• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1.Latar Belakang Masalah

Di dalam penyelenggaraan pembangunan negara, pemerintah selalu bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menggerakkan aspek ekonomi masyarakat dengan mengandalkan mekanisme pasar bebas. Untuk menjalankan roda pemerintahan yang mampu menggerakkan secara efektif mekanisme pasar, pemerintah memerlukan pajak dari masyarakat. Pemerintah memberikan segala kepentingan umum untuk kepentingan bersama, sehingga pajak yang mengalir dari masyarakat akhirnya kembali lagi ke masyarakat.

Pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri yang utama. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Perpajakan, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Saat ini pendapatan dari sektor pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa peran pajak sangatlah penting bagi negara. Pendapatan dari sektor pajak sangat dibutuhkan oleh negara yang saat ini tengah melaksanakan pembangunan di segala bidang. Sebagai sumber dana yang utama untuk pembiayaan pembangunan, maka pengelolaan sektor ini harus ditangani secara serius, baik dalam pendayagunaan aparatur, pembaharuan sistem perpajakan maupun dalam hal peningkatan

partisipasi dan peran aktif masyarakat, karena tanggung jawab ini bukan hanya terletak pada masyarakat melainkan juga merupakan tanggung jawab pemerintah, sebab hasilnya digunakan untuk pembiayaan pembangunan, agar upaya peningkatan pajak dapat terealisasi dan pembangunan nasional dapat berjalan lancar.

Untuk mencapai target penerimaaan pajak tersebut, perlu adanya pendekatan pemerintah untuk masyarakat dan kemudahan-kemudahan sehingga dapat menimbulkan kegairahan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, seperti adanya undang-undang yang meringankan wajib pajak dan penyuluhan perpajakan.

Peningkatan pelayanan pajak juga tidak terlepas dari pelayanan yang diberikan oleh aparat. Pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang merupakan kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik yang berkualitas tentunya menjadi faktor penting bagi penyelenggaraan pelayanan perpajakan seiring dengan reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pelayanan. Selain itu peningkatan kualitas pelayanan publik juga penting diterapkan sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas dan berpihak pada wajib pajak khususnya dalam melakukan pengurusan pajak di Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal ini yang dimaksud adalah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 132/ KMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008 terjadi reorganisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak

yaitu penggabungan antara Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan Pajak, dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagai instansi vertikal yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Dalam hal ini, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur berada di gedung Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumut I. Tujuan didirikannya KPP tersebut adalah untuk memudahkan pengurusan pajak bagi wajib pajak antara lain melakukan penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT), pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan penyortiran terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) yang diterima.

Dalam pemberian pelayanan di KPP, peranan dan eksistensi pegawai sebagai unsur utama dalam penyelenggaraan pelayanan, dituntut untuk memahami kondisi objektif masyarakat dalam hal ini wajib pajak yang sedang berubah baik dalam sikap perilaku, tindakan ke arah budaya kerja yang professional, efektif, efisien, hemat, bersahaja serta anti KKN sehingga wajib pajak bisa memperoleh pelayanan yang baik dan berkualitas dalam pengurusan pajak.

Namun di dalam kenyataannya, pegawai masih sulit untuk mewujudkan suatu pelayanan yang berkualitas. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, masih terdapat kendala dalam pelaksanaan pengurusan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Salah satu hal yang menjadi kendala dalam pengurusan pajak adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai yang melayani merupakan pekerjaan yang rumit khususnya dalam mengolah data. Oleh karena itu, wajib pajak harus menunggu dalam waktu yang cukup lama sampai hasilnya selesai diproses oleh pegawai. Kendala lain yang juga sering terjadi adalah ada beberapa wajib pajak yang baru pertama kali melakukan pengurusan

pajak di Kantor Pelayanan Pajak tersebut, sehingga mereka kurang memahami prosedur pengurusan, misalnya cara mengisi Surat Pemberitahuan (SPT).

Selain itu juga terdapat perubahan sistem dan prosedur yang dijalankan terkait dengan adanya reorganisasi di KPP, yaitu penggabungan antara Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan Pajak, dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama, sehingga ketiga urusan tersebut dilaksanakan dalam satu kantor. Perubahan prosedur yang terjadi antara lain perubahan mekanisme penyelesaian layanan. Hal ini dapat dilihat dari adanya percepatan waktu penyelesaian layanan NPWP (yang dulunya butuh waktu beberapa hari, namun sekarang bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu jam). Perubahan mekanisme tersebut membuat beban kerja pegawai menjadi lebih tinggi seiring dengan pekerjaan semakin banyak. Untuk itu dibutuhkan ketelitian dan kecermatan karena pegawai harus menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan tepat. Selain itu, kedisiplinan juga harus ditingkatkan pegawai, antara lain disilplin dalam hal jam masuk/pulang kerja. Jika pegawai terlambat hadir pada waktu yang telah ditetapkan, maka akan dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku di KPP. Dalam menyeimbangkan beban kerja yang semakin tinggi akibat adanya perubahan tersebut, kenaikan gaji pegawai juga telah dilakukan. Dengan demikian, gaji yang diterima pegawai akan sesuai dengan pekerjaannya yang semakin rumit.

Hal-hal tersebut merupakan kendala yang perlu diatasi. Untuk mengatasinya, ada banyak cara yang dapat dilakukan. Salah satu cara yang sesuai untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur. Penerapan prinsip-prinsip good governance memiliki peran penting sebagai salah satu unsur reformasi

birokrasi. Melalui pelaksanaan prinsip-prinsip good governance yang diterapkan oleh pegawai, diharapkan wajib pajak mendapatkan kemudahan pelayanan dan dapat mengatasi segala permasalahan dan keluhan. Bagi pegawai, sebagai pihak yang melayani, dituntut efisiensi dan efektivitas kerja untuk mengatasi rumitnya beban kerja yang dihadapi agar tetap dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada wajib pajak. Selain itu, bagi KPP sendiri, pelaksanaan prinsip-prinsip good governance sangat berpengaruh pada eksisitensi institusi khususnya dalam mengelola perpajakan.

Menurut M.M. Billah (dalam Wibowo dkk, 2004:9), good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai, dan dapat bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu di dalam tindakan kehidupan keseharian. Di dalam pelaksanaannya, good governance merupakan salah satu usaha pemerintah untuk memperbaiki pola penyelenggaraan layanan publik dalam rangka perwujudan reformasi birokrasi, mengingat bahwa visi dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah terwujudnya good governance. Maka perlu disadari bahwa hal tersebut layak dan sangat penting untuk dikembangkan dalam kerangka pelayanan publik di Indonesia.

Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumut I melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur sebagai salah satu institusi yang berperan untuk melayani masyarakat atau wajib pajak khususnya dalam pengurusan pajak, juga dituntut untuk mampu melaksanakan dan mengembangkan nilai-nilai good governance di dalam praktik kinerjanya. Hal ini dinilai sangat berimplikasi pada kepuasan wajib pajak sebagai pihak yang berkepentingan mengingat perkembangan sosial politik dan ekonomi pada masa

kini dan masa yang akan datang saat globalisasi tidak dapat dihindarkan lagi serta tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas sudah semakin kuatnya, maka fungsi aparatur perpajakan yang paling menjadi sorotan.

Prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) sudah mulai diterapkan di Kantor Pelayanan Pajak tersebut sejak munculnya gagasan reformasi birokrasi oleh pemerintah. Hal ini dicanangkan salah satunya untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap wajib pajak dengan memberikan kemudahan-kemudahan sehingga dapat menimbulkan semangat bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Dengan diterapkannya prinsip-prinsip good governance di Kantor Pelayanan Pajak, diharapkan dapat berperan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik sebagaimana dicita-citakan sejak awal, mengingat bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara dan pendapatan dari sektor pajak sangatlah penting bagi negara. Oleh karena itu, para pegawai atau aparatur dituntut untuk memperbaiki kinerja, meningkatkan kualitas dan mengutamakan kepentingan pelanggan dalam hal ini wajib pajak dalam segala bentuk pelayanan yang diberikan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pelaksanaan Prinsip -Prinsip Good Governance Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumut I).”

1.2.Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian ini agar memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta, maka terlebih dahulu dirumuskan masalah yang akan diteliti.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah yang dikemukakan adalah “Sejauh mana pengaruh pelaksanaan prinsip-prinsip good governance terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumut I?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip-prinsip good governance di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumut I.

2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan publik di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumut I.

3. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan prinsip-prinsip good governance terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumut I.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:

1. Secara subjektif, penelitian diharapkan bermanfaat untuk melatih, meningkatkan, dan mengenbangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya khazana ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dan kualitas pelayanan publik. 2. Secara praktis, penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi instansi

terkait mengenai pentingnya pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dan kualitas pelayanan publik dalam pengurusan pajak . Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang mengarahkan kepada kemajuan institusi dan pelayanan publik yang lebih berkualitas.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapakan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Depertemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

1.5 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian

(Sugiyono, 2005:55). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1. Good Governance

1.5.1.1Pengertian Good Governance

Sekitar tahun 1996, menjelang berlangsungnya reformasi politik di Indonesia, beberapa lembaga internasional, seperti UNDP (United Nation Development Program) dan World Bank, memperkenalkan terminologi baru yang disebut sebagai good publik governance atau good governance. Popularitas terminologi ini mencuat di kalangan pemerintah dan akademisi (Dwiyanto, 2005:78). Good governance juga menjadi isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Sedarmayanti, 2003:4).

Berbagai lembaga internasional seperti UNDP dan World Bank memberikan pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian good governance. Berkaitan dengan good governance, Mardiasmo (2002:18) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, di mana pengertian dasarnya adalah kepemerintahan yang baik.

Menurut World Bank, good governance adalah peyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Menurut UNDP, good governance adalah hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (Sedarmayanti, 2003:7). Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefinisikan good governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (Kurniawan, 2005:16). Selain itu, menurut M.M. Billah (dalam Wibowo dkk, 2004:9), good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai, dan dapat bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu di dalam tindakan kehidupan keseharian.

Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa good governance adalah penyelenggaraan pengelolaan pemerintahan yang baik, dilakukan secara solid dan melibatkan domain pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat serta bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, amanah, dan bertanggung jawab yang dapat diterapkan melalui prinsip-prinsip partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsivitas, orientasi pada konsensus, kesetaraan, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas, dan bervisi strategi.

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan citi-cita bangsa dan

negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih, bertanggung jawab serta bebas KKN (Sedarmayanti, 2003:2). Tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menuntut dipraktikkannya prinsip good governance (Tangkilisan, 2005:114).

Secara umum kualitas good governance dapat tercapai apabila pemerintah dan instansi publik lainnya secara keseluruhan mampu bersikap terbuka terhadap ide dan gagasan baru dan responsif tehadap kepentingan masyarakat. Responsivitas akan meningkat jika masyarakat memiliki informasi yang lengkap mengenai proses dan implementasi kebijakan pemerintahan dan pembangunan (Sinambela, 2008:51).

Pemerintah sebagai representasi negara menjadi pihak yang paling banyak berperan dalam mengatur segala kepentingan publik. Hal ini dikarenakan pada pemerintah melekat fungsi pengaturan, penyediaan pelayanan pembangunan, koordinasi dan perencanaan yang memfasilitasi domain swasta dan masyarakat. Selain itu, sebagai lenmbaga tua dengan tradisi dan nilai yang sangat kuat tertanam dalam dirinya, pemerintah sejauh ini masih memainkan peran yang sangat dominan dalam penyelenggaraan governance. Dengan posisi yang demikian maka birokasi pemerintah memiliki peran stategis dalam reformasi praktik governance. Oleh karena itu diperlukan good government governance.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan domain pemerintah adalah institusi Kantor Pelayanan Pajak.

Penerapan good governance di KPP tidak terlepas dari peran pegawai sebagai subjek yang menjalankan aturan-aturan di KPP. Diterapkannya good governance diikuti dengan perubahan perilaku pegawai, karena dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai dituntut untuk bekerja secara teliti dan bertanggung jawab. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain kinerja, disiplin, dan pelayanan yang lebih ditingkatkan seiring dengan diterapkannya prinsip-prinsip good governance. Dengan demikian, kualitas kerja pegawai merupakan salah satu aspek penting untuk mencapai keberhasilan good governance.

1.5.1.2Prinsip-Prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip didalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Menurut United Nation Development P rogra m (UNDP) dalam LAN (Lembaga Administrasi Negara) dan BPKP (Tangkilisan, 2005:115) dan di dalam http://www.goodgovernance-or.id/ ada sembilan prinsip-prinsip yang juga menjadi karakteristik good governance, yaitu:

1. Partisipasi

Partisipasi adalah setiap orang memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk menyampaikan pendapat, bersuara dalam proses perumusan kebijakan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi

publik. Ini dapat dilakukan oleh pemerintah misalnya dengan menyediakan saluran komunikasi untuk mengutarakan pendapat dan merangsang keterlibatan publik melalui perencanaan partisipatif (http://www.goodgovernance.or.id/). Menurut Dwiyanto (2005:193), partisipasi publik merupakan hal yang penting sebagai cermin dihormatinya asas demokrasi di suatu negara dan penting untuk diangkat menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan good governance. Selain itu, Tjandra (2005:11) menyatakan bahwa partisipasi mendorong peran serta publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah setiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat atau aspirasi dan ikut serta dalam pelaksanaan program-program yang dibuat pemerintah. Dalam hal ini, partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi pegawai di Kantor Pelayanan Pajak dalam mengeluarkan pendapat dan keikutsertaan pegawai dalam pelaksanaan program-program yang dibuat oleh KPP.

Partisipasi pegawai merupakan hal yang sangat penting di KPP. Banyak bentuk partisipasi yang dilakukan antara lain partisipasi pegawai untuk mengeluarkan pendapat atau masukan kepada KPP. Pendapat atau masukan pegawai sangat penting untuk disampaikan, misalnya mengenai adanya keluhan-keluhan dari wajib pajak atau kekurangan dalah hal pelayanan. Pendapat atau masukan tersebut nantinya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi KPP untuk memperbaiki kualitas pelayanan. Bentuk lain dari partisipasi pegawai adalah keikutsertaan pegawai dalam pelaksanaan program-program yang dibuat oleh KPP seperti sosialisasi undang-undang perpajakn terbaru.

2. Penegakan Hukum

Penegakan hukum yaitu kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pengecualian, terutama hukum untuk hak asasi manusia harus dilindungi. Satrio (dalam http://www.goodgovernance.or.id/) menyatakan bahwa penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan hukum dengan konsisten tanpa memandang subjek dari hukum itu. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum merupakan penerapan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Untuk mencapai hal tersebut yaitu dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang berkomitmen terhadap penegakan hukum. Pemerintah juga harus mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan penyuluhan peraturan-peraturan yang bijaksana, efektif, adil dan tepat. Dalam hal ini, hukum dan peraturan yang telah ditetapkan di KPP harus ditaati tanpa memandang pangkat, jabatan, dan gender. Begitu juga jika ada yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan KKN, harus ditindak tegas untuk membuktikan tegaknya hukum di KPP tersebut.

Proses penegakan hukum harus diterapkan di segala lini instansi pemerintah. Hal ini dikarenakan setiap orang baik pimpinan maupun pegawai bisa saja melakukan pelanggaran hukum, penyalahgunaan jabatan atau wewenang dan KKN. Dan untuk mengatasinya, dibutuhkan suatu penegakan hukum yang tegas di KPP sebagai wujud bersihnya KPP dari praktik KKN, diskriminasi dan hal lain yang merugikan negara dan juga masyarakat khususnya wajib pajak. Jika terdapat pelanggaran hukum dan penyalahgunaan

wewenang hendaknya KPP harus menerapkan ketegasan hukum dan memberi sanksi yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.

3. Transparansi

Transparansi adalah keadaan dimana segala aspek dapat dilihat secara terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai dan mudah dimengerti yang dibangun atas dasar

kebebasan arus informasi. Notodisoerjo (dalam

http://www.goodgovernance.or.id/) menyatakan bahwa transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa transparansi merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan pemerintah yang dilakukan secara terbuka serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi. Untuk mencapai transparansi di KPP, dibutuhkan sarana yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi, misalnya fasilitas database, prosedur pengaduan, dan tata cara (prosedur) yang jelas mengenai pengurusan pajak dapat diinformasikan secara langsung di KPP. Hal lain yang dipublikasikan antara lain persyaratan teknis dan administratif, waktu penyelesaian, motto pelayanan, lokasi serta pegawai yang berwenang dan bertanggung jawab atas pelayana yang diberikan. Prosedur/tata cara pelayanan dapat dilakukan secara sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan, serta diwujudkan dalam bentuk bagan alir (flow chart) yang ditampilkan dalam ruang pelayanan. Bagan alir sangat penting dalam

Dokumen terkait