• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Dalam dokumen DEDY PERWIRA D. SATRIA FISIP (Halaman 13-35)

PENDAHULUAN

A.

Pernyataan Masalah

Skripsi ini akan menganalisa tentang upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura untuk memberikan Pelayanan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) dan perlindungan hukum terhadap Tenaga Kerja Indoneia bermasalah di Singapura tahun 2011 hingga 2015. Beberapa alasan mengapa periode itu dipilih, salah satunya dikarenakan pada 2011 itu pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tengah melakukan upaya yang dapat dikatakan cukup maksimal dalam memberikan perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja Indonesia dan Buruh Migrant Indonesia di Singapura. Di era kepemimpinan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono upaya perlindungan hukum Tenaga Kerja Indonesia di negeri singa itu diusahakan untuk adanya nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) di antara kedua belah pihak. Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan terwujudnya MoU itu. Meskipun demikian Indonesia sampai saat ini tetap menginginkan adanya MoU tersebut, dengan tetap mempertajam tugas Pemerintah Indonesia terhadap Warga Negaranya termasuk Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Singapura yang merupakan Negara sekawasan dan bertetangga menjadi salah satu faktor mulusnya hubungan kedua Negara ini. Walaupun tidak dapat kita pungkiri dalam beberapa hal dan periode

2

hubungan itu mengalami pasang surut hubungan diplomatik Indonesia- Singapura dilakukan secara resmi pada bulan September 1967, yang dilanjutkan dengan pembukaan kedutaan besar di masing-masing negara. Secara politik, pada dasarnya

hubungan Indonesia–Singapura mengalami fluktuasi karena permasalahan

menyangkut kepentingan nasional masing-masing negara, namun demikian kedua negara memiliki fondasi dasar yang kuat untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan kedua negara yang lebih konstruktif, pragmatis dan strategis. Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan antara kedua negara di Bali tanggal 27 April 2007 salah satu koridor hukum bagi palaksanaan dan peningkatan hubungan bilateral kedua negara, meskipun diperlukan pendekatan-pendekatan pada tataran teknis nota kesepahaman (MoU) antar kedua negara. Hubungan Bilateral Indonesia Singapura telah menunjukkan peningkatan di berbagai bidang kerjasama terutama hubungan kerjasama ekonomi dan hubungan kerjasama sosial budaya. Selain itu kunjungan antara sesama pejabat Pemerintah maupun kalangan swasta di kedua negara telah memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan hubungan kerjasama dan peningkatan investasi di kedua negara

Kondisi persebaran Warga Negara Indonesia di Singapura telah berlangsung

lama dengan faktor –faktor yang menyertainya. Mereka tidak hanya berposisi sebagai

pelajar atau mahasiswa namun banyak juga yang sebagai Tenaga Kerja. Tenaga Kerja Indonesia di sini ada yang bekerja di sektor formal maupun nonformal. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Singapura telah berlangsung beberapa waktu. Data yang

3

diambil penulis dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), mengungkapkan bahwa menurut waktu yang akan dipaparkan dalam penelitian ini telah terjadi perbandingan terbalik antara kuantitas dengan kualitas proses penempatan. Hal ini antara lain terdapat penurunan jumlah (kuantitas) penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Singapura namun di sisi lain terus digalakkan peningkatan kualitas sistem pemberangkatan warga Negara Indonesia (WNI) khususnya penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia maupun Buruh Migran Indonesia (BMI). Salah satu sebab penurunan jumlah (kuantitas) penempatan TKI ke Luar Negeri dalam hal ini Singapura adalah pencapaian program kerja Pemerintah untuk mengurangi penempatan Tenaga Kerja pada sektor nonformal (pekerja rumah tangga). Data itu dapat dilihat pada penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Singapura pada tahun 2011 sebanyak 47.786 jiwa, pada tahun 2012 sebanyak 41.556 jiwa, pada tahun 2013 sebanyak 34.655 jiwa kemudian pada tahun 2014 sebanyak 31,680 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 20,895 jiwa, kemudian penempatan pada tahun 2016 sebanyak 17.700 jiwa (di mana periode

akhir penelitian penulis) 1. Peluang kerja yang lebih mendominasi di Singapura yakni

pada sektor rumah sakit dan pijat kesehatan atau spa mencakup keperawatan (Hospitality) dan kesehatan (Health). Skema penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) ataupun Buruh Migran Indonesia (BMI) dilakukan secara P to P

1

http://www.bnp2tki.go.id/read/12024/Data-Penempatan-dan-Perlindungan-TKI.html bagian Subbid Pengolahan Data , Bidang Pengolahan dan Penyajian Data (PUSLITFO BNP2TKI) diakses pada tanggal 11 Februari 2016

4

(Private to Private), mandiri maupun perekrutan langsung oleh majikan atau pengguna (users) di Singapura.

Kondisi penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Singapura sedikit banyak telah menimbulkan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut dapat terjadi saat berjalannya proses perekrutan, penempatan di Negara tujuan hingga pemulangan ke Tanah Air baik procedural maupun unprosedural (seperti deportasi). Permasalahan itu muncul dapat terjadi antara perusahaan penyalur tenaga kerja yakni Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dengan pengguna mengenai masa depan dan kondisi TKI selama bekerja. Permasalahan atau kasus-kasus yang kerap terjadi ini biasanya dirasakan oleh TKI yang bekerja di sektor nonformal antara lain gaji tidak diberikan sesuai kontrak (dipotong secara berlebihan oleh PPTKIS yang bekerja di Singapura sebagai pengganti biaya pengurusan dokumen, pelatihan dan akomodasi ; beberapa TKI terjerat rente agen PPTKIS (yang mengakibatkan tak pernah menerima gaji secara utuh) ; ditagih terus - menerus oleh debt collector walaupun gaji selama ini telah dipotong kemudian adanya oknum yang menyebabkan persoalan biaya penempatan yang besar serta harus dibebankan kepada TKI.

Periodisasi pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, dapat kita bagi dalam beberapa waktu yakni zaman kolonialisme dan masa setelah (pasca) kemerdekaan Republik Indonesia. Pada zaman kolonialisme, ini dimulai pada tahun 1890-an pengiriman TKI dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan cara mengirim buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan yang saat itu

5

merupakan jajahan Belanda2. Saat itu Suriname mengalami kekurangan tenaga kerja

karena budak asal Afrika yang bekerja di perkebunan dibebaskan pada pertengahan 1863 sebagai pelaksanaan dari politik penghapusan perbudakan di Amerika Serikat. Gelombang pertama TKI yang dikirim tiba di Suriname 9 Agustus 1890 dengan

jumlah 94 orang3. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Suriname berakhir pada

tahun 1939 (sebelum perang dunia kedua), mencapai 32.986 orang. Setelah masa kemerdekaan Indonesia, pengiriman TKI mulai menyebar ke beberapa Negara terutama ke Negara Saudi Arabia dan Malaysia. Jumlah TKI yang tercatat pertama

kali pada 1983, yakni sebanyak 27.671 orang4. Mereka bekerja di delapan negara.

Jumlah itu membengkak pada 1992 yang mencapai 158.750 orang. Pengiriman TKI ke luar negeri ini, mengalami beberapa kendala yang dirasakan baik oleh Pemerintah (dalam hal ini berperan pengambil kebijakan) dan juga Tenaga Kerja itu sendiri yang didominasi perempuan. Kendala yang ditemui dalam pengiriman tenaga kerja itu diantaranya masih bermasalahnya sistem perekrutan TKI maupun TKW tersebut seperti administrasi di dalam negeri sebelum keberangkatan, kemudian pengawasan yang belum dilakukan maksimal oleh pihak-pihak yang berwenang baik oleh

2 http://infodarisr.blogspot.com/2014/08/sejarah-pertama-kali-pengiriman-tenaga.html diaksespada tanggal 2 mei 2015

3

http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-asal-usul-dan-sejarah-tki-pertama-kali.html diakses pada tanggal 1 mei 2015

4

http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-asal-usul-dan-sejarah-tki-pertama-kali.html diakses pada tanggal 1 mei 2015

6

pemerintah Indonesia sendiri maupun organisasi-organisasi lain yang terlibat dan sistem peraturan yang mengatur pengiriman, perlindungan serta penempatan Tenaga Kerja tersebut di Negara penerima.

Pengiriman TKI dan TKW yang juga sering disebut sebagai buruh migran Indonesia ini, yang telah dilakukan sejak lama oleh Pemerintah Indonesia walaupun hingga tahun 1960-an dilakukan secara orang perorang-bersifat tradisional ke luar negeri sebagaimana disebutkan sebelumnya, pasca kemerdekaan Indonesia pengiriman TKI dan TKW dilakukan ke beberapa Negara terutama menyebar di

Saudi Arabia dan Malaysia. Di samping terdapat Negara –negara lain di Asia

Tenggara selain Malaysia adalah Singapura, Brunei Darussalam. Terdapat beberapa faktor pendorong calon Tenaga Kerja Indonesia termasuk Tenaga Kerja Wanita diantaranya memang secara geografi dekat dengan Indonesia (ini dapat dilihat dari faktor di lapangan bahwasanya dahulu Singapura masuk ke dalam kepulauan Indonesia dengan nama Pulau Tumasik), Kemudian adanya keinginan untuk pelepas dahaga akan dollar singapura dengan diiringi berbagai kondisi yang menawarkan kemajuan serta kelengkapan fasilitas termasuk di dalamnya kondisi ekonomi Negara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari data yang tersedia seperti di bagian Subbid Pengolahan Data, Bidang Pengolahan dan Penyajian Data (PUSLITFO) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) bahwasanya tenaga kerja Indonesia, didominasi pekerja sector nonformal atau Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Tahun 2012, jumlah PLRT Indonesia di negara

7

yang dijuluki ”Kota Singa” itu sekitar 132.653 jiwa atau sekitar 57 persen dari total

warga negara Indonesia di sana5. Tidak hanya itu terdapat pula Tenaga Kerja

Indonesia yang bekerja di sector formal;baik di bidang perindustrian, kelautan, tenaga kerja sector jasa dan ada juga professional. Terdapat juga warganegara Indonesia yang tinggal di Singapura berposisi sebagai pelajar atau mahasiswa dan ibu-ibu serta manusia lanjut usia (manula).

Masalah ini menurut data yang dihimpun dari beberapa kurun waktu pengiriman Tenaga Kerja Indonesia, mengalami penurunan kuantitas dari masa ke masa. Masalah yang terjadi meliputi kasus kriminal maupun legalitas administrasi. Kita ambil contoh Pada 2007, rata-rata 150 TKI ditampung di penampungan

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura6. Kini jumlahnya menurun

rata-rata 70 orang yang berada di penampungan. Jumlah kasus yang menimpa PLRT pun relatif rendah, sekitar 1,7 persen dari total PLRT yang ada. Tahun 2012, jumlah PLRT yang meminta perlindungan ke KBRI sebanyak 2.058 orang. Permasalahan mereka terdiri dari 117 kasus hukum, 70 pelanggaran kontrak kerja, dan 1.871 kasus disharmoni dengan majikan. Data berikutnya dari Januari-April 2013 terdapat 419

5

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/11/02324896/menilik.perlindungan.tki.di.singapu ra diakses pada 13 september 2015

6

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/11/02324896/menilik.perlindungan.tki.di.singapu ra diakses pada 5 0ktober 2015

8

PLRT yang tinggal di penampungan7. Kasus mereka pun telah diselesaikan.

Sebanyak 199 orang repatriasi dan 144 PLRT lainnya kembali bekerja. Penyelesaian kasus disharmoni dapat diselesaikan dalam satu bulan. Dari akumulasi masalah antara tahun 2002-2010, sebanyak 10 kasus ancaman hukum mati TKI di Singapura dapat diselesaikan dengan mendapat pengurangan hukuman. Bahkan, sejak tahun 2010 hingga saat ini tidak ada lagi kasus pidana TKI dengan ancaman hukuman mati. Dari 10 kasus itu, 5 kasus di antaranya berhasil diperjuangkan dari ancaman hukuman mati menjadi penjara seumur hidup. Kasus lainnya menjadi hukuman penjara dengan masa tahanan yang bervariatif, mulai dari 5 sampai 20 tahun.

Mengenai pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Singapura karena belum adanya nota kesepahaman (MoU) antara kedua belah pihak sejauh ini, pemerintah Indonesia senantiasa melakukan pendekatan diplomasi melalui ialah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sebagai garda terdepan di Singapura dan sudah tentu melibatkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sejauh ini telah ada tindakan nyata KBRI di Singapura sejauh ini telah dilakukan pelayanan public terhadap TKI maupun TKW dengan mendapat sertifikasi ISO 9001:2008. Dari hasil audit ISO pada Februari 2012, KBRI di Singapura dinilai berhasil dan berhak mendapatkan perpanjangan sertifikat ISO hingga 3 tahun ke depan. Tidak hanya itu,

7

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/11/02324896/menilik.perlindungan.tki.di.si ngapura diakses pada 5 0ktober 2015

9

peranan besar Pemerintah Singapura dengan menegakkan hukum secara benar, baik dan diterapkan dengan tegas. Pemerintah Singapura juga memberikan perlindungan kepada PLRT. Sebagai contoh, jika persoalan naik gaji tak disepakati, Pemerintah Singapura tak akan memberikan perpanjangan izin tinggal bagi PLRT. Hal lain yang diperjuangkan oleh KBRI ialah mengenai hari libur untuk tenaga kerja khususnya berasal dari Indonesia.

Apabila kita membicarakan keadaan domestik yang berpengaruh dalam pengawasan perlindungan hukum Tenaga Kerja Indonesia di Singapura salah satunya adalah jangan terlalu santer memberitakan masalah pengawasan TKI oleh media massa lokal baik media cetak maupun elektronik. Menurut data yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah yang menimpa TKI itu cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Seiring berjalannya waktu, pemerintah Indonesia semampu mungkin dapat memperjuangkan nasib perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia di Singapura agar lebih nyaman dan aman dalam pemberangkatan, penempatan, perllindungan hingga pemulangan ke tanah air. Namun demikian ada beberapa doronagan dalam negeri yang ingin mempertajam tujuan dari kebijakan bilateral melalui MoU agar tidak sekedar formalitas belaka dikarenakan belum adanya regulasi nasional yang mengatur hak-hak PRT seperti mendapatkan hari libut dan upah minimum.

Sebagaimana yang disampaikan Aggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh, bahwa menurut amanat UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan

10

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN), MoU

wajib dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara tujuan penempatan.8.

Poempida mengingatkan yang perlu dipertajam dalam MoU adalah bagaimana para pekerja migran Indonesia terlindungi dari tindakan yang melecehkan ataupun zalim dari majikan. Caranya dengan penegakan aturan hukum sehingga pelaku tindak kejahatan terhadap pekerja migrant Indonesia dapat dijatuhi sanksi tegas. Tidak hanya dari pihak Pemerintah saja, namun organisasi di luar aktor Negara yang peduli akan ketenagakerjaan yakni Migrant Care. Hal ini diungkapkan agar tidak terkesan formalitas saja, atau atau mengejar kuota agar pekerja migran Indonesia dapat ditempatkan sebanyak-banyaknya ke Singapura. Hal utama yang harus dimasukan dalam MoU adalah perlindungan bagi pekerja migrant. Di samping terus diupayakan dikeluarkannya kesepakatan berkekuatan hukum antara kedua belah pihak mengenai tenaga kerja asing, KBRI di Singapura telah mengoptimalkan pelayanan warga Negara Indonesia (WNI) dan juga melakukan upaya penyelesaian Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) dengan melakukan pendampingan terhadap TKI tersebut.

Sejauh ini menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia, hukum di Singapura juga cukup adil serta relatif tidak memihak warga negaranya. Namun Pemerintah Indonesia tetap berupaya untuk mengejar diterbitkannya perjanjian yang mengikat di

8

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52ea4a5ae52eb/poin-poin-usulan-revisi-imou-i-indonesia-brunei diakses 27 Mei 2015

11

antara kedua Negara yakni nota kesepahaman (MoU) Selain itu Pemerintah Indonesia pada tahun 2011 mengusahakan agar Pemerintah Singapura meratifikasi beberapa

instrument HAM seperti Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination against Women dan Convention on the Rights of the Child9. Kemlu mengungkapkan jika ratifikasi tersebut telah terjadi maka Singapura harus memberikan perlindungan yang layak bagi pekerja asing, terutama pekerja perempuan dan hak - hak anak. Adapun langkah yang dilakukan oleh Kedutaan Besar

Republik Indonesia (KBRI) di Singapura senantiasa berkoordinasi dengan Ministry of

Manpower (MOM) Singapura yang salah satu tugasnya adalah untuk membantu permasalahan tenaga kerja asing di Singapura.

B. Pertanyaan Masalah

Sebagaimana pada bab latar belakang masalah yang telah dikemukan, Penulis mengajukan beberapa pertanyaan masalah yang akan diajukan dalam skripsi ini ialah:

1. Bagaimana Perwakilan Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kedutaan Besar

Republik Indonesia di Singapura memberikan perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia bermasalah (TKI-B)?

2. Bagaimana respon Singapura terhadap perlindungan hukum bagi Tenaga

Kerja Indonesia di Singapura? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

9

http://pantaupjtki.buruhmigran.or.id/index.php/read/tata-kelola-ketenagakerjaan-di-singapura-dianggap-cukup-baik

12

Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisa perlindungan hukum dan penyelesaian

terhadap TKI bermasalah (TKI-B) yang diberikan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura periode 2011-2015

b. Untuk mengetahui kinerja Kedutaan Besar Republik Indonesia

(KBRI) di Singapura dalam memberikan Pelayanan terhadap Warga Negara Indonesia.

Manfaat Penelitian

a. Memberikan analisa terkait perlindungan hukum dan

penyelesaian TKI bermasalah (TKI-B) yang diberikan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura periode 2011-2015, sehingga dapat menjadi referensi dan pondasi awal bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan Perlindungan Hukum dan Penyelesaian TKI

bermasalah oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura.

b. Menyediakan informasi informasi tentang kondisi Kedutaan

Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura dalam memberikan Pelayanan terhadap Warga Negara Indonesia.

13

Dengan harapan kita dapat memberikan saran bagi TKI dan Buruh Migran Indonesia (BMI) di Singapura mengenai hak dan kewajibannya

D. Tinjauan Pustaka

Sebagaimana jurnal http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta yang berjudul Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri oleh Loso yang diterbitkan Fakultas Hukum, Universitas Pekalongan, Pekalongan, Indonesia. Dijelaskan bahwa dalam mendeskripsikan perlindungan hukum TKI berdasarkan peraturan UU no. 39 tahun 2004 tentang penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar

negeri, dijelaskan bagaimana asal dan akar dari masalah – masalah yang terjadi pada

utamanya Tenaga Kerja Wanita (TKW) walaupun ada juga yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia pada umumnya. Dari awal prakeberangkatan, penampungan, penempatan di luar negeri hingga pemulangan sekalipun telah terjadi permasalah baik skala kecil maupun besar. Di mana Masalah TKI sampai sekarang masih menimbulkan berbagai masalah, meskipuntelah ada peraturan yang mengaturnya. Praktek pengiriman TKI ilegal ke luar negeri hingga sekarang masih dijalankan oleh berbagai pihak yang hanya berorientasi pada bisnis belaka. Namun disisi lain masyarakat belum sepenuhnya memahami peraturan yang telah ada hingga sangat mudah dipengaruhi oleh pihak yang mengaku dapat memberikan pekerjaan diluar negeri. Penelitian dalam jurnal ini menggunakan pendekatan konsep hukum dan

14

menurut penulis menggunakan teori positivis (dikarenakan memenuhi syarat daripadanya seperti saintifik, eksplanasi dan sebaginya). Walaupun anatara penulis dengan isi jurnal tersebut memiliki kemiripan dalam menerapkan teori yakni bagian positivis namun penulis lebih megedepankan dan memakai pisau analisis yakni teori neoliberalism.

