• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lahan asam merupakan salah satu lingkungan yang membatasi produksi pertanian. Sekitar 50% lebih dari lahan pertanian di dunia adalah lahan asam (Bot et al. 2000). Sementara Indonesia mempunyai sekitar 47,5 juta ha tanah Podsolik Merah Kuning (CSAR 1997) yang bersifat asam dengan kelarutan aluminium (Al) yang tinggi.

Foy (1988) menjelaskan bahwa kemasaman tanah adalah faktor cekaman terbesar yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan keberadaan Al merupakan faktor pembatas pertumbuhan pada tanah asam. Pada pH dibawah 5, Al menjadi terionisasi yang sangat beracun bagi tanaman (Kinraide & Parker 1990; Kochian et al. 2004; Meriga et al. 2010 ). Aluminium telah bersifat racun bagi tanaman meskipun konsentrasinya masih sangat rendah. Walaupun demikian Al yang membentuk ikatan dengan ligand adalah tidak beracun bagi tanaman seperti aluminium silikat. Bentuk Al yang bersifat toksik bagi tanaman adalah ion Al3+ yang dominan pada kondisi asam (Matsumoto 2000; Kochian et al. 2004). Kelarutan Al yang tinggi di dalam tanah sangat merugikan tanaman karena dapat menghambat pertumbuhan akar (Delhaize & Ryan 1995; Rout et al. 2001; Kochian et al. 2005).

Tumbuhan yang hidup di tanah asam umumnya adalah tumbuh- tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai pada Tanah Podsolik Merah Kuning adalah Melastoma (Tjitrosoedirdjo 1991). Melastoma merupakan anggota famili Melastomataceae, tersebar di daerah Tropik Asia dan seluruh Indonesia sebagai gulma. Salah satu spesiesnya adalah Melastoma malabathricum L. yang banyak dijumpai di lahan asam. Pertumbuhan akar M. malabathricum L. tidak mengalami gangguan pada pH 4.0 dan terganggu pada pH 3.0 (Muhaemin 2008). Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah asam yang tumbuhan lain tidak tumbuh sehingga dapat dijadikan sebagai tumbuhan indikator pada tanah asam. Watanabe et al. (1998) melaporkan bahwa M. malabathricum L. mampu mengakumulasi lebih dari 14.4 g Al kg-1 daun tua dan lebih dari 8 g Al kg-1 daun muda tanpa mengalami keracunan. Analisis akumulasi Al pada M. affine D.Don. (sinonim dengan M. malabathricum L.) yang mendapat cekaman 3.2 mM Al pH 4 pada media cair menunjukkan bahwa

M.affine D.Don. mampu mengakumulasi 8.81 g Al kg-1 daun tua setelah 2 bulan perlakuan (Mutiasari 2008).

Respon toleransi tanaman terhadap Al sangat berkaitan dengan gen-gen yang terlibat di dalamnya. Isolasi gen diperlukan untuk mengetahui regulasi ekspresinya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan genetika tanaman (Suharsono 2002). Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh Al diduga terlibat dalam sistem toleransi terhadap Al. Sedikitnya ada 30 gen yang ekspresinya diinduksi Al (Darko et al. 2004), beberapa diantaranya adalah gen-gen yang mengkode enzim antioksidan, seperti glutathione-S-transferase (GST), ascorbate peroxidase (APX), catalase (Cat), dan superoxide dismutase (SOD) (Richards et al. 1998; Ezaki et al. 2000; Boscolo et al. 2003; Meriga et al. 2010). Superoxide dismutase (SOD) termasuk kelompok metalloenzim yang mampu menetralkan radikal bebas dengan mengkatalisis perubahan radikal superoksida menjadi molekul O2 dan H2O2. Superoksida merupakan salah satu radikal bebas turunan (derivate) oksigen reaktif (ROS) yang umumnya terdapat dalam sel tanaman sebagai hasil samping dari proses metabolisme normal. Akumulasi radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan makromolekul sel dan bahkan kematian sel (Bowler et al. 1992; Scandalios 1993). Konsentrasi radikal bebas di dalam sel tanaman dapat meningkat ketika tanaman merespon cekaman biotik dan abiotik. Namun tanaman juga memiliki sistem pertahanan yang dapat mencegah peningkatan radikal bebas ini dengan adanya enzim antioksidan seperti SOD. Ada tiga tipe enzim SOD sesuai dengan logam yang berperan sebagai kofaktor pada sisi aktif enzimnya, yaitu copper/zinc (CuZn- SOD), besi (Fe-SOD), dan mangan (Mn-SOD). CuZn-SOD ditemukan di sitosol, kloroplas, dan peroksisom; Mn-SOD di mitokhondria; dan Fe-SOD di kloroplas

(Bannister et al. 1987; Bowler et al. 1992; Bueno et al. 1995; Kliebenstein et al.

1998).

Aktivitas SOD telah dilaporkan meningkat dengan adanya cekaman abiotik, seperti cahaya tinggi dan suhu rendah (Allen et al. 1997), sulfur dioksida (Tseng et al. 2008), kekeringan (Fu & Huang 2001; Bian & Jian; 2009), dan aluminium (Cakmak & Horst 1991; Basu et al. 2001; Du et al. 2010). Brassica napus yang tahan Al mengekspresikan gen SOD secara berlebih (Basu et al. 2001). Aktivitas enzim SOD juga meningkat dengan cekaman Al pada kedelai (Cakmak & Horst 1991; Du et al. 2010), gandum (Darko et al. 2004), dan padi

(Meriga et al. 2010). Cekaman Al dapat menimbulkan cekaman oksidatif dengan terbentuknya oksigen radikal (ROS) (Panda et al. 2003).

Gen penyandi SOD telah diisolasi dari jagung (Cannon et al. 1987), tomat (Perl-Treves et al. 1988), sawi (Liu et al. 1998), dan Nicotiana plumbaginifolia (Alscher et al. 2002). Pada Arabidopsis thaliana, telah diisolasi tiga gen CuZnSOD, yaitu CSD1, CSD2, dan CSD3. CSD1 dan CSD2 terekspresi pada akar, daun, dan batang, dan masing-masing target proteinnya di sitosol dan kloroplas. Sementara target potein CSD3 di peroksisom karena ujung karboksilnya mengandung tripeptida Ala-Lys-Leu yang merupakan targeting signal peroksisom (Kliebenstein et al. 1998).

Pada M. malabathricum L., beberapa gen yang diduga terlibat dalam cekaman asam dan Al telah diisolasi seperti multidrug resistance associated protein (MRP) (Suharsono et al. 2008), metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al. 2009), H+-ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010), dan sitrat sintase (Mushofa 2011). Namun sampai saat ini belum ada informasi tentang gen CuZn- SOD pada M. malabathricum L. yang diduga juga terlibat dalam toleransi terhadap cekaman asam dan Al. Untuk mempelajari ekspresi gen secara kuantitatif pada M. malabathricum L, informasi housekeeping gene dari tumbuhan tersebut sangat dibutuhkan sebagai kontrol internal. Sampai saat ini informasi tersebut belum ada. Menurut Maroufi et al. (2010) aktin termasuk salah satu kontrol internal yang paling stabil.

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengisolasi gen antara lain melalui penapisan terhadap pustaka genom dan pustaka cDNA, serta RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction). Selain itu ada juga yang menggunakan metode RACE (Rapid Amplification of cDNA Ends) untuk memperoleh gen utuh, yaitu sintesis cDNA dengan menggunakan mRNA sebagai cetakan dan sekuen internal yang sudah diketahui urutan nukleotidanya serta adapter pada ujung 3’ atau 5’ sebagai primer. Metode RACE telah digunakan untuk isolasi gen utuh (full length) mannose-binding lectin dari umbi Zephyranthes grandiflora (Kai et al. 2006), gen penyandi Gibberellin 20-Oxidase dari Helianthus annuus (Carzoli et al. 2008), dan gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum L. (Muzuni et al. 2010).

Peranan suatu gen dalam tanaman dapat dipelajari minimal dengan pendekatan dua arah, yaitu meningkatkan ekspresi gen dengan mengkonstruksi vektor over expression dan pendekatan kedua dengan menghentikan dan

menurunkan ekspresi atau pembungkaman gen antara lain dengan mengkonstruksi vektor RNAi (RNA interference). RNAi menyebabkan mRNA terdegradasi sehingga gen menjadi tidak berfungsi. Teknologi RNAi telah digunakan untuk mempelajari peranan gen penyandi H+-ATPase pada M. malabathricum L. (Muzuni et al. 2011), membungkam gen OsGEN-L pada padi (Moritoh et al. 2005), dan menurunkan ekspresi gen ornithine decarboxylase pada tanaman Nicotiana tabacum L. (DeBoer et al. 2011). Pada penelitian ini, telah dilakukan isolasi dan pengklonan fragmen gen penyandi aktin dari M. malabathricum L, selanjutnya dilakukan isolasi, pengklonan, dan analisis ekspresi gen penyandi copper/zinc-superoxide dismutase (CuZn-SOD) dari M. malabathricum L. Ekspresi gen dilakukan di tanaman model Nicotiana benthamiana dan Nicotiana tabacum, dan pembungkaman gen dilakukan di M. malabathricum L.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengisolasi dan mengklon fragmen gen penyandi aktin dari Melastoma malabathricum L.

2. Mengisolasi, mengklon, dan menganalisis ekspresi gen penyandi copper/zinc superoxide dismutase (CuZn-SOD) dari M.malabathricum L. (MmCuZn-SOD). 3. Mengkonstruksi vektor ekspresi gen MmCuZn-SOD untuk ekspresi berlebih

pada tanaman Nicotiana benthamiana dan Nicotiana tabacum.

4. Mempelajari peranan gen MmCuZn-SOD melalui konstruksi vektor RNAi untuk pembungkaman gen pada tanaman M. malabathricum L.

Strategi Penelitian

Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan membagi penelitian menjadi 4 aspek kajian (Gambar 1), yaitu:

1. Mengisolasi dan mengklon gen penyandi aktin dari M. malabathricum L. 2. Mengisolasi, mengklon, dan menganalisis ekspresi gen MmCuZn-SOD pada

M. malabathricum L. yang diberi perlakuan cekaman abiotik.

3. Mengkonstruksi vektor ekspresi untuk ekspresi berlebih gen MmCuZnSOD pada tanaman model N. benthamiana dan N. tabacum.

4. Mengkonstruksi vektor ekspresi RNAi untuk pembungkaman gen MmCuZn- SOD pada tanaman M. malabathricum L.

Gambar 1. Diagram alir percobaan isolasi, pengklonan, analisis ekspresi, analisis ekspresi berlebih pada tanaman model dan pembungkaman pada M.malabathricum L. gen penyandi CuZn-SOD dari M. malabathricum L. RACE, Rapid Amplification cDNA Ends; RNAi, RNA interference.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Melastoma malabathricum L.

Melastoma adalah salah satu genus dari famili Melastomataceae yang termasuk dalam ordo Myrtales. Genus ini terdiri dari 22 spesies yang tersebar di Asia Tenggara, India, Cina Selatan, Jepang dan Australia Utara (Meyer 2001). Melastoma malabathricum L. merupakan salah satu spesies tumbuhan berkayu yang tumbuh di tanah asam dengan keasaman yang sangat tinggi dan miskin unsur hara (seperti N dan P), dan tersebar di daerah tropis Asia, Australia, dan Polynesia (Osaki et al. 1997). Di Indonesia tumbuhan ini juga banyak ditemukan tumbuh di tanah asam, khususnya tanah Podsolik Merah Kuning dengan kelarutan aluminium (Al) yang tinggi yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Ketahanan tanaman M. malabathricum L. pada tanah asam berhubungan dengan kemampuannya mengakumulasi Al di daun tanpa menyebabkan gejala keracunan dan bahkan Al memacu pertumbuhannya (Watanabe et al. 1998), sehingga tanaman ini dikenal juga sebagai akumulator Al (Watanabe & Osaki 2002; Watanabe et al. 2005).

Menurut Watanabe et al. (1997), M. malabathricum L. yang ditumbuhkan pada media cair dengan cekaman Al sebesar 0.5 mM selama 6 minggu mampu mengakumulasi Al lebih dari 10 g kg-1 pada daunnya, sementara pada daun muda tanaman ini mengakumulasi Al lebih dari 7 g kg-1. Analisis akumulasi Al pada M. affine D.Don (sinonim dari M. malabathricum L.) yang mendapat cekaman 3.2 mM Al pada pH 4 di dalam media cair menunjukkan bahwa M. affine D.Don mampu mengakumulasi 8.81 g Al kg-1 daun tua setelah 2 bulan perlakuan (Mutiasari 2008). Tanaman akumulator Al yang lain seperti tanaman teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dapat mengakumulasi Al hingga 30 g kg-1 pada daun tua dan 0.6 g kg-1 pada daun muda (Matsumoto et al. 1976). Daun Hydrangea macrophylla dapat mengakumulasi Al sebesar 3 g kg-1 (Ma et al. 1997).

Tanaman mencegah toksisitas Al melalui mekanisme ekslusi dan mekanisme toleransi internal. Pada mekanisme ekslusi, Al didetoksifikasi dengan mengeksudasi senyawa-senyawa organik yang dapat mengikat Al. Sedangkan dalam mekanisme toleransi internal, Al didetoksifikasi setelah Al

diserap tanaman. Bentuk-bentuk kimia Al pada tanaman toleran telah diidentifikasi menggunakan spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Menurut Watanabe et al. (1998) bentuk Al pada daun M. malabathricum L. adalah Al3+, Al-oksalat, Al(oksalat)2, dan Al-(oksalat)3. Sementara Watanabe & Osaki (2001) menjelaskan bahwa Al diangkut dari akar ke pucuk tanaman M. malabathricum dalam bentuk kompleks Al-sitrat. Jadi, asam organik dengan berat molekul kecil memainkan peranan penting dalam detoksifikasi internal pada jaringan tanaman dan transport Al dari akar ke pucuk melalui pembentukan kompleks asam organik. Hal yang sama juga ditemukan pada tanaman akumulator Al lainnya seperti buckwheat (Ma & Hiradate 2000) dan teh (Morita et al. 2008).

Respon toleransi tanaman terhadap Al sangat berkaitan dengan gen-gen yang terlibat di dalamnya. Isolasi gen diperlukan untuk mengetahui regulasi ekspresinya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan genetika tanaman (Suharsono 2002). Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh Al diduga terlibat dalam sistem toleransi terhadap Al. Sedikitnya ada 30 gen yang ekspresinya diinduksi Al yang telah dilaporkan (Darko et al. 2004). Beberapa diantaranya adalah gen-gen yang mengkode enzim antioksidan, seperti glutathione-S- transferase (GST), ascorbate peroxidase (APX), catalase (Cat), dan superoxide dismutase (SOD) (Richards et al. 1998; Ezaki et al. 2000; Boscolo et al. 2003; Meriga et al. 2010). Pada M. malabathricum L., gen yang diduga terlibat dalam toleransi tanaman terhadap cekaman asam dan Al telah diisolasi, yaitu multidrug resistance associated protein (MRP) (Suharsono et al. 2008), metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al. 2009), H+-ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010), dan sitrat sintase (Mushofa 2011).

Toksisitas Aluminium

Secara normal, aluminium (Al) berada dalam bentuk oksida dan kompleks aluminosilikat yang tidak larut dan tidak toksik. Pada pH netral, Al membentuk kompleks dengan ion hidroksida yang tidak larut, sedangkan pada pH asam, Al berada dalam bentuk Al3+ yang merupakan bentuk Al yang paling toksik (Kinraide & Parker 1990; Kinraide et al. 1994; Matsumoto 2000). Pada larutan dengan pH yang lebih rendah dari 5.0, ion Al berada dalam bentuk oktahedral heksahidrat, Al(H2O)63+, sering disingkat dengan Al3+. Pada larutan yang keasamannya

berkurang, Al(H2O)63+ mengalami deprotonasi menjadi Al(OH)2+ dan Al(OH)2+. Pada larutan netral menyebabkan Al(OH)3 mengendap dan larut kembali pada larutan basa dengan membentuk formasi tetrahedral, Al(OH)4- (Delhaize & Ryan, 1995; Marschner, 1995).

Keracunan Al merupakan salah satu kendala dalam produksi tanaman pada tanah asam. Pada kondisi tersebut umumnya ketersediaan hara dan kemampuan tanaman untuk menyerap hara sangat terbatas. Dari beberapa percobaan diketahui bahwa penyerapan P, Ca, Mg, dan K oleh tanaman berkurang secara nyata. Pada tanaman barley yang ditanam pada media yang mengandung Al, kandungan Ca2+ dan K+ hanya setengahnya jika dibandingkan dengan kontrol (Matsumoto et al.1988). Al biasanya meningkatkan kandungan P pada akar dan menurunkan kandungan P pada pucuk (Liang et al. 2001; Quartin et al. 2001). Hal ini berhubungan dengan bentuk kompleks antara P dan Al pada akar yang menghambat transportasi P ke pucuk.

Aluminium dapat mengikat anion anorganik, seperti sulfat, fosfat, fluor, dan silikat membentuk suatu kompleks yang mempunyai afinitas tinggi terhadap oksigen atau air (Hodson & Evans 1995). Interaksi antara Al dengan anion tersebut berpotensi untuk meningkatkan pH perakaran sekaligus dapat membuat rancu pengaruh toksisitas Al dengan defisiensi unsur tertentu (seperti fosfat) karena terbentuknya kompleks Al-fosfat (baik di larutan tanah maupun di dalam sel) yang tidak tersedia bagi tanaman. Kemampuan tanaman untuk dapat memanfaatkan kandungan P yang rendah secara efisien selalu dihubungkan dengan sifat toleransi tanaman terhadap cekaman Al. Kation trivalen Al3+ menghambat transport Ca2+ secara efektif ke dalam akar, protoplasma dan membran vesikel. Hasil studi pada lipid bilayer menunjukkan bahwa Al dapat memblok Ca2+ dan saluran K+ (Ryan et al. 1997; Jones et al. 1998). Pada akar barley, perlakuan Al menurunkan kandungan Ca pada membran hingga 50% dan menyebabkan penurunan aktivitas H+-ATPase dalam menghidrolisis ATP (Matsumoto & Yamaya 1988).

Pengaruh Aluminium pada Tanaman

Kelebihan konsentrasi Al dalam larutan tanah pada umumnya berakibat buruk terhadap pertumbuhan tanaman, kecuali beberapa tanaman seperti teh yang mampu bertahan pada konsentrasi Al tinggi. Gangguan penyerapan hara

mineral tanah asam disebabkan dua hal yang sangat berkaitan, yaitu efek langsung dengan menghambat penyerapan hara secara langsung, dan efek tidak langsung dengan menghambat pertumbuhan sehingga secara tidak langsung menghambat penyerapan hara (Marschner 1995).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa target utama keracunan Al adalah jaringan akar tanaman (Delhaize & Ryan 1995; Kochian et al. 2004). Penelitian pada gandum (Triticum aestivum) menggunakan kultivar yang sensitif Al (Neepawa) dan toleran Al (PT741) menunjukkan bahwa setelah 3 hari ditumbuhkan pada media yang mengandung berbagai konsentrasi Al, terlihat penurunan pertambahan panjang akar pada kultivar sensitif sebanyak 57% pada konsentrasi Al 25 µM, tetapi pada kultivar resisten Al belum berpengaruh (Basu et al. 1994).

Aluminium banyak ditemukan pada inti dan dinding sel pada tanaman yang sensitif. Pada dinding sel, penghambatan terjadi karena Al menggantikan kedudukan Ca2+ pada lamella tengah. Aluminium berikatan dengan molekul pektin dinding sel atau komponen dinding sel yang bermuatan negatif pada sel- sel epidermis dan korteks akar (Delhaize et al. 1993; Marienfeld et al. 2000; Schmohl & Horst 2000; Schmohl et al. 2000; Rout et al. 2001; Kochian et al. 2005). Gugus karboksil bebas pada molekul pektin yang terdemetilasi mengikat ion Al toksik. Menurut Schmohl et al. (2000), perlakuan enzim pectin methylesterase (PME) pada suspensi sel Zea mays menurunkan resistensi terhadap Al, sehingga overekspresi PME pada tanaman kentang transgenik lebih sensitif terhadap Al daripada non transgenik. Hal ini menunjukkan bahwa matriks pektin pada apoplas sel-sel apikal akar berperanan penting dalam memfasilitasi sinyal stress pada sitoskeleton sel-sel tersebut. Akumulasi Al yang tinggi dalam apoplas akar merupakan karakteristik sensitifitas Al (Rincon & Gonzales 1992; Schmohl & Horst 2000). Ikatan Al dengan gugus karboksil akan menimbulkan ikatan yang kuat sehingga sel tidak dapat membesar (Marschner 1995). Pada inti sel, Al berasosiasi dengan DNA sehingga menghentikan proses pembelahan sel pada meristem apikal (Matsumoto 1991; Rout et al. 2001). Aluminium dalam bentuk polimer memiliki muatan positif yang besar serta memiliki banyak situs pengikatan. Polimer Al ini dapat mengikat fosfat yang ada pada kedua utas DNA, sehingga menghambat proses replikasi (Matsumoto

1991). Sedangkan menurut Silva et al. (2000) bahwa Al dapat terakumulasi dalam nukleus dengan konsentrasi yang rendah.

Pada membran sel, pengaruh Al lebih banyak disebabkan oleh adanya perubahan atau kerusakan sifat permeabilitas. Pada membran sel akar barley, Al ditemukan berasosiasi dengan gugus fosfolipid membran yang menyebabkan kerusakan struktur membran atau perubahan dalam permeabilitas membran. Hal ini menyebabkan penyerapan hara yang dikatalisis oleh pompa proton menjadi terhambat (Matsumoto 1991; Rout et al. 2001). Ion Al yang bermuatan positif dapat berasosiasi dengan gugus fosfat dari ATP atau fosfolipid pada membran yang akan mempengaruhi efektivitas transport proton (Kochian et al. 2004).

Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium

Tanaman yang toleran terhadap Al tinggi mengembangkan mekanisme toleransi melalui berbagai cara. Beberapa tanaman toleran Al mengeluarkan asam-asam organik sebagai bahan pengkhelat Al pada daerah rizosfer. Beberapa jenis tanaman diketahui mengeluarkan eksudat berupa asam sitrat, seperti yang terjadi pada Phaseolus vulgaris (Miyasaka et al. 1991) dan kacang kedelai (Yang et al. 2000). Pada tanaman gandum yang toleran Al mengeluarkan asam malat dari ujung akarnya (Delhaize et al. 1993). Tanaman talas mengeluarkan eksudat asam oksalat (Ma & Miyasaka, 1998).

Taylor (1991) menyatakan bahwa resistensi Al dimediasi oleh protein membran yang secara aktif mengeluarkan Al, sebagai enzim yang terlibat dalam sintesis atau pengeluaran ligan kelator, atau enzim yang bertanggungjawab terhadap sintesis komponen seluler yang mempunyai sifat mengubah resistensi Al. Sopandie et al. (2003), juga mendapatkan tanaman kedelai yang toleran terhadap Al mengekspresikan suatu protein pada daerah meristem akar.

Beberapa tanaman dapat bertindak sebagai tanaman pengumpul (akumulator) Al, karena dapat menyerap Al dan mengakumulasinya dalam

jaringan tanaman. Watanabe et al. (1998) melaporkan bahwa tanaman M. malabathricum L. mampu mengakumulasi Al dalam jaringan mesofil daun

maupun dalam jaringan penyusun akar, terutama pada jaringan epidermis dan endodermis. Tanaman teh (Camellia sinensis L.) dapat mengakumulasi Al pada daun tua sebesar 30 g kg-1 (Matsumoto et al. 1976). Sementara tanaman Conostegia xalapensis yang mengakumulasi Al dalam jaringan epidermis dan

mesofil daunnya dapat mengandung 19.000 mg Al kg-1 bobot kering daun (Gonzalez-Santana et al. 2011).

Gen-Gen yang Berhubungan dengan Toleransi Aluminium

Taylor (1991) mengungkapkan bahwa respon toleransi tanaman terhadap Al sangat berkaitan dengan gen-gen yang terlibat di dalamnya. Beberapa gen- gen telah diketahui baik secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan toleransi terhadap Al. Aniol (1995) menunjukkan bahwa pada lengan panjang kromosom 2D tanaman gandum terdapat faktor genetik yang mencegah akumulasi Al pada meristem apikal akar. Delhaize et al. (1993) menyatakan bahwa toleransi Al pada gandum dikendalikan oleh gen dominan Alt yang mengendalikan ekspresi malat ketika tanaman tersebut mengalami cekaman Al. Hal yang sama juga dilaporkan Sasaki et al. (2004), bahwa gen ALMT1 yang terlibat dalam eksudasi malat dapat meningkatkan toleransi terhadap Al pada sel tembakau. Eksudasi berbagai asam organik seperti malat, sitrat, dan oksalat terjadi pada tanaman yang diberi cekaman Al (Delhaize et al. 1993; Kidd et al. 2001; Kochian et al. 2005). Pembungkaman gen penyandi H+-ATPase membran plasma melalui RNAi pada tanaman M. malabathricum L. transgenik menunjukkan kepekaan yang lebih tinggi terhadap cekaman 3.2 mM Al dan pH 4 dibandingkan tanaman non transgenik. Hal ini menunjukkan bahwa gen ini berperan dalam toleransi M.malabathricum L. terhadap cekaman Al (Muzuni 2011).

Delhaize et al. (2004) melaporkan bahwa ekspresi berlebih Al-inducible malate transporter (ALMT) meningkatkan toleransi Al pada tanaman Hordeum vulgare. Overekspresi SbMATE yang menyandi putative citrate transporter dapat meningkatkan toleransi terhadap cekaman Al pada Arabidopsis dan gandum (Magalhaes et al. 2007; Liu et al. 2009). Gen ALS3 yang menyandi ABC transporter- like protein juga diperlukan dalam toleransi Al pada Arabidopsis dan dapat berperan untuk mendistribusikan akumulasi Al dari jaringan yang sensitif untuk melindungi pertumbuhan akar dari keracunan Al (Larsen et al. 2005).

Cekaman Al dapat menyebabkan pembentukan cekaman oksidatif. Salah satu mekanisme keracunan Al adalah terjadinya peroksidasi lipid yang merupakan cekaman oksidatif (Gutteridge et al. 1985; Kochian et al. 2004). Aluminium dapat menginduksi kompleks gen-gen yang terlibat dalam cekaman

oksidatif, sehingga meningkatkan aktivitas beberapa enzim cekaman oksidatif (Ricards et al. 1998; Cakmak & Horst 1991; Foyer & Noctor 2005).

Richards et al. (1998) telah berhasil mengisolasi gen-gen cekaman oksidatif dari Arabidopsis thaliana yang ekspresinya terinduksi oleh cekaman Al, yaitu gen-gen penyandi metallothionein-like protein, glutathione-s-transferase (GST), peroksidase, dan superoxide dismutase (SOD). Hal yang sama juga dilakukan oleh Ezaki et al. (1995) yang berhasil mengisolasi gen-gen tembakau yang menyandikan GST, Peroxidase (PER), dan GDP Dissociation Proteinase Inhibitors (GDI) yang diinduksi oleh cekaman Al. Pada tanaman kedelai, Anwar et al. (2000) berhasil mengklon fragmen cDNA dari gen-gen kedelai yang toleran terhadap cekaman Al, antara lain gmali1 (Glycine max aluminum induced), gmali14, gmali49, dan gmali50, masing-masing menyandikan H+-ATPase membran plasma, protein histon H3, NADH-dehidrogenase dan Auxin-induced protein. Semua gen tersebut di atas terekspresi untuk mempertahankan diri dari cekaman lingkungan. Pada Melastoma affine (sinonim M. malabathricum), Suharsono et al. (2009) telah berhasil mengisolasi gen metallothionein type 2 (MaMt2) yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al (Trisnaningrum 2009).

Superoxide Dismutase (SOD)

Superoxide dismutase (SOD) termasuk kelompok metalloenzim yang mampu menetralkan radikal bebas dengan mengkatalisis dismutase radikal superoksida menjadi molekul O2 dan H2O2 (Bowler et al. 1992; Fridovich 1995; Tseng et al. 2008). Pada kondisi normal, radikal superoksida yang merupakan derivat reactive oxygen species (ROS) terdapat di dalam sel tanaman sebagai produk sampingan dari proses metabolisme. Akumulasi ROS dapat menyebabkan kerusakan berbagai fungsi seluler seperti kerusakan DNA, protein, dan peroksidasi lipid, sehingga enzim ini sangat penting sebagai antioksidan untuk pertahanan pada hampir semua sel yang terpapar oksigen (Bowler et al. 1992; Fridovich 1995; Dong et al. 2009). Akumulasi ROS dapat disebabkan oleh berbagai cekaman lingkungan (Allen et al. 1997: Foyer & Noctor 2005).

SOD merupakan enzim antioksidan yang berada pada garis depan sebagai pertahanan terhadap radikal superoksida (Fridovich 1995). Ada tiga tipe SOD sesuai dengan logam yang berperan sebagai kofaktor pada sisi aktif

enzimnya, yaitu copper-zinc (CuZn-SOD), besi (Fe-SOD), dan mangan (Mn- SOD). CuZn-SOD ditemukan di sitosol, kloroplas, dan peroksisom, Mn-SOD di mitokhondria dan Fe-SOD di kloroplas (Bannister et al. 1987; Bowler et al. 1992; Bueno et al. 1995; Kliebenstein et al. 1998; Dong et al. 2009). Pemberian logam Mn, Cu, Zn, atau Fe ke dalam media kultur dapat meningkatkan ekspresi dan