• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pengertian Stres

Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2001).

Stres adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi, dan kejadian eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis yang bersangkutan (Nasution, 2002).

Stres menunjuk pada keadaan internal individu yang menghadapi ancaman terhadap kesejahteraan fisik maupun psikisnya. Penekanannya adalah pada persepsi dan evaluasi individu terhadap stimulus yang memiliki potensi membahayakan bagi dirinya. Sehingga ada perbandingan antara tuntutan yang menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Keadaan yang tidak seimbang dalam mekanisme ini akan meningkatkan respon stres, bagi fisiologi maupun perilakunya (Nasution, 2002).

2.3.1 Stres kerja

Stres kerja adalah suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu yang dapat berupa interaksi antar individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi tekanan secara psikologis, fisiologis dan sikap individu (Wijono, 2010).

Stres kerja (Selye, dalam Beehr et al., 1992, dalam Waluyo, 2009) dapat diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Stres di tempat kerja dapat

16

diekspresikan sebagai: sikap pesimis, tidak puas, produktivitas rendah, dan sering absen.

Stres timbul setiap kali karena adanya perubahan dalam keseimbangan sebuah kompleksitas antara manusia-mesin dan lingkungan. Karena komplesitas itu merupakan suatu sistem interaktif, maka stres yang dihasilkan tersebut ada di antara beberapa komponen sistem. Manusia merupakan komponen terlemah, maka sebagian atau seluruh ketegangan yang diakibatkannya terwujud dalam tangan manusia. (Fraser, 1992).

Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulan stres kerja. Bila ia sanggup mengatasi stresor kerja tersebut artinya tidak ada gangguan fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih fungsi organ tubuh mengakibatkan seseorang tidak lagi dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka ia disebut distres (Waluyo, 2009).

2.3.2 Faktor-faktor penyebab stres kerja

Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. . Tenaga Kerja yang menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak. Interaksinya dalam pekerjaan dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya di tempat lain, di rumah, dalam lingkungan kelompok dan sebagainya (Munandar,

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit stres saja tetapi dari beberapa pembangkit stres. Karena sebagian besar waktu manusia bekerja, maka lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar sebagai sumber stres bagi para pekerja (Munandar, 2001).

Penyebab stres yang sering terjadi pada petugas kesehatan meliputi kerja shift, jam kerja yang panjang, peran yang ambigu dan konlik peran, dan terpaparnya petugas kesehatan terhadap infeksi dan substansi bahaya lainnya yang ada dirumah sakit. Beberapa penelitian tentang stres kerja terhadap perawat juga telah dilakukan berhubungan dengan beban kerja berlebih (work overload), tuntutan waktu pengerjaan tugas yang cepat, tidak adanya dukungan sosial dalam bekerja (khususnya dari supervisor, kepala perawat dan managerial keperawatan yang lebih tinggi), terpapar penyakit infeksi, tertusuk jarum, dan berhubungan dengan pasien sulit atau kondisi sulit pasien yang serius (NIOSH, 2008).

Setiap individu dapat terkena stres. Lama, keseringan serta intensitas stres seseorang individu berbeda dengan individu lainnya. Stres ini menyangkut individu yang terkena, sumber stres dan transaksi antara keduanya. Oleh karena itu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja (sumber stres) secara umum, digolongkan menjadi (Nasution, 2002):

1. Dalam diri individu (internal source)

Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah sebagai

18

permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres, (Hidayat, 2004).

Konflik sebagai suatu hal yang nyata dalam kehidupan seseorang merupakan proses sosial orang-orang yang berusaha mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan. Sikap membiarkan suatu keadaan tertentu dalam bidang kerja, tidak dapat dihindari sebagai akibat adanya konflik. Kehidupan kerja seperti ini menunjukan perasaan tidak ikut memiliki bersama (sense of belonging) bidang kerja. Satu dengan yang lainya berusaha menjatuhkan lawannya walau dalam kondisi yang abstrak (Anoraga, 2001).

Salah satu faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu meliputi kepribadian type A. Pola tingkah laku type A digambarkan sebagai orang yang memiliki derajat dan intensitas yang tinggi untuk ambisi, dorongan untuk

pencapaian (achievement) dan pengakuan (recognition), kebersaingan

(competitiveness) dan keaagresifan. Orang tipe A memiliki paksaan untuk bekerja berlebih, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan aspek-aspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kegiatan-kegiatan waktu luang dan rekreasi. Sebaliknya pola perilaku tipe B digambarkan sebagai tipe easy-going dan santai. Secara relatif bebas dari rasa mendesak, mereka tidak selalu harus berkejar dengan waktu (Munandar, 2008).

2. Luar diri individu (external source); (lingkungan kerja dan lingkungan

lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja dan sebagainya (Nasution, 2002).

a. Beban Kerja

Terlalu banyak pekerjaan/ terlalu sedikit pekerjaan juga terkadang dapat menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak pekerjaan berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan terlalu sedikit berkaitan dengan tidak adanya pekerjaan yang dapat dikerjakan. Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang individu menjadi stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan tersebut (Nasution, 2002).

Beban kerja berlebihan, misalnya, merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga (Hidayat, 1994).

Tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak dan harapan perusahaan yang berlebih terhadap pekerja dapat mempengaruhi imunitas tubuh dan kesehatan pekerja tersebut secara langsung. Tuntutan tersebut diantaranya:

1. Beban kerja yang berat

2. Waktu istirahat yang jarang

3. Jam kerja yang panjang

4. Pergantian jam kerja (shift) yang kurang tepat jadwalnya (jarak antara shift

20

5. Beban kerja yang padat dan rutin namun sedikit memberi nilai dan arti

bagi kehidupan.

6. Beban kerja yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan

pekerjaan dan keluarga atau salah penempatan (Hidayat, 1994).

b. Tanggung Jawab

Kerja Bila seseorang harus bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain, perubahan dalam hidup menyebabkan ia tidak mempunyai kontrol. Misalnya, teman kerja tidak masuk, ia harus menggantikan tugasnya. Stres dapat ditimbulkan oleh tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya (Prawono, 2004)

Kerja yang penuh tanggung jawab atas keselamatan orang sangat cendrung mengakibatkan stres. Kerja sama ini dialami para petugas medis, paramedis, dokter dan perawat, dinas kebakaran dan polisi. (Hardjana, 1994).

Tarigan. L (2004) yang melakukan penelitian terhadap 20 orang perawat di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan menyatakan bahwa tanggung jawab kerja menunjukkan hasil yang tidak bermakna terhadap terjadinya stres kerja. Ia juga menyatakan sehubungan dengan rasa tanggung jawab sangat erat kaitannya dengan disiplin kerja. Dalam hal ini tenaga kerja akan termotivasi dalam melakukan tugasnya yang memberikan dampak positif bagi tenaga kerja dalam hal penyelesaian tugas yang tepat waktu dan ketelitian dalam melakukan pekerjaan.

c. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal)

Hubungan antar manusia ditempat kerja dapat sebagai sumber stres karena hubungan dengan atasan, rekan kerja, dan bawahan tidak selalu baik dan serasi. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak mengahargai sumbangsih yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staf (Tarigan, 2004)

d. Keamanan Kerja

Keamanan kerja berarti berkenaan dengaan tempat kerja yang mempunyai resiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerjanya. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan (stres) kerja yang terus menerus pada tenaga kerja tersebut. Stres yang terjadi dapat disebabkan karena individual conflict (takut),

maupun organizational conflict (kurangnya alat proteksi di industri tersebut).

Selain itu yang dimaksud keamanan kerja disini adalah kepastian untuk tidak dipecat (PHK) yang dapat terjadi setiap saat dan sebagainya (Nasution, 2002) 2.3.3 Gejala-gejala stres kerja

Beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang menunjukkan adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis dan sikap. (Wijono, 2010). Tanda-tanda dan gejala-gejala stres berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang lainnya. Namun beberapa gejala bersifat umum, seperti mudah marah atau suka murung. Pola respon yang umum biasanya tergantung kepada masing-masing orang (Brecht, 2000). Respon tertentu dapat mengindikasikan adanya stres kerja pada seseorang atau kelompok. Hal tersebut dapat berupa keluhan sakit

22

kepala, gangguan tidur, sulit untuk berkonsentrasi, gangguan pada lambung, dan ketidakpuasan kerja (NIOSH, 2008).

Menurut Rice (1999) dalam Waluyo (2009), gejala stres kerja dibagi dalam tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala prilaku. Beberapa gejala yang banyak dijumpai di lingkungan kerja dikemukakan sebagai berikut.

Gejala fisiologis berupa Sakit kepala (pusing), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada rasa panas/nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan, gangguan psikoseksusal, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, gangguan menstruasi, keputihan, kejang-kejang, pingsan (Anoraga, 2001).

Gejala psikologis yaitu pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, was-was, kuatir, mimpi-mimpi buruk, murung, mudah marah/jengkel, mudah menangis, dan gelisah (Anoraga, 2001). Selain itu memicu timbulnya ketidakpuasan kerja, meningkatkan ketegangan, kebosanan, dan suka menunda pekerjaan (Rice dalam Prihatini, 2007).

Gejala prilaku berupa semakin banyak merokok/alkohol/makan, menarik diri dari pergaulan sosial dan mudah bertengkar (Anoraga, 2001). Gejala perilaku lainnya yaitu menurunnya tingkat produktivitas, meningkatkan absensi dan turn over, perubahan pada pola makan, cara bicara yang menjadi cepat, gelisah, gangguan tidur (Rice dalam Prihatini, 2007).

2.3.4 Dampak stres kerja

Pada umumnya stres dirasakan sebagai suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ketimbulnya penyakit fisik dan mental, atau mengarah ke prilaku yang tidak wajar (Munandar, 2001). Stres yang baik disebut dengan eustres. Sebaliknya stres yang merugikan dan merusak (destruktif) disebut dengan distres. Bagi kita stres menjadi eustres atau distres dipengaruhi oleh penilaian dan daya tahan kita terhadap peristiwa dan keadaan yang potensial atau netral kandungan daya stresnya (Nasution, 2002).

Arnold (1986) dalam waluyo (2009) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang di alami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan.

Stres kerja dalam waktu yang lama dapat menimbulkan dampak penyakit secara fisik seperti penyakit kardiovaskular dan gangguan muskuloskeletal. Konsekuensi jangka panjang stres kerja juga dapat berpengaruh secara psikologis dan social seperti terjadinya gangguan penyakit gangguan mental ataupun perubahan perilaku sosial. Perawat ICU rentan mengalami Post Traumatic Stres Disorder (PTSD) dibandingkan dengan perawat umum (Maeler, et.al., 2007). Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa 24 % perawat ICU mengalami PTSD sementara 14 % perawat umum yang mengalami PTSD.

Dokumen terkait