Hevea brasiliensis atau dikenal umum sebagai pohon karet merupakan
sumber utama karet alam. Pohon ini dibudidayakan dalam skala komersial besar di beberapa negara di daerah tropis sebesar 9,4 juta ha di seluruh dunia. Selain dari lateks, pohon karet juga telah dimanfaatkan untuk kayu untuk pembuatan mebel dan bijinya dibuat minyak biji karet yang digunakan untuk pembuatan sabun, cat, pernis, pupuk dan pakan ternak. Eksploitasi dari komponen lain dari pohon-pohon karet inilah yang memberikan nilai tambah lebih lanjut untuk penanaman pohon karet (Karintus, 2011).
Perkembangan produksi karet di Indonesia selama tiga tahun terakhir diperkirakan meningkat. Pada tahun 2013 produksi karet mencapai 3,24 juta ton. Pada tahun 2014 produksi karet menurun sekitar 2,60 persen atau menjadi 3,15 juta ton. Pada tahun 2015 produksi karet diperkirakan meningkat sebesar 2,49 persen, atau menjadi 3,23 juta ton ( BPS, 2014 ).
Produksi karet alam dunia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 11,5 juta ton. Sebagai negara produsen karet alam terbesar kedua setelah Thailand, Indonesia ditargetkan dapat memasok 3,3 juta ton (29%) untuk mengisi pangsa pasar tersebut. Guna mencapai target tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan menerapkan kebijakan peningkatan produksi karet melalui perluasan dan peremajaan kebun maupun rehabilitasi tanaman dengan menggunakan bibit unggul.Pembangunan perkebunan karet juga berperan penting dalam pelestari
lingkungan dan mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru diwilayah pengembangan (Island dan Dwi, 2013).
Perkembangan cara penyajian karet alam ternyata sangat menarik. Timbulnya industri karet dengan spesifikasi teknis merupakan perkembangan yang sangat positif sebagai jawaban yang sangat nyata, demikian pula adanya cara pengepakan yang baik akan membuka era baru penyajian karet alam. Kondisi kemajuan seperti ini menyebabkan para konsumen mulai berpaling lagi ke karet alam (Damanik, 2012).
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital bagikehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatiflebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan (Anwar, 2001).
Kering Alur Sadap (KAS) adalah salah satu ancaman paling serius terhadap produksi karet alam yang diperkirakan memberikan kontribusi 15% - 20% hilangnya produksi. Sementara pada tanaman produktif, kehilangan mencapai 20% – 25%, di hampir semua wilayah perkebunan karet. KAS merupakan isu yang sangat spesifik pada pohon karet, yang dicirikan berhentinya aliran lateks (kulit kering) dan pengurangan bidang penyadapan (Jacob dan Krishnakumar, 2006).
Penyakit kering alur sadap (KAS) sering dijumpai pada karet unggul PB260 yang disadap berlebihan, terutama apalagi jika disertai dengan penggunaan ethepon
atau ethrel (obat perangsang lateks) yang tidak sesuai anjuran. Penyakit KAS tidak menyebabkan kematian pada tanaman karet, namun lateks atau getah yang dihasilkan menjadi berkurang (Janudianto et al., 2013).
Penyadapan dan stimulasi etefon direspons oleh tanaman karet sebagai cekaman bagi kehidupannya. Cekaman lingkungan akan menyebabkan akumulasi
Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menghancurkan makromolekul penyusun
membran organel atau sel. Kerusakan membran tersebut akan memicu kematian sel. Untuk mengatasi cekaman tersebut, tanaman karet meningkatkan aktivitas enzim askorbat peroksidase (APX; EC 1.11.1.9). Enzim tersebut berperan dalam detoksifikasi ROS in vivo, dan berperan dalam ketahanan terhadap cekaman atau mengatur lamanya aliran lateks. Beberapa enzim yang berperan dalam detoksifikasi ROS antara lain, Mangan superoksida dismutase (MnSOD), Zn-Cu Superoksida dismutase (Zn-CuSOD), Glioksilatkarboligase kloroplastik (GCLkloroplastik), Glioksilatkarboligase sitosolik (GCLsitosolik), dan katalase (Arlyny, 2008).
Sebuah Reactive Oxygen Species (ROS) dapat cepat terjadi setelah mengalami stres penginderaan tanaman. Salah satu peran utama ROS adalah untuk melayani molekul sebagai sinyal dalam sel. Produksi ROS modulated yang baik oleh tanaman untuk menghindari kerusakan jaringan. Stres senyawa ROS telah lama dikenal merusak dan berbahaya dalam organisme. Namun, telah terbukti bahwa tingkat tinggi ROS menyebabkan kematian sel, sementara tingkat yang lebih rendah sebagian besar bertanggung jawab untuk mengatur respon stres tanaman. Dalam biotik stres, ROS terlibat dalam signaling utama untuk menipiskan stres oksidatif yang disebabkan oleh
stres abiotik. Selanjutnya, ROS bisa ikut campur dalam toleransi silang (Rejeb et al., 2014).
Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa pemberi elektron sedangkan pengertian biologis antioksidan adalah semua senyawa yang dapat meredam radikal bebas. Antioksidan dalam tubuh sebagai mekanisme perlindungan terhadap serangan radikal bebas secara alami. Di dalam tubuh terdiri dari banyak komponen diantaranya superoksida dismutase (SOD), glutation perok-sidase (GPx), katalase (CAT), glutation-S-transferase (GST) dan antioksidan ekstraseluler. Kekurangan salah satu kom-ponen tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan status antioksidan secara menyeluruh dan berakibat perlindungan tubuh terhadap serangan radikal bebas melemah yang berarti rentan terhadap berbagai penyakit ( Widowati et al., 2005).
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti penyembuhan kering alur sadap parsial pada tanaman karet (hevea brasiliensis Muell. Arg) dengan menggunakan asam askorbat.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh asam askorbat dalam mengurangi kering alas sadap parsial tanaman karet pada klon PB 260 dan IRR 42.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh asam askorbat dalam mengurangi kering alur sadap parsial tanaman karet pada klon PB 260 dan IRR 42.
Kegunaan Penulisan
Kegunaan penulisan ini untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan sebagai informasi bagi pihak yang memerlukan.
ABSTRACT
NURHADI SATRIO: Effect of Ascorbic Acid to Reduce Dry Sadap Partial Flow (CASH) Rubber Plant In The clones PB 260 and IRR of 42, guided by ROSMAYATI and E. HARSO KARDINATA.
This study aims to determine the effect of ascorbic acid in reducing partial tapping grooves dry rubber plant in clones PB 260 and IRR 42. The research was conducted at the Experimental Farm, Laboratory of Physiological Research Institute of the White River, Rubber Research Center, Galang, Deli Serdang, North Sumatera, May 2015- October 2015, using a split plot design with two factors, namely the main plot treatments rubber clones (PB 260 and IRR 42), a subplot administration of ascorbic acid (0 ppm, 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm). Observations observed variables are the levels of sucrose, inorganic phosphate, thiol, SOD, latex productivity and clogging index.
The results showed that the difference clones PB 260 and IRR 42 rubber plants significantly different with the production of latex. Ascorbic acid administration was not significantly different to the observation variables thiol, sukosa, inorganic phosphate. Interaction three significantly different with production of observation variables.
ABSTRAK
NURHADI SATRIO: Pengaruh Aama Askorbat Untuk Mengurangi Kering Alur Sadap Parsial (KAS) Tanaman Karet Pada Klon PB 260 dan IRR 42, dibimbing oleh ROSMAYATI dan E. HARSO KARDINATA .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam askorbat dalam mengurangi kering alur sadap parsial tanaman karet pada klon PB 260 dan IRR 42. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Fisiologis Balai Penelitian Sungai Putih, Pusat Penelitian Karet, Galang, Deli Serdang-Sumatera Utara, pada Mei 2015- Oktober 2015, menggunakan rancangan petak terpisah dengan dua faktor perlakuan yaitu petak utama klon tanaman karet (PB 260 dan IRR 42), anak petak pemberian asam askorbat (0 ppm, 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm). Peubah amatan yang diamati adalah kadar sukrosa, fosfat anorganik, thiol, SOD, produktivitas lateks dan indeks penyumbatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan klon PB260 dan IRR 42 tanaman karet berbeda nyata terhadap produksi pada lateks. Pemberian asam askorbat tidak berbeda nyata terhadap peubah amatan thiol, sukosa, fosfat anorganik. Interaksi ketiganya berbeda nyata terhadap peubah amatan produksi.
PENGARUH ASAM ASKORBAT UNTUK MENGURANGI KERING ALUR SADAP PARSIAL