• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.)

Menurut Steenis (2005), tanaman jagung manis (Zea mays saccharata) dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan dimasukkan

dalam klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio : Angiospermae, Klas : Monocotyledoneae, Ordo : Poales,

Familia : Poaceae, Genus : Zea, Species : Zea mays saccharata Sturt.

Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat. Akar penyokong memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan hara. Akar ini tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Batang jagung manis berbantuk padat (solid). Batang mempunyai jumlah ruas antara 8-21 ruas tetapi pada umumnya 14 ruas. Tinggi batang bergantung pada varietasnya, yang normal antara 2-3 meter. Penampang batang 2-3 cm, dimana kelopak daun membungkus batang (Tobing, et al, 1995).

Daun terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung meruncing dengan pelepah-pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku. Daun-daunnya lebar serta relatif panjang. Daunnya

berkisar 10 – 20 helai tiap tanaman. Epidermis daun bagian atas biasanya berambut halus. Kemiringan daun sangat bervariasi antar genotip

dan kedudukan daun yang berkisar dari hampir datar sampai tegak (Fisher dan Goldsworthy, 1996).

Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoceous) karena bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman.Bunga betina (tongkol) muncul dari axillary apical tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal diujung tanaman.Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Hampir 95 % dari persariannya berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5 % yang berasal dari serbuk

sari tanaman sendiri. Karena itu disebut juga tanaman bersari bebas (Poehlman, 1987).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus.Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya.Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8 – 20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seedcoat), endosperm dan embrio (Fisher dan Goldsworthy, 1996).

Biji jagung berkeping tunggal, berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap tanaman jagung ada satu tongkol , kadang-kadang ada yang dua. Setiap tongkol terdapat 10-14 deret biji jagung yang terdiri dari 200-400 butir biji jagung (Tobing, et al, 1995).

Syarat Tumbuh Iklim

Untuk pertumbuhannya tanaman jagung manis dapat hidup baik pada suhu antara 26,5 - 29,50C. Bila suhu diatas 29,50C maka air tanah cepat menguap

sehingga mengganggu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Sedangkan suhu dibawah 16,50C akan mengurangi kegiatan respirasi (Irfan, 1999).

Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan yang berkisar 250-500 mm pertahun. Curah hujan kurang atau lebih dari angka yang di atas akan menurunkan produksi. Air banyak dibutuhkan pada waktu perkecambahan dan setelah berbunga. Tanaman membutuhkan air lebih sedikit pada pertumbuhan vegetatif dibanding dengan pertumbuhan generatif. Setelah tongkol mulai kuning, air tidak diperlukan lagi. Idealnya tanaman jagung manis membutuhkan curah hujan 100-125 mm perbulan dengan distribusi merata (Tobing, et al, 1995).

Kekurangan air dalam waktu singkat pada umumnya dapat di toleransi dan hanya berpengaruh kecil terhadap perkembangan biji. Namun, kekurangan air yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat secara nyata menurunkan bobot kering biji. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan biji sebagian disokong oleh mobilisasi asimilat yang tersimpan di batang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman jagung manis menghendaki penyinaran sinar matahari yang penuh. Di tempat-tempat yang teduh, pertumbuhan jagung manis akan merana dan tidak mampu membentuk tongkol (Thompson dan Kelly, 1957).

Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan

penyebarannya.Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/bulan.Untuk mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan

pola distribusinya selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat ditentukan dengan baik dan tepat (Murni dan Arief, 2008).

Tanah

Jagung manis dapat tumbuh pada beragam jenis tanah, sehingga hal utama yang menyebabkan produksi tidak baik pada pertanaman di daerah tropis adalah produktivitas tanah yang rendah. Untuk meingkatkan produksi dapat dilakukan dengan pembukaan areal baru (Leagreid, et all, 1999).

Pada tanah berpasir, tanaman jagung manis hibrida bisa tumbuh dengan baik dengan syarat kandungan unsur hara tersedia dan mencukupi. Pada tanah berat atau sangat berat, misalnya tanah grumosol, jagung manis hibrida masih dapat tumbuh dengan baik dengan syarat tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) diperhatikan. Adapun tanah yang paling baik untuk ditanami jagung manis hibrida

adalah tanah lempung berdebu, lempung berpasir atau lempung (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman jagung manis tidak membutuhkan persyaratan yang khusus karena tanaman ini dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah bila tanah tersebut subur, gembur, kaya akan bahan organik dan drainase maupun aerase baik. Jagung manis dapat tumbuh pada semua jenis tanah , dengan syarat drainase baik serta persediaan humus dan pupuk tercukupi. Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan 5,5 – 7,0 (Tobing, et al, 1995).

Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik.Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak.Oleh karena pada umumnya tanah di Indonesia miskin hara dan rendah bahan organiknya, maka penambahan pupuk N, P dan K serta pupuk organik (kompos maupun pupuk kandang) sangat diperlukan (Murni dan Arief, 2008).

Botani Tanaman

Kedelai (Glycine max L. Merril)

Klasifikasi kedelai adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Fabales, Family: Fabaceae,

Genus: Glycine, dan Spesies: Glycine max (L.) Merrill (Steenis, 2005).

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik.Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang.Pada akar – akar cabang terdapat bintil – bintil akar berisi bakteri Rhizobium jafonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari

udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Batang kedelai berasal dari poros janin sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang amat pendek dan hypokotil merupakan bagian batang kecambah.Bagian batang kecambah di bagian atas kotyledon adalah epicotyl. Titik tumbuh epikotyl akan membentuk daun dan kuncup ketiak. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak dengan tinggi 30–100 cm.

Pertumbuhan batang dibedakan atas tipe diterminate dan indeterminate (Lamina, 1989).

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning – kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing – masing. Pada saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka daun – daunnya mulai rontok (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik).Bunga berwarna ungu atau putih.Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.Di Indonesia tanaman kedelai mulai berbunga pada umur 30–50 hari (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Bunga kedelai berada dalam berkas atau tandan. Berkas duduk bertangkai panjangnya 3 cm. Bagian yang mendukung bunga 0,5-2 cm, anak tangkai bunga sangat pendek. Tinggi kelopak 5-7 mm, berambut panjang, bertaju 5; taju sempit dan runcing. Mahkota berwarna putih atau lila, dan panjang bendera 6-7 mm. Benang sari bendera lepas atau mudah lepas, yang lainnya melekat, dan bakal buah berambut tipis dan rapat (Steenis, 2005).

Biji kedelai berbentuk polong, setiap polong berisi 1–4 biji.Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong.Ukuran biji berkisar antara 6 – 30g/100 biji, ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6–10 g/100 biji), biji sedang (11–12 g/100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih/100 biji).Warna biji bervariasi antara kuning, hijau, coklat dan hitam. Biji - biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji (lesta) dan tidak mengandung jaringan endosperm.Embrio terbentuk di antara keping biji.Bentuk biji pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar dan bulat agak pipih, dengan besar dan bobot biji kedelai antara 5–30g/100 biji (Lamina, 1989).

Syarat Tumbuh Iklim

Kedelai adalah tanaman beriklim tropik. Dia akan tumbuh subur di daerah yang berhawa panas, apalagi di tempat yang terbuka tidak terlindung oleh tanaman lain (Sugeng, 1983).

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20–25º C. Suhu 12–20º C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30º C,

fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungisi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis, karena kekurangan suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbs air oleh tanaman. Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pertumbuhan generative, akan menurunkan produksi. Kekeringan juga menurunkan bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan pada musim tanam (Agung dan Rahayu, 2004).

Jumlah air yang berlebih tidak menguntungkan bagi tanaman kedelai, karena mangakibatkan akar membusuk.Banyaknya curah hujan juga sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan nitrogen.Hasil observasi ini menunjukkan bahwa pengaruh curah hujan, dan temperatur terhadap pertumbuhan tanaman kedelai di sepanjang musim adalah sekitar 60–70% (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di tempat – tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100–400 mm3 per bulan.Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni apabila penyinaran terlalu lama melebihi 12 jam, tanaman tidak akan berbunga. Hampir semua varietas tanaman kedelai berbunga dari umur 30–60 hari (Yustika, 1985).

Tanah

Kedelai sebenarnya bisa ditanam pada berbagai macam jenis tanah. Tetapi yang paling baik adalah tanah yang cukup mengandung kapur dan memiliki sistem drainase yang baik. Perlu diperhatikan, kedelai tidak tahan terhadap genangan air. Kedelai bisa tumbuh baik pada tanah yang struktur keasamannya (PH) antara 5,8 – 7. Tanah yang baru pertama kali ditanam kedelai sebaiknya diberi bakteri Rhizobium. Kedelai akan tumbuh dengan subur dan memuaskan jika ditanam pada tanah yang mengandung kapur dan tanah bekas ditanami padi. Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanahnya cukup baik. Tanah–tanah yang cocok yaitu, alluvial, regosol, grumusol, latotosol, dan andosol (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah – tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol.Pada tanah – tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa,

pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Jarak Tanam

Pada sistem pertanian monokultur, jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi akan air dan hara. Bila jarak tanamnya diperlebar maka tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang. Pada sistem tumpang sari, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain (Catharina, 2009).

Jarak tanam terlalu sempit akan menyebabkan terjadinya kompetisi air, unsur hara dan cahaya matahari yang semakin tinggi, sehingga pertumbuhan dan hasil kedelai maupun jagung tidak optimal. Jarak ideal tanaman kedelai adalah 40 cm x 15 cm dan jarak ideal tanaman jagung adalah 75 cm x 40 cm. Jarak tanam tersebut akan menentukan jumlah baris tanaman kedelai dalam jarak tanam jagung yang ditumpang sarikan. Misalnya jika jarak tanam jagung tumpang sari 150 cm x 40 cm, maka akan terdapat tiga baris tanaman kedelai dalam satu jarak tanam jagung. Penanaman kedelai 6 baris dalam satu kolom (jarak tanam) jagung dapat memberikan hasil lebih banyak dibanding jumlah baris kedelai kurang dari 6 dengan nilai kesetaraan lahan. Pengaturan jarak tanam juga bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih antara kedelai dengan tanaman lain yang menyebabkan

tanaman kedelai ternaungi dan kurang mendapat sinar matahari (Mawazin dan Hendi, 2008).

Jarak tanam 75 X 25 cm (satu tanaman / lubang) pada musim hujan dan 75 X 20 (satu tanaman / lubang) pada musim kemarau , untuk memudahkan penggunaan alat penyiang ataupun alsin pembuat alur. Untuk itu jarak tanam dapat lebih ditingkatkan dengan pengaturan jarak tanam yang lebih rapat, yaitu 70 X 20 cm, satu tanaman/lubang (Bahri, 2011).

Pembuatan plot dikerjakan setelah pengolahan tanah selesai, yaitu dengan membuat sebanyak 16 plot berukuran 375 cm x 150 cm. Pada saat pembuatan plot sekaligus dibuat jarak antar plot masing-masing 75 cm yang juga berfungsi sebagai pembuangan atau pengaliran air ketika terjadi hujan.Panjang saluran air disesuaikan dengan panjang plot, lebar saluran 75 cm dengan kedalaman 25 cm (Ayunda, 2009).

Jarak tanam yang rapat akan meningkatkan daya saing tanaman

terhadap gulma, karena tajuk tanamanmenghambat pancaran cahaya ke

permukaan lahan sehingga pertumbuhan gulmamenjadi terhambat, laju

evaporasi dapat ditekan dan juga akan memberikan hasil yang relatif kurang karena adanya kompetisi antar tanaman itu sendiri. Jarak tanam yang berbeda diperkirakan pertumbuhan tanaman berbeda

pula,terutama dalam penyerapan unsur hara, mendapatkan cahaya dan

pertumbuhan gulma. misalkan pada jarak tanam rapat persaingan

terhadap unsur hara dan cahaya matahari tinggi maka pertumbuhan

gulma berkurang, sedangkan pada jarak tanam yang renggang,

persaingan terhadap unsur hara sedikit dan pertumbuhan gulma akan

banyak. Pada sisi lain jarak tanam memberikan pengaruh terhadap

pemakaian lahan (Catharina, 2009).

Berbagai pola pengaturan jarak tanam telah dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal. Penggunaan jarak tanam pada tanaman jagung dipandang perlu, karena untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam, distribusi unsur hara yang merata, efektivitas penggunaan lahan, memudahkan pemeliharaan, menekan pada perkembangan hama dan penyakit juga untuk mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan pada saat penanaman. Penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat antara daun sesama tanaman saling menutupi akibatnya pertumbuhan tanaman akan tinggi memanjang karena bersaing dalam mendapatkan cahaya sehingga akan menghambat proses fotosentesis dan produksi tanaman tidak optimal (Nurlaili, 2010).

Tumpang Sari

Sistem tumpang sari yang merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kedelai atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpang sari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit (Catharina, 2009).

Untuk meningkatkan produktivitas lahan pada sistem tumpang sari kedelai-jagung seharusnya digunakan kultivar kedelai yang memiliki kemampuan memfiksasi N2 lebih tinggi dan tahan naungan dengan daya hasil tinggi. Bentuk

interaksi saling menungtungkan antar jeni tanaman selain ditentukan oleh kompatibilitas karakteristik dari kedua tanaman, juga dipengaruhi oleh fase pertumbuhan saat berinteraksi. Hal ini sangat berhubungan dengan saat tanam di antara kedua jenis tanaman yang di kombinasikan (Turmudi, 2002).

Tumpang sari adalah suatu bentuk pola tanam dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama dalam waktu yang bersamaaan atau hampir bersamaan. Tujuan dari penerapan pola tanam demikian adalah untuk meningkatkan produktifitas lahan dengan memanfaatkan keragaman sifat pertumbuhan tanaman, seperti sistem perakaran dan tajuk, serta perbedaan respon tanaman terhadap faktor iklim, terutama cahaya dan suhu udara (Widodo, 2005).

Pemilihan tanaman penyusun dalam tumpang sari senantiasa mendasarkan pada perbedaan karakter morfologi dan fisiologi antara lain kedalaman dan distribusi system perkaran, bentuk tajuk, lintasan fotosintesis, pola serapan unsur hara sehingga diperoleh sauatu karakteristik pertumbuhan, perkembangan dan hasil tumpang sari yang bersifat sinergis. Tanaman yang di tumpang sari kan adalah tanaman dari lain famili dan yang memenuhi syarat-syarat yaitu berbeda dalam kebutuhan zat hara, hama dan penyakit kepekaaan terhadap toksin dan faktor-faktor lain yang mengendalikan yang sama pada waktu yang berbeda. Pertanaman tumpang sari lebih banyak diketahui mampu memberikan hasil tanaman secara keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan monokutur, apabila

tepat dalam pemilihan sepesies tanaman yang di tumpang sari kan (Permanasari dan Dody, 2012).

Kedelai dan jagung umumnya ditanam di lahan kering (tegalan) secara tumpngsari maupun monokutur. Jagung dan kedelai memungkinkan untuk

ditanam secara tumpang sari karena kedelai termasuk tanaman C3, jagung tergolong tanaman C4 sehingga sangat serasi. Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak renah, tumbuh tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm, dapat bercabang sedikiut atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Jagung merupakan tanaman yang mempunyai habitus yang lebih tinggi dibading kedelai. Panjang daun jagung bervariasi antara 30-50 cm dan lebar 4-15 cm dengan ibu tulang daun yang sangat keras. Jagung merupakan tanaman berumah satu dimana bunga jantan terbentuk pada ujung batang sedangkan bunga betina terbentuk dipertengahan batang.

Sistem pola tanam tumpang sari memberikan beberapa manfaat antara lain mendapatkan lebih dari satu komoditi pada saat bersamaan sehingga efisiensi dari input yang digunakan menjadi lebih tinggi. Pengaruh Negatif dapat terjadi bila jarak tanam yang tidak sesuai, dapat menyebabkan kompetisi diantara tanaman

utama dengan tanaman tumpang sari.Sehingga dapat menurunkan hasil (Madkar, 2002).

Problematika dalam model tumpang sari ialah timbulnya persaingan diantara dua atau lebih spesies yang ditanam.Persaingan dapat mencakup air, hara, cahaya, dan ruang. Sebagai dampak persaingan, baik tanaman utama dan tanaman sela mengalami penurunan pertumbuhan dan hasil disbanding peetumbuhan dan hasil tanaman monokultur spesies tanaman tersebut. Spesies tanaman yang memiliki agresivitas tinggi lebih mampu bersaing. Tanaman jagung lebih agresif disbanding tanaman kedelai dalam tumpang sari, terutama jika ketersediaan hara cukup tersedia sehingga hasil kedelai sangat turun drastic (Zuchri, 2007).

PENDAHULUAN

Dokumen terkait