• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendampingan Oleh Yayasan KAKAK

Dalam dokumen T1 312009011 BAB III (Halaman 49-56)

C. Analisis Terhadap Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual Tahun 2011 Se-eks- Karesidenan Surakarta

1. Pendampingan Oleh Yayasan KAKAK

Dari 13 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani oleh Yayasan KAKAK tahun 2011, tentu saja Yayasan KAKAK sangat mempunyai peran dalam menangani kasus-kasus tersebut, peran Yayasan KAKAK dapat dilihat dalam berbagai aspek. Contohnya adalah aspek secara psikologis, medis, dan hukum.

Untuk pendampingan secara psikologis terhadap anak korban kekerasan seksual, hal itu memang sudah dilakukan mengingat anak korban kekerasan seksual mengalami tekanan secara batin yang

50

cukup kuat, apalagi pelakunya adalah orang terdekat korban yaitu orangtua sendiri. Contoh kasusnya adalah kasus Windarwati yang di perkosa oleh ayah kandungnya sendiri, sehingga membuat anak merasa sangat tertekan dan trauma, tetapi Yayasan KAKAK bekerja sama dengan Aliansi Perempuan Peduli Sragen dan Dinas Sosial Sragen melakukan perannya dengan baik, yaitu membawa anak untuk tinggal di shelter selama 2 minggu untuk penyembuhan trauma secara intensif dan akhirnya setelah 2 minggu Windarwati merasa keadaannya membaik dan bertekad menyonsong masa depan yang lebih baik. Dan pendampingan secara psikologis yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK itu berarti Yayasan KAKAK telah menjalankan atau sesuai dengan Pasal 8 UU Perlindungan Anak yang berisi setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Selain pendampingan secara psikologis, Yayasan KAKAK juga memiliki peran dalam bantuan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual. Yayasan KAKAK membantu anak korban kekerasan seksual dalam memperoleh hak-haknya secara hukum, biasanya kebanyakan anak-anak korban kekerasan seksual tidak mengerti bagaimana memperoleh hak-hak mereka secara hukum, mereka juga tidak memiliki pengetahuan yang mendetail tentang bagaimana jika suatu kasus kekerasan seksual itu ingin diproses secara hukum, oleh karena itu Yayasan KAKAK memberikan

51

pendampingan dimulai dari proses penyidikan di kepolisian hingga proses persidangan di pengadilan. Contoh kasus adalah Sari yang mengalami kasus persetubuhan oleh tetangganya, karena orang tua Sari tinggal di Tangerang dan Sari hanya tinggal bersama om dan neneknya, dan kebetulan mereka sangat ingin memproses kasus ini secara hukum, maka Yayasan KAKAK membantu keluarga Sari untuk bisa melaporkan kasus tersebut ke kepolisian supaya dapat diproses secara hukum. Hal ini berarti Yayasan KAKAK sudah menjalankan Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 18 UU Perlindungan Anak, yang berbunyi:

Pasal 17 ayat 1

Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa

b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku

c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum

52

Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya

Semua peran yang sudah dilakukan oleh Yayasan KAKAK terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi sepanjang tahun 2011 patut ditinjau kembali, apakah seluruh peran yang sudah dilakukan oleh Yayasan KAKAK itu semua sejalan dengan peran strategis Yayasan KAKAK, berikut ini penulis akan menganalisis peran senyatanya Yayasan KAKAK yang sudah dilakukan dibandingkan dengan peran strategis Yayasan KAKAK yang semestinya.

a. Community Organizer, dengan fungsi:

Memperkuat akses terhadap sumber daya, penguasaan informasi dan organisasi masyarakat.

Penjelasan: Peran strategis community organizer menurut penulis sudah dilakukan oleh Yayasan KAKAK. Yayasan KAKAK memperkuat akses terhadap sumber daya, penguasaan informasi dan organisasi masyarakat dengan cara bekerja sama dengan banyak organisasi masyarakat lainnya agar memperoleh informasi terkait adanya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Contoh organisasi masyarakat yang bekerja sama dengan Yayasan KAKAK adalah Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Surakarta,

53

Aliansi Perempuan Peduli (APP), Sukowati Sragen, Aliansi Perempuan Peduli (APP) Makmur Sukoharjo, Aliansi Perempuan Peduli (APP) Sukses Wonogiri, Setara Kita Klaten, Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial (LKTS) Boyolali, Penggerak Partisipasi Perempuan, Anak dan Remaja Indonesia (PEPARI) Boyolali.

b. Fasilitator, dengan fungsi:

Memfasilitasi proses belajar masyarakat dan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kemampuannya mengatasi masalah.

