• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agustina Westeran Darah Segar SDH Vol.1 No.1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemeriksaan darah lengkap merupakan pemeriksaan yang sering di minta oleh klinisi karena dari pemeriksaan darah lengkap dapat membantu diagnosis penderita. Pemeriksaan darah lengkap juga dapat digunakan untuk menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya atau kemana penderita itu akan dirujuk. Oleh karena itu, pemeriksaan darah lengkap merupakan pemeriksaan dasar yang sangat penting dan perlu dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga hasil yang diterima oleh penderita dan dibaca oleh klinisi dapat dipercaya ketepatannya. Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.

Berdasarkan pengamatan peneliti, pemeriksaan darah lengkap pada rumah sakit ditempat yang lebih maju saat ini sudah menggunakan alat-alat otomatis, sehingga hasil pemeriksaan darah lengkap dapat diambil segera. Tetapi untuk efisiensi kerja dan kelanggengan

alat yang digunakan, tidak jarang bahan atau sampel darah yang akan digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap tersebut dikumpulkan atau disimpan terlebih dahulu untuk diperiksa bersamaan. Selain itu,bila hasil pemeriksaan yang ada tidak sesuai dengan keadaan klinis dari penderita dan timbul keragu-raguan terhadap hasil tersebut, maka pemeriksaan darah lengkap harus diulang. Bahan atau sampel yang digunakan untuk pemeriksaan ulang ini dapat menggunakan bahan darah yang masih tersimpan atau bahan darah pengambilan baru. Ditinjau dari segi penderita, pengambilan yang berulang-ulang menyebabkan penderita merasa kurang nyaman, sedangkan penggunaan sampel darah yang masih tersimpan sulit diketahui kebenarannya.

Laju endap darah (LED) adalah menurunnya atau mengendapnya sel darah merah dalam darah dengan antikoagulan yang diukur dengan tingginya kolom plasma yang terbentuk dalam waktu tertentu dinyatakan dalam millimeter per jam. Laju endap darah adalah tes yang tidak spesifik namun masih umum digunakan sebagai indicator penilaian aktifnya suatu penyakit. Oleh karena itu, laju endap darah masih sering digunakan rutin secara manual. Metode Westergren adalah metode yang lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan laju endap darah.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi laju endap darah antara lain faktor eritrosit, komposisi plasma dan teknik. Dalam hal ini, penggunaan sampel darah yang disimpan tentulah berpengaruh terhadap nilai LED. Untuk mengetahui pengaruh penyimpanan sampel darah terhadap hasil pemeriksaan LED cara Westergren, maka dilakukan penelitian perbandingan hasil pemeriksaan LED Westergren pada sampel darah segar dan sampel darah yang disimpan selama 4 jam.

Tinjauan Pustaka

Sel Darah Merah ( Eritrosit )

Darah merupakan komponen esencial makhluk hidup. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen atau oksigen carrier, mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan mekanisme hemostatis. Darah terdiri dari dua komponen utama, pertama plasma darah yaitu bagian darah yang sebagian terdiri atas air, elektrolit dan protein darah. Kedua, sel-sel darah merah (blood corpuscle), yang terdiri atas sel-sel darah merah ( eritrosit ), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).

Sel darah merah merupakan sel yang terbanyak beredar dalam darah dengan jumlah ±5x1012 per liter darah. Sel darah merah yang matang berbentuk non-nuncleated biconcave disc, berdiameter ± 7-8 m dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5  dan pada bagian tengah (central pallor) 1 m mempunyai kemampuan mengubah bentuk membran, tidak mengandung organel didalamnya, tetapi mengandung 640.000.000 molekul hemoglobin. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90-95 m. bentuk sel darah merah yang bikonkaf ini mempermudah sel darah merah merubah bentuk, sehingga dapat melewati pembuluh darah dengan mudah walaupun diameter pembuluh darah tersebut lebih kecil dari pada sel darah merah, sel darah merah akan merubah bentuknya menjadi bulat atau sferis dan kemudian mengembalikan bentuknya menjadi bikonkaf. Fakor yang mempengaruhi sel darah merah untuk dapat mempertahankan bentuknya masih belum jelas karena sel darah merah dipengaruhi oleh berbagai kemapuan. Sel darah merah dalam keadaan normal, bila disimpan pada suhu 4C akan berubah bentuk menjadi relatif sferosit. Perubahan bentuk sel darah merah ini tidak diikuti oleh perubahan pada volume sehinnga dengan metabolism yang aktif dapat normal kembali. Umur sel

darah merah manusia kurang lebih 120 hari, setelah itu akan dihancurkan. Penghancuran sel darah merah ini didahului dengan adanya senescence atau tanda-tanda ketuaan dari sel darah merah dan terjadi beberapa tahapan penghancuran sel darah merah. Penghancuran sel darah merah dapat terjadi secara ekstravaskuler dan intravaskuler. Penghancuran sel darah merah ekstravaskuler terjadi ± 80-90% dari penghancuran sel darah merah di limpa. Sedangkan penghancuran intravaskuler terjadi ±10-20% dari penghancuran sel darah merah di dalam peredaran darah. Pada aliran darah yang lambat, tampak adanya agregasi sel darah merah di dalam darah. Dalam keadaan seperti ini, sel darah merah dapat bermacam-macam. Agregasi sel darah merah dapat terjadi anter sel darah merah sampai beratus-ratus sel darah merah. Pada aliran darah yang sangat lambat, sel darah merah akan menumpuk dan berjalan dengan perlahan-lahan. Bentuk seperti ini disebut rouleaux. Didalam pembuluh darah yang besar, agregasi sel darah merah tersebut akan terurai kembali oleh adanya peningkatan kemampuan melepaskan diri dari sel darh merah yang lain. Sel darah merah mampu untuk mempertahankan kekuatan dan fleksibilitasnya. Kemampuan ini tergantung pada struktur protein sitoskeleton dan cara sitoskeleton berinteraksi dengan lapisan lemak dan membran.

Membran Sel

Membran sel darah merah terdiri atas lipid dua lapis atau yang disebut lipid bilayer, protein membran integral dan suatu langka membran.sekitar 50% dari membran sel darah merah adalah protein, 40% lemak, dan 10% karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan luar sedangkan protein perifer atau integral menembus lipit bilayer (Dewi Asih Mahanani, 2002). Sebagian protein integral membentuk suatu saluran struktural atau pori-pori yang dapat dilewati oleh bahan-bahan yang hanya terlarut dalam air (selektif permrabel), terutama ion yang berdifusi antar cairan extracelular dan cairan intracelular. Protein integral juga bekerja sebagai pengangkut untuk mengangkut bahan-bahan ke arah berlawanan dengan arah difusi yang sebenarnya, ini disebut transpor aktif. Selain itu terdapat protein parifer yang secara normal melekat pada protein integral dan tidak menembus membran. Protein perifer ini berfungsi hampir seluruhnya sebagai enzima tau sebagai jenis pengatur fungsi intracelular. Rangka membran terbentuk oleh protein-protein struktural yang mencangkup spectrin α dan β, ankyrin, actin,

tropomycin, adducin, tropomudulin, protein 3, protein 4.1, dan protein 4.2 (paladin). Protein-protein tersebut membentuk jaring horizontal pada sisi dalam membran dan penting untuk mempertahankan bentuk bikonkaf sel darah merah.

Struktur dasar lapisan lipid bilayer terdiri atas molekul-molekul fosfolipid. Salah satu bagian dari setiap molekul fosfolipid ini larut dalam air yaitu hidrofilik yang terletak dibagian luar berhadapan dengan cairan extacelular. Bagian lain hanya larut dalam lemak disebut hirofobik yang berhadapan dengan sitoplasma. Gugus fosfat dari fosfolipid besifat impermeable terhadap bahan yang larut dalam air, seperti ion, glulosa, dan urea. Sebaliknya, bahan-bahan yang larut dalam lemak seperti oksigen, karbondioksida, dan alcohol dapat dengan mudah menembus membran ini.

Karbohidrat pada membran umumnya dalam bentuk glikolipid dan glikoprotein, karbohidrat ini berfungsi meningkatkan hidrofilisitas lemak dan protein, mempertahankan stabilitas membran oleh adanya struktur yang disebut glikokaliks. Glikolipid yang terdapat pada membran sel juga berperan dalam reakso imunologis dengan membentuk antigen golongan darah (Arthur Guyton,1997).

Transpor melalui membran sel baik secara langsung melalui lapisan lipid bilayer ataupun melalui protein terjadi salah satu dari dua proses dasar yaitu difusi (yang disebut transpot pasif) dan transpor aktif. Difusi adalah garak acak antar molekul zat, melalui ruang intramolekuler pada membran ataupun melalui kombinasi dengan protein integral dari daerah yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik) ke daerah berkonsentrasi rendah (hipotonik). Energi yang menyebabkan difusi adalah energi kinetik normal dari molekul. Sebaliknya, transpor aktif berarti gerakan ion atau zat lainnya melintasi membran berkombinasi dengan protein integral melawan gradien energi yaitu daerah yang berkonsentrasi rendah (hipotonis) ke daerah berkonsentrasi tinggi (hipertonis). Transport aktif membutuhkan sumber energy secara langsung berasal dari pemecahan Adenosin Trifosfat (ATP). Mekanisme tranpor aktif yang telah dipelajari secara sangat rinci adalah pompa natrium-kalium (Na+ -K+ pump) , yaitu suatu proses tranpor yang memompa ion natrium keluar melalui membrane sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Pompa ini terdapat pada seluruh sel tubuh, termasuk sel darah merah, dan bertanggung jawab atas pemeliharaan perbedaan konsentrasi natrium dan kalium antara bagian luar dan bagian dalam membran sel demikian juga untuk menetapkan potencial listrik negatif di dalam sel.

Berikut adalah 3 keistimewaan khusus protein integral yang penting untuk fungsi pompa Na+ -K+ :

1. Memiliki tiga tempat reseptor untuk mengikatkan ion natrium pada bagian protein yang menonjol ke bagian dalam sel.

2. Memiliki dua tempat reseptor untuk ion kalium pada bagian luar.

3. Bagian dalam dari protein ini berbatasan atau dekat dengan tempat pengikat natrium yang memiliki aktifitas ATPase.

Pada saat ion natrium terikat pada bagian dalam protein pembawa, fungsi ATPase pada protein menjadi aktif. Keadaan ini kemudian akan memecahkan satu molekul ATP menjadi adenosin difosfat dan membebaskan fosfat energi tinggi yang mengikat energi. Energi ini kemudian diduga menyebabkan perubahan bentuk pada molekul protein pembawa, mendorong ion natrium keluar dan ion kalium ke dalam. Mekanisme persis dari perubahan bentuk protein pembawa ini tidak diketahui (Arthur Guyton,1997).

Mekanisme Pompa Na+ -K+ dalam Mengatur Volume Sel

Salah satu fungsi terpenting dari pompa Na+ -K+ ialah untuk mengatur volume sel. Tanpa fungsi pompa ini, banyak sel tubuh akan membengkak sampai kemudian pecah. Mekanisme yang mengontrol volume tersebut adalah sebagai berikut, di dalam sel terdapat sejumlah besar protein dan senyawa organik lain yang tidak dapat keluar dari sel. Kebanyakan dari komponen ini mengandung muatan negative sehingga pada daerah sekitar komponen ini banyak berkumpul ion positif. Semua komponen ini cenderung menyebabkan terjadinya osmosis air ke dalam sel. Kalau hal ini tidak dikendalikan, sel akan membengkak sampai pecah. Mekanisme normal yang mencegah hal tersebut adalah pompa Na+ -K+. pompa ini memompa tiga ion Na+ ke luar setiap terjadi pemasukan dua ion K+ ke dalam. Selain itu, membran sel memiliki permiabilitas yang jauh lebih rendah terhadap ion natrium dibandingkan dengan ion kalium, sehingga keadaan ini memungkinkan ion secara terus-menerus keluar dari sel yang mencetuskan kecenderungan osmotik berlawanan untuk mengeluarkan air dari sel. Selanjutnya, bila sel mulai membengkak, hal ini secara otomatis akan mengaktifkan pompa Na+ -K+, mengeluarkan ion yang masih tersisa ke luar dan membawa air besertanya. Oleh karena itu,

pompa Na+ -K+ mempunyai fungsi unruk menjaga volume sel agar tetep normal (Arthur Guyton,1997).

