• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor paling berpengaruh dalam menentukan kualitas suatu bangsa. Sebagai tombak kemajuan suatu bangsa, maka pendidikan juga harus senantiasa diselaraskan dengan perkembangan jaman tanpa meninggalkan makna dan tujuan pokok dari pendidikan itu sendiri. Maka dari itu, baik sistem pendidikan maupun guru yang berperan sebagai mediator pendidikan harus saling melengkapi demi tercapainya tujuan dari pendidikan tersebut.

Definisi pendidikan itu sendiri menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia akan berjalan dengan sistematis, menggunakan perangkat atau yang biasa disebut kurikulum. Pengertian

kurikulum menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 2) adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Penyusunan perangkat rencana dan peraturan ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Selain itu, menurut Dakir (2004: 3) kurikulum ialah: suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini berarti kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan.

Di Indonesia, kurikulum selalu diperbaharui dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern dan mengikuti perkembangan zaman. Perbaikan tersebut adalah perbaikan secara akademik dan perbaikan skill yang mendukung perbaikan secara akademik. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum pendidikan telah mengalami perubahan dan pembaharuan, mulai dari kurikulum 1947 atau yang sering disebut dengan Rencana Pembelajaran 1947 sampai dengan kurikulum 2013 yang direvisi pada tahun 2016 atau dikenal dengan Kurikulum 2013 edisi revisi 2016. Perubahan ini merupakan salah satu upaya

memperbaharui setelah dilakukannya penelitian untuk pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda.

Kurikulum 2013 memadukan tiga konsep yang menyeimbangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Melalui konsep itu, keseimbangan antara hard skill dan soft skill dimulai dari Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian dapat diwujudkan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Dengan begitu peserta didik didorong untuk lebih mandiri dalam belajar. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Melalui pendekatan itu, diharapkan peserta didik memiliki kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Upaya pendekatan scientific ilmiah dalam proses pembelajaran ini, kemudian melahirkan sistem evaluasi yang autentik atau dapat dipercaya. Pelaksanaan Kurikulum 2013 baru terjadi pada tahun 2014.

Saat ini Indonesia kembali melakukan perbaikan kurikulum yaitu dari Kurikulum 2013 lama ke Kurikulum 2013 edisi revisi. Kurikulum 2013 edisi

revisi tersebut sebenarnya telah dilakukan sejak bulan Januari 2015 hingga akhir bulan Oktober 2015, perevisian Kurikulum 2013 dilakukan berdasarkan berbagai masukan dari publik para ahli dan para pegiat serta pemerhati pendidikan. Perubahan-perubahan yang terjadi dari Kurikulum 2013 yang lama, ke Kurikulum 2013 edisi revisi yaitu penilaian sikap Kompetensi Inti 1 dan Kompetensi Inti 2 sudah ditiadakan disetiap mata pelajaran hanya agama dan PPKn namun Kompetensi Inti tetap dicantumkan dalam penulisan RPP. Jika ada 2 nilai praktek dalam 1 Kompetensi Dasar, maka yang diambil adalah nilai yang tertinggi. Untuk penghitungan nilai keterampilan dalam 1 Kompetensi Dasar ditotal (praktek, produk, dan portofolio) dan diambil nilai rata-rata untuk pengetahuan, bobot penilaian harian dan penilaian akhir semester itu sama. Pendekatan scientific approach 5M bukanlah satu-satunya metode saat mengajar dan apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan. Silabus Kurikulum 2013 edisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom yaitu Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Perubahan terminologi ulangan harian menjadi penilaian harian, UAS menjadi penilaian akhir semester untuk semester 1 dan penilaian akhir tahun untuk semester 2, dan sudah tidak ada lagi UTS, namun langsung penilaian akhir semester. Dalam RPP Kurikulum 2013 edisi revisi tidak perlu disebutkan nama metode pembelajaran yang digunakan dan materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan rubik penilaian. Skala penilaian dalam Kurikulum 2013 edisi revisi 2016 menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk

predikat dan deskripsi. Remedial diberikan untuk yang kurang namun sebelumnya siswa diberikan pembelajaran ulang.

Dalam Kurikulum 2006 guru diberi peran sebagai pendamping serta sumber belajar, sehingga guru diharapkan lebih aktif ketika mengajar peserta didiknya, atau pembelajaran yang berpusat kepada guru. Berbeda dengan Kurikulum 2006 tetapi hampir sama dengan Kurikulum 2013, Kurikulum 2013 edisi revisi ini sebenarnya lebih menekankan pada kemandirian peserta didik dalam belajar, sehingga guru hanya sebagai mediator, pendamping belajar serta tempat bertanya ketika peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran. Sebenarnya perubahan tersebut, bertujuan untuk mempermudah guru-guru dalam pelaksanaan pembelajaran, karena guru tidak harus berperan aktif ketika pembelajarn di kelas berlangsung. Namun sebaliknya, perubahan tersebut nampaknya justru secara tidak langsung memaksa guru untuk menjadi lebih terampil dalam menggunakan teknologi-teknologi terkini dan lebih up to date terhadap kejadian-kejadian atau isu-isu dalam dunia pendidikan yang kemudian justru memicu keluhan-keluhan. Terutama guru-guru yang lanjut usia, mereka sedikit lebih lambat memahami dan sedikit tertekan untuk melakukan penyesuaian terhadap kurikulum yang baru. Mereka “tersiksa” dengan kurikulum baru dan seakan-akan hendak bertahan dengan kebiasaan lama, sehingga membuat kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar

proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 edisi revisi menjadi kurang maksimal.

Dari permasalahan tersebut, peneliti menduga adanya beberapa faktor yang mempengaruhi guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran, yaitu pengalaman mengajar guru, tingkat pendidikan guru, kesibukan guru dalam kegiatan sekolah, ketersediaan sumber belajar, kemampuan teknologi informasi (TI), pengalaman diklat, frekuensi mengakses internet dan pangkat golongan guru.

Pergantian kurikulum yang terjadi harus diterima dengan tangan terbuka oleh guru. Bagaimanapun, mau ataupun tidak, guru tetap harus melaksakan perubahan peraturan mengenai kurikulum tersebut dengan semaksimal mungkin agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Guru yang sudah lama mengajar atau memiliki pengalaman mengajar yang banyak biasanya sehingga sudah terbiasa menghadapi perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Ketika seorang guru sudah terbiasa dengan perubahan kurikulum maka adaptasi atau penyesuaian dalam mengimplementasikan peraturan-peraturan baru yang mengatur kurikulum tersebut akan menjadi lebih mudah, khususnya menghadapi pergantian dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi revisi yang diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seorang guru, merupakan tolok ukur masyarakat dalam menilai kemampuan seorang guru dalam mengajar,

baik masyarakat dalam sekolah maupun masyarakat luar sekolah. Kemampuan guru dalam mengajar ini tentu tidak terlepas dari bagaimana kemampuan guru dalam mengimplementasikan kurikulum yang bersangkutan yang sudah diatur oleh pemerintah. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seorang guru, maka harapan masyarakatpun juga menjadi semakin tinggi terhadap kemampuan guru dalam mengajar.

Kesibukan yang dimiliki oleh guru dalam kegiatan sekolah merupakan faktor lain yang menurut peneliti mempengaruhi kemampuan seorang guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran. Seorang guru yang memiliki kesibukan lebih dalam kegiatan sekolah, berarti mempunyai pemahaman yang lebih pula dalam hal-hal yang menyangkut berbagai kegiatan di sekolah, khususnya kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. KBM ini tentu diatur dalam peraturan pemerintah, dimana seorang guru hanya mengimplementasikan atau menerapkan peraturan pemerintah tersebut.

