• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan nasional merupakan upaya untuk mewujudkan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sejahtera, adil dan beradab. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk membangun kehidupan masyarakat secara berkesinambungan yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Namun hingga saat ini, pembangunan nasional belum mampu mewujudkan tujuan pembangunan tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada kondisi yang ada di wilayah desa pesisir Indonesia.

Fakta yang dikemukakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP 2011) menyatakan bahwa saat ini desa-desa pesisir di Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, di mana tercatat sebanyak 7 juta jiwa di 10.639 desa pesisir, (2) tingginya kerusakan sumberdaya pesisir, (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal, serta (4) rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan pemukiman. Keempat persoalan pokok ini memberikan andil terhadap tingginya kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim pada desa-desa pesisir.

Upaya yang selama ini dilakukan pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam membangun masyarakat pesisir belum memberikan hasil yang maksimal. Hasil penelitian Razali (2004) menemukan bahwa tingkat kesejahteraan pelaku perikanan masih berada di bawah sektor-sektor lain. Sejalan dengan hal tersebut Setiawan (2009) juga menemukan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir belum mampu membentuk masyarakat menjadi mandiri, sehingga strategi, kolaborasi dan rencana aksi sangat diperlukan untuk membangun masyarakat dan desa pesisir. Sebagai upaya membangun masyarakat dan desa pesisir, pemerintah mengembangkan dan melaksanakan beberapa program, meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM- KP), Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), dan program yang dilaksanakan pada tahun 2011 yakni Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).

Pelaksanaan Program PDPT merupakan salah satu langkah dalam menata dan meningkatkan kualitas lingkungan pesisir, sebagaimana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Periode 2010-2014 untuk meningkatkan manfaat sumberdaya alam dan peningkatan kualitas lingkungan hidup (RPJMN 2010). Program ini diharapkan mampu menjadi inovasi kegiatan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi termasuk masalah yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan iklim melalui (1) penataan desa pesisir dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, (2) memberikan manfaat riil bagi masyaralat pesisir, dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan masyarakat, (3) pembelajaran cara pemecahan masalah secara mandiri, dan (4) mendorong masyarakat pesisir sebagai agen pembangunan. Oleh karena itu, program PDPT diharapkan mampu membantu dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada di wilayah pesisir serta

2

memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir melalui pelaksanaan lima hal pokok yakni bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, serta bina siaga bencana.

Kecamatan Teluk Naga memiliki kawasan pesisir yang padat dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Tingginya aktivitas sosial ekonomi di kawasan membuat daerah pesisir ini sangat rentan terhadap bencana, baik yang disebabkan oleh ulah manusia maupun yang disebabkan oleh terjadinya perubahan iklim. Dari hasil observasi yang dilakukan, ditemukan beberapa kondisi lingkungan pesisir di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara yang kurang baik, diantaranya abrasi pantai yang terjadi di wilayah pesisir Tangerang, rusaknya hutan mangrove, kemiskinan serta lingkungan yang tidak tertata.

Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia (2002) menunjukkan bahwa abrasi telah terjadi di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, yang disebabkan oleh pembabatan hutan mangrove (bakau) secara berlebihan untuk dijadikan tambak. KLH juga menemukan terjadinya abrasi pantai sepanjang satu kilometer, dan ombak besar telah menelan 20-100 meter pantai di Kampung Garapan, sehingga banyak rumah penduduk yang akhirnya harus dipindahkan. Selain berakibat pada abrasi, penggundulan hutan mangrove juga mengakibatkan intrusi air laut, akibatnya, air tanah di Kampung Garapan sudah tidak ada lagi yang tawar. Amanah (2011) juga mengemukakan bahwa nelayan di Desa Muara dihadapkan pada kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang semakin menurun kualitasnya, meliputi pencemaran air laut oleh limbah pabrik, sedimentasi semakin tinggi, dan kelembagaan nelayan yang perlu berkembang menjadi lebih kuat dan terorganisir.

PDPT merupakan program yang berfokus pada masyarakat pesisir. Pengembangan program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir, menata sarana dan prasarana, sehingga diharapkan pada saat terjadi bencana risiko yang dirasakan kecil. Keberhasilan dan kesuksesan suatu program sangat erat kaitannya dengan sikap masyarakat terhadap program, bagaimana pengetahuan atau pandangan masyarakat secara umum terhadap program, persepsi, partisipasi dan tindakan masyarakat dalam mendukung kegiatan program.

Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah pesisir yang sedang melaksanakan program PDPT sejak tahun 2012. Kegiatan PDPT di kecamatan ini mencakup Bina Sumberdaya, Infrastruktur dan Lingkungan, Bina Usaha dan Bina Siaga Bencana. Namun secara umum program ini belum mampu memperbaiki kondisi desa tersebut dengan baik hal ini karena masyarakat cenderung belum mampu mengelola program dengan baik. informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa baru sekitar 40% masyarakat Kecamatan Teluk Naga yang berpatisipasi aktif dalam pelaksanaan kegiatan program PDPT, hal tersebut tentunya belum cukup mendukung pencapaian tujuan program.

Sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan. Pandangan individu dan masyarakat terhadap suatu program sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharyat (2009) bahwa setiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap sesuatu obyek. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga situasi lingkungan.

3 Sikap memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku masyarakat yang menunjukkan respon masyarakat terhadap program demi terwujudnya tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu pengembangan sikap masyarakat diharapkan akan membentuk perilaku positif masyarakat dalam medukung pengembangan desa pesisir yang tangguh. Terkait dengan kondisi di atas, maka dirasa perlu melakukan penelitian untuk melihat bagaimana sikap masyarakat pesisir terhadap program pengembangan masyarakat, khususnya pada Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh.

Perumusan Masalah

Pengembangan masyarakat merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Pengembangan masyarakat dan desa pesisir dikembangkan untuk memandirikan masyarakat serta mengembangkan potensi-potensi dan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat serta meningkatkan kehidupan desa pesisir. Berbagai macam kegiatan telah dikembangkan dan dilaksanakan di wilayah pesisir, namun dalam mencapai tujuan program diperlukan dukungan masyarakat, baik sikap positif, maupun partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program, serta kemampuan semua pihak yang terlibat dalam proses pengembangan masyarakat.

Berbagai hasil penelitian mengkaji implementasi program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, seperti yang dikemukakan oleh Muktazam (2012) memperlihatkan bahwa ketidakberhasilan program disebabkan persepsi negatif dari masyarakat, pendekatan yang tidak mengkoordinir partisipasi masyarakat sasaran, pendekatan yang bersifat “top down”, serta tidak terkoordinasi dengan baik. Penelitian Hamdan (2005) tentang program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Jepara, menemukan bahwa kurangnya keinginan masyarakat mengembalikan pinjaman, persepsi masyarakat yang menganggap bantuan tersebut sebagai hibah yang tidak perlu untuk dikembalikan, serta kurangnya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan bantuan untuk mengembangkan usaha mereka menyebabkan tidak berlanjutnya program oleh masyarakat.

Program PDPT dirancang untuk menata dan meningkatkan kehidupan masyarakat dan desa-desa pesisir nelayan yang tangguh terhadap bencana serta berbasiskan pada kegiatan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Dengan demikian muara dari model PDPT adalah terjadinya pengentasan kemiskinan, keberlanjutan kelembagaan masyarakat, kelestarian lingkungan, kemandirian keuangan desa dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Sehingga diharapkan mampu mewujudkan kondisi lingkungan pesisir yang lebih baik. Namun demikian sikap masyarakat terhadap program akan menjadi faktor yang sangat menentukan terhadap keberhasilan kegiatan program pengembangan. Pentingnya sikap positif dalam menentukan keberhasilan suatu program juga kemukakan oleh Ayunita (2006) di mana sikap masyarakat cenderung positif terhadap program PEMP, mereka mampu memanfaatkan kegiatan program dengan sehingga berpengaruh pada peningkatan pendapatan bakul dan pengolah ikan.

Pelaksanaan program PDPT di Kecamatan Teluk Naga kurang mendapat perhatian penuh dari masyarakat. hal ini dibuktikan oleh rendahnya partisipasi aktif dari masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan. Hal ini

4

menujukkan kurangnya sikap postif masyarakat dalam mewujudkan pencapaian tujuan program. Di lain pihak penurunan kualitas lingkungan yang saat ini dihadapi oleh masyarakat pesisir tidak lepas dari tekanan aktivitas kehidupan yang dilakukan masyarakat. Tekanan berupa pencemaran air yang disebabkan oleh kegiatan industri, pengelolaan tambak, penebangan tanaman mangrove serta tekanan arus laut yang telah menyebabkan terjadinya abrasi. Melihat masalah yang terdapat di wilayah pesisir pelaksanaan Program Pengembangan Desa Pesisir Tanggguh diharapkan mampu berperan sebagai alternatif strategi pengembangan desa pesisir secaara berkelanjutan.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berfokus pada telaah tentang sikap masyarakat terhadap program PDPT. Dimana sikap masyarakat yang menolak atau pun mendukung program sangat berpengaruh terhadap kesuksesan dan pencapaian tujuan program..

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dirumuskan, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan pelaksanaan program PDPT di desa penelitian. 2. Menganalisis sikap masyarakat terhadap program PDPT.

3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis.

Secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan kajian tentang pengembangan masyarakat pesisir pada khususnya, maupun bagi masyarakat luas pada umumnya. Di samping itu dapat mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis.

Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam pengembangan sikap masyarakat untuk mendukung keberhasilan pengembangan program yang berbasis masyarakat, serta memberikan masukan kepada pengelola program agar usaha penataan kondisi masyarakat pesisir lebih baik.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh

Program merupakan rencana kegiatan yang tersusun secara sistematis dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai tujuan. Program didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

KKP (2013) mengemukakan bahwa program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh merupakan upaya pemerintah dalam penguatan ekonomi masyarakat pesisir dan ketahanan desa terhadap bencana alam dan dampak perubahan iklim yang diharapkan mampu memberikan daya dorong bagi kemajuan desa-desa pesisir di Indonesia. Kegiatan PDPT merupakan salah satu bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan yang terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Pengembangan Desa Pesisir Tangguh merupakan implementasi kebijakan Presiden terkait peningkatan dan perluasan program pro-rakyat dan merupakan wujud dari intervensi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menata desa pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Menghasilkan keluaran yang dapat memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir, sesuai skala prioritas kebutuhan masyarakat, pembelajaran bagi masyarakat pesisir untuk menemukan cara pemecahan masalah secara mandiri, dan mendorong masyarakat pesisir sebagai agen pembangunan. Program PDPT bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim, meningkatkan kualitas lingkunagn hidup, meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat, memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi di desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil.

Fokus pengembangan kegiatan yakni: (1) Bina Manusia, yaitu kegiatan yang mencakup peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam rangka mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat baik formal maupun informal, memperluas dan meningkatkan kerjasama, memperbaiki budaya kerja, gotongroyong, tanggung jawab, disiplin dan hemat serta menghilangkan sifat negatif boros dan konsumtif, (2) Bina Usaha, yaitu kegiatan yang mencakup peningkatan keterampilan usaha, perluasan mata pencaharian alternatif, pengelolaan bisnis skala kecil dan penguasaan teknologi, (3) Bina Sumberdaya, yakni kegiatan yang menitikberatkan pada upaya memperkuat kerifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya, revitalisasi hal ulayat dan hak masyarakat lokal, penerapan monitoring, controlling dan surveillance dengan prinsip partisipasi masyarakat lokal, penerapan teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan teknologi asli, merehabilitasi habitat, konservasi dan memperkaya sumberdaya, (4) Bina lingkungan dan infrastruktur, yaitu kegiatan yang mencakup pembangunan infrastruktur, rehabilitasi vegetasi pantai dan pengendalian pencemaran melalui pendekatan perencanaan dan pembangunan secara spasial dalam rangka mendorong peningkatan peran masyarakat pesisir dalam penataan

6

dan pengelolaan lingkungan sekitarnya, (5) Bina Siaga Bencana dan Perubahan iklim, yaitu kegiatan yang mencakup usaha-usaha pengurangan risiko bencana dan dampak perubahan iklim, rencana aksi desa dalam pengurangan risiko bencana, penyadaran masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana penanggulan bencana (antara lain jalur evakuasi, shelter, struktur pelindung terhadap bencana, fasilitas kesehatan, dan cadangan strategis) yang menekankan pada partisipasi dan keswadayaan dari kelompok-kelompok sosial yang terdapat pada masyarakat atau komunitas pesisir.

Karakteristik Masyarakat Pesisir

Wilayah pesisir merupakan sumberdaya potensial bagi bangsa Indonesia yang terbentang sepanjang 81.000 km. Sumberdaya ini menyimpan kekayaan alam yang besar dan beragam, seperti perikanan, hutan mangrove, rumput laut dan terumbu karang memainkan peran penting bagi kehidupan penduduk sekitar, dan ekonomi bangsa (Dahuri et al., 2008). Secara ilmiah Dahuri et al., (2008) mendefinisikan pesisir sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Wilayah pesisir memiliki karakteristik spesifik yang berbeda dengan wilayah daratan. Pengelolaan ekosistem pesisir lebih menantang dibandingkan dengan pengelolaan ekosistem di darat maupun di laut lepas. Hal ini dikarenakan adanya sistem lingkungan alam yang kompleks, pemanfaatan yang sangat beragam, dan kepemilikan. Di wilayah pesisir dan laut terdapat berbagai kegiatan seperti konservasi, jasa wisata, pelayaran, dan transportasi, perikanan, industri pertambangan, dan pencemaran lingkungan, sehingga dilihat dari berbagai macam peruntukannya, wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif (Supriharyono 2000).

Masyarakat pesisir merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup dan mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas dan bergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria, 2002). Dalam kerangka sosiologi, masyarakat pesisir memiliki karakterisik yang berbeda dengan masyarakat agraris atau petani, perbedaan ini sebagian besar disebabkan karena karakteristik sumberdaya yang menjadi input utama bagi kehidupan sosial ekonomi mereka. Pola panen yang terkontrol memberikan petani pendapatan yang dapat dikontrol. Sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan, sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi terkait dengan ekspetasi sosial ekonomi masyarakat. Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi oleh nelayan, pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol. Nelayan juga menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka.

7 Dahuri, (2003) mengemukakan bahwa pada umumnya masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial dan budaya dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Amanah (2010) juga menyatakan bahwa masyarakat pesisir terutama nelayan kecil, masih terbelit oleh persoalan kemiskinan dan keterbelakangan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Astono (2010) mengemukakan bahwa masyarakat nelayan di wilayah Pekalongan, secara sosial ekonomi masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, di mana satu-satunya sumberdaya sosial ekonomi yang dapat diandalkan adalah ketidakpastian mendapatkan penghasilan dari kegiatan melaut.

Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis memiliki empat fungsi bagi kehidupan umat manusia yaitu (1) sebagai penyedia sumberdaya alam, (2) penerima limbah, 3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services), (4) penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001). Mengingat peran penting wilayah pesisir bagi kehidupan, program PDPT hadir untuk memperhatikan dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir melalui beberapa kegiatan program. Diperkirakan wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan karakteristik keluarga yang khas ini, merupakan tumpuan bagi masa depan masyarakat pesisir.

