• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saat ini perkembangan dibidang bioteknologi mengalami kemajuan yang pesat khususnya dalam hal penemuan kandungan sumber daya alam yang sangat berpotensi bagi kehidupan manusia terutama dalam bidang kesehatan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sampai saat ini diketahui bahwa sumber daya laut khususnya spons memiliki kandungan bioaktif yang sangat berpotensi sebagai bahan baku obat. Perkembangan ini masih terus berlanjut sebagai usaha untuk mengidentifikasi manfaat spons bagi kehidupan manusia.

Spons laut yang digunakan pada penelitian ini adalah Aaptos aaptos (Aa), yang telah diketahui memiliki kandungan senyawa alkaloid dan aptamin dengan aktivitas penghambatan terhadap a- adrenoreceptor (Munro et al., 1999). Selain itu, senyawa alkaloid lain yang didapatkan dari spons Aa memiliki aktivitas sebagai antikanker, anti- HIV dan anti-mikroba (Nakamura et al., 1987). Oleh karena itu spons Aaptos aaptos (Aa) merupakan salah satu jenis spons yang perlu dipertimbangkan dalam upaya pengembangan budidaya melalui fragmentasi. Pemanfaatan spons umumnya diambil secara langsung dari alam dan hanya sebagian kecil yang diperoleh dari hasil budidaya. Cara seperti ini jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan akan mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kepunahan.

Metode-metode untuk mencari jalan keluar dari masalah penyediaan bahan baku telah banyak diujicobakan. Metode yang paling sederhana adalah dengan membuat bahan kimia sintesis dari compound target. Sebagian besar produk

23 alami tidak dapat dibuat bahan sintetisnya karena tingginya kompleksitas struktur kimianya. Bahan-bahan bioaktif spons dapat dibuat sintetisnya pada skala laboratorium, tetapi untuk meningkatkan menjadi skala yang lebih besar menjadi tidak layak (Munro et al., 1999).

Langkah nyata yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan metode fragmentasi spons. Spons memiliki kemampuan untuk dapat memperbaiki diri dengan membangun sel-sel jaringannya yang telah mati (Sipkema et al., 2004), walaupun pada beberapa kasus tidak berhasil dan hanya pada beberapa sel primer yang mampu berkembang (Ilan et al., 1996; De Rosa et al., 2003). Kultur jaringan spons (primmorphs) adalah metode lain yang juga telah diujicoba (Muller dan Schroder, 2000), tetapi seperti pada kultur sel, masih banyak penelitian yang perlu dilakukan. Kemungkinan lain yang masih sangat baru di bidang bioteknologi kelautan yaitu dengan melakukan kloning pada gen yang relevan ke dalam mikroba yang dapat difermentasikan untuk menghasilkan metabolit sekunder bioaktif (Salomon et al., 2004). Kultur spons secara in vivo juga sudah diujicoba oleh beberapa peneliti (Osinga et al., 2001; Mendola, 2003).

Budidaya laut (mariculture) merupakan metode yang paling menjanjikan untuk memproduksi biomasa spons dari semua metode yang sudah pernah diujicobakan oleh beberapa peneliti. Metode yang paling banyak digunakan untuk membudidayakan spons adalah metode gantung. Metode gantung ini sudah diujicobakan pada spons mandi (bath sponge) sejak lama yang dilakukan oleh Schmidt dan Buccich di laut Mediterania, dan selanjutnya oleh Moore di Florida (Duckworth dan Battershill, 2003a). Metode gantung dilakukan dengan cara mengikat fragmen spons pada tali. Kestabilan posisi spons dibantu oleh keberadaan sistem pelampung.

24 Duckworth et al., (1999); Dukworth dan Battershill (2003a) melakukan penelitian terhadap tiga teknik baru untuk budidaya spons di New Zealand sebagai sumber bahan metabolit bioaktif. Metode pertama, spons dibudidayakan pada kantung-kantung berlubang. Keuntungan dari metode ini adalah spons tidak mengalami stress jika dibandingkan dengan metode budidaya lain; spons diletakkan di dalam kantung berlubang tanpa mengalami kerusakan secara fisik sebagai hasil dari perlengketan. Sebaliknya, organisme penempel yang tumbuh pada lubang dapat menghalangi aliran air yang masuk ke spons. Metode kedua, peneliti mencoba untuk mengikat fragmen spons pada tali. Metode ketiga, spons digantung dengan membungkusnya pada tali yang tipis. Dua metode terakhir tidak sesuai untuk budidaya spons, karena spons akan tumbuh dan terlepas jauh dari tali dan hilang. Spons juga dapat dibudidayakan pada kerangka (frame) yang berbentuk baki dan ditambatkan di dasar laut (Muller et al., 1999; van Treeck et al., 2003). Metode terakhir juga digunakan untuk membudidayakan invertebrata lain yang bersifat sesil seperti bryozoan Bugula neritina (Mendola, 2003). Metode fragmentasi dengan menggunakan kerangka (frame) ini diujicobakan juga pada penelitian ini di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Selain dengan metode rak horisontal seperti yang sudah dilakukan oleh peneliti lain, pada penelitian ini dilakukan juga dengan penambahan metode yaitu metode kerangka (frame/rak) yang diberdirikan posisinya sehingga menjadi vertikal dan fragmen spons diikatkan pada kerangka atau rak tersebut. Posisi fragmen spons berada jauh dari dasar perairan atau substrat sehingga diharapkan tidak terpengaruh dengan pengadukan dasar perairan pada saat meningkatnya arus.

Selama ini fragmentasi spons yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya tidak mempertimbangkan mengenai luka yang terjadi akibat dari

25 fragmentasi tersebut. Kondisi luka pada spons baik luas maupun jumlah merupakan faktor penting yang ikut menentukan kelangsungan hidup dan selanjutnya pertumbuhan spons. Karena kemampuan beberapa organisme termasuk spons untuk hidup dan tumbuh kembali setelah perlukaan sangat tergantung dari ukuran dan jumlah luka (Chadwick and Loya, 1990 ; Duckworth, 2003), dimana luka yang besar dan banyak seringkali menyebabkan fatal terhadap spons. Jaringan yang melakukan regenerasi untuk tumbuh membutuhkan energi yang besar di luar energi yang diperlukan untuk melakukan pertumbuhan dan reproduksi yang selanjutnya menurunkan kesegaran spons. Luka yang besar dapat menyebabkan rusaknya sistem saluran spons, menurunkan efisiensi penyerapan nutrien, dan dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies spons.

Sebagai pengembangan metode budidaya spons, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai sintasan (tingkat kelangsungan hidup), laju pertumbuhan spesifik dan perkembangan gamet spons yang difragmentasikan dengan menggunakan metode rak horisontal dan vertikal, spons dengan beberapa jumlah luka (1-4 luka) pada tubuhnya, serta menguji coba ukuran fragmen 1 cm sebagai ukuran terkecil pada penelitian ini. Pengukuran terhadap kondisi lingkungan di lokasi fragmentasi juga dilakukan untuk mengetahui parameter yang sangat berperan untuk mendukung fragmentasi spons. Beberapa parameter yang mendukung pertumbuhan spons hasil fragmentasi tersebut adalah suhu air, kecepatan arus, TSS (Total Suspended Solid), salinitas, pH, TOM (Total Organic Matter), silikat, ammonia, fosfat, nitrat, COD (Chemical Oxygen Demand), DO (Disolve Oxygen).

26 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji kelayakan kondisi kualitas air pada dua lokasi fragmentasi yang berbeda yaitu lokasi yang terlindung dan terbuka, sehingga diketahui kondisi kualitas air yang optimal mendukung pertumbuhan dan perkembangan spons Aa

2. Mengkaji metode pemeliharaan fragmen spons yang optimal melalui penempatan pada rak horisontal vs vertikal untuk mengefisienkan ruang pemeliharaan

3. Mengkaji pengaruh jumlah luka dan ukuran fragmen spons Aa untuk memanfaatkan seoptimal mungkin fragmen spons yang tersedia yang selama ini tidak dimanfaatkan dalam proses fragmentasi buatan di alam

27 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi penelitian

Penelitian fragmentasi buatan di alam dilakukan di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan terletak di barat Pulau Burung (ST1) (0505205,5” LS dan 10603571,2’’ BT), dan di selatan Pulau Pari (ST2) (0505222,4” LS dan 10603676,1’’ BT) perairan gugusan Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 3). Waktu penelitian dimulai pada bulan Mei 2006 sampai bulan April 2007. Rincian waktu penelitian adalah : penelitian fragmentasi dengan metode transplantasi pada rak horisontal dan vertikal dilaksanakan pada bulan Mei 2006 sampai Juli 2006. Penelitian dengan perlakuan luka dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 sampai April 2007.

Penelitian fragmentasi dilakukan dalam beberapa tahap yang meliputi :

1. Survei lokasi penelitian 2. Persiapan alat dan bahan

3. Pemotongan fragmen, penurunan rak dan pengikatan sampel

4. Pengukuran dan pengamatan kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, dan pengukuran parameter fisika dan kimia air yang mendukung kehidupan spons.

Lokasi penelitian ditetapkan pada perairan yang terlindung dengan kode stasiun ST1 yang memiliki permukaan air tenang sehingga mengakibatkan sedimentasi yang lebih tinggi dan tidak terganggunya proses penempelan fragmen karena sedikitnya gesekan dengan tali nilon akibat tidak adanya gelombang dan arus yang besar. Lokasi lainnya ditetapkan di perairan yang terbuka dengan kode stasiun ST2 yang lebih memungkinkan fragmen spons memperoleh oksigen lebih banyak karena adanya gelombang dan arus yang lebih besar. Selain itu gelombang

28 Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

29 dan arus dapat membawa makanan dan menghambat terjadinya sedimentasi. Adanya pengaruh gelombang dan arus memungkinkan kandungan oksigen terlarut yang ada lebih banyak, serta didukung oleh substrat dasar terumbu karang yang memungkinkan adanya keragaman biota dasar yang dapat bersimbiosis dalam membantu proses pertumbuhan spons.

Prosedur Penelitian

Kondisi Fisika-Kimia Air di Lokasi Penelitian

Data hasil pengukuran parameter fisika-kimia air di dua lokasi fragmentasi spons yaitu ST1 dan ST2 dianalisis. Sample air diambil setiap bulan dan bersamaan dengan saat dilakukan pengukuran pertumbuhan spons selama 6 bulan. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kelayakan kondisi kualitas air yang optimal bagi pertumbuhan fragmen spons yang difragmentasikan berdasarkan baku mutu air laut sesuai dengan (Kep.Men 179/Men.KLH/2004) (Lampiran 1). Parameter fisika dan kimia air yang diukur secara in situ meliputi suhu, salinitas, pH serta kecepatan arus. Sedangkan parameter fisika dan kimia yang diukur di Laboratorium Kimia Oseanografi dan Produktivitas Lingkungan Departemen ITK-FPIK IPB meliputi TSS (Total Suspended Solid), TOM (Total Organic Matter), silikat, amonia, fosfat, nitrat, COD (Chemical Oxygen Demand), dan DO (Disolve Oxygen)).

Parameter dan alat yang digunakan pada pengukuran parameter fisik-kimia air ini dapat dilihat pada Tabel 1.

30 Tabel 1. Parameter fisik-kimia air yang diukur

No. Parameter Satuan Alat/Metode

Fisika Perairan

1. Suhu ºC Termometer air raksa

2. Kecepatan arus m/s Floating drouge, kompas bidik dan stopwatch

3. TSS (Total Suspended Solid)

mg/l Gravimetrik Kimia Perairan

1. Salin itas 0/00 Refraktometer

2. Derajat keasaman (pH) - pH meter 3. TOM (Total Organic

Matter)

mg/l Titrasi permanganat

4. Silikat (SiO3) mg/l Ascorbic acid spectrofotometri 5. Amonia (NH3) mg/l Phenat spectrofotometric 6. Fosfat (PO4) mg/l Ascorbic acid spectrofotometric 7. Nitrat (NO3) mg/l Brucine spectrofotometric 8. COD (Chemical Oxygen

Demand)

mgO2/l Refluks terbuka (Heat of dilusion) 9. DO (Disolve Oxygen) mg/l Titrasi Winkler

Pemeliharaan fragmen spons pada rak horisontal dan vertikal

Induk spons diambil langsung dari alam dengan cara melakukan penyelaman menjelajahi di sekitar lokasi penelitian. Induk yang didapat diambil sekitar 25% dari total tubuhnya kemudian ditempatkan pada wadah yang terendam air laut dan selanjutnya diangkat dan dilakukan pemotongan menjadi fragmen berukuran ± 3 cm x 3 cm. Sebanyak 336 fragmen diperoleh dari hasil pemotongan tersebut dan kemudian ditempatkan pada masing-masing stasiun (ST1 dan ST2) secara merata sebanyak 168 fragmen. Masing-masing metode rak horisontal dan vertikal ditempatkan 84 fragmen. Kegiatan pemotongan dan penusukan fragmen seluruhnya dilakukan di atas kapal.

Spons yang di fragmentasi di ST1 merupakan fragmen spons yang berasal dari perairan terbuka (ST2), sedangkan fragmen spons pada ST2 merupakan fragmen spons yang berasal dari perairan tertutup (ST1). Pemindahan fragmen ini dilakukan sebagai uji coba terhadap fragmen spons untuk mengetahui ketahanan serta kemampuan adaptasi spons terhadap kondisi lingkungan.

31 Metode fragmentasi spons yang digunakan pada penelitian ini adalah yang dikembangkan oleh Duckworth et al., 1999. Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu rak horizontal dan rak vertikal (Gambar 4 a dan b). Rak terbuat dari bingkai besi berukuran 1 m x 1 m yang ditancapkan pada substrat. Fragmen yang telah dipotong dan diuntai diikatkan pada rak dengan posisi horisontal dan vertikal.

Gambar 4. Bentuk rak fragmentasi (a) Rak Horizontal, (b) Rak Vertikal

Jumlah fragmen yang ditempatkan pada tiap rak sebanyak 84 fragmen dan pada tiap lokasi penelitian secara keseluruhan terdapat fragmen spons sebanyak 168 fragmen. Fragmen yang akan ditempatkan di rak sebelumnya diuntai pada sebuah tali polyetilen berdiameter 0,5 mm dengan panjang kurang lebih 1,5 m dengan cara ditusukkan (Gambar 5a) dan kemudian diikatkan pada tiap-tiap rak yang sudah ditancapkan di kedalaman 7 m. Dalam satu untaian terdapat 12 potong fragmen yang disusun seperti tampak pada Gambar 5b. Penempatan jaring pada bagian bawah rak adalah untuk mencegah fragmen bergeser dan berputar, selain itu penempatan jaring juga bertujuan untuk menghindari ikan yang mengganggu fragmen yang baru ditempatkan.

32

Sumber : Koleksi Pribadi

Gambar 5. a) Penempatan tali polyetilen pada fragmen, b) Penempatan fragmen pada rak.

Pengukuran pertumbuhan fragmen spons dimulai setelah satu minggu fragmen diletakkan pada rak dan kondisi luka serta stress pada spons telah hilang. Pengukuran dan pengambilan data pertumbuhan dilakukan tiap akhir minggu selama 5 minggu. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran pertumbuhan melingkar atau keliling dari tiap fragmen yang difragmentasi. Cara pengukurannya yaitu, 1) pengukuran panjang lingkar horisontal (plh), yaitu arah pertumbuhan fragmen yang sejajar dengan tali polyetilen dan 2) pengukuran panjang lingkar vertikal (plv), yaitu arah pertumbuhan fragmen yang tegak lurus dengan posisi tali polyetilen. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran plastik elastis dengan tujuan agar pengukuran dapat mengikuti kontur tubuh dari fragmen spons (Gambar 6).

33 Pengaruh jumlah luka dan ukuran fragmen spons

Fragmen spons Aa yang digunakan pada penelitian pengaruh jumlah luka dan ukuran adalah spons yang sudah difragmentasikan dan dipelihara selama 3 bulan, kemudian difragmentasikan kembali dengan perlakuan luka. Fragmen spons yang digunakan dalam penelitian ini adalah spons yang telah difragmentasi pada perlakuan metode rak. Karena hasil penelitian dari metode rak tersebut menunjukkan bahwa baik tingkat kelangsungan hidup maupun laju pertumbuhan spesifik spons yang difragmentasi lebih baik pada ST2 dibanding ST1 maka penelitian pengaruh jumlah luka pada spons dilakukan di ST2. Sebagai kontrol maka spons yang sudah difragmentasi pada metode rak tidak difragmentasikan kembali namun dibiarkan dan dihitung tingkat kelangsungan hidupnya serta diukur pertumbuhannya untuk selanjutnya dibandingkan dengan spons yang difragmentasi.

Pemotongan spons dilakukan dengan menyisakan minimal satu sisi yang tidak terpotong dan mengikuti morfologi spons tersebut karena ukuran dan bentuk dari tiap induk yang diperoleh berbeda. Proses pemotongan dan persiapan dilakukan diatas kapal dan berlangsung selama 30 menit untuk menghindari stress pada fragmen spons.

Fragmen spons yang difragmentasikan diberikan beberapa perlakuan berupa jumlah luka/sayatan pada tubuhnya yaitu fragmen dengan satu luka, dua luka, tiga luka, empat luka, dan fragmen tanpa luka (kontrol). Masing-masing perlakuan tersebut memilik i ukuran panjang dan lebar sebesar ± 3 cm x 3 cm serta fragmen pada ukuran ± 1 cm x 1 cm(Gambar 7). Tiap fragmen tersebut ditusuk oleh sebuah jarum dan dilewati seutas tali polyetilen. Setiap perlakuan terdiri dari 40 fragmen dan empat fragmen pada kontrol (tanpa luka). Masing-masing perlakuan pada tiap fragmen diikatkan pada rangka besi ukuran ± 1 m x 1 m dengan posisi horizontal di tiap stasiunnya (Gambar 4a). Jarak antar fragmen pada seutas tali adalah ± 10 cm dan untuk mencegah terjadinya pergeseran fragmen maka pada setiap sisi fragmen diikatkan dengan cable tie.

34 Fragmentasi

Spons Aa di alam Spons

Difragmentasikan kembali

Fragmen 1 luka Fragmen 2 luka Fragmen 3 luka Fragmen 4 luka Fragmen ukuran 1 cm2

Sumber : koleksi Pribadi

Gambar 7. Prosedur fragmentasi spons Aa dengan lukaan Kerangka besi dengan posisi horizontal plh plv

35 ij j i ij= µ+t +e Y Analisis data

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (sintasan) spons dapat diketahui dengan membandingkan antara jumlah fragmen spons yang hidup pada akhir penelitian (Nt) dengan jumlah fragmen awal (N0). Rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup spons adalah sebagai berikut:

... (1)

dimana : S = Kelangsungan hidup Nt = Jumlah individu akhir N0 = Jumlah individu awal Laju pertumbuhan spesifik

Pengukuran laju pertumbuhan spesifik spons yang difragmentasi dilakukan dengan menggunakan rumus :

... (2)

dimana : SGR = Laju Pertumbuhan Spesifik (%) = Rata-rata panjang awal (cm) = Rata-rata panjang akhir (cm) t = waktu (hari)

Analisis statistik

Analisis pengaruh posisi rak (horisontal dan vertikal) pada masing-masing stasiun terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan spesifik spons dilakukan dengan menggunakan Analisis varian (ANOVA) klasifikasi dua arah dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) (Gomez dan Gomez, 1995), yang dioperasikan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2003 dan software Minitab (two way). Rumus yang digunakan adalah :

... (3) 100 x t L L L L = SGR n tn o Lt Lo S= Nt Nox100

36 dimana : i = 1, 2,..., t dan j = 1, 2,..., r

Yij = Pengamatan perlakuan (posisi rak) ke- i dan ulangan (stasiun) ke-j

µ = Rataan umum

ti = Pengaruh posisi rak ke- i

ßj = Pengaruh stasiun fragmentasi ke- j

eij = Pengaruh acak pada posisi rak ke- i dan stasiun ke- j

Penggunaan rancangan RKLT dalam penelitian ini adalah karena adanya faktor perlakuan metode rak dan lokasi (stasiun penelitian) yang digunakan sebagai landasan pengelompokan. Pengelompokan ini didasarkan pada adanya pola keragaman yang berbeda antara ST1 yang tertutup dan ST2 yang terbuka.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F untuk melihat adakah pengaruh metode rak dan stasiun terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan spesifik spons Aaptos aaptos. Analisis lebih lanjut dengan uji T untuk rancangan kelompok lengkap teracak dilakukan jika hasil uji F berbeda nyata.

Analisis terhadap perlakuan jumlah luka dikelompokkan berdasarkan perlakuan, kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik. Percobaan terdiri dari enam jenis yaitu fragmen tanpa luka (kontrol), fragmen satu luka, dua luka, tiga luka, empat luka dan fragmen pada ukuran 1 cm2. Untuk menganalisis pengaruh perlakuan luka terhadap respon kelangsungan hidup (sintasan) dan laju pertumbuhan spesifik spons digunakan analisis ragam (ANOVA) klasifikasi dua arah dengan Rancangan Acak kelompok (Hanafiah, 2005) yang dioperasikan dengan bantuan software Minitab (Two way) dan Microsoft Excel 2003. Penggunaan RAK pada penelitian ini karena hewan uji yang diamati berada dalam kondisi yang heterogen/adanya sumber keragaman lain (jumlah luka) yang dijadikan sebagai dasar pengelompokan.

Analisis ragam akan menunjukkan beda nyata atau tidak pada tiap perlakuan luka bagi sintasannya dan pertumbuhan, kemudian dilakukan uji lebih lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji BNT0,05 pada selang kepercayaan 95% dengan rumus sebagai berikut (Hanafiah, 2005):

37 Sd = r 2 2S ... (5)

dimana: Xi dan Xj adalah rataan perlakuan ke- i dan ke- j

Dij = perbedaan atau selisih rata-rata antar perlakuan ke- i dan ke- j Sd = galat baku beda rata-rata

r = banyaknya ulangan yang sama untuk kedua perlakuan s2 = kuadrat tengah galat

ta/2 = t tabel pada taraf nyata a dengan n (derajat bebas)

bila D<BNT berarti selisih rata-rata antar perlakuan tidak berbeda nyata, dan bila D>BNT maka selisih rata-rata antar perlakuan berbeda nyata.

Model observasi dari Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang digunakan untuk menganalisis perlakuan luka adalah sebagai berikut (Hanafiah, 2005):

... (6)

dimana: Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan luka- i, dan ulangan ke- j µ = Nilai tengah umum

ti = Pengaruh perlakuan luka- i k = Pengaruh kelompok

eij = Galat percobaan pada perlakuan- i ulangan ke- j Yij=µ+k+ti+eij

38 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kualitas Air di Lokasi Penelitian

Kondisi kualitas air yang ideal sangat diperlukan bagi fragmen spons Aa untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu air adalah 30 0C, derajat keasaman (pH) berkisar antara 8,05-8,13 yang merupakan pH normal air laut sehingga fragmen dapat tumbuh dalam dukungan kondisi yang normal. De Voogd (2005) menyatakan bahwa spons dapat tumbuh pada kisaran suhu 26-31o C. Kandungan total suspended solid (TSS) berkisar antara 5,3-7,3 g/ml, sehingga lokasi ini masih mendukung kehidupan jasad autotrof yang ada di dalamnya, begitupun dengan salinitasnya yang berkisar antara 31-340/00. Hasil pengukuran parameter fisika kimia air yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik spons dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.

Tabel 2. Hasil pengukuran parameter fisika kimia air dan standar deviasi

No Parameter Satuan ST1 ST2 Baku

mutu

I Fisika

1 Suhu oC 29,25±0,96 29,25±0,96 28-30

2 Kecepatan Arus m/s 0,033±0,004 0,055±0,005

3 TSS (Total Suspended Solid) g/ml 7,13±0,15 5,18±0,15 20

II Kimia

1 Salinitas 0/00 32,50±0,56 33,25±0,56 33-34

2 Derajat Keasaman (pH) - 7,0-7,1 7,7-7,8 7,0-8,5

3 TOM (Total Organic Matter) mg/l 3,79±0,08 3,55±0,06

4 Silikat (SiO3) mg/l 0,43±0,08 0,33±0,03

5 Amonia (NH3) mg/l 0,45±0,009 0,32±0,02 0,3

6 Fosfat (PO4) mg/l 0,16±0 0,16±0 0,015

7 Nitrat (NO3) mg/l 0,235±0,05 0,255±0,006 0,008

8 COD (Chemycal Oxygen Demand) mgO2/ l 16±0,81 12,25±0,5

39 Secara umum bila dilihat dari hasil pengukuran kondisi fisika kimia air yang dip eroleh, maka perairan di sebelah Barat (ST1) dan Selatan (ST2) Gugusan Pulau Pari berbeda jika dilihat dari parameter kecepatan arus, TSS, COD, DO, Amonia, dan Silikat. Berdasarkan baku mutu kualitas air (Kep.Men 179/Men.KLH/2004), kondisi perairan di kedua lokasi penelitian menunjukkan kualitas air yang baik dan dapat menunjang kehidupan organisme termasuk jasad autotrof yang hidup di dalamnya karena perairannya yang belum tercemar bahan dan limbah organik, serta belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran. Bagi fragmen spons sendiri, kondisi perairan di lokasi penelitian mengandung silikat yang diperlukan bagi pembentukkan spikula, nitrat bagi pertumbuhan dan phospat bagi multiplikasi mikroba simbiotik serta total organic mater (TOM) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan serta faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap proses-proses fisiologinya.

Tingginya nilai TSS akan meningkatkan kekeruhan sehingga menyebabkan berkurangnya intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan. Parameter tersebut sangat berpengaruh pada spons secara fisik seperti tertutupnya sistem saluran air (ostia dan oskula) dan terganggunya proses fotosintesis bagi mikrosimbion spons. Proses fotosintesis dari mikrosimbion spons dapat berupa makanan dan oksigen yang dimanfaatkan untuk proses pertumbuhannya.

Kecepatan arus di ST1 adalah 0,03 m/s, dan ST2 adalah 0,05 m/s. Kondisi angin yang tenang saat pengamatan menyebabkan nilai kisaran kecepatan arus di kedua stasiun sangat lambat walaupun secara umum terlihat bahwa pada ST2 arus lebih cepat dibandingkan dengan ST1 karena perairannya lebih terbuka. Arus yang lambat dapat menyebabkan pengendapan sedimen pada tubuh spons, mempengaruhi suplai makanan, oksigen dan menghambat pembuangan zat-zat sisa dari hasil metabolisme spons keluar tubuhnya. Hadas et.al (2004) menyatakan bahwa zat sisa yang dikeluarkan oleh spons harus dibuang jauh dari

40 tubuhnya karena zat tersebut tidak lagi berisi cadangan makanan tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi spons.

Oksigen terlarut di lokasi ini berkisar antara 5,10-7,35 mg/l dan nilai total organic matter (TOM)-nya berkisar antara 3,60-3,79 mg/l. Nilai-nilai tersebut menunjukkan lokasi ini belum tercemar bahan organik. Fospat di lokasi ini sebesar 0,16 mg/l yang menunjukkan bahwa perairan ini tidak tercemar limbah

Dokumen terkait