alam pendidikan karakter, kebaikan itu seringkali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik yang disebut sebagai karakter moral dalam interaksi sosial.

B.฀Dasar Pengembangan Pendidikan Karakter

1.฀ ฀asar Pengembangan dalam Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 32

฀alam bangunan sistem pendidikan nasional yang bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Apabila dicermati, rumusan tersebut sangat jelas mengandung unsur pendidikan

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀

31Kevin Ryan dan Karen E Bohlin, building Character in School; Practical ways to bring moral instruction to li฀e, Michighan, Jossey-Bayy, 1998. ฀iakses dari http:/?books.google.com?books?id=w16fAAAAMAAJ&q=ryan+and+bohlin&dq=ryan+anf+ bohlin&pgis=1.฀

32Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional…, h. 1.

karakter bagi anak bangsa. Rumusan tersebut menjadi dasar yang memberikan petunjuk bahwa tujuan pendidikan nasional menyangkut aspek-aspek yang sangat subtansial, terkait dengan hidup dan kehidupan manusia secara komprehensif, terkait dengan persoalan keimanan dan ketaqwaan, menyangkut aspek moralitas, kecerdasan, kemandirian, tanggungjawab dan jati diri bangsa. Artinya semua itu sudah mencakup semua aspek harkat hidup seseoarang secara utuh baik jasmaniah ataupun rohaniah.

Sejalan dengan Renstra Kemendiknas 2010-2014 yang telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter, maka diperlukan kerja keras semua pihak, terutama terhadap program-program yang memiliki kontribusi besar terhadap peradaban bangsa harus benar-benar

Dokumen terkait