Sumberdaya pesisir merupakan lokasi bagi beberapa kegiatan pembangunan antara lain: (1) budidaya maupun tangkapan; (2) pariwisata (3) industri; (4) pertambangan; (5) perhubungan dan (6) kegiatan konservasi seperti mangrove, terumbu karang, dan biota laut lainnya. Pemanfaatan sumber daya pesisir secara optimal dan terkendali dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memberikan kesejahteraan masyarakat pesisir. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa dalam mengelola sumberdaya pesisir masyarakat cenderung tidak memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutannya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Masydzulhak (2005), bahwa masih terjadi eksploirasi dan eksploitasi terhadap pemanfatan sumberdaya pesisir yang mengancam kapasitas keberlanjutan sumberdaya perikanan, selain itu berbagai kasus pencemaran menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir belum dilakukan secara optimal dan berkelanjutan.

Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat saat ini menjadi cara popular bagi pemerintah, pihak-pihak swasta maupun lembaga kemasyarakatan dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Tujuan program pengembangan masyarakat yakni untuk mengentaskan kemiskinan, mencari solusi persoalan social, serta mengatasi konflik dalam masyarakat.

Rothman et., al (2001), mengembangkan tiga model pengembangan masyarakat yakni:

a. Model pengembangan masyarakat lokal (Locality development approach) Locality development approach (pengembangan masyarakat lokal) beranggapan bahwa perubahan komunitas bisa terjadi optimal melalui partisipasi luas dari berbagai spektrum masyarakat di tingkat lokal dalam menetapkan tujuan dan aksi. Pengembangan Masyarakat Lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Model ini yang diharapkan mampu menciptakan kondisi sosial ekonomi yang

8

lebih baik dan kemajuan sosial bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Perubahan dalam masyarakat melalui Pengembangan Masyarakat Lokal dapat dilakukan secara optimal apabila melibatkan partisipasi aktif dari semua masyarakat di mana setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut melalui penggunaan prosedur demokrasi dan kerjasama atas dasar kesukarelaan, keswadayaan, pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat.

b. Model perencanaan sosial (Social Planning)

Model perencanaan sosial merupakan proses pemecahan masalah secara teknis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan terhadap masalah sosial tertentu, seperti: kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan dll. Selain itu, model Perencanaan Sosial ini mengungkap pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yang terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi.

Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah dengan mengumpulkan atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu permasalahan. Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksanakan. Berbeda dengan Pengembangan Masyarakat Lokal, Perencanaan Sosial lebih berorientasi pada “tujuan tugas”. Sistem klien Pengembangan Masyarakat Lokal umumnya kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups) atau kelompok rawan sosial ekonomi, seperti para lanjut usia, orang cacat, janda, yatim piatu, wanita atau pria tunasosial, dst.

c. Model aksi sosial (Social Action)

Model aksi sosial ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah, dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung, juga meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Suharto (1997) mengemukakan bahwa aksi sosial merupakan model pengembangan masyarakat yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan yang mendasar dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan (distrition of power), sumber (distribution of resources) dan pengambilan keputusan (distribution of decision making). Model aksi sosial didasari oleh suatu pandangan bahwa masyarakat merupakan korban dari adanya ketidak adilan struktur. Dengan kata lain bahwa masyarakat menjadi tidak berdaya karena disengaja oleh struktur yang berlaku. Mereka miskin karena dimiskinkan, mereka lemah karena dilemahkan, dan tidak berdaya karena tidak diperdayakan oleh kelompok elit masyarakat yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik, dan kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran pemberdayaan dan tindakan- tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan (equality) dan keadilan (equity).

9 Konsep Sikap

Sikap (attitude) mempengaruhi manusia dalam berperilaku serta erat kaitannya dengan efek dan perannya dalam pembentukan karakter dan sistem hubungan antar kelompok. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi sikap merupakan suatu faktor pendorong individu untuk melakukan tindakan.Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan obyek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Suharyat, 2009).

Spencer dan Spencer (1993) mengartikan sikap (attitude) sebagai “status mental seseorang” atau "kesiapan untuk merespon suatu situasi tertentu. Sikap berisikan komponen berupa cognitive (pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan lain-lain), affective (emosi, senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan