• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya energi dan mineral, baik berupa minyak dan gas bumi, tembaga, nikel, dan lain- lain. Salah satu jenis bahan tambang andalan selain minyak dan gas, adalah batu bara. Dengan kekayaan sumber daya energi dan mineral, pertambangan di Indonesia semakin berkembang seiring kemajuan zaman. Explorasi dan exploitasi semakin gencar dilakukan untuk mendapatkan hasil tambang yang maksimal. Pada tahun 2005, Indonesia penghasil barang tambang pemasok kebutuhan dunia, antara lain: peringkat kedua dunia untuk timah, peringkat ketiga dunia untuk tembaga, peringkat keempat dunia untuk nikel, peringkat kedelapan dunia untuk

emas, dan peringkat kedua dunia ekspor batubara

(sumber:http:minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity). Produksi batubara nasional mampu memenuhi permintaan luar negeri yaitu rata-rata 72,11 % dan sisanya 27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Sumberdaya batubara di Indonesai sebesar 61.365,86 juta ton dengan cadangan 6.758,90 juta ton, sumberdaya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi. Propinsi Sumatera Selatan mempunyai sumberdaya terbesar yaitu 23.197,88 juta ton dengan cadangan 2.679,00 juta ton, Kalimantan Timur 21.076,98 juta ton dengan cadangan 2.071,68 juta ton. Propinsi Kalimantan Selatan menempati urutan ketiga dengan sumberdaya 9.101,38 juta ton dengan cadangan 1.867,84 juta ton (Tim Kajian Batubara Nasional 2006).

Kegiatan explorasi dan exploitasi pertambangan banyak dilakukan pada kawasan hutan produksi, sehingga menyebabkan berkurangnya luasan kawasan hutan. Kawasan hutan produksi yang telah dialokasikan untuk kegiatan pertambangan batubara sebesar 11.177.168 ha dari 722 izin (Kristanti 2011). Selain menyebabkan berkurangnya kawasan hutan, pertambangan juga menyebakan kerusakan pada lahan. Kerusakan hutan dan lahan pada daerah pertambangan antara lain dikarenakan metode yang digunakan berupa penambangan terbuka. Kerusakan yang diakibatkan oleh adanya pertambangan yakni meningkatnya laju erosi tanah, laju aliran permukaan (run off ), sedimentasi dan terganggunya daerah tangkapan air (watershed areas). Dampak lain terjadinya penurunan keragaman jenis tanaman lokal serta terganggunya habitat satwa.

Kerusakan yang diakibatkan aktivitas penambangan perlu dilakukan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan daya dukung sehingga dapat kembali sesuai dengan fungsinya. Kegiatan rehabilitasi merupakan kewajiban bagi pemegang kuasa pertambangan, yang diatur dalam beberapa perundangan dan peraturan diantaranya Undang – Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain itu pada tahun 2008 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan Peraturan Menteri No. 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Reklamasi Hutan, dimana peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan reklamasi yang dilakukan pasca kegiatan tambang. Pada tahun 2009 Kementerian Kehutanan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2009, tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Rehabilitasi Hutan. Peraturan tersebut mengatur penilaian

2

keberhasilan rehabilitasi hutan sebelum dilakukan penyerahan kembali kepada negara terhadap lahan pinjam pakai.

Peraturan tentang kewajiban merehabilitasi lahan pasca tambang sudah diundangkan namun kegiatan rehabilitasi mengalami berbagai kesulitan diantaranya kondisi lahan menjadi marjinal. Tanah yang memadat, minimnya kandungan unsur hara, potensi keracunan mineral, miskinnya bahan organik, status KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang rendah, dan minimnya populasi dan aktivitas mikroba tanah potensial, merupakan faktor-faktor penyebab buruknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya tingkat keberhasilan rehabilitasi (Setiadi 2006). Dengan rendahnya teknik keberhasilan rehabilitasi maka perlu dikembangkan teknik rehabilitasi yaitu dengan direct seeding.

Metode direct seeding dikembangkan karena memberikan kesempatan bibit untuk beradaptasi secara dini dengan lingkungan. Metode ini dapat diterapkan pada lahan reklamasi sementara, dan oleh perusahaan tambang skala kecil karena biaya yang murah. Salah satu keuntungan yang paling penting dalam metode ini adalah dapat mengurangi biaya pembangunan lahan pasca tambang dengan meniadakan biaya produksi bibit persemaian. Disamping itu biaya penanaman dapat ditekan sehingga biaya total penanaman dapat dikurangi secara nyata. Keuntungan lain dari teknik ini adalah pembangunan lahan dapat secara cepat dan dapat mempertahankan performa tanaman (dalam pengangkutan sering terjadinya goncangan dan terputusnya akar) (Purnell & Higgins 1999; Ochsner 2001; Goode 2006).

Penggunaan metode direct seeding untuk rehabilitasi lahan pasca tambang telah digunakan di negara India dan Australia (Ochsner 2001). Berbagai jenis tanaman yang digunakan untuk rehabilitasi lahan pasca tambang antara lain

Cajanus cajan telah diujicobakan di India (Ochsner 2001), Acacia spirorbis

(legum), Casuarina collina dan Gymnostoma deplacheanum (Casuarinaceae),

Grevillea spp (Protoceae) Carpolepis laurifolia (Myrtaceae) telah diaplikasikan di lahan tambang di New Caledonia (Sarrailh & Aryault 2001).

Kerangka Pemikiran

Pertambangan di hutan produksi menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga perlu dilakukan rehabilitasi pada lahan tersebut. Kendala yang dihadapi dalam rehabilitasi lahan bekas tambang yaitu terjadinya penurunan kualitas lahan dan biaya rehabilitasi yang tinggi, untuk itu perlu dikembangkan suatu metode untuk mempermudah dan menurunkan biaya reklamasi lahan pasca tambang. Metode direct seeding merupakan salah satu metode yang berpotensi dikembangkan untuk tujuan tersebut, seperti pada Gambar 1. Reklamasi lahan bekas tambang dapat bersifat final atau permanen, dan temporer. Reklamasi permanen, berarti di lahan bekas tambang tersebut tidak akan dilakukan aktivitas terkait tambang lagi. Sebaliknya, pada lahan reklamasi temporer sewaktu-waktu lahan pasca tambang tersebut akan ditambang kembali karena masih terdapat cadangan yang dengan naiknya harga bahan tambang menjadi ekonomis untuk ditambang kembali. Sifat temporer juga dapat terjadi jika sewaktu-waktu lahan yang telah direklamasi tersebut digunakan untuk menumpuk batuan penutup atau material

Gambar 1 Kerangka Pemikiran. Pertambangan di Hutan Produksi

Rehabilitasi Lahan PascaTambang

Seleksi Benih Karakteristik Benih Ukuran Benih

Gangguan Benih & Kondisi Lapangan Kerusakan Hutan dan Lahan

Permanen Temporer

Penurunan kualitas lahan

Biaya Rehabilitasi yang mahal

Metode Direct Seeding

Viabilitas Benih

Uji Laboratorium (Tuheteru 2009)

4

Rumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah teknik direct seeding untuk jenis pohon hutan dapat diterapkan untuk rehabilitasi lahan pasca tambang?

2. Apakah teknik direct seeding efektif diterapkan pada lahan pasca tambang di Indonesia?

3. Apakah teknik direct seeding efisien diterapkan pada lahan pasca tambang? 4. Apakah faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari metode direct

seeding?

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkan jenis pohon hutan yang dapat ditanam dengan teknik direct seeding untuk rehabilitasi lahan pasca tambang.

2. Menganalisa daya hidup dan pertumbuhan bibit pohon hutan yang ditanam dengan metode direct seeding.

3. Menganalisa efisiensi teknik direct seeding dalam rehabilitasi lahan. 4. Menganalisa faktor yang mempengaruhi keberhasilan direct seeding.

Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat pohon hutan yang potensial untuk ditanam dengan metode direct seeding

2. Terdapat jenis pohon hutan dengan daya hidup dan persen hidup yang tinggi, ketika ditanam dengan metode direct seeding.

3. Penerapan teknik direct seeding lebih efisien dibandingkan dengan penanaman menggunakan bibit.

4. Ukuran benih mempengaruhi keberhasilan direct seeding.

Manfaat Penelitian

Adanya pengembangan metode direct seeding memberikan alternatif metode baru dan efisien untuk mendukung kegiatan rehabilitasi lahan pasca tambang pada PT Tunas Inti Abadi dan perusahaan tambang lain secara umum.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait