• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Pendahuluan

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 53-58)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Uji Pendahuluan

Penelitian ini menggunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa model hepatotoksin. Hepatotoksin karbon tetraklorida pada dosis tertentu dapat menyebabkan perlemakan pada hati. Menurut Janakat dan Al-Merie (2002), dosis karbon tetraklorida sebesar 2 mL/kgBB dapat menginduksi kerusakan hati pada tikus jantan galur Wistar. Dosis tersebut mampu merusak sel-sel hati pada tikus yang ditunjukkan melalui kenaikan aktivitas ALT dan AST tetapi tidak menimbulkan kematian pada hewan uji. Menurut Sivakrishnan dan Kottaimuthu (2014), pada kenaikan aktivitas serum ALT 2-3 kali dari normal, kadar albumin di dalam darah ikut mengalami penurunan sebesar ± 0,95 mg/dL. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sivakrishnan dan Kottaimuthu (2014), terdapat keterkaitan antara kenaikan aktivitas serum ALT dengan penurunan kadar albumin.

2. Penentuan pengambilan cuplikan darah

Penentuan pengambilan cuplikan darah pada hewan uji bertujuan untuk mengetahui waktu peningkatan aktivitas enzim ALT yang paling tinggi pada hewan uji setelah hewan uji diinduksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB. Cuplikan darah hewan uji diambil dari sinus orbitalis. Penentuan waktu pengambilan cuplikan darah pada hewan uji dilakukan pada jam ke 0, 24 dan 48 setelah hewan uji diinduksi dengan karbon tetraklorida. Peneliti

melakukan uji pendahuluan penentuan pengambilan cuplikan darah berdasarkan peningkatan aktivitas serum ALT dalam darah tikus. Berdasarkan uji yang dilakukan, diperoleh data aktivitas serum ALT seperti yang tertera pada tabel I.

Tabel I. Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/KgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24, dan 48

Waktu pencuplikan jam ke- Purata aktivitas ALT ±SE (U/l)

0 72,3 ± 5,8

24 217,3 ± 2,7

48 90,3 ± 3,8

Keterangan : SE = Standar error

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kenaikan aktivitas serum ALT yang paling tinggi terjadi pada jam ke- 24 (217,3 ± 2,7 U/l). Purata aktivitas serum ALT pada jam ke 24 lebih tinggi 2-3 kali dibandingkan dengan purata aktivitas serum ALT pada jam ke- 0 (72,3 ± 5,8 U/l). Purata aktivitas serum ALT pada jam ke 48 (90,3 ± 3,8 U/l) lebih rendah dibandingkan dengan purata aktivitas serum ALT pada jam ke-24. Hasil tersebut menandakan aktivitas serum ALT pada jam ke- 48 sudah mengalami penurunan. Berdasarkan hasil yang tercantum dalam tabel I dan gambar 4, menunjukkan bahwa pada jam ke- 24 terjadi kerusakan hati yang paling parah.

Gambar 4. Diagram batang aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi karbon tetraklorida pada jam ke 0, 24, dan 48

Data aktivitas serum ALT diuji secara statistik dengan menggunakan analisis variansi satu arah. Hasil analisis uji statistik aktivitas serum ALT pada jam ke 0 dan 48 dengan jam ke 24 menunjukan nilai signifikansi 0,000 (<0,05). Nilai tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas serum ALT pada jam ke 0 dan 48 dengan aktivitas serum ALT pada jam ke 24.

Tahapan analisis statistik selanjutnya dilakukan dengan menggunakan uji Scheffe. Tujuan dilakukan uji Scheffe ini adalah untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Hasil analisis aktivitas serum ALT dari uji Scheffe dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Perbedaan kenaikan aktivitas ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24,

dan 48

Jam 0 Jam 24 Jam 48

Jam 0 BB TB

Jam 24 BB BB

Jam 48 TB BB

Keterangan : BB = Berbeda bermakna (p<0,05) ; TB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Berdasarkan hasil uji Scheffe yang tercantum dalam tabel II, aktivitas serum ALT pada pencuplikan ke-0, dan 48 memiliki perbedaan yang bermakna terhadap aktivitas serum ALT pada pencuplikan jam ke-24 setelah pemejanan karbon tetraklorida dosis 2mL/KgBB. Hal ini berarti pada jam ke-24 terjadi kenaikan aktivitas ALT yang tinggi dibandingkan dengan aktivitas ALT pada jam ke-0 dan 48. Data di tabel II menunjukan data aktivitas serum ALT pada pencuplikan jam ke-0 berbeda tidak bermakna dengan data aktivitas serum ALT pada pencuplikan jam ke- 48. Hasil tersebut menandakan tidak terjadi kenaikan aktivitas serum ALT setelah jam ke 24. Hal ini berarti aktivitas ALT pada jam ke-0 dan 48 sama. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian mengenai pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. terhadap peningkatan kadar albumin menggunakan waktu pencuplikan darah pada jam ke- 24 setelah hewan uji dipejani karbon tetraklorida.

3. Penetapan lama pemejanan ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. Berdasarkan penelitian Kurniawati, dkk. (2011), dalam penelitian efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air M. tanarius terhadap tikus terinduksi

parasetamol, menjelaskan bahwa praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada kelompok hewan uji diberikan selama enam hari dan pada hari ke 7 diberi hepatotoksin parasetamol. Penelitian Nopitasari (2013) melakukan penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji Persea americana Mill. terhadap aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan memberikan ekstrak biji Persea americana Mill. selama enam hari berturut-turut dan pada hari ke 7 diberi karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Penelitian ini hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, dkk. (2011) dan Nopitasari (2013). Pada penelitian ini, ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. dipejankan selama enam hari berturut-turut ke hewan uji, kemudian hewan uji dipejankan karbon tetraklorida dengan dosis 2mL/kgBB pada hari ke-7.

4. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit Persea americana Mill.

Tujuan dari penetapan dosis ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. pada penelitian ini adalah untuk menentukan tingkatan dosis dari ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. yang akan digunakan. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nopitasari (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Nopitasari (2013) menentukan tingkatan dosis ekstrak etanol biji Persea americana Mill. berdasarkan dosis maksimal ekstrak etanol biji Persea americana Mill. pada tikus yang merupakan konsentrasi tertinggi ekstrak etanol biji Persea americana Mill. Konsentrasi tertinggi yang digunakan pada penelitian Nopitasari (2013) adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak

dapat dimasukkan dan dikelurkan dari spuit oral yaitu 70 mg/ml sehingga diperoleh dosis maksimal 1,40 g/kgBB. Berdasarkan penelitian Nopitasari (2103), pada penelitian ini menggunakan dosis maksimal 1,40 g/KgBB. Tingkatan dosis ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. ditentukan berdasarkan dosis maksimal pemberian. Tingkatan dosis ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,35; 0,70; dan 1,40 g/kgBB.

C. Hasil Uji Efek Peningkatan Kadar Albumin Pemberian Ekstrak

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 53-58)

Dokumen terkait