• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran RSUD Rantauprapat

4.1.1 Sejarah perkembangan RSUD Rantauprapat

RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu didirikan tahun 1957 dan merupakan satu-satunya rumah sakit Pemda Tk. II Labuhanbatu yang terletak di kota Rantauprapat. Awalnya rumah sakit ini terletak di jalan Cut Nyak Dien kecematan Bilah Hulu. Pada tahun 1964 rumah sakit pindah lokasi ke jalan K.H. Dewantara No. 129 kecamatan Bilah Hulu (sekarang Kecamatan Rantau Selatan) hingga saat ini.

Bangunan RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu berdiri diatas area seluas ± 2,3 Ha. Dengan luas bangunan rumah sakit ± 5.532 m2 dan jumlah tempat tidur 216 buah RSUD Rantauprapat terus berupaya meingkatkan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sejak Tahun 1980 sampai dengan 1987 secara bertahap ditempatkan 4 Tenaga Dokter Spesialis Dasar (Penyakit Dalam, Obgyn Bedah dan Anak). Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan pelayanan seperti pengadaan peralatan medis dan non medis serta sarana fisik lainnya.

Berbagai hal di atas merupakan upaya pihak RSUD Rantauprapat untuk memperoleh Rumah Sakit Kelas C. Pada tahun 1987 berdasarkan Surat Keputuasan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Nomor 373/Menkes/SK/V/2009 tanggal 13 Mei 2009 RSUD Rantauprapat memperoleh peningkatan dari kelas C menjadi B Non Pendidikan.

Dari segi standar pelayanan, sejak tahun 2004 RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu telah memperoleh 5 akreditasi pelayanan. Empat tahun kemudian di tahun 2008 memperoleh akreditasi 12 pelayanan dari Departemen Kesehatan RI melalui Tim Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Kegiatan akreditasi terus direncanakan dan diprogramkan, sehingga diakhir tahun 2011 RSUD Rantauprapat meraih akreditasi pelayanan.

4.1.2 Motto, Visi dan Misi RSUD Rantauprapat

1. Motto

Dengan Motto “Forward To Serving Better” yang berarti menuju pelayanan yang lebih baik diharapkan akan terbentuk etos kerja dikalangan penyelenggara pelayanan pada RSUD Rantauprapat. Motto ini bersifat dinamis dan relevan terhadap perubhan dan perkembangan yang harus dilakukan oleh RSUD Rantauprapat dalam memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas pelayanan.

2. Visi

Sebagai salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, maka RSUD Rantauprapat terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang kesehatan. Untuk mewujudkan upaya tersebut maka ditetapkan visi yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pelayanan tersebut yaitu “Menjadi Rumah Sakit Layanan Umum Yang Profesional di Sumatera Utara Menuju Labuhanbatu Sehat 2020”.

34

3. Misi

Upaya untuk mewujudkan visi adalah meyusun beberapa misi yang sifatnya lebih operasional dan spesifik sehingga dapat direalisasikan. Misi juga akan memfokuskan organisasi kepada hal-hal yang menjadi prioritas. Misi RSUD Rantauprapat adalah:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi (cepat, tepat, ramah dan akuntabel)

2. Meningkatkan profesionalisme pelayanan yang manusiawi dan terjangkau masyarakat.

3. Mengembangkan pelayanan unggulan spesialis dibidang:

a. Haemodialysa lanjutan b. Fetoimaternal lanjutan c. Trauma Center lanjutan 4.1.3 Sumber daya manusia

Data yang diperoleh dari Sub Bagian Tata Usaha dan Kepegawaian menunjukan bahwa jumlah SDM pada RSUD Rantauprapat sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karyawan RSUD Rantauprapat Tahun 2014

No. Jenis Karyawan Jumlah (Orang) Peresentase (%)

1. Tenaga Medis 49 12,69

2. Tenaga Perawat dan Bidan 316 81,87

4.1.4 Fasilitas pelayanan di RSUD Rantauprapat 1. Rawat Jalan 2. Rawat Inap 3. IGD 4. ICU 5. Spesialis

6. Kebidanan dan Penyakit Kandungan 7. IDT 8. Rekam Medis 9. Klinik VCT/CST 10. Laboratorium 11. Radiologi 12. Farmasi 13. Gizi 14. Bedah 15. Sanitasi 16. CSSD 17. Haemodialisa 18. Pemulasaran Jenazah 19. Ambulans

36

4.1.5 Struktur organisasi ruang ICU RSUD Rantauprapat

4.2 Hasil Penelitian

Data umum responden yang terdiri dari gambaran stres, karakteristik individu dan faktor lingkungan psikososial kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini :

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Stres di Tempat Kerja

Tabel 4.2 Distribusi Perawat Berdasarkan Stres di Tempat Kerja di Ruang ICU RSUD Rantauprapat Tahun 2015

No. Kejadian Stres

Frekuensi (Orang) Presentase (%) 1. Stres Ringan 10 58.8 2. Stres Sedang 7 41.2

Ka. Instalasi Pelayanan Intensif

Perawat Ka. Ruangan ICU

PJ Inventaris PJ ASKEP

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami stres ringan di tempat kerja yaitu sebanyak 10 orang ( 58,8 % ).

4.2.2 Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu dan faktor lingkungan psikososial

Tabel 4.3 Distribusi Perawat Berdasarkan Karakteristik Individu dan Faktor Lingkungan Psikososial di ICU RSUD Rantauprapat Tahun 2015 Variabel Frekuensi (Orang) Persentase (%) Umur ≤ 35 11 64,7 > 35 6 35,3 Total 17 100

Jenis Kelamin Laki-Laki 3 17,6

Perempuan 14 82,4 Total 17 100 Masa Kerja ≤ 10 9 52,9 > 10 8 47,1 Total 17 100 Status Pernikahan Menikah 16 94,1 Belum Menikah 1 5,9 Total 17 100

Beban Kerja Ringan 8 47,1

Sedang 9 52,9

Total 17 100

Hubungan

Interpersonal Baik 17 100

Total 17 100

Tanggung Jawab Sedang 10 58,8

Besar 7 41,2

Total 17 100

Keamanan Kerja Kurang Aman 17 100

38

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok umur ≤ 35 tahun yaitu sebanyak 11 orang ( 64,7 %) dan sebanyak 6 orang (35,3%) berada pada kelompok umur > 35 tahun.

Pada variabel jenis kelamin berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar reponden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 14 Orang (82,4%) dan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (17,6%). Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 17 responden sebagian besar responden mempunyai masa kerja ≤ 10 tahun yaitu sebanyak 9 orang (52,9%) dan 8 orang (47,1%) mempunyai masa kerja > 10 tahun.

Tabel di atas menunjukan bahwa untuk variabel status pernikahan sebagian besar reponden sudah menikah yaitu sebanyak 16 Orang (94,1%) dan 1 orang (5,9%) belum menikah.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan beban kerja yang sedang yaitu sebanyak 9 orang (52.9 %) dan 8 orang (47,1%) menyatakan beban kerjanya ringan.

Pada variabel hubungan interpersonal dari 17 responden diketahui bahwa semua reponden menyatakan hubungan interpersonal yang baik yaitu sebanyak 17 Orang (100%).

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan tanggung jawab kerjanya sedang yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) dan 7 orang ( 41,2%) menyatakan tanggung jawab kerjanya besar.

4.3 Hasil Analisis Uji Statistik

Tabel 4.4 Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Status Pernikahan, Beban Kerja, Hubungan Interpersonal, Tanggung Jawab, dan Keamanan Kerja dengan Stres Kerja

Variabel Kejadian Stres Total Persentase (%) Sig. (ρ) Ringan Sedang N % n % Umur ≤ 35 10 58,8 1 5,9 11 64,7 0,001 > 35 0 0 6 35,3 6 35,3 Total 10 58,8 7 41,2 17 100 Jenis Kelamin Laki-laki 2 11,8 1 5,9 3 17,6 1 Perempuan 8 47,1 6 35,3 14 82,4 Total 10 58,8 7 41,2 17 100 Masa Kerja ≤ 10 8 47,1 1 5,9 9 52,9 0,015 > 10 2 11,8 6 35,3 8 47,1 Total 10 58,8 7 41,2 17 100 Status Pernikahan Menikah 9 52,9 7 41,2 16 94,1 1 Belum Menikah 1 5.9 0 0 1 5,9 Total 10 58,8 7 41,2 17 100

Beban Kerja Ringan 4 23,5 4 23,5 8 47,1

0,637 Sedang 6 35,3 3 17,6 9 52,9 Total 10 58,8 7 41,2 17 100 Hubungan Interpersonal Baik 10 58,8 7 41,2 17 100 - Total 10 58,8 7 41,2 17 100 Tanggung Jawab Sedang 9 52,9 1 5,9 10 58,8 0,004 Besar 1 5,9 6 35,3 7 41,2 Total 10 58,8 7 41,2 17 100 Keamanan Kerja Kurang Aman 10 58,8 7 41,2 17 100 - Total 10 58,8 7 41,2 7 100

40

4.3.1 Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Status Pernikahan, Beban Kerja, Hubungan Interpersonal, Tanggung Jawab, dan Keamanan Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres sedang sebagian besar berada pada kelompok umur > 35tahun yaitu sebanyak 6 orang (35,3%) dan responden yang mengalami stres ringan sebagian besar berada

pada kelompok umur ≤ 35tahun yaitu sebanyak 10 orang (58,8%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 0,001 (ρ<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan stres kerja.

Tabel 4.4 menunjukan bahwa reponden yang mengalami stres sedang sebagian besar yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6 Orang (35,3%) dan reponden yang mengalami stres ringan sebagian besar yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 8 Orang (47,1%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 1 (ρ>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan stres kerja.

Pada tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres sedang sebagian besar terdapat pada perawat yang memiliki masa kerja > 10 tahun yaitu sebanyak 6 orang (35,3%) dan responden yang mengalami stres ringan sebagian besar terdapat pada perawat yang memiliki masa kerja ≤ 10 tahun yaitu sebanyak 8 orang (47,1%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 0,015 (ρ<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara masa

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres sedang sebagian besar terdapat pada perawat yang sudah menikah yaitu sebanyak 7 orang (41,2%) dan responden yang mengalami stres ringan sebagian besar terdapat pada perawat yang sudah menikah yaitu sebanyak 9 orang (52,9%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 1 (ρ>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan responden dengan stres kerja.

Tabel di 4.4 menunjukan bahwa responden yang mengalami stres sedang sebagian besar terdapat pada perawat yang merasakan beban kerjanya sedang yaitu sebanyak 4 orang (23,5%) dan responden yang mengalami stres ringan terdapat pada perawat yang merasakan beban kerjanya ringan yaitu 6 orang (35,3%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 0,637 (ρ>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan responden dengan stres kerja.

Pada tabel 4.4 diketahui bahwa reponden yang mengalami stres sedang terdapat pada perawat yang merasakan hubungan interpersonal baik yaitu sebanyak 7 Orang (41,2 %) dan reponden yang mengalami stres ringan terdapat pada perawat yang merasakan hubungan interpersonal baik yaitu sebanyak 10 Orang (58,8%). Pengujian statistik antara hubungan interpersonal dengan stres kerja tidak dapat dilakukan dikarenakan variabel hubungan interpersonal hanya mempunyai satu kategori.

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres sedang sebagian besar terdapat pada perawat yang merasakan merasakan

42

tanggung jawab kerja yang besar yaitu sebanyak 6 orang (35,3%) dan responden yang mengalami stres ringan sebagian besar terdapat pada perawat yang merasakan merasakan tanggung jawab kerja yang ringan yaitu sebanyak 9 orang (52,9%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 0,004 (ρ<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan responden dengan stres kerja.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa reponden yang mengalami stres sedang terdapat pada perawat yang merasakan tempat kerjanya kurang aman yaitu sebanyak 7 orang (41,2%) dan reponden yang mengalami stres ringan terdapat pada perawat yang merasakan tempat kerjanya kurang aman yaitu sebanyak 10 orang (58,8%). Pengujian statistik antara keamanan kerja dengan stres kerja tidak dapat dilakukan dikarenakan variabel hubungan interpersonal hanya mempunyai satu kategori.

PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Stres Pada Perawat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 17 orang perawat yang bekerja di ICU RSUD Rantauprapat diperoleh hasil 10 orang (58,8 % ) yang mengalami stres ringan dan 7 orang ( 41,2 % ) mengalami stres sedang.

Menjalankan profesi perawat merupakan profesi yang rawan terhadap terjadinya stres kerja. Hal tersebut telah lama diketahui bahwa petugas kesehatan memiliki tekanan psikologi yang tinggi dibandingkan dengan profesi lainnya. Para pekerja kesehatan terpapar oleh beberapa penyebab stres mulai dari beban kerja yang berlebihan, tekanan waktu pengerjaan tugas, tidak adanya kejelasan aturan berhubungan dengan kontak petugas kesehatan dengan penyakit infeksi, pasien dengan kondisi sakit yang sulit/kritis dan kondisi pasien yang tidak berdaya (NIOSH, 2008).

Perawat di ruangan ICU harus mampu memberikan pelayanan dengan kompetensi khusus/lanjut bagi setiap pasien yang sedang dalam keadaan kritis. Pelayanan tersebut membutuhkan kedisiplinan, ketelitian pengawasan yang maksimal dan perawatan khusus karena jiwa pasien dalam kondisi kritis/terminal yang mendekati kematian.

Bila dilihat dari peran dan fungsi perawat ICU yang terlibat langsung dalam penanganan pasien dalam keadaan kritis, stres akan menimbulkan efek yang tidak baik terhadap keberhasilan penanganan pasien. Dengan kata lain stres

44

kerja yang dialami perawat dapat menjadi penghalang dalam mencapai efesiensi kerja seperti yang diharapkan.

Untuk mencapai efesiensi kerja seperti yang diharapkan, maka tenaga kerja dalam bekerja harus berada dalam lingkungan yang sehat dan lingkungan yang sehat ini perlu penyerasian antara tenaga manusia, mesin/peralatan, serta lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan psikososial.

5.2 Hubungan antara Umur dengan Stres kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data responden pada kelompok umur > 35 tahun sebanyak 6 orang (35,3%) merupakan responden yang mengalami stres sedang yaitu sebanyak 6 orang (29,4%), sedangkan pada kelompok umur ≤ 35 tahun sebanyak 11 orang (64,7%) merupakan responden yang sebagian besar mengalami stres ringan yaitu sebanyak 9 orang (52,9%) dan responden yang mengalami stres sedang sebanyak 2 orang (11,8%).

Hasil uji exact fisher antara umur dengan stres kerja diperoleh, umur mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 0,001 (ρ<0,05) sehingga H0 di terima.

Hal ini sesuai dengan penelitian Tarigan (2004) yang melakukan penelitian terhadap 20 orang perawat di ruang bedah RSU Santa Elisabeth Medan yang menyatakan umur mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya stres kerja.

tekanan dan beban yang diterimanya seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh. Kedua, pertambahan umur akan memunculkan pertambahan tanggung jawab dan harapan-harapan, serta tuntutan yang muncul dari orang-orang disekitar akan melakukan perubahan dalam kehidupan.

5.3 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukan bahwa reponden mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 14 orang (82,4%) dan 6 orang (35,3%) dari responden perempuan mengalami stres sedang dan 8 orang (47,1%) mengalami stres ringan, sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (17,6%) dan 1 orang (5,9%) mengalami stres sedang dan 2 orang (11,8%) mengalami stres ringan.

Hasil uji exact fisher antara jenis kelamin dengan stres kerja diperoleh, jenis kelamin tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 1 (ρ>0,05) sehingga H0 di tolak.

Stres kerja yang dialami oleh perawat laki-laki dan wanita bisa saja berbeda hal tersebut dikarenakan secara fisik dan mental berbeda, serta respon terhadap stresor yang berbeda pula. Sesuai dengan pendapat Munandar (2001), stres ditentukan oleh individunya sendiri. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis dan atau dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil interaksi situasi dengan individunya.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Anitawidanti (2010), tuntutan peran ganda umumnya dialami perempuan yang melibatkan diri dalam lingkungan organisasi, yaitu sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga sehingga lebih rentan

46

mengalami stres. Tuntutan pekerjaan, rumah tangga dan ekonomi berpotensi wanita karir rentan mengalami stres.

Pada ruang ICU RSUD Rantauprapat tidak membedakan pekerjaan- pekerjaan yang harus dikerjakan antara laki-laki dan perempuan sehingga kesempatan terkena stres kerja antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

5.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang mengalami stres sedang sebagian besar adalah responden dengan lama kerja > 10 tahun yaitu sebanyak 6 orang (35,3%) dan sebanyak 2 orang (11,8%) mengalami stres ringan, sedangkan pada responden dengan lama kerja ≤ 10 tahun sebagian besar mengalami stres ringan yaitu sebanyak 8 orang (47,1%) dan yang mengalami stres sedang sebanyak 1 orang (5,9%).

Hasil uji exact fisher antara masa kerja dengan stres kerja diperoleh, masa kerja mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 0,015 (ρ<0,05) sehingga H0 di terima.

Hal ini sesuai dengan penelitian Tarigan (2004) yang melakukan penelitian terhadap 20 orang perawat di ruang bedah RSU Santa Elisabeth Medan yang menyatakan masa kerja mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya stres kerja.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin lama masa kerja seseorang semakin besar peluang orang tersebut untuk mengalami stres. Hal ini

dapat terjadi karena pegawai yang sudah mempunyai masa kerja yang lama dapat menimbulkan kebosanan dalam bekerja atau merasakan kerja yang monoton dalam waktu yang lama.

5.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa sebagian besar responden berstatus menikah yaitu sebanyak 16 orang (94,1%) dan terdapat sebanyak 9 orang (52,9%) mengalami stres ringan dan 7 orang (41,2%) mengalami stres sedang. Sedangkan 1 orang (5,9%) responden yang belum menikah mengalami stres ringan.

Hasil uji exact fisher antara status pernikahan dengan stres kerja diperoleh, status pernikahan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 1 (ρ>0,05) sehingga H0 di tolak.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Tarigan (2004), keluarga dapat menjadi sumber stres karena peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan para anggota keluarga. Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak dapat menimbulkan stres bagi ibu pada waktu kehamilan, kelahiran dan pengasuhannya; bagi bapak keluarga karena harus memikirkan tambahan penghasilan. Pertentangan keluarga - pekerjaan terjadi ketika tenaga kerja menghadapi pertentangan antara peran mereka di tempat kerja dan peran mereka dalam kehidupan sehari - hari. Bahkan wanita yang bekerja juga memiliki peran ganda dalam keluarga, hal ini merupakan sumber stres kerja dikarenakan peranan wanita lebih banyak daripada pria dikarenakan mereka juga harus mengerjakan tanggung jawab mereka dalam rumah tangga terus menerus.

48

Menurut Muthmainah S (2012), kondisi menikah dapat berpengaruh pada emosi seseorang, dimana terjadi perubahan hubungan yang bergeser ke arah kematangan hubungan yang memberikan kenyamanan dan saling ketergantungan. Sehingga individu yang sudah menikah memiliki teman untuk berbagi dalam menyelesaikan suatu masalah.

5.6 Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data dari 10 orang (58,8%) yang mengalami stres ringan terdapat 4 orang (23,5%) yang merasakan beban kerjanya ringan dan 6 orang (35,3%) yang merasakan beban kerjanya sedang, sedangkan dari 7 orang (41,2%) yang mengalami stres sedang sebagian besar responden merasakan beban kerjanya ringan yaitu sebanyak 4 orang (23,5%) dan sebanyak 3 orang (17,6%) yang merasakan beban kerjanya sedang. Beban kerja yang sedang ini bersumber dari, sifat pekerjaan yang terasa terlalu banyak, pekerjaan yang membuat mereka merasa lelah dan menyita banyak waktu serta pekerjaan yang bersifat rutin.

Hasil uji exact fisher antara beban kerja dengan stres kerja diperoleh, beban kerja tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 0,637 (ρ>0,05) sehingga H0 di tolak.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Munandar (2010), sumber intrinsik pada pekerjaan meliputi tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Beban kerja merupakan salah satu tuntutan tugas yang yang menjadi stresor dalam pekerjaan. Munandar

Pelayanan intensif di ruangan ICU memerlukan kompetensi khusus bagi perawat untuk melakukan teknik perawatan pasien dengan mutu yang baik, dimana kompetensi perawat terdiri dari kompetensi dasar minimal dengan tambahan kompetensi khusus. Menurut Manuaba (2000), beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja yang di terima setiap perawat ICU RSUD Rantauprapat sudah disesuaikan dengan kemampuan fisik maupun psikologi masing-masing sehingga tidak menimbulkan stres kerja karena ketidakseimbangan antara persepsi mengenai tututan yang dihadapinya dan persepsinya mengenai kemampuannya menanggulangi tuntutan tersebut.

5.7 Hubungan antara Hubungan Interpersonal dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh reponden yaitu 17 orang (100%) merasakan hubungan interpersonal yang baik sebagian besar mengalami stres ringan yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) sedangkan yang mengalami stres sedang sebanyak 7 orang (41,2%).

Penyebab stres di tempat kerja yaitu hubungan dalam organisasi. Stres ini muncul jika seseorang pekerja memiliki hubungan yang tidak baik, apakah itu dengan pimpinannya, teman sejawatnya ataupun para bawahannya. Hal ini juga berkaitan dengan kesulitan di dalam mendelegasian tanggung jawabnya kepada para bawahannya. Selain itu juga yang menjadi penyebab stres lainnya adalah konflik dalam peranan, perkembangan karir dalam organisasi, keadaan pekerja dalam organisasi, perubahan yang sering dalam organisasi, suasana di tempat

50

kerja, kesetiaan yang terbagi antara kehendak organisasi dan kehendak sendiri (Anoraga dan Suyati, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa seluruh responden memliki hubungan yang baik bagi sesama teman kerja maupun atasan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka yang tidak berselisih paham baik antara sesama teman kerja maupun atasan karena mereka selalu mampu menyelesaikan konflik dengan orang - orang sekitarnya. Saling peduli, menjalin komunikasi yang baik, saling menghargai hasil pekerjaan teman kerja serta meluangkan waktu untuk bergaul dengan teman kerja dan atasan dilakukan sehingga terciptalah hubungan interpersonal yang baik.

5.8 Hubungan antara Tanggung Jawab Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa dari 10 orang yang mengalami stres ringan sebanyak 9 orang (52,9%) memiliki tanggung jawab sedang, 1 orang (5,9%) memiliki tanggung jawab berat, sedangkan dari 7 orang yang mengalami stres sedang sebanyak 6 orang (235,3%) memiliki tanggung jawab besar dan 1 orang (5,9%) memiliki tanggung jawab sedang.

Hasil uji exact fisher antara tanggung jawab kerja dengan stres kerja diperoleh, tanggung jawab mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 0,004 (ρ<0,05) sehingga H0 di terima.

Responden menyatakan tanggung jawab yang besar bersumber dari mereka yang mempunyai tanggung jawab moral yang besar terhadap pekerjaan,

memberikan laporan rutin, merasa cemas dengan hal yang berhubungan dengan pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu.

Kerja yang penuh dengan tanggung jawab atas keselamatan orang sangat cenderung mengakibatkan stres. Hal ini dialami oleh para petugas medis, paramedis, dokter dan perawat, dinas kebakaran serta polisi (Hardjana, 1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Anies (2005), stres dapat timbulkan tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya.

5.9 Hubungan antara Keamanan Kerja dan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh reponden yaitu sebanyak 17 orang (100%) merasakan lingkungan kerjanya kurang aman sebanyak 10 orang (58,8%) mengalami stres ringan dan sebanyak 7 orang (41,2%) menglami stres sedang. Lingkungan kerja yang kurang aman bersumber dari pekerjaan yang mempunyai potensi kecelakaan yang tinggi, pekerjaan yang memerlukan sikap hati-hati yang berlebihan, tidak disediakannya APD. Lingkungan kerja yang tidak aman juga dirasakan perawat karena ruang perawat yang bergabung dengan ruang pasien sehingga menimbulkan rasa takut tertular penyakit, serta kurangnya kesadaran perawat untuk menggunakan APD.

Hardjana (1994) mengatakan bahwa orang akan mengalami stres jika dalam kerja itu dia dapat di pecat setiap saat, terutama bila mencari pengganti kerja sangatlah sulit. Rasa aman juga berhubungan dengan keamanan fisik, misalnya bila dalam bekerja atau oleh pekerjaan yang ditanganinya, mudah terkena celaka dan keselamatannya terus menerus dipertaruhkan. Salah satu keamanan kerja adalah jaminan pensiun sesudah selepas kerja. Namun dengan

52

tersedia uang pensiun pun tidak sedikit orang yang mengalami stres.

Dokumen terkait