Proses kegiatan belajar (KBM) tentu tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya fasilitas yang mendukungnya. Salah satu fasilitas-fasilitas yang mendukung agar KBM terlaksana dengan baik dan lancar adalah ketersediaan sumber belajar. Ketersediaan sumber belajar suatu sekolah akan menunjang proses pembelajaran, baik pembelajaran yang terjadi di dalam kelas (antara guru dan peserta didik) maupun pembelajaran mandiri yang dilakukan oleh peserta didik (mengerjakan tugas, mencari referensi lain dalam

belajar dan sebagainya). Baik guru maupun peserta didik sama-sama membutuhkan sumber belajar. Peserta didik membutuhkan sumber belajar untuk menunjang kegiatan pembelajaran di kelas maupun pembelajaran mandiri. Sedangkan seorang guru membutuhkan sumber belajar untuk menunjang KBM di kelas. Selain itu, saat Kurikulum 2013 edisi revisi yang diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran yang diterapkan di sekolah seharusnya buku teksnya sudah ada di dalam kelas karena begitu vital sebagai panduan pelaksanaan secara baik dan benar bagi guru. Jika buku teks tentang Kurikulum 2013 sangat vital sedangkan belum didistribusikan dnegan merata maka pendistribusian buku ke sekolah-sekolah juga harus diperbaiki.

Dalam era globalisasi ini, teknologi sangat mempengaruhi kehidupan manusia khususnya dalam bidang pendidikan. Teknologi juga sangat membantu manusia dalam aktivitas sehari-harinya. Misalnya saja, jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, khususnya dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 20 sampai dengan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016, sebenarnya tidak ada aturan yang mengharuskan guru untuk membuat administrasi pembelajaran dengan menggunakan teknologi atau lebih tepatnya komputer. Namun, ketika diklat saja guru diberi waktu yang terbatas untuk latihan membuat salah satu komponen administrasi pembelajaran yaitu RPP. Sama halnya dengan praktik yang sesungguhnya, waktu guru untuk membuat administrasi pembelajaran juga sangat terbatas, karena guru juga pasti

mempunyai kesibukan-kesibukan yang lain. Dengan waktu yang terbatas tersebut, maka secara tidak langsung, guru dituntut untuk dapat menguasai dasar penggunaan komputer (teknologi informasi) baik hardware maupun software agar pekerjaan membuat administrasi pembelajaran dapat selesai tepat waktu.

Pergantian kurikulum yang terlalu sering, khususnya pergantian dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi revisi menjadi masalah karena harus memenuhi tugas administrasi dengan format baru dan lebih banyak. Di antaranya, membuat program tahunan, program semester, silabus, rencana pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang lebih rinci. Di sela-sela mengajar, guru akan direpotkan segudang tugas administrasi tersebut. Jika administrasinya kocar-kacir, guru akan kesulitan naik pangkat. Sebab administrasi mengajar merupakan syarat wajib penilaian kenaikan pangkat. Untuk mencegah terjadinya praktik pembuatan administrasi mengajar yang kurang baik, sebenarnya pemerintah telah mengupayakan pelatihan dan pendidikan (diklat), khususnya Diklat Kurikulum 2013 maupun Diklat Kurikulum 2013 edisi revisi. Namun kenyataannya Diklat Kurikulum 2013 edisi revisi dilaksanakan terlalu mepet dengan waktu masuk tahun ajaran baru. Hal tersebut membuat guru kurang persiapan dan pelaksanaan diklatpun terkesan tergesa-gesa, sehingga penataran berjalan dengan kurang maksimal. Pelaksanaan diklat yang terlalu mepet membuat diklat hanya dapat dilakukan beberapa kali saja sebelum tahun ajaran baru dimana perubahan kurikulum

tersebut akan dilaksanakan. Hal tersebut menyebabkan pengetahuan yang diperoleh guru menjadi kurang maksimal. Padahal seharusnya, semakin sering kegiatan diklat kurikulum yang diikuti seorang guru maka semakin banyak pula pengetahuan guru mengenai kurikulum yang bersangkutan, khususnya yang diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

Pada dasarnya keluhan-keluhan guru yang timbul dapat diatasi dengan lebih memahami bagaimana cara-cara mengimplementasikan Kurikulum 2013 edisi revisi. Untuk dapat memahami implementasi Kurikulum 2013 edisi revisi dengan baik, maka guru perlu memahami peraturan-peraturan yang tertera di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang sudah terpapar jelas. Permendikbud tersebut terdiri dari Permendikbud Nomor 20 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud Nomor 21 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud Nomor 22 tentang Standar Proses, Permendikbud Nomor 23 tentang Standar Penilaian, Permendikbud Nomor 24 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran.

Sebenarnya, perubahan kurikulum yang terjadi saat ini tidak begitu sulit untuk diimplementasikan karena perubahan kurikulum ini sudah dipersiapkan secara matang dan disesuaikan dengan pendidikan di Indonesia. Selain itu, perubahan dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi revisi tidak terlalu signifikan atau tidak terlalu sulit untuk diterapkan. Inti

permasalahan berasal dari guru itu sendiri. Guru yang memiliki kemampuan kinerja yang baik, dia tidak akan kesulitan dalam mengimplementasikan peraturan-peraturan pendidikan Indonesia yang baru. Sedangkan, menurut peneliti, meskipun guru mengalami kesulitan dalam memahami serta mengimplementasikan Kurikulum 2013 edisi revisi, ada banyak cara untuk dapat lebih mendalami Kurikulum 2013 edisi revisi ini. Salah satu dari cara-cara tersebut misalnya adalah memaksimalkan penggunaan teknologi informasi dengan mencari pengetahuan tambahan di internet. Internet dapat membantu kita untuk mencari informasi atau pengetahuan selain dari sumber hidup (manusia). Dengan menggunakan internet, informasi yang ingin kita ketahui dapat kita cari dengan cepat.

Faktor terakhir yang diduga peneliti mempengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 adalah pangkat golongan guru. Seorang guru dengan pangkat golongan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa guru tersebut juga memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam mengajar. Maka, seperti yang sudah dipaparkan di atas, guru tersebut seharusnya memiliki kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran menjadi semakin baik karena sudah sering mengalami perubahan kurikulum.

Kenyataan di atas mendorong peneliti untuk mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut dengan mengangkat tema: “Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses pada SMA Negeri se-Kota Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang di paparkan di atas, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang muncul yang berkaitan dengan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran. Peneliti menduga kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran pada SMA Negeri se-Kota Yogyakarta dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: pengalaman mengajar guru, tingkat pendidikan guru, kesibukan guru dalam kegiatan sekolah, ketersediaan sumber belajar, kemampuan teknologi informasi (TI), pengalaman diklat, frekuensi mengakses internet dan pangkat golongan guru.

C. Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini dan keterbatasan peneliti serta keterbatasan biaya, maka peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut: penelitian ini terbatas pada pengaruh kemampuan TI, pengalaman diklat, dan frekuensi mengakses internet

terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh positif kemampuan TI terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran?

2. Apakah ada pengaruh positif pengalaman diklat terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran?

3. Apakah ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada:

1. Pengaruh positif kemampuan TI terhadap kemampuan dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

2. Pengaruh positif pengalaman diklat terhadap kemampuan dalam mengimplementasikan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

3. Pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kementerian Pendidikan dan Budaya

a. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses.

b. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan tambahan wacana dalam pendidikan terutama untuk mendukung gerakan peningkatan mutu pendidikan yang berkaitan dengan pengimplementasian Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses.

2. Bagi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Yogyakarta

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan wacana dalam rangka membangun pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana

meningkatkan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

3. Bagi sekolah

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai daya dorong untuk para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah agar semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program kegiatan khususnya dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

4. Bagi perguruan tinggi

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khazanah pustaka di perguruan tinggi tentang pengimplementasian Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

16

Dokumen terkait