• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan nasional bertujuan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan pangan dan gizi dapat merusak kualitas SDM.

Menurut Sukandar (2007), Aspek penting untuk mendapatkan kesejahteraan individu berasal dari keluarga. Kesejahteraan keluarga adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari keadaan sosial ekonomi, derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, selain itu perlu adanya upaya peningkatan dan status kesehatan masyarakat yang dapat dilihat dari ketersediaan sarana kesehatan, jenis pengobatan yang dilakukan, konsumsi yang mencukupi kebutuhan, sanitasi lingkungan dan prilaku hidup bersih masyarakat.

Departemen Kesehatan (2000) menyatakan bahwa kualitas sumberdaya manusia ditentukan oleh keberhasilan tumbuh kembang pada masa anak-anak. Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Anak membutuhkan tipe rangsangan dan interaksi yang berbeda untuk melatih keahliannya dan mengembangkan hal yang baru. Kebutuhan dasar yang dibutuhkan untuk dapat tumbuh dan berkembang optimal adalah keadaan kesehatan dan gizi. Kekurangan zat gizi berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Anak tidak dapat tumbuh optimal bila kekurangan zat gizi. Selain itu kekurangan konsumsi pangan dan morbiditas sangat menentukan perkembangan anak. Anak-anak yang mendapatkan makanan yang cukup menunjukkan perkembangan yang sesuai dengan garis perkembangan normal (Yuliana 2004).

Anak usia sekolah merupakan masa yang penuh dengan berbagai aktivitas, selain itu anak usia sekolah adalah generasi penerus bangsa, kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Menurut Berg (1986), kekurangan zat gizi pada anak sekolah akan menyebabkan terjadinya gangguan pada kemampuan berkonsentrasi dan kesanggupan untuk belajar dan anak sering tidak naik kelas apabila dibandingkan dengan anak yang normal. Tumbuh kembang anak usia sekolah tergantung pada pola asuh terutama asuh makan, asuh kesehatan, dan asuh pendidikan. Menurut Kodyat (1995)

kekurangan gizi pada anak usia sekolah mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan pada bentuk fisik yang lebih kecil dan tingkat kemampuan yang rendah.

Perubahan gaya hidup meningkatkan masalah gizi lebih dan penyakit degeneratif. Keadaan ini menyebabkan Indonesia mengalami beban ganda masalah gizi yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi yang paling sering ditemukan pada anak usia sekolah, tercermin dari keadaan berat badan dan tinggi badan yang berada di bawah nilai standar. Keadaan ini lebih sering terjadi di negara-negara berkembang (Jellief 1971).

Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh (tulang, otot, dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, misalnya akibat penyakit yang diderita, nafsu makan seseorang menurun, konsumsi makan berkurang sehingga berakibat terhadap berkurangnya berat badan. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita, selain itu tinggi badan anak dapat digunakan sebagai indeks yang sensitif untuk mendeteksi adanya perubahan status sosial ekonomi keluarga (Supariasa 2001).

Penilaian status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pengukuran antropometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi badan anak usia sekolah mempunyai korelasi dengan keadaan sosial ekonomi penduduk, dan dapat memberikan gambaran umum mengenai keadaan dan gizi masyarakat (Abunain et al. 1994).

Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan tingginya masalah gizi pada anak usia sekolah di Indonesia, baik itu masalah kurang gizi maupun kelebihan gizi. Prevalensi anak usia sekolah laki-laki kurus adalah 13,3% di 16 provinsi diatas perevalensi nasional, dan sebanyak 19 provinsi anak usia sekolah perempuan mempunyai prevalensi kurus diatas prevalensi nasional sebanyak 10,9%. Prevalensi anak usia sekolah laki-laki gemuk sebesar 9,5% di 16 provinsi di atas prevalensi nasional, dan di 17 provinsi ditemukan angka prevalensi anak usia sekolah perempuan di atas prevalensi nasional sebesar 6,4% (Depkes 2008).

Provinsi Jawa Barat memiliki prevalensi anak usia sekolah laki-laki dan perempuan kurus masing-masing sebesar 10,9% dan 8,3%, sedangkan perevalensi laki-laki dan perempuan gemuk yaitu 7,4% dan 4,6%. Masalah pertumbuhan anak usia sekolah di Provinsi Jawa Barat memiliki prevalensi yang

3

lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia yaitu Bali dan Sulawesi Utara (Badan Litbangkes 2008). Berdasarkan data yang sudah dipaparkan tersebut, terlihat adanya masalah pertumbuhan pada kelompok anak usia sekolah di Provinsi Jawa Barat.

Untuk melihat masalah pertumbuhan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, dapat dilihat dengan menganalisis karakteristik pertumbuhan di kabupaten yang memiliki karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan pertumbuhan anak usia sekolah dengan kondisi wilayah yang berbeda. Masalah pertumbuhan di kabupaten yang berbeda tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap status gizi anak usia sekolah dilakukan penelitian mengenai studi karakteristik pertumbuhan anak usia sekolah di kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat.

Tujuan Tujuan Umum

Menganalisis perbedaan karakteristik pertumbuhan (BB/U, TB/U, IMT/U) pada kelompok umur anak usia sekolah (6-12 tahun) di Provinsi Jawa Barat. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik keluarga contoh (besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan rumah tangga) di Kabupaten Garut, Bandung, dan Cirebon.

2. Mengetahui karakteristik anak usia sekolah (umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan) di Kabupaten Garut, Bandung dan Cirebon. 3. Mengidentifikasi status gizi contoh berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan

IMT/U di Kabupaten Garut, Bandung, dan Cirebon.

4. Mengetahui konsumsi zat gizi (energi dan protein) per kapita, lingkungan fisik keluarga dan penyakit infeksi pada contoh.

5. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masalah gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan IMT/U.

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai karakteristik pertumbuhan kelompok umur anak usia sekolah serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah pertumbuhan tersebut. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan instansi kesehatan untuk menetapkan kebijakan atau strategi yang tepat bagi perbaikan masalah pertumbuhan yang terjadi pada anak usia sekolah.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait