• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1.

KUESIONER PENILAIAN STRES KERJA

PADA PERAWAT ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) RANTAUPRAPAT

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN

No. Responden :

Umur : Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan Masa Kerja : Tahun

Status Pernikahan : Menikah/Belum Menikah

II. PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER II :

1. Bagian ini memuat pertanyaan/pernyataan seputar kondisi anda terkait dengan gejala stres kerja.

2. Bacalah dengan cermat pertanyaan di bawah ini

3. Beri tanda (√) pada jawaban sesuai dengan apa yang anda rasakan, dengan ketentuan:

• Jika anda tidak pernah merasakan berarti anda memilih TP

• Jika anda kadang-kadang atau sesekali merasakan berarti anda memilih KD • Jika anda sering (lebih dari tiga kali dalam sebulan terakhir) merasakannya

berarti anda memilih SR

• Jika anda selalu merasakannya atau hampir setiap saat berarti anda memilih SL

No. TP KD SR SL

1. Perasaan saya berdebar saat menerima atau merawat pasien kritis.

(2)

pasien di ruangan ICU

4. Ketika saya menghadapi banyak pekerjaan yang harus diselesaikan membuat saya merasa sakit kepala/pusing.

5. Tangan saya suka berkeringat pada saat/setelah merawat pasien dengan kondisi kritis.

No. TP KD SR SL

6. Saya mengalami perasaan lelah dan tak berdaya setelah menjalani tugas dengan kondisi pasien yang kritis.

7. Saya merasa kehilangan konsentrasi ketika mendengar banyak perbedaan instruksi dokter dalam melaksanakan pekerjaan. 8. Saya merasa tertekan dalam melaksanakan

pekerjaan sehari-hari.

9. Saya mudah marah atau cepat tersinggung dalam masalah pekerjaan.

10. Saya merasa tegang jika menghadapi pasien dalam kondisi kritis.

No. TP KD SR SL

11. Saya mengalami gangguan makan (bertambah porsi atau kehilangan nafsu makan) saat banyak masalah dalam pekerjaan.

12. Saya mengalami gangguan tidur.

13. Saya sering absen/tidak masuk kerja (absen karena sakit).

(3)

bekerja) ketika banyak pasien dengan kondisi sulit di ruangan.

15. Merasa kesulitan untuk memberikan ide yang inovatif dan kreatif mengenai masalah pekerjaan.

III. PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER BAGIAN III:

1. Bagian ini memuat pertanyaan/pernyataan seputar kondisi anda terkait dengan pekerjaan sebagai sumber stres.

2. Bacalah dengan cermat pertanyaan di bawah ini.

3. Beri tanda (√) pada jawaban sesuai dengan apa yang anda rasakan.

A. BEBAN KERJA

No. PERTANYAAN YA TIDAK

1. Apakah pekerjaan saudara terasa terlalu banyak? 2. Apakah pada saat bekerja saudara mempunyai

waktu luang yang banyak?

3. Apakah pekerjaan saudara menyita banyak waktu luang yang saudara miliki?

4. Apakah pekerjaan saudara membuat saudara merasa mengantuk dan tidak kosentrasi?

5. Apakah pekerjaan saudara membuat saudara merasa lelah?

(4)

B. HUBUNGAN INTERPERSONAL

5. Apakah pergantian atasan mempengaruhi semangat kerja saudara?

6. Apakah saudara kurang mempunyai cukup waktu untuk bergaul dengan teman kerja/ atasan saudara?

C. TANGGUNG JAWAB

No PERTANYAAN YA TIDAK

1. Apakah saudara mempunyai tanggung jawab moral yang besar terhadap pekerjaan saudara?

2. Apakah saudara harus mempertanggungjawabkan hasil kerja saudara terhadap atasan/ teman kerja?

3. Apakah saudara harus memberikan uraian/ laporan saudara kepada atasan secara rutin?

4. Apakah saudara merasa cemas atau tegang tanpa alasan yang tepat sehubungan dengan pekerjaan saudara? 5. Apakah saudara merasa terbebani dengan pekerjaan

saudara secara tidak adil? (mis: menggantikan teman yang tidak masuk kerja)

(5)

D. KEAMANAN KERJA

No. PERTANYAAN YA TIDAK

1. Apakah saudara merasa bahwa pekerjaan saudara mempunyai potensi kecelakaan yang tinggi?

2. Apakah saudara sering mengalami kecelakaan pada saat bekerja? (mis: tertusuk jarum, terpercik bahan berbahaya, terkena benda tajam)

3. Apakah saudara dalam melakukan pekerjaan memerlukan sikap hati-hati yang berlebihan?

4. Apakah dalam bekerja tidak disediakan APD (alat pelindung diri)?

5. Apakah saudara merasa cemas/ takut jabatan saudara diturunkan atau diberhentikan?

(6)
(7)
(8)

REKAPITULASI HASIL PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA STRES KERJA PADA PERAWAT ICU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

(9)
(10)
(11)

Umur Perawat * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan

Umur Perawat <= 35 Count 10 1 11

(12)

Jenis Kelamin * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 2 1 3

(13)

Masa Kerja * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan Masa

(14)

Status Pernikahan * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan

Status Perkawinan Menikah Count 9 7 16

(15)

Beban Kerja * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan Beban

(16)

Hubungan Interpesonal * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan

Hubungan Interpesonal Baik Count 10 7 17

% within Hubungan

Interpesonal 58.8% 41.2% 100.0%

% within Stres kerja 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 58.8% 41.2% 100.0%

Total Count 10 7 17

% within Hubungan

Interpesonal 58.8% 41.2% 100.0%

% within Stres kerja 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 58.8% 41.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .(a) N of Valid Cases 17

(17)

Tanggung Jawab * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan Tanggung

(18)

Keamanan Kerja * Stres kerja

Crosstab

Stres kerja Total Ringan Sedang Ringan

Keamanan Kerja Kurang Aman Count 10 7 17

% within Keamanan Kerja 58.8% 41.2% 100.0% % within Stres kerja 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 58.8% 41.2% 100.0%

Total Count 10 7 17

% within Keamanan Kerja 58.8% 41.2% 100.0% % within Stres kerja 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 58.8% 41.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .(a) N of Valid Cases 17

(19)

Lampiran 6. Dokumentasi

(20)

Gambar 3. Ruang perawat didalam ICU

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Anitawidanti, H., 2010. Analisis hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja karyawan berdasarkan gender studi pada PT Transindo Surya Sarana Semarang. Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang.

Anies., 2005. Penyakit Akibat Kerja. PT. Elex Media Komutindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Anoraga, P., 2001. Psikologi Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.

Anoraga, P., dan Suyati., S., 1995. Psikologi Industri dan Sosial.Penerbit PT. Dunia Jaya. Jakarta.

Brecht, G., 2000. Mengenal dan Menanggulangi Stres: Seri Mengenal Diri. PT.Prenhallindo. Jakarta.

Chulay, M., & Burn, S.M., 2006. AACN Essentials Of Critical Care Nursing, International Edition. McGrawhill Company. New York.

Direktorat Keperawatan dan Keteknisan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Depkes RI. 2006. Standar pelayanan keperawatan di ICU. Depkes RI. Jakarta.

Dwijayanti, W., 2010. Stres Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RS Krakatau Medika Tahun 2010. Skripsi FKM-UI. Depok.

Firdaus, H., 2005. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kejadian Stres di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu Tebing Tinggi. Skripsi FKM-USU. Medan.

Fraser, T.M., 1992. Stress & Kepuasan Kerja. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Hanafie, A., 2007. Peranan ruangan perawatan perawatan intensive (ICU) dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hardjana, M.A., 1994. Stres Tanpa Distres. Konisius. Yogyakarta.

(22)

Dan Rumah Sakit. Gosyen Publishing. Yogyakarta.

Hidayat, A.A., 1994. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Horas, 2002, Faktor-faktor yang mempengaruhi stress pada pegawai Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi FKM-USU. Medan.

Hudak, C. M., & Gallo, B. M., 2010. Keperawatan kritis: pendekatan holistic volume 1 (Ed. 6). EGC. Jakarta.

Maeler, M.L., Shelton, A., Berg, B., Rothbaum, B., Moss, M., 2007. Increased Prevalence Of Post-Traumatic Stres Disorder Symptom In Critical Care Nurse. American journal of respiratory and critical care medicine vol 175: 693-690.

Manuaba., 2000. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Guna Wijaya. Surabaya.

Meltzer, L.S., Huckabay, L.M., 2004. Critical Care Nurses Perceptions Of Futile Care And Its Effect On Burnout. American journal of critical care 13(3) : 202-208.

Munandar, A. S., 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. UI Press. Jakarta. Muthmainah S, I., 2012. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Di Ruangan ICU

Pelayanan Jantung Terpadu Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.

Nasution, H. R., 2002. Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya. Majalah Kesehatan Masyarakat: Infokes, Vol. VI, No. 2 September, FKM USU. Medan.

NIOSH. 2008. Exposure to Stress Occupational Hazards in Hospital. NIOSH. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2000. Standar Praktik Keperawatan.

Jakarta.

(23)

Prihatini, L. D., 2007. Analisis hubungan beben kerja dengan stres kerja perawat di setiap ruang rawat inap RSUD Sidikalang. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara. Medan.

Rifiani, N., dan Sulihandri, H., 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Keperawatan. Dunia Cerdas. Jakarta.

Sabarguna, B. S., dan Halimun, R., 2009. Enterprise Resource Planning di Rumah Sakit. Sagung Seto. Jakarta.

Siboro, T. S., 2008. Hubungan Kondisi Kerja Dan Karakteristik Individual Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam 2008. Tesis FKM-USU. Medan.

Tarigan, L., 2004. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Stres Kerja Perawat di Ruang Bedah RSU St. Elisabeth Medan. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Medan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.

Waluyo, M., 2009. Psikologi Teknik Industri. Graha Ilmu. Jakarta.

(24)

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada perawat ICU di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat dengan desain cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Rantauprapat dan waktu penelitian dilaksanakan pada

November-Desember 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah semua perawat yang bekerja dibagian ICU Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat berjumlah 17 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini didapatkan dengan menggunakan metode total

sampling, dimana total populasi dijadikan sampel yang berjumlah 17 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder :

1. Data primer diperoleh dengan wawancara dengan membagikan kuesioner

pada perawat ICU. Kuesioner untuk penilaian stres kerja merupakan

modifikasi dari penelitian Muthmainah S (2012). Sedangkan kuesioner untuk

(25)

26

2. Data sekunder yang diperoleh dari bagian personalia Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Rantauprapat.

3.5 Definisi Operasional

1. Perawat yaitu paramedis yang bekerja di ICU Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Rantauprapat.

2. Umur yaitu ulang tahun yang terakhir dari perawat ICU Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) sampai saat penelitian ini dihitung dalam tahun.

3. Jenis kelamin adalah perbedaan organ biologis perawat ICU Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.

4. Masa kerja yaitu lamanya perawat menjalankan pekerjaannya sebagai

perawat ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat.

5. Status pernikahan yaitu keterangan perawat ICU Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Rantauprapat dalam keluarga apakah sudah menikah atau belum.

6. Beban kerja yaitu beban yang dirasakan perawat ICU Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) dalam menyelesaikan pekerjaannya.

7. Hubungan Interpersonal yaitu interaksi dan komunikasi perawat ICU Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) dengan rekan kerja, atasan, bawahan dan

sebaliknya.

8. Tanggung jawab kerja yaitu semua pekerjaan yang harus diselesaikan/

dipenuhi perawat ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sesuai dengan

(26)

9. Keamanan kerja yaitu suasana nyaman, tenang dan tentram yang dirasakan

oleh perawat selama bekerja di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD).

10. Stres kerja yaitu tanggapan yang menyeluruh dari seorang perawat terhadap

setiap tuntutan yang berasal dari pekerjaan dan lingkungan kerjanya.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Penentuan tingkat stres kerja

Penilaian stres dapat dilakukan berdasarkan gejala- gejala yang timbul

akibat stres. Untuk mengetahui tingkat stres kerja maka diukur dengan kuisioner

yang berisi 15 pernyataan menggunakan skala likert dengan skor untuk

pernyataan:

1 = Tidak pernah (Tidak pernah merasakannya)

2 = Kadang (Jika sesekali merasakan)

3 = Sering (Lebih dari tiga kali dalam sebulan terakhir merasakannya)

4 = Selalu (Selalu atau hampir setiap saat merasakannya)

Maka skor antara 15-60 dinyatakan dalam klasifikasi :

a. Ringan, jika total skor 15-30

b. Sedang, jika total skor 31-45

c. Berat, jika total skor 46-60

3.6.2 Penentuan beban kerja

Untuk pengukuran beban, hubungan interpersonal, tanggung jawab dan

keamanan kerja diukur berdasarkan jawaban responden dalam bentuk jawaban

(27)

28

Penilaian untuk beban kerja diajukan masing- masing 6 pertanyaan.

Untuk kriteria penilaian beban kerja :

0 = Tidak

1 = Ya

Nilai untuk beban kerja adalah :

a. Ringan, jika total skor < 3

b. Sedang, jika total skor 3 - 4

c. Berat, jika total skor > 4

3.6.3 Penentuan hubungan interpersonal

Penilaian untuk hubungan interpersonal diajukan masing- masing 6

pertanyaan.

Untuk kriteria penilaian hubungan interpersonal adalah :

0 = Tidak

1 = Ya

Nilai untuk hubungan interpersonal adalah :

a. Baik, jika total skor < 3

b. Sedang, jika total skor 3 - 4

c. Kurang, jika total skor > 4

3.6.4 Penentuan tanggung jawab

Penilaian untuk tanggung jawab diajukan masing- masing 6 pertanyaan.

(28)

Nilai untuk tanggung jawab adalah :

a. Kecil, jika total skor < 3

b. Sedang, jika total skor 3 – 4

c. Besar, jika total skor > 4

3.6.5 Penentuan keamanan kerja

Penilaian untuk keamanan kerja di ruang Inap diajukan masing- masing 6

pertanyaan.

Untuk kriteria penilaian keamanan kerja adalah :

0 = Tidak

1 = Ya

Nilai untuk keamanan kerja adalah :

a. Aman, jika total skor < 3

b. Kurang aman, jika total skor 3 – 4

c. Tidak aman, jika total skor > 4

3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan data

Data yang telah terkumpul diolah dengan cara komputer dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengeditan (Editing)

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data

atau setelah data terkumpul.

(29)

30

Proses coding yaitu dengan membuat kode dalam rangka mempermudah perhitungan.

3. Pemasukan Data (Entering)

Entering merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah dimasukkan kedalam komputer apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan

tersebut dimungkinkan terjadi pada saat memindahkan data kedalam komputer.

Apabila ada data yang salah maka dilakukan editing data.

5. Pentabulasian (Tabulating)

Penyusunan data sedemikian rupa agar mempermudah analisa data dan

pengolahan data serta pengambilan kesimpulan untuk dimasukkan kedalam

bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.7.2 Analisa data

1. Analisis univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang menggambarkan secara

tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi

frekuensi. Data ini merupakan data primer yang dikumpulkan melalui pengisian

kuesioner yang dilakukan terhadap 17 responden. Data univariat ini terdiri atas

(30)

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independen yaitu umur, jenis kelamin, masa kerja, status pernikahan, beban kerja,

hubungan interpersonal, tanggung jawab dan keamanan kerja dengan variabel

dependen yaitu stres kerja.

Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α=0,05). Jika p-value lebih kecil dari α (ρ<0,05), artinya terdapat hubungan yang bermakna (signifikan) dari kedua variabel yang diteliti.

Bila ρ-value lebih besar dari α (ρ>0,05), artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara kedua variabel yang diteliti. Apabila pada tabel output hasil uji statistic terdapat lebih dari 0 cells maka ρ-value yang digunakan dalam tabel

(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran RSUD Rantauprapat

4.1.1 Sejarah perkembangan RSUD Rantauprapat

RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu didirikan tahun 1957 dan

merupakan satu-satunya rumah sakit Pemda Tk. II Labuhanbatu yang terletak di

kota Rantauprapat. Awalnya rumah sakit ini terletak di jalan Cut Nyak Dien

kecematan Bilah Hulu. Pada tahun 1964 rumah sakit pindah lokasi ke jalan K.H.

Dewantara No. 129 kecamatan Bilah Hulu (sekarang Kecamatan Rantau Selatan)

hingga saat ini.

Bangunan RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu berdiri diatas area

seluas ± 2,3 Ha. Dengan luas bangunan rumah sakit ± 5.532 m2 dan jumlah tempat

tidur 216 buah RSUD Rantauprapat terus berupaya meingkatkan pelayanan

kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sejak Tahun 1980 sampai dengan 1987 secara bertahap ditempatkan 4

Tenaga Dokter Spesialis Dasar (Penyakit Dalam, Obgyn Bedah dan Anak).

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan pelayanan seperti pengadaan

peralatan medis dan non medis serta sarana fisik lainnya.

Berbagai hal di atas merupakan upaya pihak RSUD Rantauprapat untuk

memperoleh Rumah Sakit Kelas C. Pada tahun 1987 berdasarkan Surat

(32)

Nomor 373/Menkes/SK/V/2009 tanggal 13 Mei 2009 RSUD Rantauprapat

memperoleh peningkatan dari kelas C menjadi B Non Pendidikan.

Dari segi standar pelayanan, sejak tahun 2004 RSUD Rantauprapat

Kabupaten Labuhanbatu telah memperoleh 5 akreditasi pelayanan. Empat tahun

kemudian di tahun 2008 memperoleh akreditasi 12 pelayanan dari Departemen

Kesehatan RI melalui Tim Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Kegiatan

akreditasi terus direncanakan dan diprogramkan, sehingga diakhir tahun 2011

RSUD Rantauprapat meraih akreditasi pelayanan.

4.1.2 Motto, Visi dan Misi RSUD Rantauprapat

1. Motto

Dengan Motto “Forward To Serving Better” yang berarti menuju pelayanan yang lebih baik diharapkan akan terbentuk etos kerja dikalangan

penyelenggara pelayanan pada RSUD Rantauprapat. Motto ini bersifat dinamis

dan relevan terhadap perubhan dan perkembangan yang harus dilakukan oleh

RSUD Rantauprapat dalam memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun

kuantitas pelayanan.

2. Visi

Sebagai salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan

kesehatan, maka RSUD Rantauprapat terus berupaya meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat di bidang kesehatan. Untuk mewujudkan upaya tersebut maka

ditetapkan visi yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pelayanan tersebut yaitu

“Menjadi Rumah Sakit Layanan Umum Yang Profesional di Sumatera Utara

(33)

34

3. Misi

Upaya untuk mewujudkan visi adalah meyusun beberapa misi yang

sifatnya lebih operasional dan spesifik sehingga dapat direalisasikan. Misi juga

akan memfokuskan organisasi kepada hal-hal yang menjadi prioritas. Misi RSUD

Rantauprapat adalah:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi (cepat, tepat,

ramah dan akuntabel)

2. Meningkatkan profesionalisme pelayanan yang manusiawi dan terjangkau

masyarakat.

3. Mengembangkan pelayanan unggulan spesialis dibidang:

a. Haemodialysa lanjutan b. Fetoimaternal lanjutan c. Trauma Center lanjutan

4.1.3 Sumber daya manusia

Data yang diperoleh dari Sub Bagian Tata Usaha dan Kepegawaian

menunjukan bahwa jumlah SDM pada RSUD Rantauprapat sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karyawan RSUD Rantauprapat Tahun 2014

No. Jenis Karyawan Jumlah (Orang) Peresentase (%)

1. Tenaga Medis 49 12,69

2. Tenaga Perawat dan Bidan 316 81,87

(34)

4.1.4 Fasilitas pelayanan di RSUD Rantauprapat

1. Rawat Jalan

2. Rawat Inap

3. IGD

4. ICU

5. Spesialis

6. Kebidanan dan Penyakit Kandungan

7. IDT

8. Rekam Medis

9. Klinik VCT/CST

10. Laboratorium

11. Radiologi

12. Farmasi

13. Gizi

14. Bedah

15. Sanitasi

16. CSSD

17. Haemodialisa

18. Pemulasaran Jenazah

(35)

36

4.1.5 Struktur organisasi ruang ICU RSUD Rantauprapat

4.2 Hasil Penelitian

Data umum responden yang terdiri dari gambaran stres, karakteristik

individu dan faktor lingkungan psikososial kerja dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Stres di Tempat Kerja

Tabel 4.2 Distribusi Perawat Berdasarkan Stres di Tempat Kerja di Ruang ICU RSUD Rantauprapat Tahun 2015

No. Kejadian Stres

Frekuensi

(Orang)

Presentase

(%)

1. Stres Ringan 10 58.8

2. Stres Sedang 7 41.2

Ka. Instalasi Pelayanan Intensif

Perawat Ka. Ruangan ICU

PJ Inventaris PJ ASKEP

(36)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden

mengalami stres ringan di tempat kerja yaitu sebanyak 10 orang ( 58,8 % ).

4.2.2 Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu dan faktor lingkungan psikososial

(37)

38

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar responden berada

pada kelompok umur ≤ 35 tahun yaitu sebanyak 11 orang ( 64,7 %) dan sebanyak 6 orang (35,3%) berada pada kelompok umur > 35 tahun.

Pada variabel jenis kelamin berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa

sebagian besar reponden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 14 Orang

(82,4%) dan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (17,6%).

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 17 responden sebagian

besar responden mempunyai masa kerja ≤ 10 tahun yaitu sebanyak 9 orang (52,9%) dan 8 orang (47,1%) mempunyai masa kerja > 10 tahun.

Tabel di atas menunjukan bahwa untuk variabel status pernikahan

sebagian besar reponden sudah menikah yaitu sebanyak 16 Orang (94,1%) dan 1

orang (5,9%) belum menikah.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden

menyatakan beban kerja yang sedang yaitu sebanyak 9 orang (52.9 %) dan 8

orang (47,1%) menyatakan beban kerjanya ringan.

Pada variabel hubungan interpersonal dari 17 responden diketahui bahwa

semua reponden menyatakan hubungan interpersonal yang baik yaitu sebanyak 17

Orang (100%).

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden

menyatakan tanggung jawab kerjanya sedang yaitu sebanyak 10 orang (58,8%)

(38)

4.3 Hasil Analisis Uji Statistik

Tabel 4.4 Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Status Pernikahan, Beban Kerja, Hubungan Interpersonal, Tanggung Jawab, dan Keamanan Kerja dengan Stres Kerja

(39)

40

4.3.1 Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Status

Pernikahan, Beban Kerja, Hubungan Interpersonal, Tanggung Jawab,

dan Keamanan Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres

sedang sebagian besar berada pada kelompok umur > 35tahun yaitu sebanyak 6

orang (35,3%) dan responden yang mengalami stres ringan sebagian besar berada

pada kelompok umur ≤ 35tahun yaitu sebanyak 10 orang (58,8%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 0,001 (ρ<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan stres kerja.

Tabel 4.4 menunjukan bahwa reponden yang mengalami stres sedang

sebagian besar yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6 Orang (35,3%)

dan reponden yang mengalami stres ringan sebagian besar yang berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 8 Orang (47,1%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 1 (ρ>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan stres kerja.

Pada tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres sedang

sebagian besar terdapat pada perawat yang memiliki masa kerja > 10 tahun yaitu

sebanyak 6 orang (35,3%) dan responden yang mengalami stres ringan sebagian

(40)

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres

sedang sebagian besar terdapat pada perawat yang sudah menikah yaitu sebanyak

7 orang (41,2%) dan responden yang mengalami stres ringan sebagian besar

terdapat pada perawat yang sudah menikah yaitu sebanyak 9 orang (52,9%). Hasil

uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 1 (ρ>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan

responden dengan stres kerja.

Tabel di 4.4 menunjukan bahwa responden yang mengalami stres sedang

sebagian besar terdapat pada perawat yang merasakan beban kerjanya sedang

yaitu sebanyak 4 orang (23,5%) dan responden yang mengalami stres ringan

terdapat pada perawat yang merasakan beban kerjanya ringan yaitu 6 orang

(35,3%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 0,637 (ρ>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan responden dengan stres kerja.

Pada tabel 4.4 diketahui bahwa reponden yang mengalami stres sedang

terdapat pada perawat yang merasakan hubungan interpersonal baik yaitu

sebanyak 7 Orang (41,2 %) dan reponden yang mengalami stres ringan terdapat

pada perawat yang merasakan hubungan interpersonal baik yaitu sebanyak 10

Orang (58,8%). Pengujian statistik antara hubungan interpersonal dengan stres

kerja tidak dapat dilakukan dikarenakan variabel hubungan interpersonal hanya

mempunyai satu kategori.

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami stres

(41)

42

tanggung jawab kerja yang besar yaitu sebanyak 6 orang (35,3%) dan responden

yang mengalami stres ringan sebagian besar terdapat pada perawat yang

merasakan merasakan tanggung jawab kerja yang ringan yaitu sebanyak 9 orang

(52,9%). Hasil uji exact fisher antara usia dengan stres kerja menunjukan nilai ρ = 0,004 (ρ<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan responden dengan stres kerja.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa reponden yang mengalami stres

sedang terdapat pada perawat yang merasakan tempat kerjanya kurang aman yaitu

sebanyak 7 orang (41,2%) dan reponden yang mengalami stres ringan terdapat

pada perawat yang merasakan tempat kerjanya kurang aman yaitu sebanyak 10

orang (58,8%). Pengujian statistik antara keamanan kerja dengan stres kerja tidak

dapat dilakukan dikarenakan variabel hubungan interpersonal hanya mempunyai

(42)

PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Stres Pada Perawat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 17 orang perawat

yang bekerja di ICU RSUD Rantauprapat diperoleh hasil 10 orang (58,8 % ) yang

mengalami stres ringan dan 7 orang ( 41,2 % ) mengalami stres sedang.

Menjalankan profesi perawat merupakan profesi yang rawan terhadap

terjadinya stres kerja. Hal tersebut telah lama diketahui bahwa petugas kesehatan

memiliki tekanan psikologi yang tinggi dibandingkan dengan profesi lainnya. Para

pekerja kesehatan terpapar oleh beberapa penyebab stres mulai dari beban kerja

yang berlebihan, tekanan waktu pengerjaan tugas, tidak adanya kejelasan aturan

berhubungan dengan kontak petugas kesehatan dengan penyakit infeksi, pasien

dengan kondisi sakit yang sulit/kritis dan kondisi pasien yang tidak berdaya

(NIOSH, 2008).

Perawat di ruangan ICU harus mampu memberikan pelayanan dengan

kompetensi khusus/lanjut bagi setiap pasien yang sedang dalam keadaan kritis.

Pelayanan tersebut membutuhkan kedisiplinan, ketelitian pengawasan yang

maksimal dan perawatan khusus karena jiwa pasien dalam kondisi kritis/terminal

yang mendekati kematian.

Bila dilihat dari peran dan fungsi perawat ICU yang terlibat langsung

dalam penanganan pasien dalam keadaan kritis, stres akan menimbulkan efek

(43)

44

kerja yang dialami perawat dapat menjadi penghalang dalam mencapai efesiensi

kerja seperti yang diharapkan.

Untuk mencapai efesiensi kerja seperti yang diharapkan, maka tenaga

kerja dalam bekerja harus berada dalam lingkungan yang sehat dan lingkungan

yang sehat ini perlu penyerasian antara tenaga manusia, mesin/peralatan, serta

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan psikososial.

5.2 Hubungan antara Umur dengan Stres kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data responden pada kelompok

umur > 35 tahun sebanyak 6 orang (35,3%) merupakan responden yang

mengalami stres sedang yaitu sebanyak 6 orang (29,4%), sedangkan pada

kelompok umur ≤ 35 tahun sebanyak 11 orang (64,7%) merupakan responden yang sebagian besar mengalami stres ringan yaitu sebanyak 9 orang (52,9%) dan

responden yang mengalami stres sedang sebanyak 2 orang (11,8%).

Hasil uji exact fisher antara umur dengan stres kerja diperoleh, umur

mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 0,001 (ρ<0,05) sehingga H0 di terima.

Hal ini sesuai dengan penelitian Tarigan (2004) yang melakukan penelitian

terhadap 20 orang perawat di ruang bedah RSU Santa Elisabeth Medan yang

menyatakan umur mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya stres

kerja.

(44)

tekanan dan beban yang diterimanya seiring dengan penurunan fungsi organ

tubuh. Kedua, pertambahan umur akan memunculkan pertambahan tanggung

jawab dan harapan-harapan, serta tuntutan yang muncul dari orang-orang disekitar

akan melakukan perubahan dalam kehidupan.

5.3 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukan bahwa reponden mayoritas berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 14 orang (82,4%) dan 6 orang (35,3%) dari responden

perempuan mengalami stres sedang dan 8 orang (47,1%) mengalami stres ringan,

sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (17,6%)

dan 1 orang (5,9%) mengalami stres sedang dan 2 orang (11,8%) mengalami stres

ringan.

Hasil uji exact fisher antara jenis kelamin dengan stres kerja diperoleh,

jenis kelamin tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja

karena nilai ρ = 1 (ρ>0,05) sehingga H0 di tolak.

Stres kerja yang dialami oleh perawat laki-laki dan wanita bisa saja

berbeda hal tersebut dikarenakan secara fisik dan mental berbeda, serta respon

terhadap stresor yang berbeda pula. Sesuai dengan pendapat Munandar (2001),

stres ditentukan oleh individunya sendiri. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis dan

atau dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil interaksi situasi dengan

individunya.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Anitawidanti (2010), tuntutan peran

ganda umumnya dialami perempuan yang melibatkan diri dalam lingkungan

(45)

46

mengalami stres. Tuntutan pekerjaan, rumah tangga dan ekonomi berpotensi

wanita karir rentan mengalami stres.

Pada ruang ICU RSUD Rantauprapat tidak membedakan

pekerjaan-pekerjaan yang harus dikerjakan antara laki-laki dan perempuan sehingga

kesempatan terkena stres kerja antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

5.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang mengalami

stres sedang sebagian besar adalah responden dengan lama kerja > 10 tahun yaitu

sebanyak 6 orang (35,3%) dan sebanyak 2 orang (11,8%) mengalami stres ringan,

sedangkan pada responden dengan lama kerja ≤ 10 tahun sebagian besar mengalami stres ringan yaitu sebanyak 8 orang (47,1%) dan yang mengalami stres

sedang sebanyak 1 orang (5,9%).

Hasil uji exact fisher antara masa kerja dengan stres kerja diperoleh, masa

kerja mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena nilai ρ = 0,015 (ρ<0,05) sehingga H0 di terima.

Hal ini sesuai dengan penelitian Tarigan (2004) yang melakukan penelitian

terhadap 20 orang perawat di ruang bedah RSU Santa Elisabeth Medan yang

menyatakan masa kerja mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya

stres kerja.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin lama masa kerja

(46)

dapat terjadi karena pegawai yang sudah mempunyai masa kerja yang lama dapat

menimbulkan kebosanan dalam bekerja atau merasakan kerja yang monoton

dalam waktu yang lama.

5.5 Hubungan antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa sebagian besar

responden berstatus menikah yaitu sebanyak 16 orang (94,1%) dan terdapat

sebanyak 9 orang (52,9%) mengalami stres ringan dan 7 orang (41,2%)

mengalami stres sedang. Sedangkan 1 orang (5,9%) responden yang belum

menikah mengalami stres ringan.

Hasil uji exact fisher antara status pernikahan dengan stres kerja diperoleh,

status pernikahan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja

karena nilai ρ = 1 (ρ>0,05) sehingga H0 di tolak.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Tarigan (2004), keluarga dapat

menjadi sumber stres karena peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan para

anggota keluarga. Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak dapat

menimbulkan stres bagi ibu pada waktu kehamilan, kelahiran dan pengasuhannya;

bagi bapak keluarga karena harus memikirkan tambahan penghasilan.

Pertentangan keluarga - pekerjaan terjadi ketika tenaga kerja menghadapi

pertentangan antara peran mereka di tempat kerja dan peran mereka dalam

kehidupan sehari - hari. Bahkan wanita yang bekerja juga memiliki peran ganda

dalam keluarga, hal ini merupakan sumber stres kerja dikarenakan peranan wanita

lebih banyak daripada pria dikarenakan mereka juga harus mengerjakan tanggung

(47)

48

Menurut Muthmainah S (2012), kondisi menikah dapat berpengaruh pada

emosi seseorang, dimana terjadi perubahan hubungan yang bergeser ke arah

kematangan hubungan yang memberikan kenyamanan dan saling ketergantungan.

Sehingga individu yang sudah menikah memiliki teman untuk berbagi dalam

menyelesaikan suatu masalah.

5.6 Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data dari 10 orang (58,8%) yang

mengalami stres ringan terdapat 4 orang (23,5%) yang merasakan beban kerjanya

ringan dan 6 orang (35,3%) yang merasakan beban kerjanya sedang, sedangkan

dari 7 orang (41,2%) yang mengalami stres sedang sebagian besar responden

merasakan beban kerjanya ringan yaitu sebanyak 4 orang (23,5%) dan sebanyak 3

orang (17,6%) yang merasakan beban kerjanya sedang. Beban kerja yang sedang

ini bersumber dari, sifat pekerjaan yang terasa terlalu banyak, pekerjaan yang

membuat mereka merasa lelah dan menyita banyak waktu serta pekerjaan yang

bersifat rutin.

Hasil uji exact fisher antara beban kerja dengan stres kerja diperoleh,

beban kerja tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja karena

nilai ρ = 0,637 (ρ>0,05) sehingga H0 di tolak.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Munandar (2010), sumber intrinsik

pada pekerjaan meliputi tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Beban kerja merupakan

(48)

Pelayanan intensif di ruangan ICU memerlukan kompetensi khusus bagi

perawat untuk melakukan teknik perawatan pasien dengan mutu yang baik,

dimana kompetensi perawat terdiri dari kompetensi dasar minimal dengan

tambahan kompetensi khusus. Menurut Manuaba (2000), beban kerja yang

diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun

psikologis yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja yang di terima setiap

perawat ICU RSUD Rantauprapat sudah disesuaikan dengan kemampuan fisik

maupun psikologi masing-masing sehingga tidak menimbulkan stres kerja karena

ketidakseimbangan antara persepsi mengenai tututan yang dihadapinya dan

persepsinya mengenai kemampuannya menanggulangi tuntutan tersebut.

5.7 Hubungan antara Hubungan Interpersonal dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh reponden yaitu 17 orang

(100%) merasakan hubungan interpersonal yang baik sebagian besar mengalami

stres ringan yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) sedangkan yang mengalami stres

sedang sebanyak 7 orang (41,2%).

Penyebab stres di tempat kerja yaitu hubungan dalam organisasi. Stres ini

muncul jika seseorang pekerja memiliki hubungan yang tidak baik, apakah itu

dengan pimpinannya, teman sejawatnya ataupun para bawahannya. Hal ini juga

berkaitan dengan kesulitan di dalam mendelegasian tanggung jawabnya kepada

para bawahannya. Selain itu juga yang menjadi penyebab stres lainnya adalah

konflik dalam peranan, perkembangan karir dalam organisasi, keadaan pekerja

(49)

50

kerja, kesetiaan yang terbagi antara kehendak organisasi dan kehendak sendiri

(Anoraga dan Suyati, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa seluruh responden

memliki hubungan yang baik bagi sesama teman kerja maupun atasan. Hal ini

dapat dilihat dari pernyataan mereka yang tidak berselisih paham baik antara

sesama teman kerja maupun atasan karena mereka selalu mampu menyelesaikan

konflik dengan orang - orang sekitarnya. Saling peduli, menjalin komunikasi yang

baik, saling menghargai hasil pekerjaan teman kerja serta meluangkan waktu

untuk bergaul dengan teman kerja dan atasan dilakukan sehingga terciptalah

hubungan interpersonal yang baik.

5.8 Hubungan antara Tanggung Jawab Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa dari 10 orang yang

mengalami stres ringan sebanyak 9 orang (52,9%) memiliki tanggung jawab

sedang, 1 orang (5,9%) memiliki tanggung jawab berat, sedangkan dari 7 orang

yang mengalami stres sedang sebanyak 6 orang (235,3%) memiliki tanggung

jawab besar dan 1 orang (5,9%) memiliki tanggung jawab sedang.

Hasil uji exact fisher antara tanggung jawab kerja dengan stres kerja

diperoleh, tanggung jawab mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres

kerja karena nilai ρ = 0,004 (ρ<0,05) sehingga H0 di terima.

Responden menyatakan tanggung jawab yang besar bersumber dari

(50)

memberikan laporan rutin, merasa cemas dengan hal yang berhubungan dengan

pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu.

Kerja yang penuh dengan tanggung jawab atas keselamatan orang sangat

cenderung mengakibatkan stres. Hal ini dialami oleh para petugas medis,

paramedis, dokter dan perawat, dinas kebakaran serta polisi (Hardjana, 1994). Hal

ini sesuai dengan pendapat Anies (2005), stres dapat timbulkan tekanan yang

berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya.

5.9 Hubungan antara Keamanan Kerja dan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh reponden yaitu sebanyak 17

orang (100%) merasakan lingkungan kerjanya kurang aman sebanyak 10 orang

(58,8%) mengalami stres ringan dan sebanyak 7 orang (41,2%) menglami stres

sedang. Lingkungan kerja yang kurang aman bersumber dari pekerjaan yang

mempunyai potensi kecelakaan yang tinggi, pekerjaan yang memerlukan sikap

hati-hati yang berlebihan, tidak disediakannya APD. Lingkungan kerja yang tidak

aman juga dirasakan perawat karena ruang perawat yang bergabung dengan ruang

pasien sehingga menimbulkan rasa takut tertular penyakit, serta kurangnya

kesadaran perawat untuk menggunakan APD.

Hardjana (1994) mengatakan bahwa orang akan mengalami stres jika

dalam kerja itu dia dapat di pecat setiap saat, terutama bila mencari pengganti

kerja sangatlah sulit. Rasa aman juga berhubungan dengan keamanan fisik,

misalnya bila dalam bekerja atau oleh pekerjaan yang ditanganinya, mudah

terkena celaka dan keselamatannya terus menerus dipertaruhkan. Salah satu

(51)

52

tersedia uang pensiun pun tidak sedikit orang yang mengalami stres.

Kemungkinan terkena stres itu semakin tinggi bila selepas kerja tidak tersedia

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perawat ICU RSUD Rantauprapat yang mengalami stres ringan yaitu

sebanyak 10 orang (58.8%) dan yang mengalami stres sedang sebanyak 7

orang (41,2%).

2. Faktor karakteristik individu yang mempunyai hubungan yang bermakna

dengan terjadinya stres kerja adalah umur dan masa kerja.

3. Faktor lingkungan psikososial yang mempunyai hubungan yang bermakna

dengan terjadinya stres kerja adalah tanggung jawab.

6.2 Saran

Dari hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai

berikut:

1. Pihak rumah sakit memberikan penyuluhan mengenai stres dan

penanggulangannya kepada perawat.

2. Setiap perawat sebaiknya melakukan pekerjaan sesuai dengan job description

sehingga beban kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing perawat.

3. Melakukan aktivitas untuk mengurangi stres melalui olah raga.

4. Teknik relaksasi atau refreshing pribadi untuk mengurangi stres sesuai

dengan kondisi individu.

5. Meningkatkan kesabaran dalam melaksanakan pekerjaan, baik pada saat

(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Rumah Sakit

Di Indonesia rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan

kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa

pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,

rehabilitasi medis dan pelayanan perawatan (Herlambang dan Murwani, 2012).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.1 Klasifikasi rumah sakit

Klasifikasi rumah sakit umum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah

Sakit:

1. Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5

(lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan

Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

(54)

3. Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar

dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.

2.1.2 Karakteristik pelayanan rumah sakit

Diantara sekian banyak pelayanan rumah sakit, berikut 8 pelayanan yang

akan banyak menggunakan sumber daya yang kompleks, diantaranya (Sabarguna

dan Halimun, 2009):

1. Rawat jalan

2. Gawat darurat

3. Rawat inap

4. Intensif

5. Operasi

6. Radiologi

7. Laboratorium

8. Pelayanan Gizi

2.2Pengertian Perawat

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang

diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Seorang perawat dikatakan

profesional jika memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan profesional serta

(55)

8

Perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang

mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi perawat

semakin meluas. Kini, pengertian perawat merujuk pada posisinya sebagai bagian

dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

professional. Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai

kemampuan , tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau

memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan

(Rifiani dan Sulihandri, 2013).

2.2.1 Peranan perawat

Peran pokok perawat antara lain sebagai berikut (Rifiani dan Sulihandri,

2013):

1. Sebagai caregiver (pengasuh), dilakukan dengan memperhatikan keadaan

kebutuhan dasar manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan.

Pelayanan keperawatan dilakukan mulai dari yang paling sederhana sampai

yang paling kompleks, sesuai dengan kebutuhan pasien.

2. Sebagai clientadvocate (advokat klien), berorientasi membantu/melayani

klien dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan

khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan.

3. Sebagai counselor (konselor), yaitu pada saat klien menjelaskan perasaannya

dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaanya.

(56)

diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan

pendidikan kesehatan.

5. Sebagai coordinator (coordinator), yaitu mengarahkan, merencanakan, dan

mengoordinasikan pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi

pelayanan kesehatan dapat mengerti dan melakukan praktik sesuai dengan

kebutuhan klien.

6. Sebagai collaborator (kolaborator), bekerja sama dan/atau melalui tim

kesehatan yang terdiri dari tenaga kesehatan seperti, dokter, perawat, dan lain

sebagainya. Bersama-sama mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang

dibutuhkan oleh klien.

7. Sebagai consultan (konsultan), yaitu sebagai tempat bertanya dan

berkonsultasi. Dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang

sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan

keperawatan.

2.2.2 Fungsi perawat

Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam kondisi

sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui layanan

keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai

fungsi yaitu, fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen

(Rifiani dan Sulihandri, 2013).

1. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana

(57)

10

sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar

manusia.

2. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan

atau instruksi dari perawat lain.

3. Funsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya.

2.2.3 Standar praktik keperawatan

Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan

Perawat Nasional Indonesia) pada tahun 2000 yang mengacu dalam tahapan

proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Pengkajian

keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang bertujuan

menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien yang digunakan untuk

merumuskan masalah klien dan rencana tindakan.

2. Diagnosis Keperawatan

(58)

intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan, dan

penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien.

3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatn untuk mengatasi masalah

kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan dikembangkan

berdasarkan diagnosis keperawatan.

4. Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan

partispasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang

diharapkan.

5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan

dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data

dasar dan perencanaan.

2.2.4 Pelayanan keperawatan intensif

Pelayanan keperawatan intensif berbeda dengan pelayanan keperawatan di

ruang rawat biasa, karena tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat di

ruang intensif sangat tinggi. Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari

rumah sakit yang terpisah, dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus,

yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

menderita cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial

(59)

12

kemampuan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan

keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam

pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. Beberapa komponen ICU yang spesifik

yaitu (1) pasien dirawat dalam keadaan kritis, (2) desain ruangan dan sarana yang

khusus, (3) peralatan berteknologi tinggi dan mahal, (4) pelayanan dilakukan oleh

staf yang profesional dan berpengalaman dan mampu mempergunakan peralatan

yang canggih dan mahal (Hanafie, 2007).

Perawat intensif adalah seorang perawat profesional berlisensi yang

bertanggung jawab terhadap pasien kritis dan keluarganya untuk memperoleh

perawatan yang optimal (Chulay dan Burn, 2006). Perawat intensif dalam

memberikan pelayanannya mengacu pada standar keperawatan kritikal, komitmen

pada kode etik keperawatan dapat berfungsi sebagai perwakilan pasien secara

tepat serta menunjukkan akuntabilitas terhadap tindakannya. Perawat kritikal

menggunakan intervensi independen, dependen dan interdependent dalam

mengelola pasien. Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai dengan

kompleksitisas pasien di ICU maka dibutuhkan perawat yang memiliki

kompetensi minimal/dasar dan khusu/lanjut (Depkes RI, 2006).

Kompetensi dasar minimal meliputi:

1. Memahami konsep keperawatan intensif.

2. Memahami issue etik dan hukum pada perawatan intensif.

(60)

4. Melakukan pengkajian dan analisa data yang didapat khususnya mengenai:

henti napas dan jantung, status pernafasan, gangguan irama jantung, status

hemodinamik pasien dan status kesadaran pasien.

5. Mempertahankan kebersihan jalan napas pada pasien yang terpasang

Endotracheal tube (ETT).

6. Mempertahankan patensi jaan napas dengan menggunakan ETT.

7. Melakukan fisioterapi dada.

8. Memberikan terapi inhalasi.

9. Mengukur saturasi dengan menggunakan pulse oksimetri.

10. Memberikan terapi oksigen dengan berbagai metode.

11. Melakukan monitoring hemodinamik non invasive.

12. Memberikan Basic life support (BLS) dan Advanced live support (ALS).

13. Melakukan perekaman EKG (elektrokaediogram).

14. Melakukan interpretasi hasil rekaman EKG meliputi gangguan sistim

konduksi, gangguan irama, dan pasien dengan gangguan myocardium

(iskemik, injuri dan infark).

15. Melakukan pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan analisa gas darah

(AGD) dan elektrolit serta melakukan interpretasi hasil pemeriksaan AGD

dan elektrolit.

16. Mengetahui koreksi terhadap hasil analisa gas darah dan elektrolit yang tidak

normal.

17. Melakukan interpretasi hasil photo thorax.

(61)

14

19. Mempersiapkan pemberian terapi melalui syringepump dan infus pump.

20. Melakukan pengelolaan pasien dengan nutrisi parenteral.

21. Melakukan pengelolaan pasien dengan terapi cairan intavena.

22. Melakuka pengelolaan pasien dengan sindrom koroner akut.

23. Melakukan penanggulangan infeksi nosokomial di ICU.

2.2.5 Tugas perawat ICU

Tugas perawat ICU berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu :

1. Identifikasi masalah.

2. Observasi 24 jam

1) Kardio vaskuler: peredaran darah, nadi, EKG, perfusi periver, CVP.

2) Respirasi: menghitung pernafasan , setting ventilator, menginterprestasikan

hasil BGA, keluhan dan pemeriksaan fisik dan foto thorax.

3) Ginjal: jumlah urine tiap jam, jumlah urine selama 24 jam.

4) Pencernaan: pemeriksaan fisik, cairan lambung, intake oral, muntah , diare.

5) Tanda infeksi: peningkatan suhu tubuh/penurunan (hipotermi), pemeriksaan

kultuur, berapa lama antibiotic diberikan.

6) Nutrisi klien: enteral, parenteral.

7) Mencatat hasil lab yang abnormal.

8) Posisi ETT dikontrol setiap saat dan pengawasan secara kontinyu seluruh

proses perawatan.

(62)

2.3Pengertian Stres

Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik

maupun mental, terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan

menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2001).

Stres adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau

proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi, dan kejadian

eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis yang

bersangkutan (Nasution, 2002).

Stres menunjuk pada keadaan internal individu yang menghadapi ancaman

terhadap kesejahteraan fisik maupun psikisnya. Penekanannya adalah pada

persepsi dan evaluasi individu terhadap stimulus yang memiliki potensi

membahayakan bagi dirinya. Sehingga ada perbandingan antara tuntutan yang

menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut.

Keadaan yang tidak seimbang dalam mekanisme ini akan meningkatkan respon

stres, bagi fisiologi maupun perilakunya (Nasution, 2002).

2.3.1 Stres kerja

Stres kerja adalah suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu

yang dapat berupa interaksi antar individu dan lingkungan kerja yang dapat

mengancam dan memberi tekanan secara psikologis, fisiologis dan sikap individu

(Wijono, 2010).

Stres kerja (Selye, dalam Beehr et al., 1992, dalam Waluyo, 2009) dapat

diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang menyebabkan reaksi individu

(63)

16

diekspresikan sebagai: sikap pesimis, tidak puas, produktivitas rendah, dan sering

absen.

Stres timbul setiap kali karena adanya perubahan dalam keseimbangan

sebuah kompleksitas antara manusia-mesin dan lingkungan. Karena komplesitas

itu merupakan suatu sistem interaktif, maka stres yang dihasilkan tersebut ada di

antara beberapa komponen sistem. Manusia merupakan komponen terlemah,

maka sebagian atau seluruh ketegangan yang diakibatkannya terwujud dalam

tangan manusia. (Fraser, 1992).

Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor kerja

merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu

tuntutan dan dapat menimbulan stres kerja. Bila ia sanggup mengatasi stresor

kerja tersebut artinya tidak ada gangguan fungsi organ tubuh, maka dikatakan

yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia

mengalami gangguan pada satu atau lebih fungsi organ tubuh mengakibatkan

seseorang tidak lagi dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka ia disebut

distres (Waluyo, 2009).

2.3.2 Faktor-faktor penyebab stres kerja

Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. . Tenaga Kerja

yang menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau

tidak. Interaksinya dalam pekerjaan dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya di

(64)

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau

yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam

pembangkit stres saja tetapi dari beberapa pembangkit stres. Karena sebagian

besar waktu manusia bekerja, maka lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh

yang besar sebagai sumber stres bagi para pekerja (Munandar, 2001).

Penyebab stres yang sering terjadi pada petugas kesehatan meliputi kerja

shift, jam kerja yang panjang, peran yang ambigu dan konlik peran, dan

terpaparnya petugas kesehatan terhadap infeksi dan substansi bahaya lainnya yang

ada dirumah sakit. Beberapa penelitian tentang stres kerja terhadap perawat juga

telah dilakukan berhubungan dengan beban kerja berlebih (work overload),

tuntutan waktu pengerjaan tugas yang cepat, tidak adanya dukungan sosial dalam

bekerja (khususnya dari supervisor, kepala perawat dan managerial keperawatan

yang lebih tinggi), terpapar penyakit infeksi, tertusuk jarum, dan berhubungan

dengan pasien sulit atau kondisi sulit pasien yang serius (NIOSH, 2008).

Setiap individu dapat terkena stres. Lama, keseringan serta intensitas stres

seseorang individu berbeda dengan individu lainnya. Stres ini menyangkut

individu yang terkena, sumber stres dan transaksi antara keduanya. Oleh karena

itu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja (sumber stres) secara

umum, digolongkan menjadi (Nasution, 2002):

1. Dalam diri individu (internal source)

Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang

(65)

18

permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu

diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres, (Hidayat, 2004).

Konflik sebagai suatu hal yang nyata dalam kehidupan seseorang

merupakan proses sosial orang-orang yang berusaha mencapai tujuannya dengan

jalan menentang pihak lawan. Sikap membiarkan suatu keadaan tertentu dalam

bidang kerja, tidak dapat dihindari sebagai akibat adanya konflik. Kehidupan kerja

seperti ini menunjukan perasaan tidak ikut memiliki bersama (sense of belonging)

bidang kerja. Satu dengan yang lainya berusaha menjatuhkan lawannya walau

dalam kondisi yang abstrak (Anoraga, 2001).

Salah satu faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu

meliputi kepribadian type A. Pola tingkah laku type A digambarkan sebagai orang

yang memiliki derajat dan intensitas yang tinggi untuk ambisi, dorongan untuk

pencapaian (achievement) dan pengakuan (recognition), kebersaingan

(competitiveness) dan keaagresifan. Orang tipe A memiliki paksaan untuk bekerja

berlebih, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan

aspek-aspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kegiatan-kegiatan waktu luang dan

rekreasi. Sebaliknya pola perilaku tipe B digambarkan sebagai tipe easy-going dan

santai. Secara relatif bebas dari rasa mendesak, mereka tidak selalu harus berkejar

dengan waktu (Munandar, 2008).

2. Luar diri individu (external source); (lingkungan kerja dan lingkungan

(66)

lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan

dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja dan sebagainya

(Nasution, 2002).

a. Beban Kerja

Terlalu banyak pekerjaan/ terlalu sedikit pekerjaan juga terkadang dapat

menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak pekerjaan berkaitan

dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut dengan hasil

yang sebaik-baiknya. Sedangkan terlalu sedikit berkaitan dengan tidak adanya

pekerjaan yang dapat dikerjakan. Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang

individu menjadi stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan

tersebut (Nasution, 2002).

Beban kerja berlebihan, misalnya, merawat terlalu banyak pasien,

mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak

mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi

masalah keterbatasan tenaga (Hidayat, 1994).

Tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak dan harapan perusahaan yang

berlebih terhadap pekerja dapat mempengaruhi imunitas tubuh dan kesehatan

pekerja tersebut secara langsung. Tuntutan tersebut diantaranya:

1. Beban kerja yang berat

2. Waktu istirahat yang jarang

3. Jam kerja yang panjang

4. Pergantian jam kerja (shift) yang kurang tepat jadwalnya (jarak antara shift

(67)

20

5. Beban kerja yang padat dan rutin namun sedikit memberi nilai dan arti

bagi kehidupan.

6. Beban kerja yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan

pekerjaan dan keluarga atau salah penempatan (Hidayat, 1994).

b. Tanggung Jawab

Kerja Bila seseorang harus bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain,

perubahan dalam hidup menyebabkan ia tidak mempunyai kontrol. Misalnya,

teman kerja tidak masuk, ia harus menggantikan tugasnya. Stres dapat

ditimbulkan oleh tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar

yang harus ditanggungnya (Prawono, 2004)

Kerja yang penuh tanggung jawab atas keselamatan orang sangat cendrung

mengakibatkan stres. Kerja sama ini dialami para petugas medis, paramedis,

dokter dan perawat, dinas kebakaran dan polisi. (Hardjana, 1994).

Tarigan. L (2004) yang melakukan penelitian terhadap 20 orang perawat di

Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan menyatakan bahwa tanggung jawab

kerja menunjukkan hasil yang tidak bermakna terhadap terjadinya stres kerja. Ia

juga menyatakan sehubungan dengan rasa tanggung jawab sangat erat kaitannya

dengan disiplin kerja. Dalam hal ini tenaga kerja akan termotivasi dalam

melakukan tugasnya yang memberikan dampak positif bagi tenaga kerja dalam

hal penyelesaian tugas yang tepat waktu dan ketelitian dalam melakukan

Gambar

Gambar 1. Ruang ICU tampak dari luar
Gambar 3. Ruang perawat didalam ICU
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karyawan RSUD Rantauprapat Tahun 2014
Tabel 4.2 Distribusi Perawat Berdasarkan Stres di Tempat Kerja di Ruang ICU RSUD Rantauprapat Tahun 2015
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit

Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUD Palembang Bari Periode Januari 2013-Desember 2014 adalah usia

Saya merasa tidak semangat (malas.. bekerja) ketika banyak pasien dengan2. kondisi sulit

Disarankan kepada RSUD Rantauprapat : (1) meningkatkan kinerja perawat pelaksana dalam penanganan pasien pengguna kartu jaminan kesehatan daerah melalui peningkatan

pelayanan keperawatan di RSUD Rantauprapat kepada pasien pengguna Jamkesda. menghadapi masalah pada diri (karakteristik) perawat yang terkait dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengelolaaan limbah padat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat meliputi proses pewadahan, pemilahan,

Sehubungan dengan penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat

Hasil Penelitian Hubungan Mekanisme Koping dengan Stres Kerja Perawat IGD dan ICU di RSUD Ulin Banjarmasin. Mekanisme Koping Perawat IGD