• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEDY PERWIRA D. SATRIA FISIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DEDY PERWIRA D. SATRIA FISIP"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA (KBRI)

DI SINGAPURA DALAM PELAYANAN WARGA NEGARA

INDONESIA (WNI) DAN PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA

KERJA INDONESIA BERMASALAH (TKI-B) DI SINGAPURA

ANTARA TAHUN 2011 - 2015

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Dendy Perwira D. Satria 1110113000086

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAKSI

Hubungan bilateral yang dilakukan Indonesia dengan Singapura telah berlangsung lama dan telah diterapkan juga ke bidang ekonomi dan ketenagakerjaan. Fokusnya pada bidang penempatan Tenaga Kerja lintas Negara dilakukan, yang lebih didominasi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk mengadu peruntungan di negeri jiran tersebut. Beberapa faktor pendorong TKI memilih Singapura ialah kondisi geografis dan demografi yang memiliki beberapa persamaan dan kedekatan. Dengan semakin banyaknya penempatan TKI ke Singapura maka dalam hal ini Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sebagai garda terdepan di Luar Negeri dengan perwakilan Pemerintah Singapura yakni Ministry of Man Power (MOM). Senantiasa bekerjasama dengan badan terkait baik di Indonesia maupun Singapura seperti Badan Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) .

KBRI sesuai dengan fungsi dan tanggungjawabnya, akan bekerja semaksimal mungkin dalam pelayanan WNI dan memberikan perlindungan terhadap TKI Bermasalah (TKI-B) di Singapura agar haknya terpenuhi oleh Hukum Singapura. Yang mana Hukum Singapura yang establish dengan perundang-undangan mengatur Tenaga Kerja asing termasuk TKI. KBRI melakukan diplomasi komunikasi aktif dengan instansi terkait, apabila terdapat kasus yang diadukan WNI maupun TKI. Apabila terdapat kasus hukum pidana atau berat KBRI akan melakukan pendampingan dengan bekerjasama pengacara setempat hingga pembacaan vonis hukuman termasuk pembelaan setiap persidagangan pengadilan.

Kata Kunci: WNI, TKI Bermasalah (TKI-B), KEMLU RI, MOM Singapura, KBRI

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Dzat yang paling agung Allah SWT yang telah melimpahkan Rahman dan Rahiem-Nya serta shalawat dan salam tetap tercurah kepada junjungan kita dan penghulu kita Nabi Muhammad SAWW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura dalam Pelayanan Warga

Negara Indonesia (WNI) dan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah (TKI-B) di Singapura Tahun 2011-1015” dengan baik.

Adapun tujuan penyusunan skripsi ini ialah untuk memenuhi tugas akhir dan untuk memenuhi syarat wajib kelulusan bagi mahasiswa/i Program Studi Hubungan Internasional FakultasI lmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sadar betul bahwa dibalik keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dari lubuk hati yang terdalam, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak M Adian Firnas, SIP, MSi,sebagai Ketua Program Studi Hubungan

Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dosen Pengampu Mata Kuliah Seminar Proposal penulis, di mana di samping kesibukannya membantu mengarahkan penulis dalam mengerjakan Proposal Skripsi hingga penelitian ini dianggap layak untuk dilanjutkan ke bimbingan skripsi.

2. Bapak Duta Besar Drs. Aiyub Mohsin, MA sebagai dosen pembimbing yang

dengan kebijaksanaan sikap, kedalaman ilmu dan pengalaman pada dunia diplomatik yang telah memotivasi penulis untuk kelak dapat mengikuti jejak kariernya. Serta kepadatan aktifitasnya telah menyempatkan dan memberikan waktunya kepada penulis dalam rangka mengarahkan dan membimbing penulis untuk terus bersemangat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

3. Bapak/Ibu Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dosen-dosen

(7)

vii

Program Studi Hubungan Internasional, yang banyak membimbing, mengarahkan, serta mendidik penulis dengan sabar selama menjalani studi.

4. Teristimewa kepada orangtua tercinta dan tersayang yaitu Papa Drs. H. Eddy

Murdiyono, SH., MH dan mama RA Hj. Deasy Dewantara yang selalu memanjatkan doa bagi penulis sebagai anak semata wayangnya. Sebab ridho, kesabaran dan motivasinya agar penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik dan tepat pada waktunya. Semoga beliau berdua diberikan kesehatan yang paripurna dan menemani penulis hingga menjadi seorang diplomat kelak. Serta bangga terhadap totalitas dan usaha keras penulis dalam menjalani studi di kampus tercinta ini.

5. Teman-teman program studi Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta

angkatan 2009, dan terkhusus 2010 (kelas A, B, dan Internasional), 2011, 2012, 2013, 2014 dan juga 2014 yang selalu mengingatkan dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta membantu penjelasan tambahan saat penulis mengambi kelas untuk mengulang atau mengambil mata kuliah yang belum diambil.

6. Para Sahabat HI angkatan 2010 yang telah membuat geng untuk

kumpul-kumpul seperti Khairul Rizal, Fahmi Ramhani, Fatahillah, Whisnu Mardiansyah, Eko Nordiasnyah dan M. Khairurrasyid yang telah membuat keseruan dalam berteman serta menyelesaikan tugas kuliah. Tidak lupa kepada sahabat di luar perkuliahan antara lain M.Haikal Hamdi, M. Reza, M.Yardho, M.Giri Farras, Ali Ridho Alhaddad serta teman-teman lainnya yang telah mendoakan dan mendukung penulis

7. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata „KKN Akrab” UIN Syarif Hidayatullah

(8)

viii

Terakhir, mengingat segala keterbatasan pengalaman dan pengetahuan, penulis menyadari masih banyak kekurangannya dalam penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 31 Mei 2017

Dendy Perwira Dhira

(9)

ix A Kondisi dan Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di Singapura…43 1 Permasalahan Hukum Kasus Perdata………....44

(10)

x

BAB IV Analisa Pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI) serta

Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B)

A Sistem Pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI) oleh Kedutaan

Besar Republik Indonesia di Singapura……….66

1 Kondisi internal ataupun eksternal Kedutaan Besar Republik

Indonesia (KBRI) di Singapura……… 73

2 Sistem pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI) oleh Kedutaan

Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura……… 78

B Penyelesaian masalah dan Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) oleh Kedutaan Besar Republik

Indonesia di Singapura……… 89

1 Perlindungan Hukum yang diberikan Kedutaan Besar Republik

Indonesia (KBRI) di Singapura terhadap Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah (TKI-B)……… 89

2 Penyelesaian masalah dan Perlindungan Hukum terhadap Tenaga

Kerja Indonesia Berrmasalah (TKI-B) oleh Kedutaan Besar Republik

Indonesia (KBRI) di Singapura……… 94

BAB 5 Penutup

Kesimpulan………. 98

DAFTAR PUSTAKA……… xi

(11)

xi

Gambar III Foto Pejabat Minister Counselor Fungsi Protokol dan

Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia di

Singapura………

Gambar IV Foto Pejabat Counselor Fungsi Protokol dan Konsuler

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura

Gambar V Foto Pejabat Sekretaris Tiga Fungsi Protokol dan Konsuler

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura

Gambar VI Foto Pejabat Sekretaris Tiga Fungsi Protokol dan Konsuler

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura

Gambar VII Foto Staf Teknis Tenaga Kerja Fungsi Protokol dan Konsuler

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura

Gambar VIII Salinan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia mengenai Komponen dan Besarnya Biaya Penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Sektor Domestik Negara Tujuan Singapura No. 588 Tahun

2012 ………

Gambar IX Salinan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia mengenai Komponen dan Besarnya Biaya Penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Sektor Domestik Negara Tujuan Singapura No. 58 Tahun

2012………

(12)

xii

Sektor Domestik Negara Tujuan Singapura No. 588 Tahun

2012 ………

Gambar XI Lampiran Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Pernyataan Masalah

