• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang telah menarik perhatian masyarakat internasional dan belum ada solusi yang tepat untuk mengatasinya. Pembangunan bangsa dikatakan berhasil jika dapat menurunkan jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Tahun 2010 adalah 31 juta jiwa atau sebesar 13 persen (BPS 2010a). Penduduk miskin ini tersebar di berbagai provinsi, salah satunya adalah Provinsi Jambi. Jumlah penduduk miskin yang berada di Provinsi Jambi adalah 241.600 Jiwa atau 0,78 persen (BPS 2010a). Penduduk miskin ini lebih banyak hidup di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Penduduk miskin di Provinsi Jambi yang tinggal di perdesaan berjumlah 130.800 jiwa (11,80%), sedangkan di perkotaan berjumlah 110.800 jiwa (6,67%) (BPS 2010a).

Penduduk miskin yang hidup di perdesaan ini sebagian besar bermata- pencaharian sebagai petani. Salah satu contohnya adalah petani kayu manis yang berada di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Petani kayu manis merupakan petani tanaman tahunan dengan penghasilan yang rendah. Hasil dari tanaman kayu manis berupa kulit kayu (cassiavera) yang dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan, minuman, dan obat-obatan. Kulit kayu manis merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Ironisnya, harga jual kulit kayu manis saat ini masih tergolong murah. Harga jual kulit kayu manis yang murah berdampak pada rendahnya pendapatan keluarga petani kayu manis. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendapatan yang rendah dapat menyebabkan tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah (Iskandar 2007; Muflikhati 2010).

Menurut Behnke dan Macdermid (2004), tidak ada indikator yang sempurna dalam mengukur kesejahteraan keluarga. Hingga saat ini telah banyak indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga, seperti indikator Bank Dunia, Sajogyo, BPS, BKKBN, dan indikator kesejahteraan lainnya. Bank Dunia menggunakan ukuran pendapatan. Keluarga dikatakan miskin jika memiliki pendapatan kurang dari 50 dolar per tahun (desa) atau 75 dolar per tahun (kota). Sajogyo menggunakan pendekatan pengeluaran per kapita

per tahun yang disetarakan dengan 240 Kg beras bagi penduduk perdesaan dan 300 Kg beras bagi penduduk perkotaan.

Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga adalah garis kemiskinan BPS dan keluarga sejahtera BKKBN. BPS mengukur kesejahteraan keluarga berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Keluarga miskin adalah keluarga yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan kurang dari atau sama dengan garis kemiskinan. BKKBN mengukur kesejahteraan pada dimensi yang lebih luas mencakup kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan dengan menggunakan 21 indikator keluarga sejahtera. Selanjutnya, Chen dan Schreiner (2009) mengemukakan cara lain yang dapat digunakan untuk memantau masalah kemiskinan yakni a simple poverty scorecard for Indonesia. Scorecard menggunakan sepuluh indikator yang dapat dikumpulkan dengan mudah dan cepat.

Seperti halnya tanggung jawab yang dimiliki oleh sebuah keluarga, keluarga petani kayu manis juga mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mendidik dan mengasuh anak menjadi individu yang berkualitas. Masalah kemiskinan akan mempengaruhi keluarga dalam menjalankan tanggung jawabnya. Kemiskinan menyebabkan keluarga kurang memperhatikan tumbuh kembang anak. Keluarga yang miskin akan cenderung menerapkan gaya pengasuhan yang negatif dan kurang efektif (Papalia et al. 2009). Apabila keluarga menerapkan gaya pengasuhan yang kurang efektif maka kemungkinan terjadinya ketidak- optimalan perkembangan anak tinggi.

Kemiskinan juga berpengaruh pada perkembangan anak. Menurut Aber et al. (1997), kemiskinan berpengaruh pada perkembangan kognitif dan sosial emosi anak. Kemiskinan akan menghambat keluarga dalam menyediakan fasilitas untuk menstimulasi anak. Anak yang hidup dalam kemiskinan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah perkembangan sosial emosi (Eamon 2001). Berns (1997) juga mengemukakan bahwa orangtua pada keluarga miskin lebih fokus pada perilaku anak dibandingkan dengan motivasi, padahal motivasi merupakan salah satu bagian dalam perkembangan emosi anak.

Perkembangan sosial emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak. Orangtua berperan penting dalam mengoptimalkan perkembangan sosial emosi anak melalui kegiatan pengasuhan. Menurut Bradley, diacu dalam Holden (2010), salah satu tugas dasar dalam pengasuhan adalah memberikan dukungan sosial emosional. Gaya pengasuhan yang berkaitan dengan perkembangan sosial emosi anak adalah gaya pengasuhan yang dikemukakan oleh Gottman dan DeClaire (1997). Gottman dan DeClaire (1997) mengklasifikasikan gaya pengasuhan menjadi gaya pengasuhan pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi. Penelitian sebelumnya menunjukkan ada hubungan yang signifikan positif antara gaya pengasuhan orangtua dengan perkembangan emosi (Setiawati 2007; Arisandi et al. 2008; Nurrohmaningtyas 2008).

Gaya pengasuhan yang dianggap baik untuk meningkatkan perkembangan sosial emosi anak adalah gaya pengasuhan pelatih emosi. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa gaya pengasuhan pelatih emosi berpengaruh signifikan positif terhadap perkembangan emosi (Priatini et al. 2008). Menurut Ibung (2008), perkembangan sosial emosi anak rentan pada usia sekolah. Kemampuan bergaul dan mengatur emosi yang baik akan menjadi bekal yang cukup bagi anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan sosial emosi pada usia sekolah akan berdampak pada perkembangan anak pada tahapan berikutnya. Setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang telah dilalui akan mempengaruhi tahapan berikutnya (Brisbane & Riker 1965).

Perkembangan sosial emosi merupakan aspek penting dalam perkembangan anak. Pemaparan di atas menjelaskan perkembangan sosial emosi anak berkaitan dengan kesejahteraan keluarga dan gaya pengasuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak petani kayu manis.

Perumusan Masalah

Kayu manis merupakan tanaman tahunan yang dipanen pada umur enam tahun, sepuluh tahun, dan 15 tahun. Hasil dari tanaman kayu manis berupa kulit kayu (casiavera). Satu batang pohon kayu manis akan menghasilkan sekitar 20

Kg kulit kayu (Wangsa & Nuryati 2007). Harga jual kulit kayu masih tergolong murah. Sejak Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2008, harga jual kulit kayu manis berkisar antara Rp2.500,00-Rp5.000,00/Kg. Saat ini harga kulit kayu manis berkisar antara Rp3.000,00 sampai dengan Rp6.500,00/Kg. Harga kulit kayu manis yang diterima oleh petani disesuaikan dengan jenis kulit yang dihasilkan.

Sebagian besar petani kayu manis memiliki lahan yang sempit. Lahan yang sempit akan menurunkan jumlah hasil panen. Hasil panen yang sedikit dan waktu panen yang lama, serta harga jual kulit kayu manis yang murah akan menyebabkan keluarga petani kayu manis berpenghasilan rendah. Pendapatan yang rendah akan memicu terjadinya masalah kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi. Menurut Bank Dunia (2000), diacu dalam Alfiasari (2007), kemiskinan mencakup empat dimensi yaitu kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low capabilities), rendahnya tingkat ketahanan (low level of security), dan pemberdayaan (empowerment). Kemiskinan menjadi akar permasalahan dalam keluarga. Masalah kemiskinan ini membentuk sebuah lingkaran setan yang sulit terputus. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akan menyebabkan terbatasnya kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan yang pada akhirnya menyebabkan manusia tetap miskin (Alfiasari 2007).

Upaya peningkatan kesejahteraan keluarga sangat diperlukan untuk mengurangi angka kemiskinan. Dengan demikian pemahaman mengenai penyebab kemiskinan penting untuk merumuskan strategi pengentasan kemiskinan. Pengukuran kesejahteraan keluarga pada penelitian ini menggunakan tiga indikator yaitu indikator garis kemiskinan BPS, keluarga sejahtera BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia.

Kemiskinan berdampak pada kehidupan keluarga, salah satunya pada pengasuhan. Orangtua yang hidup dalam kemiskinan akan menerapkan pengasuhan yang negatif, seperti mudah marah, kasar, sewenang-wenang, penerapan disiplin yang tidak konsisten, dan lainnya (Papalia et al. 2009). Sikap mudah marah yang diperlihatkan orangtua menunjukkan bahwa orangtua tidak

memiliki kemampuan mengatur emosi yang baik. Hal ini akan berpengaruh pada anak karena anak belajar berbagai hal dari ucapan dan tingkah laku orangtuanya.

Selain berdampak pada gaya pengasuhan, kemiskinan juga akan berdampak pada perkembangan anak. Masalah kemiskinan akan menghambat keluarga dalam memberikan stimulus untuk mengoptimalkan perkembangan anak. Salah satu aspek penting dalam perkembangan anak adalah perkembangan sosial emosi anak. Perkembangan sosial emosi anak penting untuk menunjang kesuksesan anak. Anak yang memiliki perkembangan sosial emosi yang baik akan memiliki keterampilan bergaul, empati, keterampilan interpersonal, dukungan sosial, keterampilan dalam memecahkan masalah, kompetensi emosional, kematangan sosial, konsep diri secara umum, pengelolaan diri, kemerdekaan sosial, strategi kognitif, dan ketahanan sosial emosi (Cohn et al. 2009).

Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kesejahteraan keluarga petani kayu manis?

2. Bagaimana gaya pengasuhan orangtua pada petani kayu manis?

3. Bagaimana perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis?

4. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga petani kayu manis?

5. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan orangtua pada keluarga petani kayu manis?

6. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kesejahteraan keluarga contoh.

2. Menganalisis gaya pengasuhan keluarga contoh.

3. Menganalisis perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh.

4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga contoh.

5. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan pada keluarga contoh.

6. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna bagi berbagai pihak seperti peneliti, institusi, dan pemerintah. Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengasah kemampuan berfikir logis/sistematik dan mengembangkan wawasan mengenai permasalahan yang dihadapi oleh keluarga di masyarakat, khususnya keluarga petani kayu manis. Hasil penelitian ini dapat memperkaya literatur tentang kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak, serta dapat dijadikan referensi literatur untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh pemerintah sebagai acuan/masukan untuk mengambil kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan kualitas perkembangan sosial emosi anak.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait