• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesadaran masyarakat meningkat terhadap penggunaan tanaman obat dikarenakan obat-obatan yang berasal dari tanaman diyakini kurang memberikan efek samping dibandingkan dengan obat- obat sintetik. Seiring dengan hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan pencarian sumber tanaman obat. Permintaan akan bahan baku tanaman obat yang beragam dipengaruhi oleh berbagai jenis penyakit yang diderita (Khairunisa, 2009).

Binahong (Anredera cordifolia L.) merupakan tanaman obat yang potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Di negara Eropa maupun Amerika tanaman ini cukup dikenal, tetapi para ahli belum tertarik untuk meneliti tanaman ini lebih mendalam, padahal berbagi khasiat sebagai obat telah diketahui. Bagian dari tanaman binahong hampir semuanya dapat dimanfaatkan, mulai dari batang, akar, bunga, dan daun, akan tetapi bagian yang banyak digunakan sebagai bahan obat herbal adalah bagian daun (Sugiyarto dan Kuswandi, 2014).

Adanya manfaat yang beragam tersebut mendorong para ahli untuk melakukan penelitian yang terkait dengan bahan bioaktif binahong. Tetapi sebagian besar penelitian yang dilakukan lebih kepada peningkatan manfaat binahong untuk mengobati penyakit sedangkan penelitian yang berkaitan dengan teknik perbanyakan masih jarang dilakukan. Semakin banyak manfaat yang dirasakan maka semakin meningkat kebutuhan akan bahan baku obat yang diperlukan. Apabila hal ini terjadi secara terus menerus dapat mengancam kelestarian binahong. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai perbanyakan atau budidaya tumbuhan obat secara ex situ (Khairunisa, 2009).

Kelestarian binahong dapat terjaga jika dilakukan upaya budidaya baik secara ex vitro maupun in vitro. Perbanyakan secara in vitro melalui teknik kultur jaringan merupakan cara yang tepat untuk melakukan upaya konservasi binahong sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan baku tanpa mengancam kelestariannya di alam karena melalui metode kultur in vitro akan diperoleh tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat dan akan menghasilkan tanaman baru yang seragam (Gunawan 1992).

Teknik mikropropagasi juga telah dikembangkan dan digunakan untuk beberapa tanaman obat karena multiplikasinya lebih cepat. Regenerasi tanaman dengan teknik kultur jaringan ini terbukti menghasilkan kandungan senyawa aktifnya sama dengan tanaman induknya (Radji 2005). Selain untuk perbanyakan varietas tanaman, saat ini kultur jaringan diarahkan untuk beberapa tujuan, antara

lain untuk memproduksi metabolit sekunder (alkaloid, flavonoid, dll) (Gangga et al., 2007).

Teknik in vitro atau kultur jaringan merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk induksi kalus daun binahong untuk menghasilkan metabolit sekunder. Berdasarkan tekstur dan komposisi sel, kalus dapat dibedakan menjadi kalus kompak dan kalus remah. Kalus dengan tekstur kompak akan menghasilkan metabolit sekunder yang lebih banyak dibandingkan kalus dengan

tekstur meremah. Metabolit sekunder yang dihasilkan dari kultur kalus biasanya lebih banyak jenisnya, karena seringkali timbul zat-zat alkaloid atau senyawa-senyawa lain yang sangat berguna untuk pengobatan (Sugiyarto dan Kuswandi, 2014). Kultur kalus dapat memproduksi metabolisme sekunder yang lebih beraneka ragam (Mardini, 2015).

Pada metode kultur jaringan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) penting untuk memacu pertumbuhan eksplan. Fungsi ZPT dalam kultur in vitro adalah untuk memacu pertumbuhan tunas dan pengakaran. ZPT yang paling sering digunakan adalah auksin dan sitokinin (Gunawan 1992). Kombinasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam medium merupakan faktor utama penentu keberhasilan kultur in vitro. Penambahan 2,4-D dalam media akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa kimia alami flavonoid (Rahayu et al., 2003). BAP memiliki struktur yang mirip dengan kinetin, aktif dalam pertumbuhan dan poliferasi kalus (Sari et al., 2013).

Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya (Verpoorte dan Alfermann, 2000). Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu (Harborne, 2006).

Wardani (2015) menyatakan bahwa seluruh bagian tanaman binahong mulai dari akar, umbi, batang, daun dan bunga sangat mujarab untuk terapi herbal. Kemampuan binahong untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit ini berkaitan erat dengan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya seperti flavonoid, terpenoid dan saponin. Flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik membantu tubuh dalam

proses sintesa organik dan pemulihan sel –sel tubuh. Sedangkan saponin dapat menurunkan kolesterol, mempunyai sifat sebagai antioksidan, antivirus dan antikarsinogenik dan manipulator fermentasi rumen.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh jenis eksplan dan komposisi zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus dan metabolit sekunder pada tanaman binahong.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis eksplan dan komposisi zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus dan metabolit sekunder pada tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).

Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh jenis eksplan terhadap induksi kalus tanaman binahong.

2. Ada pengaruh komposisi zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus tanaman binahong.

3. Ada pengaruh interaksi jenis eksplan dan komposisi zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus dan metabolit sekunder tanaman binahong.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Uniersitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan.

growth regulators composition on the callus induction and secondary metabolites of binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), supervised by Rosmayati and Luthfi A. M. Siregar.

The aim of the research was to know the effect of explants type and growth regulators composition on the callus induction and secondary metabolites of binahong. The research was conducted at the Tissue Culture Laboratory, Dinas Pertanian, Sumatera Utara and Laboratory of Natural Materials, Faculty of Science, North Sumatera University, from July to September 2016. The completely randomized design was used with two factors i.e: type of explant (leaf, stem, petiole) and medium (MS; MS + 1 mg/L 2,4-D + 0.5 mg/L BAP; MS + 2 mg/L 2,4-D + 0.5 mg/L BAP; MS + 3 mg/L 2,4-D + 0.5 mg/L BAP; MS + 1 mg/L 2,4-D + 1 mg/L BAP; MS + 2 mg/L 2,4-D + 1 mg/L BAP; MS + 3 mg/L 2,4-D + 1 mg/L BAP).

The results showed that the type of explant significantly affected to all parameters. The growth regulators composition significantly affected the percentage of callus formed. The stem explant were the best explant for all parameters. The medium of MS + 3 mg/L 2,4-D + 0.5 mg/L BAP, MS + 2 mg/L 2,4-D + 1 mg/L BAP, MS + 3 mg/L 2,4-D + 1 mg/L BAP were the best medium for the percentage of callus formed. The flavonoids were obtained in the stem explant with MS + 1 mg/L 2,4-D + 0.5 mg/L BAP and MS + 1 mg/L 2,4-D + 1 mg/L BAP; the saponin were obtained in the stem explant with MS + 2 mg/L 2,4-D + 0.5 mg/L BAP.

Keywords: binahong, explants, growth regulators, callus induction, secondary metabolites

komposisi zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus dan metabolit sekunder pada tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), dibimbing oleh Rosmayati dan Luthfi A. M. Siregar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis eksplan dan komposisi zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus dan metabolit sekunder pada tanaman binahong. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Dinas Pertanian Sumatera Utara dan Laboratorium Bahan Alam, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan September 2016. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu jenis eksplan (daun, batang, tangkai daun) dan zat pengatur tumbuh (MS; MS + 1 mg/L 2,4 D + 0,5 mg/L BAP; MS + 2 mg/L 2,4 D + 0,5 mg/L BAP; MS + 3 mg/L 2,4 D + 0,5 mg/L BAP; MS + 1 mg/L 2,4 D + 1 mg/L BAP; MS + 2 mg/L 2,4 D + 1 mg/L BAP; MS + 3 mg/L 2,4 D + 1 mg/L BAP).

Hasil penelitian menunjukkan jenis eksplan berpengaruh nyata terhadap semua peubah amatan. Komposisi zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap persentase terbentuk kalus. Eksplan batang merupakan eksplan yang terbaik untuk semua peubah amatan. Media MS + 3 mg/L 2,4 D + 0,5 mg/L BAP, MS + 2 mg/L 2,4 D + 1 mg/L BAP, dan MS + 3 mg/L 2,4 D + 1 mg/L BAP merupakan media yang terbaik untuk persentase terbentuk kalus. Kehadiran flavonoid terdapat pada eksplan batang dalam media MS + 1 mg/L 2,4 D + 0,5 mg/L BAP dan MS + 1 mg/L 2,4 D + 1 mg/L BAP serta saponin terdapat pada eksplan batang dalam media MS + 2 mg/L 2,4 D + BAP 0,5 mg/L.

Kata kunci: binahong, eksplan, zat pengatur tumbuh, induksi kalus, metabolit sekunder

PENGARUH JENIS EKSPLAN DAN KOMPOSISI ZAT PENGATUR TUMBUH

Dokumen terkait