Skripsi ini akan menganalisa tentang upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura untuk memberikan Pelayanan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) dan perlindungan hukum terhadap Tenaga Kerja Indoneia bermasalah di Singapura tahun 2011 hingga 2015. Beberapa alasan mengapa periode itu dipilih, salah satunya dikarenakan pada 2011 itu pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tengah melakukan upaya yang dapat dikatakan cukup maksimal dalam memberikan perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja Indonesia dan Buruh Migrant Indonesia di Singapura. Di era kepemimpinan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono upaya perlindungan hukum Tenaga Kerja Indonesia di negeri singa itu diusahakan untuk adanya nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) di antara kedua belah pihak. Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan terwujudnya MoU itu. Meskipun demikian Indonesia sampai saat ini tetap menginginkan adanya MoU tersebut, dengan tetap mempertajam tugas Pemerintah Indonesia terhadap Warga Negaranya termasuk Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

(14)

2

hubungan itu mengalami pasang surut hubungan diplomatik Indonesia- Singapura dilakukan secara resmi pada bulan September 1967, yang dilanjutkan dengan pembukaan kedutaan besar di masing-masing negara. Secara politik, pada dasarnya

hubungan Indonesia–Singapura mengalami fluktuasi karena permasalahan

menyangkut kepentingan nasional masing-masing negara, namun demikian kedua negara memiliki fondasi dasar yang kuat untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan kedua negara yang lebih konstruktif, pragmatis dan strategis. Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan antara kedua negara di Bali tanggal 27 April 2007 salah satu koridor hukum bagi palaksanaan dan peningkatan hubungan bilateral kedua negara, meskipun diperlukan pendekatan-pendekatan pada tataran teknis nota kesepahaman (MoU) antar kedua negara. Hubungan Bilateral Indonesia Singapura telah menunjukkan peningkatan di berbagai bidang kerjasama terutama hubungan kerjasama ekonomi dan hubungan kerjasama sosial budaya. Selain itu kunjungan antara sesama pejabat Pemerintah maupun kalangan swasta di kedua negara telah memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan hubungan kerjasama dan peningkatan investasi di kedua negara

Kondisi persebaran Warga Negara Indonesia di Singapura telah berlangsung

lama dengan faktor –faktor yang menyertainya. Mereka tidak hanya berposisi sebagai

(15)

3

diambil penulis dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), mengungkapkan bahwa menurut waktu yang akan dipaparkan dalam penelitian ini telah terjadi perbandingan terbalik antara kuantitas dengan kualitas proses penempatan. Hal ini antara lain terdapat penurunan jumlah (kuantitas) penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Singapura namun di sisi lain terus digalakkan peningkatan kualitas sistem pemberangkatan warga Negara Indonesia (WNI) khususnya penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia maupun Buruh Migran Indonesia (BMI). Salah satu sebab penurunan jumlah (kuantitas) penempatan TKI ke Luar Negeri dalam hal ini Singapura adalah pencapaian program kerja Pemerintah untuk mengurangi penempatan Tenaga Kerja pada sektor nonformal (pekerja rumah tangga). Data itu dapat dilihat pada penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Singapura pada tahun 2011 sebanyak 47.786 jiwa, pada tahun 2012 sebanyak 41.556 jiwa, pada tahun 2013 sebanyak 34.655 jiwa kemudian pada tahun 2014 sebanyak 31,680 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 20,895 jiwa, kemudian penempatan pada tahun 2016 sebanyak 17.700 jiwa (di mana periode

akhir penelitian penulis) 1. Peluang kerja yang lebih mendominasi di Singapura yakni

pada sektor rumah sakit dan pijat kesehatan atau spa mencakup keperawatan (Hospitality) dan kesehatan (Health). Skema penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) ataupun Buruh Migran Indonesia (BMI) dilakukan secara P to P

1

(16)

4

(Private to Private), mandiri maupun perekrutan langsung oleh majikan atau pengguna (users) di Singapura.

Kondisi penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Singapura sedikit banyak telah menimbulkan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut dapat terjadi saat berjalannya proses perekrutan, penempatan di Negara tujuan hingga pemulangan ke Tanah Air baik procedural maupun unprosedural (seperti deportasi). Permasalahan itu muncul dapat terjadi antara perusahaan penyalur tenaga kerja yakni Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dengan pengguna mengenai masa depan dan kondisi TKI selama bekerja. Permasalahan atau kasus-kasus yang kerap terjadi ini biasanya dirasakan oleh TKI yang bekerja di sektor nonformal antara lain gaji tidak diberikan sesuai kontrak (dipotong secara berlebihan oleh PPTKIS yang bekerja di Singapura sebagai pengganti biaya pengurusan dokumen, pelatihan dan akomodasi ; beberapa TKI terjerat rente agen PPTKIS (yang mengakibatkan tak pernah menerima gaji secara utuh) ; ditagih terus - menerus oleh debt collector walaupun gaji selama ini telah dipotong kemudian adanya oknum yang menyebabkan persoalan biaya penempatan yang besar serta harus dibebankan kepada TKI.

(17)

5

merupakan jajahan Belanda2. Saat itu Suriname mengalami kekurangan tenaga kerja

karena budak asal Afrika yang bekerja di perkebunan dibebaskan pada pertengahan 1863 sebagai pelaksanaan dari politik penghapusan perbudakan di Amerika Serikat. Gelombang pertama TKI yang dikirim tiba di Suriname 9 Agustus 1890 dengan

jumlah 94 orang3. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Suriname berakhir pada

tahun 1939 (sebelum perang dunia kedua), mencapai 32.986 orang. Setelah masa kemerdekaan Indonesia, pengiriman TKI mulai menyebar ke beberapa Negara terutama ke Negara Saudi Arabia dan Malaysia. Jumlah TKI yang tercatat pertama

kali pada 1983, yakni sebanyak 27.671 orang4. Mereka bekerja di delapan negara.

Jumlah itu membengkak pada 1992 yang mencapai 158.750 orang. Pengiriman TKI ke luar negeri ini, mengalami beberapa kendala yang dirasakan baik oleh Pemerintah (dalam hal ini berperan pengambil kebijakan) dan juga Tenaga Kerja itu sendiri yang didominasi perempuan. Kendala yang ditemui dalam pengiriman tenaga kerja itu diantaranya masih bermasalahnya sistem perekrutan TKI maupun TKW tersebut seperti administrasi di dalam negeri sebelum keberangkatan, kemudian pengawasan yang belum dilakukan maksimal oleh pihak-pihak yang berwenang baik oleh

2 http://infodarisr.blogspot.com/2014/08/sejarah-pertama-kali-pengiriman-tenaga.html diaksespada tanggal 2 mei 2015

(18)

6

pemerintah Indonesia sendiri maupun organisasi-organisasi lain yang terlibat dan sistem peraturan yang mengatur pengiriman, perlindungan serta penempatan Tenaga Kerja tersebut di Negara penerima.

Pengiriman TKI dan TKW yang juga sering disebut sebagai buruh migran Indonesia ini, yang telah dilakukan sejak lama oleh Pemerintah Indonesia walaupun hingga tahun 1960-an dilakukan secara orang perorang-bersifat tradisional ke luar negeri sebagaimana disebutkan sebelumnya, pasca kemerdekaan Indonesia pengiriman TKI dan TKW dilakukan ke beberapa Negara terutama menyebar di

Saudi Arabia dan Malaysia. Di samping terdapat Negara –negara lain di Asia

(19)

7

yang dijuluki ”Kota Singa” itu sekitar 132.653 jiwa atau sekitar 57 persen dari total

warga negara Indonesia di sana5. Tidak hanya itu terdapat pula Tenaga Kerja

Indonesia yang bekerja di sector formal;baik di bidang perindustrian, kelautan, tenaga kerja sector jasa dan ada juga professional. Terdapat juga warganegara Indonesia yang tinggal di Singapura berposisi sebagai pelajar atau mahasiswa dan ibu-ibu serta manusia lanjut usia (manula).

Masalah ini menurut data yang dihimpun dari beberapa kurun waktu pengiriman Tenaga Kerja Indonesia, mengalami penurunan kuantitas dari masa ke masa. Masalah yang terjadi meliputi kasus kriminal maupun legalitas administrasi. Kita ambil contoh Pada 2007, rata-rata 150 TKI ditampung di penampungan

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura6. Kini jumlahnya menurun

rata-rata 70 orang yang berada di penampungan. Jumlah kasus yang menimpa PLRT pun relatif rendah, sekitar 1,7 persen dari total PLRT yang ada. Tahun 2012, jumlah PLRT yang meminta perlindungan ke KBRI sebanyak 2.058 orang. Permasalahan mereka terdiri dari 117 kasus hukum, 70 pelanggaran kontrak kerja, dan 1.871 kasus disharmoni dengan majikan. Data berikutnya dari Januari-April 2013 terdapat 419

5

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/11/02324896/menilik.perlindungan.tki.di.singapu ra diakses pada 13 september 2015

6

(20)

8

PLRT yang tinggal di penampungan7. Kasus mereka pun telah diselesaikan.

Sebanyak 199 orang repatriasi dan 144 PLRT lainnya kembali bekerja. Penyelesaian kasus disharmoni dapat diselesaikan dalam satu bulan. Dari akumulasi masalah antara tahun 2002-2010, sebanyak 10 kasus ancaman hukum mati TKI di Singapura dapat diselesaikan dengan mendapat pengurangan hukuman. Bahkan, sejak tahun 2010 hingga saat ini tidak ada lagi kasus pidana TKI dengan ancaman hukuman mati. Dari 10 kasus itu, 5 kasus di antaranya berhasil diperjuangkan dari ancaman hukuman mati menjadi penjara seumur hidup. Kasus lainnya menjadi hukuman penjara dengan masa tahanan yang bervariatif, mulai dari 5 sampai 20 tahun.

Mengenai pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Singapura karena belum adanya nota kesepahaman (MoU) antara kedua belah pihak sejauh ini, pemerintah Indonesia senantiasa melakukan pendekatan diplomasi melalui ialah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sebagai garda terdepan di Singapura dan sudah tentu melibatkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sejauh ini telah ada tindakan nyata KBRI di Singapura sejauh ini telah dilakukan pelayanan public terhadap TKI maupun TKW dengan mendapat sertifikasi ISO 9001:2008. Dari hasil audit ISO pada Februari 2012, KBRI di Singapura dinilai berhasil dan berhak mendapatkan perpanjangan sertifikat ISO hingga 3 tahun ke depan. Tidak hanya itu,

7

(21)

9

peranan besar Pemerintah Singapura dengan menegakkan hukum secara benar, baik dan diterapkan dengan tegas. Pemerintah Singapura juga memberikan perlindungan kepada PLRT. Sebagai contoh, jika persoalan naik gaji tak disepakati, Pemerintah Singapura tak akan memberikan perpanjangan izin tinggal bagi PLRT. Hal lain yang diperjuangkan oleh KBRI ialah mengenai hari libur untuk tenaga kerja khususnya berasal dari Indonesia.

Apabila kita membicarakan keadaan domestik yang berpengaruh dalam pengawasan perlindungan hukum Tenaga Kerja Indonesia di Singapura salah satunya adalah jangan terlalu santer memberitakan masalah pengawasan TKI oleh media massa lokal baik media cetak maupun elektronik. Menurut data yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah yang menimpa TKI itu cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Seiring berjalannya waktu, pemerintah Indonesia semampu mungkin dapat memperjuangkan nasib perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia di Singapura agar lebih nyaman dan aman dalam pemberangkatan, penempatan, perllindungan hingga pemulangan ke tanah air. Namun demikian ada beberapa doronagan dalam negeri yang ingin mempertajam tujuan dari kebijakan bilateral melalui MoU agar tidak sekedar formalitas belaka dikarenakan belum adanya regulasi nasional yang mengatur hak-hak PRT seperti mendapatkan hari libut dan upah minimum.

(22)

10

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN), MoU

wajib dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara tujuan penempatan.8.

Poempida mengingatkan yang perlu dipertajam dalam MoU adalah bagaimana para pekerja migran Indonesia terlindungi dari tindakan yang melecehkan ataupun zalim dari majikan. Caranya dengan penegakan aturan hukum sehingga pelaku tindak kejahatan terhadap pekerja migrant Indonesia dapat dijatuhi sanksi tegas. Tidak hanya dari pihak Pemerintah saja, namun organisasi di luar aktor Negara yang peduli akan ketenagakerjaan yakni Migrant Care. Hal ini diungkapkan agar tidak terkesan formalitas saja, atau atau mengejar kuota agar pekerja migran Indonesia dapat ditempatkan sebanyak-banyaknya ke Singapura. Hal utama yang harus dimasukan dalam MoU adalah perlindungan bagi pekerja migrant. Di samping terus diupayakan dikeluarkannya kesepakatan berkekuatan hukum antara kedua belah pihak mengenai tenaga kerja asing, KBRI di Singapura telah mengoptimalkan pelayanan warga Negara Indonesia (WNI) dan juga melakukan upaya penyelesaian Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) dengan melakukan pendampingan terhadap TKI tersebut.

Sejauh ini menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia, hukum di Singapura juga cukup adil serta relatif tidak memihak warga negaranya. Namun Pemerintah Indonesia tetap berupaya untuk mengejar diterbitkannya perjanjian yang mengikat di

8

(23)

11

antara kedua Negara yakni nota kesepahaman (MoU) Selain itu Pemerintah Indonesia pada tahun 2011 mengusahakan agar Pemerintah Singapura meratifikasi beberapa

instrument HAM seperti Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination against Women dan Convention on the Rights of the Child9. Kemlu mengungkapkan jika ratifikasi tersebut telah terjadi maka Singapura harus memberikan perlindungan yang layak bagi pekerja asing, terutama pekerja perempuan dan hak - hak anak. Adapun langkah yang dilakukan oleh Kedutaan Besar

Republik Indonesia (KBRI) di Singapura senantiasa berkoordinasi dengan Ministry of

Manpower (MOM) Singapura yang salah satu tugasnya adalah untuk membantu permasalahan tenaga kerja asing di Singapura.

B. Pertanyaan Masalah

Sebagaimana pada bab latar belakang masalah yang telah dikemukan, Penulis mengajukan beberapa pertanyaan masalah yang akan diajukan dalam skripsi ini ialah:

1. Bagaimana Perwakilan Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kedutaan Besar

Republik Indonesia di Singapura memberikan perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia bermasalah (TKI-B)?

2. Bagaimana respon Singapura terhadap perlindungan hukum bagi Tenaga

Kerja Indonesia di Singapura? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

9

(24)

12

Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisa perlindungan hukum dan penyelesaian

terhadap TKI bermasalah (TKI-B) yang diberikan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura periode 2011-2015

b. Untuk mengetahui kinerja Kedutaan Besar Republik Indonesia

(KBRI) di Singapura dalam memberikan Pelayanan terhadap Warga Negara Indonesia.

Manfaat Penelitian

a. Memberikan analisa terkait perlindungan hukum dan

penyelesaian TKI bermasalah (TKI-B) yang diberikan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura periode 2011-2015, sehingga dapat menjadi referensi dan pondasi awal bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan Perlindungan Hukum dan Penyelesaian TKI

bermasalah oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura.

b. Menyediakan informasi informasi tentang kondisi Kedutaan

(25)

13

Dengan harapan kita dapat memberikan saran bagi TKI dan Buruh Migran Indonesia (BMI) di Singapura mengenai hak dan kewajibannya

D. Tinjauan Pustaka

Sebagaimana jurnal http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta yang berjudul Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri oleh Loso yang diterbitkan Fakultas Hukum, Universitas Pekalongan, Pekalongan, Indonesia. Dijelaskan bahwa dalam mendeskripsikan perlindungan hukum TKI berdasarkan peraturan UU no. 39 tahun 2004 tentang penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar

negeri, dijelaskan bagaimana asal dan akar dari masalah – masalah yang terjadi pada

(26)

14

menurut penulis menggunakan teori positivis (dikarenakan memenuhi syarat daripadanya seperti saintifik, eksplanasi dan sebaginya). Walaupun anatara penulis dengan isi jurnal tersebut memiliki kemiripan dalam menerapkan teori yakni bagian positivis namun penulis lebih megedepankan dan memakai pisau analisis yakni teori neoliberalism.

Sebagaimana jurnal dengan alamat website

http://inrda06lesmana.blogspot.co.id/2013/11/jurnal-5-perlindungan-tenaga

kerja.html dengan judul PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004

(27)

15

dari procedural pelatihan dengan pembekalan kemampuan TKI, administrasi hingga apabila terjadi masalah di tempat penempatan akan diberlakukan sistem untuk melindungi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah.

Dalam menjelaskan jurnal menggunakan teori pendekatan realism dikarenakan lebih menggunakan unsure kepentingan nasional salah satunya sebagai sasaran dalam menjelaskan hasil yang ingin dicapai seperti keselamatan dan kenyamanan TKI yang akan ditempatkan di Luar Negeri secara prosedul maupun ada juga yang masih melakukan tindakan illegal lainnya. Menurut penulis terdapat kemiripan antara jurnal dengan skripsi ini, namun skripsi ini lebih menggunakan teori neoliberalisme dan diplomasi dalam menjamin kenyamanan bagi Warga Negera Indonesia (WNI) dan keselamatan Tenaga Kerja Indoneia Bermasalah TKI-B di tempat penempatan. Hal ini dilakukan untuk menjamin kepentingan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri termasuk nasib Tenaga Kerja Indonesia ataupun Buruh Migran Indonesia, dalam hal ini peran KBRI di Singapura dengan Otoritas di Singapura maupun adanya peran otoritas lain mengenai ketenagakerjaan di Indonesia (aktor selain aktor utama Negara).

E. Kerangka Teori

(28)

16

Dalam penelitian pada studi kasus ini, penulis akan lebih mengedepankan landasan teori salah satu mainstream dalam Hubungan Internasional yakni Neo-Liberalisme. Salah satu hal yang melatarbelakangi penulis menggunakan teori

tersebut ialah setelah mempelajari beberapa teori yang ada baik grand teori maupun turunannya, yakni teori tersebut relevan dalam pembahasan masalah ini lebih lajut. Sebagaimana kita ketahui Unsur yang terkandung dalam teori ini ialah adanya kerjasama dan perdamaian. Tidak selamanya kepentingan nasional tercapai dengan melakukan peperangan sebagaimana pendapat realism sesuai dengan sikap dasar manusia. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya menurut NeoLiberalisme, bahwa Teori tetap memperlakukan Negara sebagai aktor utama tetapi masih ada relevannya apabila ada aktor selain Negara yang memainkan perannya seperti organisasi-organisasi ataupun Lembaga di luar Negara baik bertaraf nasional maupun Internasional. Dalam hal ini Aktor selain Negara yang dapat memanfaatkan perannya dalam menangani masalah ketenagakerjaan tingkat nasional seperti Lembaga setingkat Kementerian yakni Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) maupun Migrant Care. Untuk menunjang kekuatan pembahasan masalah kelak akan dikombinasikan dengan adanya teori diplomasi. Diplomasi merupakan salah satu cara dari softpower untuk mencapai kepentingan nasional salah satunya bentuk dari kerjasama itu sendiri.

(29)

17

setuju dengan sistem anarki internasional, sementara teori realisme mendukung penuh teori tersebut. Namun pada teori neoliberalisme, teori ini mengakui adanya anarki

internasional10. Kaum neoliberalis melihat anarki internasional sebagai sebuah

kekosongan kekuasaan yang perlahan-lahan diisi dengan proses-proses manusia dan institusi (Sterling-Folker, 2013:117). Menurut kaum neoliberalis, hal ini menandakan bahwa ketidakmampuan negara untuk memegang kendali dan keraguan akan survavibility negara dalam sistem anarki internasional akan berkurang seiring berjalannya waktu.

Berbeda dengan pandangan neo-realisme yang menitikberatkan kerjasama antar negara pada keuntungan apa yang dapat diperoleh dari suatu negara, kaum neo-liberalis menganggap bahwa dengan adanya kerjasama antar negara maka akan

terciptanya national interest yang sama oleh masing-masing negara yang bekerjasama

(Sterling-Folker, 2013:129). Menurut pandangan kaum neoliberalis, dengan

kesamaan national interest maka setiap negara akan cenderung untuk terus menerus

bekerjasama11. Hal tersebut menciptakan kondisi yang kondusif karena konflik akan

relatif berkurang dibandingkan apabila negara tidak bekerja sama. Lamy (2001:190) juga menyatakan dalam pandangan kaum neoliberalis, negara harus mampu

10

http://hibanget.com/neorealisme-neoliberalisme-sebagai-teori-perkembangan-dari-realisme-liberalisme/

11

(30)

18

bekerjasama dengan memaksimalkan kewenangannya. Dengan bekerjasama, maka

masing-masing pihak akan mendapatkan keuntungan (absolute gains)

Teori Diplomasi

Dalam menjelaskan kebijakan yang diambil oleh Perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di Singapura, dalam menjalankan tugas dan fungsi diplomatiknya dengan otoritas Negara Penerima dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan Singapura. Menurut Prof. Brownlie dalam bukunya “Principles of Public

International Law” mengatakan bahwa Diplomasi itu merupakan setiap cara yang

diambil untuk mengadakan dan membina hubungan serta berkomunikasi satu sama lain atau melaksanakan tindakan politik/hukum melalui wakil-wakil yang ditunjuk dan mendapat otorisasi. Adapun dari kalangan praktisi yang pada umumnya mantan Duta Besar dan/atau Diplomat memberikan batasan dan pengertian diplomasi sedikit berbeda seperti Harold Nicolson (Duta Besar Kerajaan Inggris sebelum Perang Dunia II) dalam bukunya “Diplomacy” memberikan definisi Diplomasi sebagai berikut:

“Diplomacy is the management of international relations by negotiation, the

method by which these relations are adjusted and managed by ambassadors and

evoys.; the business or art of the diplomatist.12”

Haji Agus Salim dalam bukunya “Tertib Diplomatik”, Deplu,1969,

berpendapat bahwa ada perbedaan antara Politik/Kebijakan atau Policy dan

12

(31)

19

Diplomacy. Yakni Policy is that what you want and Diplomacy that what you get13

Dalam pengertian lain Diplomasi itu merupakan cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan atau dikendaki. Hal ini ditempuh pemerintahan Negara atau perwakilan Negara tertentu di Negara Penerima, itu dialkukan untuk tujuan atau goal yang diinginkan seperti dalam contoh ini yaitu kepentingan, keamanan Warga Negara Indonesia termasuk Tenaga Kerja Indonesia.

Inti Diplomasi adalah Perundingan. Deengan demikian ruang lingkup diplomasi ialah hubungan antar Negara atau hubungan dengan pihak-pihak asing; dan hubungan tersebut dilakukan dengan cara-cara damai melalui pertemuan dan perundingan. Inilah suatu cara yang dapat dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri dan Kementerian Transmigrasi dan Ketenagakerjaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura, dalam menyampaikan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam melindungi dan menjamin kepentingan Warga Negaranya kepada Otoritas Pemerintah Republik Singapura.

Jalur atau track yang digunakan pada teori Diplomasi dalam membahas

permasalahan ini yakni The First Track Diplomacy. Alasan penulis ingin menerapkan

teori Diplomasi dengan The First Diplomacy karena permasalahan perlindungan terhadap TKI-B di Singapura melibatkan elemen penting kedua Negara baik Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Singapura terkait ketenagakerjaan Tenaga Kerja Asing termasuk TKI. Elemen atau pihak yang terlibat tersebut merupakan

13

(32)

20

perwakilan resmi dari kedua Pemerintahan (KBRI sebagai kepanjangan tangan dari Kemlu RI maupun Kemenakertrans RI dibantu perannnya oleh BNP2TKI dengan MOM Singapura, maka jalur diplomasi yang dilakukan pun melibatkan diplomasi antar kedua Negara (official diplomacy). De Magalhaes (1988) menggambarkan Diplomasi Resmi (official diplomacy) sebagai, "instrumen kebijakan luar negeri untuk pembentukan dan pengembangan kontak antara pemerintah negara-negara yang berbeda melalui penggunaan perantara yang saling diakui oleh masing-masing pihak"

(hal.17)14. Menurut asumsi penulis, dalam penjelasan De Magalhaes tersebut telah

disebutkan bahwasanya hubungan yang terjalin oleh Negara yang berbeda dengan saling upaya merealisasikan kepentingan nasional yang diwujudkan dalam kebijakan luar negeri melalui perwakilan diplomatik Negara Pengirim maupun Negara Penerima.

Fitur terpenting The First Track Diplomacy membedakan dengan bentuk

diplomasi yang lainnya diantaranya adanya aplikasi formal di tingkat antarnegara (Pemerintah Negara Pengirim dengan Pemerintah Negara Penerima), di mana setiap Negara terkait menjadi penandatangan dari kesepakatan atau perjanjian internasional

tersebut15.Di mana tidak membutuhkan unsur non Negara dalam memberikan usulan

14

Magalhaẽs, C. J. (1988). The pure concept of diplomacy. New York: Greenwood Press. Dalam jurnal berjudul

Track One and a Half Diplomacy and the Complementarity of Tracks oleh Jeffrey Mapendere,

Assistant Director Conflict Resolution Program Carter Center dengan COPOJ – Culture of Peace Online Journal, 2(1), 66-81. ISSN 1715-538X www.copoj.ca.

15

(33)

21

maupun pandangan dalam perumusan hingga hasil dari kepahaman dan perjanjian internasional tersebut. Walaupun dampak dari hasil perjanjian ini dirasakan oleh warga Negara atau pihak terkait namun tidak signifikan merubah kebiasaan dan tata

kehidupan masyarakat tersebut. Meskipun First Track Diplomacy banyak digunakan

sebagai solusi penyelesaian kasus tertentu seperti resolusi dan resolving dari konflik yang terjadi, dapat juga diaplikasikan baik dalam bentuk kerjasama hingga penguatannya pada hubungan antarnegara dalam tingkat Pemerintah Negara

masing-masing (dalam hal ini hubungan Indonesia – Singapura terutama masalah

ketenagakerjaan dan Perlindungan TKI-B di Singapura).

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menekankan pada penjelasan atau penjabaran masalah secara eksplanasi maupun desktiptif. Teknik pengumpulan data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data primer serta sekunder.

Dalam menjawab penelitian diatas, penulis akan menggunakan metode kualitatif sebagai teknik analisa masalah yang akan dibahas. Menurut Strauss dan Corbin, yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan

prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari pengukuran kuantitatif16.

16

(34)

22

Dalam teknik pengumpulan data maupun referensi, penulis menggunakan teknik pengumpulan data primer dan sekunder. Di mana pengumpulan data primer melalui wawancara atau interview kepada narasumber yang kompeten di bidangnya seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia; Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI); perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di Singapura dan pihak lainnya. Pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan dari buku, jurnal ilmiah, surat kabar baik cetak maupun elektronik

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjelasan mengenai alur pembahasan yang penulis akan tulis dalam skripsi ini, sehingga skripsi dapat dipahami dengan mudah sebagai kesatuan yang terstruktur dengan baik. Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima (5) bab, yang mana akan dijelaskan sebagai berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN

(35)

23

perlindungan hukum dari penempatan Tenaga Kerja lintas Negara terutama yang berkaitan dengan Ilmu Hubungan Internasional. Selain itu, bab ini juga akan

mengangkat mengenai tinjauan pustaka yang mana terdapat peneliti atau scholar lain

terlebih dahulu telah membahas mengenai permasalahan serupa atau memiliki persamaan di salah satu sisinya dengan penulis serta akan mengungkapkan perbedaannya bahkan memberikan pernyataan terkini dari pembahasan permasalahan tersebut. Kemudian akan dijelaskan pula kerangka pemikiran, yang mana merupakan pendekatan berupa teori maupun konsep yang akan digunakan dalam membahas dan menganalisa permasalahan tersebut. Metode penelitian pun akan dikemukakan pula sebagai media yang digunakan untuk mngetahui pola penulisan dan mendapatkan sumber referensi dalam penelitian penulisan skripsi ini. Terakhir yakni sistematika penulisan dari skripsi ini.

BAB II Hubungan Indonesia – Singapura

(36)

24

itu. Diawali masa kolonialisme oleh Pihak Asing di Indonesia melakukan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri yang mana saat itu Singapura belum menjadi tujuan Negara penerima TKI baik pria maupun wanita (TKW).

(37)

25

(APJATI) di Singapura termasuk juga terhadap Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) atau biasa disebut Mitra ataupun Agen.

BAB III Bentuk – Bentuk Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah

(TKI-B) di Singapura

Pada Bab ini akan dijelaskan terlebih dahulu bagaimanan Kondisi Warga Negara Indonesia (WNI) secara umum dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terutama Tenaga Kerja Indonesia (TKI-B) di Singapura. Sebagaimana kita ketahui bersama kondisi persebaran WNI di Singapura termasuk ke dalam kategori heterogen dengan jabatan status sosial tertentu dari mahasiswa yang melanjutkan pendidikan tingginya di ;Negeri Singa‟ tersebut, sebagai ekspatriat maupun TKI baik di sekktor informal

(yang mana mayoritas berkerja sebagai Pelaksana Tatalaksana Rumah Tangga ) maupun formal (seperti bidang perhotelan, rumah sakit, spa maupun kontruksi dan sebagainya). Bab ini akan menjelaskan pembagian masalah yang dialami TKI-B yang didapat dari banyaknya laporan pengaduan yang diterima oelh Fungsi Protokol dan Kekonsuleran KBRI di Singapura (sebagaimana hasil penelitian penulis dalam bentuk wawancara lapangan di lingkungan Divisi Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI), yakni masalah yang masuk kategori hukum perdata maupun hukum pidana.

Masalah hukum perdata maupun masalah hukum pidana yang dialami oleh TKI-B di Singapura merunut kepada hukum yang berlaku di Singapura yakni sistem

(38)

26

menerima konsekuensi dari tindakan masalah yang dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura tersebut.

BAB IV Analisa Pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI) serta Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B)

Pada bab ini akan dikemukakan teori apa saja yang akan digunakan dalam menganalisa permasalahan pada penelitian ini dan juga bagaimana seharusnya teori tersebut dapat diaplikasikan sebagai pendekatan dalam membedah permasalahan tersebut hingga diketahui penyelesaian permasalahan tersebut. Akan dijelaskan pula bagaimana sistem pelayanan KBRI di Singapura melalui Fungsi Protokol dan Kekonsuleran dengan dibantu oleh Fungsi Keimmigrasian dalam menjawab dan melaksanakan proses penyelesaian permasalahan yang kerap terjadi pada TKI-B maupun WNI tersebut. Sistem Pelayanan kepada WNI dan Perlindungan terhadap TKI-B tersebut telah sesuai dengan Protap dari Kemlu RI (di mana juga disebut dengan sistem pelayanan Indonesia Citizen Service). Sistem Pelayanan dan Perlindungan di sini juga memperhatikan kondisi yang kondusif baik secara internal maupun eksternal dari KBRI di Singapura itu sendiri. Dengan kondusifitas kondisi internal bersinergi dengan kondisi eksternal yang komunikatif dengan intansi terkait barangtentu dapat meningkatkan kinerja dari pelayanan dan perlindungan terhadap TKI-B di Singapura. Sejauh ini menurut hasil wawancara penulis, bahwasanya KBRI

teleah melakukan upaya perlindungan bagi TKI-B secara allout agar hak dan

(39)

27

batasan – batasan perlindungan intinya yakni keberpihakan dan kepedulian. KBRI

akan berupayamelakukan penyelesaian dari permasalahan yang dihadapi oleh TKI-B tersebut dengan membedakan kategorisasi masalah hukum baika masalah hukum perdata maupun masalah hukum pidana bersifat berate serta khusus.

Di mana apabila untuk permasalahan masalah hukum pidana bersifat berat dan khusus maka akan dilakukan pendampingan secara hukum oleh KBRI dangan bekerjasama dengan tim Pengacara Singapura untu menyusun agenda pembelaan dan tindakan hukum apa yang akan ditempuh untuk menghadapi persidangan Hukum Singapura tersebut. Namun bagi Masalah perdata KBRI menghimbau untuk diselesaikan secara kekeluargaan antara majikan dan pekerja, namun apabila tidak dapat diselesaikan KBRI siap menjadi mesiator dalam upaya penyelesaian masalah tersebut. Hingga kepada pengadilan masalah hukum perdata tersebut.

Bab V Penutup

Bab ini akan memaparkan kesimpulan yang penulis peroleh mengenai jawaban dari pertanyaan yang penulis kemukakan dalam skripsi ini berdasarkan pada pendekatan pada kerangka pemikiran dan metode penelitian yang telah digunakan. Dalam bab ini juga tersedia ringkasan singkat tentang penelitian yang disusun penulis dari seluruh hal-hal yang dikemukakan pada bab-ba sebelumnya. Termasuk juga dalam bab ini akan dikemukakan rekomendasi ataupun saran dari solusi penyelesaian dari permasalah tersebut di samping daripada solusi utama yakni upaya penerbitan

(40)

28

Bab II

Hubungan Indonesia - Singapura

A. Sejarah penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Singapura

1. Sejarah Penempatan TKI Hingga BNP2TKI

Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda. Bahan yang diperoleh dari Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menyebutkan, sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk dipekerjakan di

perkebunan di Suriname17.

Tujuannya untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat

17

(41)

29

perkebunan di Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang

bergantung dari hasil perkebunan turun drastis18.

Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa. Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dengan Kapal SS

Koningin Emma19. Pelayaran jarak jauh ini singgah di negeri Belanda dan tiba di

Suriname pada 9 Agustus 1890. Jumlah TKI gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri 61 pria dewasa, 31 wanita, dan 2 anak-anak. Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak 1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang,

dengan menggunakan 77 kapal laut20.

Penghasilan TKI secara relatif berhasil mensejahterakan keluarga dan

membuat desa lebih makmur, aman serta sejahtera. Di saat bersamaan muncul juga riak-riak sosial gara-gara istri meninggalkan suami-anak, suami meninggalkan anak istri, atau lajang yang tercabut dari budaya dan agamanya.

(42)

30

menyeluruh dan terus menerus, kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid yang menambahkan, kami menata dari hulu ke hilir agar tidak timbul persoalan di kemudian hari21.

Di Singapura juga ada masalah. Para pengguna, kata Presiden Asosiasi Agen Tenaga Kerja Singapura K. Jayaprema, mengeluh karena TKI tidak memahami Singapura merupakan negara yang kompetitif. Tidak ada waktu untuk bermain „games‟ saat bekerja22

. Lantaran demikian banyak celah, BNP2TKI melakukan pembenahan secara serempak. Prinsipnya adalah satu diantara yang sederajat karena di setiap aspek ada masalah yang saling terkait. Maka selain peningkatan kecakapan/kompetensi, disasar pula calonTKI berpendidikan minimal D-3 seperti lulusan STIKES. Dilakukan perbaikan/penghapusan peraturan , peningkatan kualitas karyawan, kerjasama antar instansi secara terintegrasi, serta pembuatan perjanjian

antar pemerintah atau dengan asosiasi di negara penerima TKI23.

Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi perkembangan yang menarik. Negara-negara penempatan yang kepincut dengan kinerja TKI, bersedia membuat perjanjian yang menjadi wadah kelancaran kerja sekaligus mencegah aspek-aspek negatif.

(43)

31

Pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No 3/1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di Indonesia dengan

nama Kementerian Perburuhan24.

Pada masa awal Orde Baru Kementerian Perburuhan diganti dengan Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi sampai berakhirnya Kabinet Pembangunan III. Mulai Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sementara Koperasi membentuk Kementeriannya sendiri. Selanjutnya dapat dikatakan, pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an, penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri belum melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang perorang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal.

Negara tujuan utamanya adalah Malaysia dan Arab Saudi yang berdasarkan hubungan agama (haji) serta lintas batas antarnegara. Untuk Arab Saudi, para pekerja Indonesia pada umumnya dibawa oleh mereka yang mengurusi orang naik haji/umroh atau oleh orang Indonesia yang sudah lama tinggal atau menetap di Arab Saudi. Adapun warganegara Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagian besar datang begitu saja ke wilayah Malaysia tanpa membawa surat dokumen apa pun, karena memang sejak dahulu telah terjadi lintas batas tradisional antara dua negara tersebut.

24

(44)

32

Hanya pada masa konfrontasi kedua negara di era Orde Lama kegiatan pelintas batas asal Indonesia menurun, namun masih tetap ada.

3. Penempatan TKI dengan Kebijakan Pemerintah

Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada 1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN), dan sejak itu pula penempatan TKI ke luar negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa TKI atau pelaksana penempatan TKI swasta).

Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan perlindungan TKI telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) pada 16 April 1999 melalui Keppres No 29/1999 yang keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan TKI untuk meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri sesuai lingkup tugas masing-masing.

Pada 2004 lahir Undang-undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)25. Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan

Presiden (Perpres) No 81/2006 tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait

25

(45)

33

pelayanan TKI, antara lain Kemenlu, Kemenhub, Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain26.

Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di

bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans27.

Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keppres No 02/2007, yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat terkait pelayanan TKI. Dasar peraturan ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) No 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia28.

Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri

26

(46)

34

Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden. Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI.

B. Kerjasama Indonesia – Singapura di Berbagai Bidang

Pemerintah Indonesia dan Singapura berencana untuk memperkuat kerja sama bilateral di berbagai bidang, antara lain di bidang ekonomi, khususnya di sektor agrobisnis dan infrastruktur.

Hal tersebut terungkap dalam pertemuan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi dan Menlu Singapura, Vivian Balakhrisnan di kantor Kemlu,"Hubungan bilateral Indonesia dengan Singapura merupakan hubungan yang paling intensif. Letak geografis Indonesia dan Singapura yang dekat menjadikan kedua negara mitra

dalam berbagai hal29," ujar Retno seusai pertemuan tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, kedua menteri bersedia menjajaki kemungkinan untuk terus meningkatkan ekspor agribisnis. Retno menyebutkan bahwa Singapura membutuhkan ekspor produk agrikultur, sementara Indonesia memiliki kapasitas tersebut, sehingga sektor ini dapat menjadi potensi kerja sama perdagangan antar kedua negara. Bagaimana Indonesia meningkatkan hubungan ekspor agribisnis karena kita tahu Singapura membutuhkan produk-produk agrikultur, sementara kita memiliki kapasitas itu," ujar Retno. Sebagaimana yang disampaikan Tim Komunikasi

29

(47)

35

Presiden menyatakan pembicaraan antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong terkait upaya peningkatan ekspor impor. Ekspor di sini

seperti ekspor di bidang pertanian dan olahan hasil unggas30.

Di bidang perdagangan, lanjut Retno, Singapura merupakan mitra terbesar kedua di Indonesia, setelah China. Nilai perdagangan Indonesia dengan Singapura

pada 2014 mencapai hampir US$42 miliar31. Di sektor pariwisata, jumlah wisatawan

yang berkunjung ke masing-masing negara sangat signifikan. Retno mencatat wisatawan Singapura yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2014 mencapai 1,5

juta wisatawan32. Retno juga mencatat bahwa di bidang investasi, Singapura

merupakan investor terbesar di Indonesia, dengan realisasi investasi mencapai US$5,8 miliar pada 2014. Hal ini dapat dilihat dari pelebaran wilayah investasi oleh Perusahaan Singapura di Indonesia, yakni selain wilayah BBK (Batam, Bintan dan

Karimun) tetapi juga di KIP (Kendal Industrial Park)33. Program dalam penguatan

hubungan Indonesia-Singapura di bidang ekonomi, investasi dan perdagangan ini ditandai dengan pertemuan antara Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong

30

https://www.ekon.go.id/berita/view/indonesia-singapura-perkuat.1591.html diupload pada 29 Juli 2015 dan diakses pada tanggal 3 Juli 2017

31

http://dunia.news.viva.co.id/news/read/722125-indonesia-dan-singapura-sepakat-perkuat-hubungan-ekonomi diupload 12 Januari 2016 dan diakses pada tanggal 30 Juni 2017

32

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160112185225-106-103835/ri-dan-singapura-perkuat-kerja-sama-ekonomi/ diakses pada tanggal 17 Juni 2017

33

(48)

36

bertemu Presiden Indonesia Joko Widodo yang mana agendanya menghadiri peresmian Kendal Industrial Park (KIP) yang luasnya 2.700 hektar dan merupakan proyek joint-venture antara Pengembangan SembCorp dan PT Kawasan Industri

Jababeka. KIP terletak 25 kilometer dari Semarang34.

Balakhrisnan memaparkan bahwa Indonesia merupakan mitra perdagangan

terbesar keempat di Singapura, setelah China, Malaysia dan Amerika Serikat35.

Banyak perusahaan asal Singapura ingin menanamkan investasinya di Indonesia namun sedan menunggu regulasi yang mengatur agar mereka makin percaya akan kredibilitas dan keamanan di Indonesia. Keseriusan Indonesia dalam menanggapi masalah ini telah direalisasikan dengan adanya nota kesepahaman (MoU) E-Government di Singapura yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura melalui Menteri Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi (PANRB) RI dan Menteri Ministry for Communications and

Information (Kementerian Komunikasi dan Informasi) Singapura, di mana disaksikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo dan Perdana Menteri

Singapura Lee Hsien Loong36. Presiden RI Joko Widodo mengharapkan dengan

adanya kesepakatan ini dapat menarik Investor Singapura sebanyak – banyaknya,

34

http://www.jaringnews.com/internasional/asia/80361/Singapura-Perkuat-Kerjasama-Ekonomi-dengan-Indonesia diupload pada tanggal 15 November 2016 dan diakses pada tanggal 26 Juni 2017

35

http://dunia.news.viva.co.id/news/read/722125-indonesia-dan-singapura-sepakat-perkuat-hubungan-ekonomi diupload 12 Januari 2016 dan diakses pada tanggal 30 Juni 2017

36

(49)

37

dengan senantiasa mengembangkan MoU ini agar mempermudah Pemerintah dalam

memberikan pelayanan publik kepada investor Singapura37. Dengan diberlakukannya

pemanfaatan e-government, Singapura telah meningkatkan produktivitas dan mempercepat proses berbagai pelayanan publik. Pada kesempatan tersebut, PM Singapura Lee Hsien Loong mengungkapkan kebahagiaannya dapat membangun kerja sama dengan Indonesia. Sebagai negara sahabat, berbagi pengetahuan dan

pengalaman dalam tata kelola pemerintahan, khususnya dalam pengembangan

e-government merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat38.

Perkembangan hubungan kedua Negara dilanjutkan dengan kerjasama di

bidang Pariwisata39. Sejak 2010 Pemerintah Singapura telah menunjukkan minatnya

untuk bekerjasama di bidang kapal pesiar namun pada saat Presiden Joko Widodo,

dapat direalisasikan dengan melihat keuntungan yang didapat bagi kedua negara40. Di

mana ruang lingkup MoU ini berkisar pada promosi dan pemasaran bersama, kapal pesiar (cruise), dan pasar MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition). Fokus kegiatan yang diaplikasikan dari hasil MoU tersebut antara lain pembangunan

37

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/5219/Indonesia-Singapura+Tandatangani+MoU+E-government/0/sorotan_media ditampilkan sejak tanggal 28 Juli 2015 dan diakses pada tanggal 18 Juni 2017 hubungan-ekonomi diupload 12 Januari 2016 dan diakses pada tanggal 30 Juni 2017

40

(50)

38

destinasi dan pelabuhan; pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan, seminar, dan loka karya; penelitian dan pengembangan; investasi pariwisata; kerja

sama sektor swasta; dan pertukaran informasi41. Kerjasama di bidang pariwisata

tidak hanya berdampak pada bidang politik, namun juga berpengaruh pada bidang ekonomi dan perdagangan yang senakin harmonis termasuk kemandirian ekonomi kerakyatan. Selain itu, Arief Yahya melihat Singapura bukan hanya sebagai hub transportasi udara internasional dan pintu gerbang pariwisata, tetapi juga menjadi hub

pasar MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition)42. Ada puluhan ribu

perusahaan asing, baik dari Eropa, Amerika, Asia dan Australia yang memiliki kantor perwakilan di Singapura. Biasanya setelah selesai melakukan kegiatan MICE tersebut

akan dilaksanakan paket wisata city tour dan culinary tour, di mana akan

mengunjungi tempat paling menarik di kota MICE berlangsung43. Hal ini yang bisa

menggerakan perekonomian, semua roda ekonomi yang berkaitan dengan MICE dan tour-tournya dapat hidup dan berkembang (termasuk ikut membangkitkan ekonomi kerakyatan juga) seperti kerajinan tangan dam souvenir khas daerah setempat.

Presiden Indonesia mengharapkan agar kedua Negara dapat melakukan promosi destinasi wisata bersama supaya setiap tahunnya jumlah wisatawan naik

41

http://travel.kompas.com/read/2016/11/15/170500727/ini.fokus.kerja.sama.pariwisata.indonesia-singapura diupload pada tanggal 15 November 2016 dan diakses pada tanggal 20 Juni 2017

42

http://travel.kompas.com/read/2016/11/15/170500727/ini.fokus.kerja.sama.pariwisata.indonesia-singapura diupload pada tanggal 15 November 2016 dan diakses pada tanggal 20 Juni 2017

43

(51)

39

untuk mengunjungi Indonesia dan Singapura demikian arahan Presiden Joko Widodo

pada Leaders Retreat di Singapura, 28 Juli 201544.

Kemudian Kerjasama Indonesia dan Singapura berlanjut pada penguatan di bidang Perindustrian dan Pendidikan. Di mana untuk menyambut hubungan

persahabatan bilateral Indonesia – Singapura ke-50 yakni penguatan kerjasama untuk

mengembangkan program pendidikan vokasi industri. Sebagaimana pernyataan Menteri Perindustrian RI, Airlangga Hartanto di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu,

mengenai lawatannya ke Singapura45..

Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) juga akan memfasilitasi peningkatan kapasitas bagi penyelenggara pendidikan vokasi melalui workshop, seminar, pelatihan teknis dan magang industri, pembentukan master trainer bidang vokasi industri, penyesuaian dan penyetaraan standar kualifikasi tenaga kerja industri

serta pengembangan fasilitas dan teknologi pembelajaran pendidikan vokasi, ucap

Airlangga46. Hal ini yang akan diupayakan Pemerintah Indonesia, melalui

44

http://travel.kompas.com/read/2016/11/15/170500727/ini.fokus.kerja.sama.pariwisata.indonesia-singapura diupload pada tanggal 15 November 2016 dan diakses pada tanggal 20 Juni 2017

45

http://www.antaranews.com/berita/620352/50-tahun-indonesia-singapura-menperin-jajaki-kerja-sama-vokasi diakses pada tanggal 15 Juni 2017

46

(52)

40

Kementerian Perindustrian yang dapat dikoordinasikan dengan Kementerian

Pendidikan Singapura47.

C. Peningkatan Kerjasama Indonesia – Singapura di Bidang Ketenagakerjaan

Secara khusus dijelaskan dalam penelitian ini mengenai peningkatan kerjasama kedua Negara pada bidang ketenagakerjaan akan menjadi perhatian utama. Di mana hasil kerjasama tersebut dapat menambah wawasan dan bahan untuk dapat dianalisa berikutnya pada bab IV termasuk mengenai pelayanan terhadap WNI terutama upaya perlindungan terhadap Tenaga Kerja Bermasalah (TKI-B) di Singapura oleh KBRI Singapura. Kerjasama Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini membahas masalah ketenagakerjaan tidak hanya dapat dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berkoordinasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (Kemenakertrans), namun juga dikhususkan oleh Badan setingkat Kementerian seperti Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang dalam pelaksanaan mengenai TKI (mekanisme pra hingga pascapenempatan termasuk melakukan penyelesaian terhadap pengaduan TKI yang masuk ke Crisis Center). Di mana yang bekerjasama dengan agen atau mitra usaha penyalur TKI hingga asosiasi

(sebagai lembaga representasi Pemerintah Singapura)48. Di samping peranan

47

ibid

48

(53)

41

langsung KBRI Singapura sebagai garda terdepan institusi perwakilan Pemerintah Indonesia

BNP2TKI bekerjasama dengan agen ataupun asosiasi pekerja mengenai mekanisme peraturan penempatan TKI di Singapura. Dalam proses perekrutan TKI tersebut, anggota agensi menghubungi dan membuat perjanjian langsung dengan TKI (CTKI tidak berhubungan dengan pengguna). Perjanjian itu juga mencantumkan jam kerja, jam istirahat, hak TKI memperoleh akses peningkatan kecakapan serta memfasilitasi secara cuma-cuma bila terjadi perpindahan pengguna. Meskipun pernah ada masalah di mana TKI yang tidak mendapatkan hak-haknya pada masalah ketenagakerjaan seperti gaji maupun hari libur, yang mana Pihak KBRI telah mengkomunikasikan dengan MOM Singapura seperti mengeluarkan surat edaran tersebut49.

BNP2TKI telah membuat skema pembayaran gaji TKI secara non tunai dengan utuh (belum ditambah lembur), tanpa adanya pemotongan gaji baik dari agensi maupun pengguna, dengan tidak ada biaya berlebih yang dibebankan kepada TKI tersebut hal ini yang dinyatakan oleh Kepala Badan Nasional Penempatan dan

Perlindungan TKI (BNP2TKI), Nusron Wahid50.

49

Hasil wawancara dengan Bapak Yulius Mada Kaka, Kepala Seksi Amerika Utara dan ASEAN Non Malaysia Direktorat Pelayanan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri

50

(54)

42

Hasil dari kerjasama BNP2TKI dengan Asosiasi agensi di Singapura menghasilkan postur TKI profesional dengan jaminan hukum. Hal ini dapat

terlaksana sesuai dengan isi perjanjian apabila masing – masing memilki komitmen

yang kuat dan professionalitas dalam menjalankan kinerjanya51. TKI bahkan bisa

langsung mengadu kepada asosiasi yang mewadahi agensi atau mitra usaha tersebut. Asosiasi pun dapat memperingatkan mitra atau agen yang tidak mengidahkan SOP dengan benar.

Kebijakan penempatan TKI di luar negeri diarahkan untuk memanfaatkan peluang kerja di luar negeri dengan mengedepankan aspek perlindungan terhadap harkat dan martabat serta keselamatan dan kesehatan TKI pra maupun pasca penempatan. Untuk itu, strategi yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni: Pertama, Regulasi, dilakukan dengan menerbitkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia di luar negeri dan menyusun berbagai peraturan pelaksanaannya52.

51

http://www.bnp2tki.go.id/read/11410/Benarkah-TKI-di-Singapura-Lebih-Terjamin?.html diupload pada tanggal 21 Juni 2016 dan diakses pada tanggal 15 Juni 2017

52

(55)

43

BAB III

Bentuk – Bentuk Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) di

Singapura

A. Kondisi dan Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di Singapura

Selama berada di luar negeri, bahkan ketika masih berada di dalam penampungan menunggu keberangkatan ke luar negeri, ada kalanya sebagian dari

TKI menghadapi masalah yang merugikan TKI tersebut53. Persoalannya adalah apa

penyebab munculnya masalah, dan bagaimana kadar masalah yang dihadapi tersebut, serta seberapa banyak TKI yang mengalaminya serta instansi Pemerintahan mana yang harus menangani hingga melakukan penyelesaian masalah baik sebelum maupun sesudah penempatan di luar negeri. Hal ini penting untuk dipertimbangkan dengan menggunakan pemikiran positif agar tidak muncul kesan bahwa seakan-akan semua TKI mengalaminya, sehingga tidak jarang muncul pendapat yang menggugat program penempatan TKI di luar negeri dan meminta agar pemerintah menghentikannya.

Masalah yang muncul pada awalnya ialah dokumentasi hingga kurang cakapnya pengetahuan dimiliki Calon TKI (CTKI) mengenai hal yang dipersiapkan sebelum penempatan (yang mana ini merupakan masalah teknis), di samping itu diindikasikannya adanya permainan oknum dari instansi terkait dalam proses

53

(56)

44

prapenempatan CTKI tersebut. Sebab sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Bapak Yulius Madakaka, menurutnya penempatan pekerja lintas Negara ini masih menjadi sasaran dalam mendapatkan kepentingan di dalamnya. Sehingga ada pihak yang sengaja mencari keuntungan dalam proses penempatan tersebut walaupun ada juga pihak pengguna (user) bertindak curang dengan pihak di Indonesia (mitra atau

agen penyalur) seperti direct hiring. Dimana hal ini membuat dilemma bagi

pemerintah, dikarenakan tidak melalui mekanisme pemerintah dalam proses penempatan sehingga tidak adanya kontrol dan pengawasan atas keberadaan CTKI di Negara penempatan termasuk data maupun dokumen termasuk hak-kewajiban yang bersangkutan.

Biasanya masalah ini terjadi pada sector informal, antara Pelaksana Tata Laksana Rumah Tangga (PLRT) dengan Majikan (user). Masalah yang dialami oleh Warga Negara Indonesia khususnya Tenaga Kerja Indonesia itu paling banyak dan sering dilaporkan dalam pengaduan yakni berupa masalah ketenagakerjaan. Sebagaiamana yang penulis dapatkan informasinya untuk masalah ketenagakerjaan yang termasuk ke dalam jenis kasus perdata tidak perlu diselesaikan melalui mediator pihak ketiga namun sudah cukup diselesaikan antara majikan (user) dengan PLRT.

1. Permasalahan Hukum Kasus Perdata

Secara umum, sistem hukum yang berlaku di dunia ini dapat dibagi menjadi

Gambar

Gambar XI Lampiran Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian di atas, penulis tertarik ingin meneliti mengenai kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak keluarga yang berbeda suku bangsanya

Perlu ditekankan kembali bahwasanya, perdarahan pascapersalinan adalah penyebab paling sering terjadinya kematian pada ibu, yang terjadi dalam waktu 4

Mahasiswa kimia yang menga mbil program harus mengambil opsi matakuliah pilihan kimia sesuai dengan yang tertulis pada opsi 2 yang tertera pada bagian Kurikulum

sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R 1, gugus fungsi yang terdapat

Jika pengelasan telah selesai, matikanlah nyala api dengan menutup kran acetylene yang ada pada pipa hembus terlrbih dahulu setelah itu baru tutup kran oksigen. Tutuplah keran yang

1) Menyangkut ragam kebiasaan responden dalam beraktifitas saat online melalui situs jejaring sosial, maka kebiasaan beraktifitas itu meliputi 16 jenis aktifitas. Dari ke-16

jika telah pas dengan preparasi pasak dan dibuat pada malam atau pola resin, akan menguap keluar dari investment dan meninggalkan cetakan yang dapat dituang dengan logam....

Saat melakukan pelaksanaan kerja magang ini, penulis dan pihak perusahaan sudah membuat kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dimana waktu kerja magang akan