• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut maka harus dilakukan upaya-upaya yang saling berkesinambungan. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas SDM, faktor kesehatan dan gizi memegang peranan penting, karena seseorang tidak akan dapat mengembangkan kapasitasnya secara maksimal apabila tidak memiliki status kesehatan dan gizi yang optimal (Azinar 2005).

Upaya peningkatan kualitas SDM harus dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak masa kanak-kanak. Anak merupakan sumber potensi dan penerus cita-cita bangsa, sehingga wajar bila seorang anak mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar (BPS 2001) serta memperoleh pendidikan secara formal di sekolah.

Pendidikan formal yang diterima oleh seorang anak di sekolah, membuatnya lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah, mulai dari pagi hari hingga siang hari, terutama pada sekolah dengan jumlah jam belajar yang lebih panjang. Penambahan jam belajar di sekolah membuat pihak sekolah harus menyediakan makan siang dan juga selingan bagi siswanya. Makanan yang disajikan dalam program tersebut dapat berupa makanan utama (meal) dan makanan selingan (snack). Makanan selingan sebaiknya diberikan 1,5-2 jam sebelum makanan utama untuk menghindari siswa terlalu lapar juga untuk meningkatkan selera makannya pada saat makan utama (Marotz et al. 2005).

Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan makanan pada anak usia sekolah dan sudah merupakan praktik yang telah diterima di sebagian besar negara maju (Snyder et al. 1999). Kegiatan penyelenggaraan makanan di sekolah diharapkan dapat menghilangkan kekhawatiran orang tua mengenai makanan yang dimakan oleh anaknya di sekolah. Hal ini dikarenakan anak usia sekolah hampir selalu ingin mencoba makanan yang mudah dijumpai dan berpenampilan menarik, seperti makanan jajanan yang biasa dijual di sekitar sekolah yang tidak selamanya mengandung kandungan gizi yang baik dan biasanya tinggi gula dan lemak. Keamanan makanan jajanan baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi juga masih dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan di Bogor ditemukan Salmonella

Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa berdasarkan uji laboratorium, terdapat penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil) pada jenis jajanan yang sering dikonsumsi anak sekolah, yaitu pada otak-otak, bakso, tahu goreng, mie kuning basah, dan es sirop merah. Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto 2010).

Hasil penelitian Prell et al. (2005) juga menggambarkan pentingnya sekolah dalam perubahan kebiasaan makan siswa di sekolah. Menurut Riyadi (2006), berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak sekolah dapat memperbaiki prestasi di sekolah, baik anak-anak di negara berkembang maupun negara maju. Anak- anak yang lapar pada saat sekolah tidak dapat berkonsentrasi dan melaksanakan tugas-tugas yang kompleks, meskipun keadaan gizi mereka baik. Selain itu, menurut Yuliati dan Santoso (1995), penyelenggaraan makanan di sekolah bertujuan untuk memperbaiki status gizi terutama bagi anak sekolah yang tidak sempat sarapan dan membawa bekal, memperbaiki prestasi akademis, sebagai bahan pendidikan gizi untuk anak sekolah dan membiasakan memilih makanan bergizi.

Sekolah menjadi tempat yang penting, terutama sebagai rumah kedua bagi para murid. Selain itu juga untuk dapat memenuhi gizi para murid, penyelenggaraan makanan yang dilakukan di sekolah juga harus memperhatikan aspek kandungan gizi serta kesesuaian jumlahnya dengan kebutuhan dari siswa- siswinya. Makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan makanan (makan siang) di sekolah harus dapat menyumbangkan energi sekitar sepertiga dari total kebutuhan energi anak (Mahan & Stump 2004). Selain kebutuhan energi, juga perlu diperhatikan variasi makanan, kesukaan anak, serta jumlah makanan yang disediakan (Tresnawati 2009).

Sekolah Marsudirini merupakan salah satu sekolah yang mengadakan penyelenggaraan makanan baik untuk siswa dan seluruh karyawannya. Sekolah ini terletak di kawasan Telaga Kahuripan, Parung, Bogor. Lokasi Sekolah

Marsudirini cukup jauh dari keramaian, sehingga kondusif untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, lingkungan sekolah juga terbebas dari penjual jajanan dan makanan lainnya. Hal ini dikarenakan tujuan penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh sekolah salah satunya adalah mencegah siswa-siswi jajan sembarangan dan ingin menyajikan makanan yang bergizi dan sehat bagi siswa-siswi. Sekolah Marsudirini dalam penyelenggaraan makanannya melakukan pemorsian makanan, untuk makanan pokok, lauk hewani, dan sayur (tingkat SD) dan lauk hewani (SMP-SMA) pada tiap siswanya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melihat seberapa besar zat gizi dari makanan yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini dan daya terima dari siswa terhadap pemenuhan konsumsi energi dan protein dari tiap siswa.

Tujuan Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat ketersediaan dan daya terima makanan di sekolah terhadap tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi lainnya dari tiap siswa.

Tujuan khusus

1. Mengetahui sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Sekolah Marsudirini.

2. Mengetahui karakteristik siswa (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, sosial ekonomi keluarga) dan preferensi makanan siswa.

3. Mengetahui daya terima siswa terhadap makanan yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini.

4. Mengetahui tingkat ketersediaan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari menu makan siang dan selingan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini.

5. Mengetahui asupan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari makanan yang dikonsumsi di sekolah dan kontribusinya terhadap total konsumsi sehari dan kebutuhan serta kecukupan gizi siswa.

6. Menganalisis hubungan karakteristik siswa (jenis kelamin dan sosial ekonomi) terhadap daya terima terhadap makanan yang disajikan oleh Sekolah Marsudirini.

7. Menganalisis hubungan daya terima terhadap tingkat kecukupan energi dan protein siswa.

Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang daya terima siswa terhadap makanan yang dihasilkan oleh penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh sekolah, selain itu juga mengetahui seberapa besar kontribusi penyelenggaraan makanan yang dilakukan di sekolah terhadap pemenuhan angka kecukupan gizi anak usia sekolah. Bagi sekolah yang bersangkutan, diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan bahan evaluasi dalam melaksanakan penyelenggaraan makanan yang lebih baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait