• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembenihan langsung (direct seeding) merupakan teknik penaburan benih di lapangan tanpa melalui tahapan persemaian. Keuntungan penggunaan direct seeding dalam reklamasi lahan bekas tambang; (1) Direct seeding dapat mengurangi biaya penananaman jika dibandingkan dengan penanaman menggunakan bibit, (2) Direct seeding dapat lebih cepat menutup luasan lahan dan jenis tanaman yang digunakan dapat bermacam – macam, (3) Direct seeding

lebih praktis ketika yang digunakan adalah benih dari spesies lokal,(4) Direct seeding lebih mudah dari penanaman menggunakan bibit, jika akses susah dijangkau, (5) Pada umumnya semua pohon menghasilkan benih namun belum tentu tersedia bibitnya, (6) Direct seeding memungkinkan pertumbuhan akarnya lebih normal karena terhindar dari stres setelah penanaman, (7) Direct seeding

dapat dilakukan setiap musim, asalkan kelembaban tanah cukup (Herman et al.

2003).

Menurut Colin (1998) pemilihan metode pembenihan langsung tergantung dari (1) ketersediaan alat atau sarana, (2) luas areal yang akan ditanami dan kepadatan tanaman yang diinginkan, (3) aksesibilitas lahan serta (4) tipe tanah, erosi, waterlogging, serta pengaruh angin. Secara umum Schmidt (2007) menyebutkan beberapa hal penting penentuan keberhasilan penerapan pembenihan langsung:

 Kondisi Iklim

Direct seeding dapat berhasil dengan kondisi temperatur dari sedang sampai tinggi tanpa kondisi temperatur yang ekstrim. Untuk daerah kering, pemilihan metode sangat penting. Waktu penaburan, persiapan lahan serta pemilihan jenis juga turut berpengaruh.

 Pemilihan tempat dan penyiapan lahan

Pertimbangan utama pemilihan tempat yaitu tempat dengan topografi yang datar sehingga mempermudahkan penanaman dan mengeliminasi terjadinya erosi tanah dan menghindari lokasi dengan kecuraman topografi yang tinggi. Sedangkan persiapan lahan ditujukan untuk menghindari terjadi tumbuhnya vegetasi pesaing (rumput atau gulma) sehingga dapat memberikan peluang mulai tumbuh dan bersaing lebih cepat.

 Pemilihan jenis

Jenis yang dipilih dapat beradaptasi dengan kondisi tanah, memiliki daya kecambah dan pertumbuhan awal yang cepat dan dengan adanya daya hidup yang tinggi di lapangan, penguasaan teknik silvikultur serta benihnya tersedia sepanjang waktu (tidak menghambat).

 Kontrol terhadap predator benih

6

Pemilihan Jenis Tanaman

Pemilihan jenis merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan rehabilitasi lahan. Menurut Setiadi (2010) bahwa jenis yang dipilih adalah jenis yang tahan terhadap cahaya matahari, tumbuh cepat, mempunyai tajuk yang luas, menghasilkan banyak serasah, mampu tumbuh baik pada tanah yang mempunyai kahat unsur hara dan kadar air yang terbatas, serta memiliki sifat katalitik. Kriteria jenis yang dipilih tersebut harus dipenuhi karena pada lahan bekas tambang intensitas cahaya matahari umumnya 100% sehingga jenis yang ditanam tidak butuh naungan. Selain itu, bibit dengan kecepatan tumbuh yang baik dan mempunyai tajuk yang luas memungkinkan terjadinya penutupan tajuk pada areal tersebut lebih cepat. Sedangkan jenis yang bersifat katalitik perlu dipertimbangkan karena jenis-jenis ini mampu mengundang hewan-hewan penyebar biji sehingga akan mempercepat terjadinya kolonisasi pada areal tersebut.

Tanaman yang dapat digunakan untuk pembenihan langsung mempunyai beberapa kriteria. Kriteria tanaman yang umumnya digunakan untuk teknik pembenihan langsung adalah (1) jenis asli setempat, (2) cepat tumbuh untuk merestorasi fungsi ekosistem, (3) dapat berasosiasi dengan mikroba tanah seperti mikoroza, rhizobium dan frankia, (4) umumnya tanaman dengan benih ortodoks, dan (5) tanaman yang sesuai secara ekologis (sifat fisik dan kimia tanah), ekonomi dan sosial (Higgins et al 1993; Ochshner 2001).

Salah satu famili yang jenisnya banyak dipakai dalam kegiatan revegetasi adalah famili Fabaceae. Famili ini mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, mampu memfiksasi nitrogen dari udara karena memiliki bintil akar, toleran pada kondisi yang ekstrim, dapat mengkonservasi tanah , tidak memiliki bahan beracun pada daun dan eksudat akar (Pinyopusarerk 1998). Selain itu, pada umumnya teknik silvikultur dari famili ini telah dikuasai dengan baik dan telah banyak tumbuh pada daerah kering serta merupakan jenis pioner di daerah tropis lembab (Schmidt 2000).

Karakteristik Jenis Trembesi (Samanea saman(Jacq.) Merr.)

Samanea saman (Jacq.) Merr. famili Fabaceae mempunyai nama lokal trembesi atau kihujan. Trembesi dapat tumbuh pada ketinggian 0-300 mdpl, dengan rata-rata hujan tahunan 600-3000 mm/tahun. Trembesi dapat tumbuh pada tanah lapisan dangkal dan miskin hara toleran terhadap tanah asam , dapat tumbuh pada pH yang asam sampai basa serta dengan kandungan unsur hara yang sedikit (Staples dan Elevitch 2006).

Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby and Grimes)

Falcataria moluccana (Miq.) Barneby and Grimes) yang dulu bernama Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen, famili Fabaceae mempunyai nama lokal sengon. Sebaran alami sengon adalah Irian Jaya dan Kepulauan Maluku. Sengon dapat tumbuh pada ketinggian 0 -1200 m dpl dengan curah hujan 2400 - 4800

mm/tahun. Sengon tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Toleran terhadap tanah asam, padat dan terpaan angin. Sengon mempunyai jumlah benih per 1 kg adalah 25.000 - 28.000 butir (Nurhasybi 2000).

Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.)

Enterolobium cyclocaorpum Griseb. yang biasa dikenal dengan sengon buto. Sebaran alami mulai dari daerah tropis Amerika, terutama di bagian utara, tengah dan selatan Mexico. Jenis ini tumbuh pada ketinggian 0 – 1000 m dpl dengan curah hujan 600 – 4800 mm/tahun. Tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Toleran terhadap tanah berpasir dan asin tapi bukan pada tanah berlapisan dangkal. Tahan terhadap suhu dingin dan terpaan angin. Buah sengon buto termasuk buah polong, dengan kulit keras. Bentuk polong melingkar dengan garis tengah 7 dan 5 cm sehingga pangkal buah dan ujungnya menempel. Benih masak ditandai dengan warna buah coklat tua dan berisi ± 13 benih. Benih sengon buto berukuran panjang 1,1 – 2 cm dan garis tengah 0,8 – 1,3 cm dan agak gemuk, berwarna coklat tua dengan garis coklat muda ditengahnya. Dalam 1 kg terdapat 900 – 1000 benih (Djaman 2003).

Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.)

Ceiba pentandra (L.) Gaertn. mempunyai nama lokal, kapok, cotton silk tree (Eng.); kapokier (Fr.); kapok baum (Germ.); ceiba, ceibo (Sp.); Kapuk, randu (Indonesia). Randu menyebar Secara alami pada 16°LU di AS, terus ke Amerika Tengah sampai 16°LS di Amerika Selatan. Randu dapat tumbuh di dataran pesisir sampai ketinggian di atas 500 m dpl, dengan hujan tahunan 1000-2500 mm dan suhu dari 20 sampai 27°C. Di daerah tropis randu menyebar di16°LU sampai 16°LS. Randu dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat berdrainase baik, pada tanah asam , sedikit asam sampai netral. Randu mempunyai buah yang keras, menyerupai elips, menggantung, panjang 10-30 cm, lebar 3-6 cm, jarang pecah di atas pohon. Buah berkotak lima, berisi kapuk abu-abu, terdapat 120-175 butir benih. Benih randu berwarna hitam atau coklat tua, terbungkus kapuk. Setiap kg benih terdapat 10,000-45,000 butir tergantung provenan (Salazar dan Dorthe 2001).

Perkecambahan dan Pertumbuhan Anakan

Perkecambahan benih merupakan batas antara benih yang masih terganggu pada sumber makanan dan induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara. Perkecambahan dimulai dari pengambilan air, penyerapan, diikuti dengan proses metabolisme dalam benih yang menyebabkan pembesaran embrio dan tumbuhan menjadi anakan (Schmidt 2000;2007).

Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama penyakit (Schmidt 2000). Kualitas fisiologis benih yang tinggi diperlukan untuk memperoleh kapasitas perkecambahan dan vigor yang tinggi. Kapasitas perkecambahan menunjukan kemampuan bawaan benih berkecambah dibawah kondisi yang optimal selama

8

pengujian benih, sedangkan vigor mencakup beberapa parameter yang menyatakan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang sangat dipengaruhi oleh ukuran dan massa benih (Eugenio 1993; Reich et al. 1998; Seiwa et al. 2002; Paz and Ramos 2003; Yanlong et al. 2003;Schmidt 2007).

Selain kualitas benih, tingkat dormansi benih juga menentukan keberhasilan perkecambahan benih. Dormansi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Schmidt 2000). Lebih lanjut dijelaskan Schmidt (2000;2007) bahwa umumnya dormansi dapat terjadi dalam bentuk dormansi embrio (benih secara fisiologis belum masak), dormansi mekanis (pertumbuhan embrio terhambat karena kulit biji yang tipis), dormansi fisik (kulit benih kedap air), dormansi kimia (bahan mengandung zat-zat kimia penghambat perkecambahan), dormasi cahaya (benih tidak dapat berkecambah kecuali jika berada pada kondisi cahaya) serta dormansi suhu (perkecambahan rendah tanpa perlakuan suhu yang tepat).

Famili fabaceae umumnya memiliki dormansi fisik. Oleh karena itu sebelum perkecambahan perlu dilakukan pematahan dormansi. Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan cara skarifikasi berupa perendaman air pada suhu tertentu atau perendaman dengan asam atau bahan kimia lainnya pada konsentrasi tertentu, dapat melunakkan kulit benih dan hidrasi air protoplasma sehingga mempermudah proses imbibisi dan penyerapan oksigen (Schmidt 2007). Perlakuan awal dilakukan sebelum penaburan atau penanaman benih dengan tujuan menambah kecepatan dan keseragaman perkecambahn benih (Schmidt 2007).

Penggunaan Kompos dalam Teknik Direct Seeding

Kompos merupakan bahan organik seperti daun – daunan, jerami, alang- alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh organisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat – sifat tanah. Penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dapat meningkatkan kandungan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah. Karakteristik umum dimiliki kompos antara lain; (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal; (2) menyediakan unsur hara secara lambat dan dalam jumlah terbatas; dan (3) mempunyai fungsi utama untuk memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah (Setyorini 2006).

Lahan bekas tambang mempunyai suhu tanah yang sangat tinggi, kondisi ini akan menyulitkan bagi pertumbuhan tanaman terutama yang ditanam secara langsung. Menurut Setiadi (2010) hal ini dikarenakan akar yang keluar dari kecambah menjadi terbakar, untuk mencegahnya cara yang efektif adalah dengan cara memberikan lapisan bahan organik berupa mulsa atau kompos. Dengan cara demikian, akar dari biji yang baru berkecambah bisa langsung terlindungi dengan bahan organik tersebut, sehingga biji bisa tumbuh normal.

Bahan Organik Tanah

Bahan organik (BO) adalah salah satu komponen terpenting di dalam tanah. Berperan dalam perkembangan struktur tanah dan mengatur perpindahan polutan dan bahan pencemar di dalam tanah, dan berperan penting di dalam siklus perputaran serta penyimpanan hara dan air. Rata-rata kandungan BO di permukaan tanah adalah 6%. Untuk lahan yang dapat ditanami, kandungan BO < 4%. Namun dalam 15 tahun terakhir, perubahan praktis dalam sistem pertanian telah menyebabkan konsentrasi BO menurun dibeberapa tanah (Environment Agency 2002). Bahan organik juga sering digunakan sebagai bahan amelioran untuk mereklamasi tanah-tanah terkontaminasi logam/limbah, yang bersumber dari lapisan tanah atas, atau bahan kompos, jerami, serbuk gergaji, miselia jamur, dan pupuk kandang (Moynahan et al. 2000).

Penggunaan tanaman (revegetation) sebagai sumber BO untuk mengembalikan kesuburan tanah, meningkatkan populasi mikroorganisme, sehingga keracunan logam-logam berat dapat menurun akibat aktivitas mikroorganisme tanah telah banyak dilakukan. Pemanfaatan tanaman cepat tumbuh (fast growing species) seperti sengon buto, sengon, angsana (Pterocarpus indicus), dan gmelina (Gmelina arborea) sebagai sumber BO lebih efektif dibandingkan tanaman semusim (Puradyatmika & Husin 1999). Selain itu pemanfaatan tanaman kacang-kacangan dan tanaman penutup tanah (Leguminosa) sebagai sumber N juga banyak digunakan pada lingkungan tanah terkontaminasi logam berat.

Logam Berat

Kehadiran logam berat secara berlebihan dapat menyebabkan polusi pada air bawah tanah, toksik pada tanaman, dan pengaruh merugikan bagi jaringan tanaman atau mikroorganisme tanah (California State Water Resources Control Board 2000). Lingkungan tanah yang terkontaminasi logam berat merupakan salah satu kendala utama, karena adanya saling interaksi secara langsung maupun tidak langsung dengan organisme di atas permukaan tanah (manusia, tumbuhan, binatang) maupun di dalam tanah (mikroorganisme). Sumber antropogenik dari tanah terkontaminasi terbagi dalam 5 kelompok, yaitu : (1). Penambangan logam Fe dan peleburan (As, Cd, Hg); (2). Industri (As, Cd, Cu, Pb, Sm, U, Zn); (3). Deposisi atmosfir (As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, U); (4). Pertanian (As, Cd, Cu, Pb, Sm, U, Zn); (5). Pembuangan sampah/limbah (As, Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Zn) (Turpeinan 2002).

Tingkat ketersediaan logam berat tergantungpada pH lingkungan dimana logam tersebut berada.Pada pH rendah ketersediaan beberapa logam berat meningkat, seperti : Fe, Al, Cu, Zn, dalam bentuk larut. Ion Al3+ larut pada pH < 5.5, sedangkan pada pH 5.5 terjadi pengendapan Al dalam bentuk Al(OH)3. Pada pH < 8, Cd dalam bentuk bebas,Cd+2 dan Cd(OH)+ mulai terbentuk pada kisaran pH 7 – 7.5, dan Cd(OH)2 pada pH 9 (Babich dan Stotzki 1978).

10

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada Agustus-Desember 2011, di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan PT Tunas Inti Abadi, Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu top soil dan benih jenis tanaman kehutanan. Benih yang digunakan yaitu sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), benih sengon (Falcataria moluccana), trembesi (Samanea saman) yang didapatkan dari Bogor dan randu (Ceiba pentandra) didapatkan dari Batulicin Kalimantan Selatan. Pupuk kandang diperoleh dari Desa Trimartani. Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu bak kecambah, sprayer, timbangan analitik dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan 3 percobaan, Percobaan I Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih, Percobaan II Adaptasi Benih Tanaman Kehutanan di Lahan Pasca Tambang dan Percobaan III Pengaruh Penambahan Pupuk Kandang Pada Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Hasil Direct Seeding.

Percobaan I

Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih

Percobaan dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2011 di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan rumah kaca PT Tunas Inti Abadi Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Pengujian mutu fisik benih dilakukan dengan metode berat 1000 butir benih menurut ISTA sedangkan mutu fisiologis benih dilakukan dengan cara mengecambahkan benih dengan metode standard.

Pengujian Mutu Fisik Benih

Pengujian mutu fisik benih merupakan bentuk kegiatan pengujian terhadap benih yang diuji untuk mendapatkan informasi tentang kondisi fisik benih. Pengujian mutu fisik benih dilakukan dengan cara metode 1000 butir benih hal ini dikarenakan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah benih per kg dari suatu jenis yang dapat dijadikan standar dalam perencanaan kebutuhan benih untuk persemaian maupun penanaman. Pengujian 1000 butir benih dilakukan dengan cara: mengambil sejumlah 100 butir benih dengan 8 kali ulangan secara acak dari contoh kerja, kemudian ditimbang.

Pengujian Mutu Fisiologis

Pengujian mutu fisiologis benih dimaksudkan sebagai penentuan kualitas dari metabolisme yang terjadi didalam benih. Pengujian mutu fisiologis benih dilakukan dengan mengecambahkan benih dengan metode standar. Tahapan - tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Penyiapan media kecambah

Media kecambah yang digunakan adalah tanah (topsoil). Media kecambah kemudian dimasukan kedalam bak-bak kecambah dengan jumlah yang disesuaikan dengan jumlah unit percobaan. Pengecambahan benih dilakukan terhadap masing-masing jenis yang dikecambahkan sebanyak 50 benih dengan ulangan 3 kali.

Pematahan dormansi

Pematahan dormansi dilakukan sebelum pengecambahan. Pematahan dormansi dilakukan sesuai dengan karakteristik benihnya. Pematahan dormansi benih sengon buto, trembesi dan sengon dilakukan dengan cara merendam biji dengan air yang mendidih selama 3 menit, kemudian air panas dibuang dan selanjutnya direndam dengan air dingin semalam, kurang lebih 6 jam (Mansur 2010). Pematahan dormansi randu dilakukan dengan cara direndam pada air dingin selama 1 jam.

Pengamatan dan Analisis Data

Data yang diamati dalam pengujian mutu fisik benih yaitu berat 1000 butir dan jumlah benih per kg, sedangkan dalam pengujian fisiologis benih data yang diamati yaitu daya kecambah dan laju kecambah. Analisis data yang digunakan dalam pengujian mutu fisik benih dengan cara pengujian 1000 butir. Rumus yang digunakan: Standar Deviasi S = n x 2 −( x)2 n(n−1) Koofisien korelasi = s x 100 Dimana:

x = berat masing-masing ulangan n = jumlah ulangan

∑ = jumlah total

Menurut peraturan ISTA jika koefisien keragaman tidak kurang lebih dari 4.0, maka analisa diterima. Sedangkan jika CV lebih dari 4, maka ulangan ditambah 8 ulangan (menjadi 16 ulangan).

Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk berkecambah normal dalam kondisi optimum yang diukur dalam persentase kecambah normal terhadap jumlah benih yang ditanam. Daya berkecambah dapat dihitungmenggunakan rumus;

� � � � ℎℎ % = � ℎℎ ℎ

12

Laju perkecambahan dihitung untuk mengetahui jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikel atau plumula. Laju perkecambahan dapat dihitung berdasarkan rumus;

� � � ℎℎℎℎℎ � = N1T1 + N2T2 +⋯+ NxTx Jumlah total benih berkecambah Keterangan: N ; Jumlah benih yang berkecambah

T ; waktu atau hari yang diperlukan untuk berkecambah.

Percobaan II

Adaptasi Benih Tanaman Kehutanan Di Lahan Pasca Tambang

Penanaman langsung dilakukan untuk mendapatkan teknik pembenihan langsung yang sesuai untuk rehabilitasi lahan pasca tambang. Tahapan percobaan yang dilakukan sebagai berikut:

a. Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan adalah lahan yang sudah selesai proses kegiatan pertambangan, dan telah dilakukan penutupan tambang. Persiapan lahan diawali dengan membagi areal berdasarkan rancangan penelitian yang dilakukan. Setelah pembagian lahan dilakukan pembuatan lubang tanam dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm dengan jarak tanam 4 x 4 m. Ulangan setiap jenis tanaman sebanyak 50.

b. Perlakuan Awal Benih

Perlakukan awal benih masing – masing spesies pada Percobaan II dilakukan dengan cara yang sama seperti pada Percobaan I.

c. Metode Direct Seeding

Metode Direct seeding pada penelitian ini dilakukan dengan cara menaburkan benih pada lubang tanam. Setiap lubang tanam ditaburkan 5 benih dengan kedalaman 0,5 cm.

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan cara menjaga dan mengamati benih yang ditanam dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung serta predator yang lainnya.

Percobaan III

Pengaruh Penambahan Pupuk Kandang Pada Perkecambahan Dan Pertumbuhan Bibit Hasil Direct Seeding

Penanaman langsung dilakukan untuk mendapatkan teknik pembenihan langsung yang sesuai untuk rehabilitasi lahan pasca tambang. Tahapan percobaan yang dilakukan sebagai berikut:

a. Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan adalah lahan yang sudah selesai proses kegiatan pertambangan, dan telah dilakukan penutupan tambang. Persiapan lahan diawali dengan membagi areal berdasarkan rancangan penelitian yang dilakukan. Setelah pembagian lahan dilakukan pembuatan lubang tanam dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm dengan jarak tanam 4 x 4 m. Pada percobaan ini dilakukan pemberian pupuk kandang sebanyak 2 kg pada tiap lubang tanam. Ulangan setiap jenis tanaman sebanyak 50.

b. Perlakuan Awal Benih

Perlakukan awal benih masing – masing spesies pada Percobaan III, dilakukan dengan cara yang sama pada Percobaan I.

c. Metode Direct Seeding

Metode Direct seeding pada penelitian ini dilakukan dengan cara menaburkan benih pada lubang tanam yang telah diberi pupuk kandang. Setiap lubang tanam ditaburkan 5 benih dengan kedalaman 0,5 cm.

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan cara menjaga dan mengamati benih yang ditanam dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung serta predator yang lainnya.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data pada Percobaan II dan Percobaan III antara lain:

a. Daya Berkecambah

Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk berkecambah normal dalam kondisi optimum yang diukur dalam persentase kecambah normal terhadap jumlah benih yang ditanam. Daya berkecambah dapat dihitung berdasarkan rumus;

� � � � ℎℎ % = � ℎℎ ℎℎ

� ℎℎ� � ℎ × 100%

b. Laju Perkecambahan

Jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikel atau plumula. Laju perkecambahan dapat dihitung berdasarkan rumus;

� � � ℎℎℎℎℎℎℎℎ � = N1T1 + N2T2 +⋯+ NxTx Jumlah total benih berkecambah Keterangan: N ; Jumlah benih yang berkecambah

14

c. Tinggi (cm)

Pengukuran tinggi dilakukan sejak satu bulan penanaman, selanjutnya pengukuran dilakukan setiap 2 minggu. Pengukuran tinggi dimulai dari kotiledon sampai pucuk tertinggi.

d. Diameter (mm)

Pengukuran dilakukan diameter dilakukan diatas kotiledon, pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper, pengukuran dilakukan setiap 4 minggu.

e. Pengamatan Lingkungan

Pengamatan keadaan lingkungan hanya dilakukan pada lokasi penanaman metode direct seeding, selama penelitian berlangsung.

f. Analisis Tanah Rutin

Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah, dan mengetahui kandungan unsur hara. Analisis tanah dilakukan Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah Universitas Lambung Mangkurat.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, dimana

� = µ +� +�

Dimana: Yij = Respon pertumbuhan pada perlakuan ke –i, ulangan ke-j µ = Nilai rata-rata umum

αi = Pengaruh jenis tanaman ke-i

εij = Galat percobaan dari ulangan ke- j pada perlakuan ke- i Analisis Data

Analisis data menggunakan ANOVA dan pengujian lanjutan menggunakan uji lanjut LSD. Pengolahan data akan menggunakan program SAS.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Posisi Geografis

PT Tunas Inti Abadi (PT TIA) terletak di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. PT TIA berada pada empat wilayah adminstrasi kecamatan yakni Kecamatan Angsana, Kecamatan Sungai Loban, Kecamatan Kusan Hulu dan Kecamatan Satui. Lokasi tambang berbatasan langsung dengan lima desa yaitu Desa Sebamban Lama, Desa Sebamban Baru, Desa Trimartani, Desa Bunati, dan Desa Mangkalapi. Selain berbatasan dengan desa wilayah kuasa pertambangan eksploitasi PT TIA berbatasan dengan beberapa konsesi batubara, sebagai berikut : Konsesi Pertambangan Eksploitasi PT Multi Cahaya Prima (PT MCP), PT Aneka Cipta Prima, PT Dipta Iriana Sejahtera dan PT Sinar Megah Prima berbagi batas dengan Barat KP Eksploitasi PT TIA, bersama – sama dengan konsesi batubara PT Borneo Indo Bara (PT BIB), perusahaan ini adalah pemegang PKP2B yang pada saat ini telah berproduksi, wilayah PKP2B PT Borneo Indo Bara berbagi batas dengan PT Tunas Inti Abadi sebelah Utara dan Timur. Secara geografis kuasa pertambangan (KP) PT TIA berada pada koordinat

115o54’ 00” – 115o57’ 30” BT dan 3o34’ 30” – 3o37’ 00” LS (PT TIA 2010).

Lokasi penambangan batubara dapat ditempuh dari Jakarta dengan cara perjalanan dari Jakarta – Banjarmasin menggunakan pesawat terbang selama kurang lebih 2 jam, dilanjutkan perjalanan darat dengan menggunakan mobil melalui jalan aspal (jalan propinsi) Banjarmasin – Kecamatan Angsana, berjarak 260 km. Dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 4 jam. Lokasi site PT TIA yang berada di daerah Sebamban, yang berjarak ± 30 km dari kota kecamatan ditempuh dengan mobil double gardan melalui ruas jalan angkut batubara selama 30 menit (PT TIA 2010).

Status Kawasan PT Tunas Inti Abadi

Berdasarkan status kawasan hutan menurut SK Menhutbun Nomor 453 tahun 1999 lokasi tambang PT Tunas Inti Abadi dengan luas areal 2.355,2 ha berada di kawasan hutan produksi (HP) dan sedikit hutan produksi konversi (HPK), jalan berada di kawasan hutan konversi (HK) dan hutan produksi (HP), dan pelabuhan khusus batubara berada di kawasan areal penggunaan lain (APL), sedangkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Kalimantan Selatan lokasi tambang berada di kawasan hutan produksi (HP) dan

Dokumen terkait