Pengaruh Ketidak seimbangan Transpor Na+ -K+ Terhadap Bentuk Eritrosit

Pengikatan, transport dan penyebaran oksigen tidak memerlukan energi matabolik oleh eritosit. Eritosit harus mempunyai energi untuk menjalankan fungsinya dan bertahan di sirkulasi selama masa hidupnya 120 hari. Selain itu, energi ini diperlukan antara lain :

1. Untuk pengaturan besi dalam hemoglobin.

2. Pengaturan kadar kalium yang tinggi dan rendahnya kalsium dan natrium dalam sel untuk melawan gradien tingginya kalsium dan natrium serta rndahnya kalium dalam plasma.

3. Mempertahankan reaksi oksidasi pada Metabolisme Pathway. 4. Untuk síntesis lemak dan nukleotida.

Eritrosit secara normal mampu mempertahankan hidupnya selama 48 jam pada suhu 73C tanpa sumber energi dari luar. Glukosa adalah sumber energi eritrosit yang dimetabolisme melalui dua jalur, yaitu Embden Meyerhof glycolytic pathway dan Hexose Monophosphat shunt. Sebagian besar energi yang diperlukan eritrosit disediakan oleh Embden Meyerhof glycolytic pathway. Melalui jalur ini, masing-masing molekul dari glukosa dikatabolisme menghasilkan 2 mol ATP. Namun secara anaerobic glukosa juga dikatabolisme menghasilkan piruvat dan laktat (Ronald A. Sacher, 1991).

Jika energy (ATP) di dalam sel berkurang, fungsi terpenting pompa Na+ -K+ dalam mempertahankan atau menjaga volume sel akan terganggu. Pemasukan natrium dan kalsium dalam sel dan pengeluaran kalium keluar sel mengakibatkan osmosis air ke dalam sel, dengan demikian eritrosit membengkak mengubah bentuk eritosit dari cakram bikonkaf menjadi sferis. Laju Pengendapan Darah

Laju Endap Darah (Erytrocyte Sedimentation Rate) diperkenalkan pertama kali oleh Westergern pada tahun 1921. Jika darah dicampur dengan antikoagulan dan diletakkan secara vertikal, sel darah merah akan mengendap secara gradual dengan angka pengendapan yang ditunjukkan sebagai jarak (dalam milimeter) dimana eritosit jauh per unit berdasarkan waktu. Pada kebanyakan orang normal, pengendapan berlangsung lambat. Namun pada beberapa jenis penyakit, pengendapat berlangsung cepat dan pada beberapa kasus, pengendapan berbanding lurus dengan beratnya suatu penyakit. Pengukuran angka sedimentasi merupakan pemeriksaan laboratorium yang mempunyai beberapa fungsi antara lain bertujuan mendeteksi proses keradangan dan memonitor aktifitas atau perjalanan suatu penyakit.

Investigasi pada mekanisme dititik beratkan pada pengendapan sel darah merah. Secara umum, laju pengendapan darah dipengaruhi oleh faktor sel darah merah, komponen plasma dan faktor teknis maupun mekanis.

Faktor sel darah merah meliputi : a. Agregasi sel darah merah

Kecepatan pengendapan secara spontan dari sebuah benda bulat yang jatuh bebas ke dalam cairan yang ditunjukkan oleh persamaan Stokes seperti berikut :

Keterangan :

V : Kecepatan pengendapan r : jari-jari benda bulat d1 : kepadatan benda bulat d2 : kepadatan benda cair g : kecepatan gravitasi

 : viskositas cairan

Dengan mengganti ac untuk r2 dan mengubah denominator menjadi 7,65 . Persamaan

bisa dibuat untuk aplikasi pada benda yang berbentuk cakram yang mempunyai radius “a” dan ketebalan “c” jatuh melalui plasma (Ponder) ditunjukkan sebagai berikut :

Meskipun formula ini secara tidak langsung diaplikasikan untuk mengukur kecepatan eritrosit di plasma, namun menunjukkan beberapa hubungan yang relevan. Sebagai contoh, bahwa kecepatan pengendapan secara langsung sesuai dengan massa partikel yang diendapkan dan sesuai dengan perbedaan antara kepadatan partikel dan cairan.

b. Jumlah sel darah merah

Ketika jumlah sel darah merah per unit volume darh lebih besar atau lebih kecil dari normal, laju pengendapan darah akan berubah. Pada anemia berat laju pengendapan darah sangat cepat disebabkan sedikitnya jumlah sel darah merah yang mengendap dalam volume cairan yang lebih besar. Hal ini berbeda dengan polisitemia.dengan persamaan alas an bahwa meningkatnya kepadatan partikel yang akan mengendap cenderung menahan jatuhnya ke dasar mengakibatkan laju pengendapan darah menjadi lebih lambat.

c. Ukuran sel darah merah

Makrosit lebih cepat mengendap sedangkan mikrosit lebih lambat dari pada sel darah merah normal. Makrosit mempunyai massa partikel lebih besar dan meningkatkan kecepatan pengendapan sehingga LED cenderung meningkat.

d. Bentuk sel darah merah

Bentuk sel darah merah yang sferis atau seperti bulan sabit mempersulit pembentukan rouleaux sehingga laju pengendapan darah akan cenderung menurun. Penurunan laju endap darah disebebkan oleh permukaan sel relative lebih luas dibandingkan berat sel.

Faktor Teknis

Faktor yang sangat mempengaruhi laju pengendapan darah yaitu faktor teknis. Nilai normal akan tampak berbeda pada variasi metode akibat variasi dari diameter dan ketinggian tabung yang dipakai . semakin tinggi tabung, semakin cepat pula tahap pertama dari laju pengendapan karena tertundanya pengisian sel-sel darah pada dasar tabung. Pengendapan yang cepat juga terjadi pada diameter tabung yang lebih besar. Pemilihan tabung biasanya berdasarkan pada kemudahan pemakaian tabung Westergern menjadi pilihan banyak peneliti. Untuk mengurangi jumlah volumen darah yang diperlukan, diameter tabung harus lebih kecil dari tabung standart. Perbandingan dari variasi tabung dan nilai normal laju pengendapan tampak pada table tersebut :

Tabel 1. Perbandingan dan variasi tabung dan nilai normal LED dengan berbagai macam metode. Metode Panjang tabung (mm) Diameter (mm) Volume (ml) Harga Normal (mm/jam) Standart Deviasi Westergren 300 2,5 1,0 Laki-laki : 0 – 15 Wanita : 0 – 20 Anak-anak :0 – 10 ± 1 mm Cutler 70 5,0 1,0 Laki-laki : 0 – 15 Wanita : 0 – 20 Anak-anak :0 – 10 ± 1 mm Wintrobe 120 2,5 1,0 Laki-laki : 0 – 15 Wanita : 0 – 20 Anak-anak :0 – 10 ± 1 mm Landau-Adams (micromethode) 120 1,0 0,25 Laki-laki : 0 – 15 Wanita : 0 – 20 Anak-anak :0 – 10 ± 1 mm Smith (micromethode) 50 2,5 0,25 Laki-laki : 0 – 15 Wanita : 0 – 20 Anak-anak :0 – 10 ± 1 mm

Pemasangan tabung yang baik harus dipasang secara tegak lurus. Sedikit kemiringan akan mempengaruhi kecepatan pengendapan. Kemiringan 3 dapat menimbulkan kesalahan 30% (Cermin Dunia Kedokteran, Edisi 30). Hal ini disebabkan karena tenggelamnya sel-sel pada satu sisi tabung. Kesalahan pemasangan tabung yang tidak tegak lurus atau vertikal merupakan faktor yang sangat mempengaruhi laju pengendapan darah. Di sisi lain tabung atau pipet tidak boleh digoyang atau bergetar karena ini akan mempercepat pengendapan.

Penggunaan antikoagulan sangat memungkinkan dapat mempengaruhi pola ukuran sel untuk mengubah laju pengendapan darah. Tetapi sebenarnya penggunaan antikoagulan secara umum memberikan variasi kecil jika konsentrasinya dikontrol.

Penggunaan antikoagulan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya degenerasi dan mengkerutnya sel darah merah sehingga laju pengendapan cenderung menurun. Perbedaan rata-rata telah ditemukan antara darah yang mengandung potasium oxalat kering dan pada darah yang sama mengandung potasium dan amonium oxalat mencapai 2 mm per jam dengan metode Westergren. Dengan standart deviasi ± 1 mm per jam dari metode ini. Perbedaannya tidak signifikan. Heparin menyebabkan pengerutan sel dan campuran doublé oxalete adalah yang terbaik. Pengguaan antikoagulan lebih berpengaruh pada hematokrit dari pada laju pengendapan darah itu sendiri. Penggunaan sodium atau potasium oksalat kering bisa mengerutkan sel darah merah hingga 11% dan membuat hematokrit 5% lebih rendah dari pada darah yang mengandung heparin. Jumlah antikoagulan yang digunakan harus diperhatikan dengan tepat. Bila darah yang diperiksa sudah mengalami pembekuan sebagian, hasil pemeriksaan laju endap darah akan menjadi lebih lambat karena sebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan (Cermin Dunia Kedokteran, edisi 30).

Variasi yang kecil dari temperatur ruangan tidak berpengaruh besar pada laju endap darah. Namun ketika terjadi perbedaan suhu yang cukup besar, laju pengendapan darah akan dipengaruhi secara signifikan. Suhu optinum selama pemeriksaan adalah 20C, suhu yang tinggi akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah memperlambat pengendapan.

Telah diketahui bahwa darah yang disimpan di lemari es, laju pengendapan darah secara signifikan akan menurun hal ini disebabkan oleh viskositas plasma yang meningkat.

Antikoagulansia untuk Pemeriksaan Hematologi

Agar darah yang akan diperiksa tidak sampai membeku dapat dipakai bermacam-macam antikoagulan. Tidak semua bermacam-macam antikoagulan dapat dipakai karena ada terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosit. Antikoagulan yang dapat dipakai antara lain : 1. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate), sebagai garam natrium atau kaliumnya. Garam-garam

ini mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion. EDTA tidak berpengaruh besar terhadap morfologi eritrosit dan leukosit. Selain itu, EDTA mencegah trombosit menggumpal, karena itu EDTA sangat baik dipakai sebagai antikoagulanpada hitung trombosit. Tiap 1 mg EDTA menghindarkan 1 ml darah. Hindarkan EDTA dalam jumlah berlebihan, bila dipakai EDTA lebih dari 2 mg per ml darah maka nilai hematokrit menjadi lebih rendah dari sebenarnya.

EDTA sering dipakai dalam bentok larutan 10% . Jika ingin menghindarkan terjadinya pengenceran darah, zat kering boleh dipakai, akan tetapi perlu sekali menggoyangkan wadah berisi darah dalam EDTA selama 1-2 menit karena EDTA kering lambat melarut.

Batas waktu pemeriksaan darah EDTA :

Pemeriksaan dengan memakai darah EDTA sebaiknyadilakukan segera, hanya jika boleh disimpan dalam lemari es (4C). darah EDTA yang disimpan pada 4C selama 24 jam memberikan nilai hematokrit yang lebih tinggi.

2. Heparin, berfungsi seperti antitrombin. Dalam praktek sehari-hari heparin kurang banyak dipakai karena harganya mahal. Tiap 1 mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah. Heparin boleh dipakai sebagai larutan atau dalam bentuk kering.

3. Natrium sitrat dalam larutan 3,8%, yaitu larutan isotonic dengan darah. Dapat dipakai untuk beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk laju endap darah cara Westergern.

4. Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat, menurut Paul dan Heller yang juga dikenal sebagai campuran oxalate seimbang. Dipakai dalam keadaan kering agar tidak mengencerkan darah yang diperiksa. Jika memakai amoniumoxalat tersendiri eritrosit membengkak, kaliumoxalat tersendiri menyebabkan eritrosit mengkerut. Campuran kedua garam itu dalam perbandingan 3 : 2 tidak berpengaruh terhadap besarnya eritrosit tetapi berpengaruh terhadap morfologi leukosit.

Korelasi Klinik

Laju pengendapan cenderung konstan pada orang sehat. Pada bayi baru lahir laju pengendapan jarang melebihi 2mm per jam, ini dimungkinkan karena hematokrit yang tinggi. Anak-anak biasanya mempunyai laju pengendapan yang lebih rendah dari pada orang dewasa. Selain itu, ada perbedaan yang signifikan namun tidak bisa dijelaskan yaitu nilai laju pengendapan antara wanita dan laki-laki. Wanita mempunyai rata-rata yang lebih tinggi dari pada laki-laki. Di laboratorium cara untuk memeriksa laju endap darah yang sering dipakai

Dokumen terkait