Sebagaimana jurnal dengan alamat website

http://inrda06lesmana.blogspot.co.id/2013/11/jurnal-5-perlindungan-tenaga

kerja.html dengan judul PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004

TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI. Telah dijelaskan dalam jurnal ini yakni sebagaimana amanat kontitusi untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga negaranya termasuk penempatan Tenaga Kerja Indonesia atau Buruh Migran Indonesia di Luar Negeri. Dideskripsikan secara cukup merinci Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri oleh Pemerintah Indonesia sesuai UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan UU no 39 tahun 2004, meliputi prakeberangkatan, penempatan dan pascapenempatan (kepulangan tanah air). Jurnal ini pun menjelaskan hak dan kesempatan yang akan diterima oleh Calon Tenaga Kerja Indonesia baik masih di Dalam Negeri maupun Luar Negeri berdasarkan UU No 39 tahun 2004 dengan ditambahkan lagi pasal 9 pada UU yang sama. Diterangkan pula bagaimana dalam upaya melindungi Tenaga Kerja Indonesia yang akan ditempatkan di Luar Negeri sudah dilakukan semenjak

15

dari procedural pelatihan dengan pembekalan kemampuan TKI, administrasi hingga apabila terjadi masalah di tempat penempatan akan diberlakukan sistem untuk melindungi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah.

Dalam menjelaskan jurnal menggunakan teori pendekatan realism dikarenakan lebih menggunakan unsure kepentingan nasional salah satunya sebagai sasaran dalam menjelaskan hasil yang ingin dicapai seperti keselamatan dan kenyamanan TKI yang akan ditempatkan di Luar Negeri secara prosedul maupun ada juga yang masih melakukan tindakan illegal lainnya. Menurut penulis terdapat kemiripan antara jurnal dengan skripsi ini, namun skripsi ini lebih menggunakan teori neoliberalisme dan diplomasi dalam menjamin kenyamanan bagi Warga Negera Indonesia (WNI) dan keselamatan Tenaga Kerja Indoneia Bermasalah TKI-B di tempat penempatan. Hal ini dilakukan untuk menjamin kepentingan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri termasuk nasib Tenaga Kerja Indonesia ataupun Buruh Migran Indonesia, dalam hal ini peran KBRI di Singapura dengan Otoritas di Singapura maupun adanya peran otoritas lain mengenai ketenagakerjaan di Indonesia (aktor selain aktor utama Negara).

E. Kerangka Teori Teori Neoliberalisme

16

Dalam penelitian pada studi kasus ini, penulis akan lebih mengedepankan landasan teori salah satu mainstream dalam Hubungan Internasional yakni Neo-Liberalisme. Salah satu hal yang melatarbelakangi penulis menggunakan teori tersebut ialah setelah mempelajari beberapa teori yang ada baik grand teori maupun turunannya, yakni teori tersebut relevan dalam pembahasan masalah ini lebih lajut. Sebagaimana kita ketahui Unsur yang terkandung dalam teori ini ialah adanya kerjasama dan perdamaian. Tidak selamanya kepentingan nasional tercapai dengan melakukan peperangan sebagaimana pendapat realism sesuai dengan sikap dasar manusia. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya menurut NeoLiberalisme, bahwa Teori tetap memperlakukan Negara sebagai aktor utama tetapi masih ada relevannya apabila ada aktor selain Negara yang memainkan perannya seperti organisasi-organisasi ataupun Lembaga di luar Negara baik bertaraf nasional maupun Internasional. Dalam hal ini Aktor selain Negara yang dapat memanfaatkan perannya dalam menangani masalah ketenagakerjaan tingkat nasional seperti Lembaga setingkat Kementerian yakni Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) maupun Migrant Care. Untuk menunjang kekuatan pembahasan masalah kelak akan dikombinasikan dengan adanya teori diplomasi. Diplomasi merupakan salah satu cara dari softpower untuk mencapai kepentingan nasional salah satunya bentuk dari kerjasama itu sendiri.

Apabila kita melihat pada teori liberalisme dan realisme, kedua belah pihak memiliki perbedaan pendapat mengenai anarki internasional. Teori liberalisme tidak

17

setuju dengan sistem anarki internasional, sementara teori realisme mendukung penuh teori tersebut. Namun pada teori neoliberalisme, teori ini mengakui adanya anarki

internasional10. Kaum neoliberalis melihat anarki internasional sebagai sebuah

kekosongan kekuasaan yang perlahan-lahan diisi dengan proses-proses manusia dan

Dalam dokumen DEDY PERWIRA D. SATRIA FISIP (Halaman 13-35)

Dokumen terkait