• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton dimana konsumsi secara tidak langsung (olahan) sebesar 99%, untuk Pengrajin 1,85 juta ton (83,7%), Industri Kecap dan Tauco 325.220 ton (14,7%), Industri Benih 25.843 ton (1,2%) dan Industri Pakan 8.319 ton (0,4%). Produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 892.602 ton naik 14% disbanding tahun 2013 sebesar 779.992 ton. Sementara impor kedelai pada tahun 2014 sudah mencapai 1,44 juta ton, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 1,78 juta ton. Ketergantungan terhadap kedelai impor masih tinggi akibat terbatasnya produksi dalam negeri. Sedangkan rata-rata kebutuhan jagung dalam negeri untuk industri pakan ternak sekitar 57%, sisanya sekitar 34% untuk pangan dan 9% untuk kebutuhan industri lainnya. Produksi jagung pada tahun 2014 sebesar 18.548.872 ton dan impor s/d Agustus mencapai 2,2 juta ton. Sedangkan pada tahun 2013 produksi sebesar 18.511.853 ton dan impor mencapai sebesar 4 juta ton (Kementrian Perdagangan RI, 2014).

Sistem pertanaman tanaman pangan terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur. Pertanaman monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis dalam suatu luasan lahan. Misalnya dalam suatu luasan lahan hanya ditanami padi, jagung, atau kedelai. Tujuan menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Sedangkan pola tanam polikultur ialah pola pertanaman dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik. Salah satu cara dalam pola tanam polikultur adalah pola tanam inter cropping (tumpang sari), pemanfaatan cahaya, air dan hara, mengontrol gulma,

hama dan penyakit serta merupakan jalur alternatif untuk pertanian yang berkelanjutan (Tobing, et al. 2005)

Penelitian tumpang sari jagung dan kedelai telah banyak dilaporkan, pengaturan jarak tanam dengan kepadatan populasi yang lebih rendah meningkatkan hasil berat kering dan indeks luas daun pada jagung, tetapi menurunkan transmisi cahaya bagi kedelai, peningkatan populasi menurunkan produksi kedelai tetapi meningkatkan produksi jagung, tumpang sari jagung kedelai menurunkan hasil kedelai 59 – 75% dibandingkan dengan monokultur (Turmudi, 2002).

Menurut Catharina (2009) pada hasil percobaannya menyimpulkan bahwa sistem tumpang sari jagung dengan kedelai dari berbagai kultivar kedelai pada berbagai waktu tanaman secara secara keseluruhan lebih menguntungkan dari pada sistem monokultur. Sistem tumpang sari jagung dengan kacang-kacangan memberikan pengaruh positif terhadap produksi jagung, karena tanaman jagung memperoleh manfaat dari ketersediaan hara terutama unsur N dari kacang- kacangan. Untuk semua jenis tumpang sari menunjukkan bahwa nilai kesetaraan lahan lebih besar dari satu, yang berarti bahwa tumpang sari lebih menguntungkan.

Menurut penelitian Rinaldi, et al. (2009) pada pola tanam monokultur tanaman jagung, berat tongkol jagung tanpa kelobot lebih tinggi yaitu sebesar 0,44 kg/3,2 m2 daripada pola tanam tumpang sari jagung dengan kedelai, baik dalam rentang waktu tanam yang sama yaitu sebesar 0,38 kg/3,2 m2 ataupun dalam rentang waktu tanam kedelai 2 minggu setelah tanam jagung yaitu sebesar 0,34 kg/3,2 m2. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan antara tanaman jagung

dan kedelai lebih berpengaruh jika dibandingkan dengan persaingan antara tanaman jagung. Berat 100 biji tanaman kedelai yang tertinggi diperoleh dari pola tanam kedelai secara monokultur yaitu sebesar 8.74 g, sedangkan pada pola tumpang sari menunjukkan nilai berat 100 biji kedelai yang lebih rendah, terutama pada pola tumpang sari dengan waktu tanama berbeda 2 minggu.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti sistem budidaya tumpang sari antara tanaman kedelai dengan tanaman jagung agar kompetisi yang terjadi antar tanaman dapat dikurangi dan tidak saling merugikan, salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan melakukan pengaturan populasi tanaman (jarak tanam) kedelai dan jagung.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai dan jagung dengan berbagai jarak tanam pada sistem tumpang sari.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah berbagai jarak tanam dalam sistem

tumpang sari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai dan jagung

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

ABSTRACT

NURUL HASANAH: Growth and Production Respond of Soy and Corn. With Vorious Spacing Plant in Intercroping system, supervised by YAYA HASANAH and T. IRMANSYAH.

Polyculture cropping pattern is cropping with many types of plants in the plots that are arranged and planned by implementing good and environmental aspects. One of the system is intercroping system. The research was conducted at Tanjung Sari Medan Selayang, Medan with the heigh , ± 25 meters above the sea level, on April to July 2016. The research was arranged with a randomized block design non factorial with treatments monoculture of corn (75 cm x 40 cm), monoculture of soy (40 cm x 20 cm), intercroping of soy (40 cm x 15 cm) x corn (65 cm x 40 cm) , intercroping of soy (40 cm x 15 cm) x corn (75 cm x 40 cm) , intercroping of soy (40 cm x 15 cm) x corn (85 cm x 40 cm) ,intercroping of soy (40 cm x 20 cm) x corn (65 cm x 40 cm) , intercroping of soy (40 cm x 20 cm) x corn (75 cm x 40 cm) , intercroping of soy (40 cm x 20 cm) x corn (85 cm x 40 cm) , intercroping of soy (40 cm x 25 cm) x corn (65 cm x 40 cm) , intercroping of soy (40 cm x 25 cm) x corn (75 cm x 40 cm) , intercroping of soy (40 cm x 25 cm) x corn (85 cm x 40 cm) . The result showed that the number of cob corn , dry weight of crown and roots corn, soy height,the age of flowering corn and soy, dry weight of soy grain per sample and per plot, the number of soy chlorofil, dry weight of soy shoot, harvest day of soy and corn, and soy leaf area index were significantly affected by spacing plant in intercroping system.

ABSTRAK

NURUL HASANAH : Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merril) dan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) Dengan Berbagai Jarak Tanam Pada Sistem Tumpang Sari dibimbingan oleh YAYA HASANAH dan T. IRMANSYAH.

Pola tanam polikultur ialah pertanaman dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik. Salah satu cara adalah pola tanam Tumpang Sari. Penelitian ini dilaksanakan di lahan penduduk Jl. Pasar 1 No. 89 Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Medan dengan ketinggian ± 25 m dpl. Percobaan dilakukan mulai bulan April 2016 sampai dengan Juli 2016, menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan perlakuan Monokultur Jagung Manis (75 cm x 40 cm), Monokultur Kedelai (40 cm x 20 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 15 cm) x Jagung (65 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 15 cm) x Jagung (75 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 15 cm) x Jagung (85 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 20 cm) x Jagung (65 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 20 cm) x Jagung (75 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 20 cm) x Jagung (85 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 25 cm) x Jagung (65 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 25 cm) x Jagung (75 cm x 40 cm), Tumpang Sari Kedelai (40 cm x 25 cm) x Jagung (85 cm x 40 cm). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam pada sistem tumpang sari nyata meningkatkan jumlah tongkol pertanaman, bobot kering akar dan tajuk jagung, tinggi tanaman kedelai, umur berbunga kedelai dan jagung, bobot kering biji perplot dan pertanaman kedelai, jumlah klorofil kedelai, bobot kering tajuk kedelai, umur panen kedelai, jagung dan total luas daun kedelai dan nisbah kesetaraan lahan.

Kata kunci : kedelai, jagung manis, jarak tanam, tumpang sari

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merril) DAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) DENGAN BERBAGAI

Dokumen terkait