Penjelasan: Peran strategis fasilitator Yayasan KAKAK kerjakan pada kasus yang dialami oleh Sari. Om dan nenek dari Sari berusaha mencari pendampingan dari LSM supaya kasus Sari terselesaikan melalui jalur hukum. Yayasan KAKAK kemudian memfasilitasi keluarga korban untuk mengatasi masalah yang dialami oleh Sari. Yayasan KAKAK mendampingi proses penyelesaian kasus secara hukum dimulai dari penyidikan di kepolisian hingga adanya vonis hakim di pengadilan, yang mana akhirnya pelaku di jatuhi vonis oleh hakim PN Klaten 5 tahun penjara, denda 60 juta rupiah dan subsider 2 bulan penjara (jeratan vonis pasal 81 (2) UUPA).

54

c. Advokator, dengan fungsi:

Mendorong terjadinya perubahan-perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan dan hak-hak anak.

Penjelasan: Peran strategis advokator menurut penulis Yayasan KAKAK belum bisa menjalankan dengan baik, dikarenakan masih ada yang seharusnya dilakukan perubahan kebijakan demi kepentingan hak anak tetapi Yayasan KAKAK belum melakukannya. Contohnya terjadi pada kasus sodomi yang dialami oleh 5 orang anak sebagai korban dan pelakunya 1 yaitu guru ngaji. Kasus itu akhirnya didampingi Yayasan KAKAK secara non litigasi karena dari hasil visum tidak ditemukan luka pada korban, sehingga dirasa untuk melanjutkan kasus ke jalur hukum akan susah karena tidak ada bukti. Dari kasus tersebut seharusnya Yayasan KAKAK melakukan peran strategis advokator yaitu dengan adanya perubahan kebijakan demi kepentingan hak anak, yaitu dengan cara jika hasil visum tidak terbukti, dan jika dilanjutkan proses hukum ditakutkan kurang bukti, seharusnya Yayasan KAKAK tetap mendampingi korban untuk berproses hukum karena walau secara bukti tidak ada, tetapi ada saksi yang melihat kasus sodomi tersebut. Saksi tersebut bisa dijadikan alat bukti untuk melanjutkan proses hukum.

55

d. Researcher, dengan fungsi:

Melakukan penelitian-penelitian kritis yang mampu mendorong terbangunnya ilmu pengetahuan masyarakat, dan berguna untuk mendukung mengembangkan model pendidikan maupun advokasi.

Penjelasan: Yayasan KAKAK melakukan penelitan demi mendukung perkembangan model pendidikan maupun advokasi terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak di kota Wonogiri. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak itu rentan terjadi di Wonogiri, tetapi mengapa sepanjang tahun 2011 hanya ada 2 kasus yang dijumpai dan bahkan dari 2 itu hanya 1 yang didampingi oleh LSM lokal, oleh karena itu Yayasan KAKAK melakukan penelitian terkait hal itu, dan ditemukan ternyata adanya banyak hambatan yang ditemui oleh korban dan keluarga korban kekerasan seksual jika ingin memproses kasus melalui jalur hukum, contohnya adalah jika keluarga korban inign melaporkan kasus ke kepolisian jarak yang sangat jauh harus ditempuh dari rumah warga untuk menuju Polsek atau Polres. Dan juga dari hasil penelitian, Yayasan KAKAK menjumpai ternyata LSM lokal juga memiliki hambatan diantaranya adalah sumber daya manusia mereka yang sangat terbatas. Dari hasil penelitian

56

ini maka Yayasan KAKAK memperoleh pengetahuan, dan kemudian di evaluasi ditemukan jalan keluar yaitu Yayasan KAKAK akan membantu lebih intens kepada LSM lokal di Wonogiri, untuk bantuan kepada LSM lokal di kota lain seperti di Boyolali sedikit dikurangi karena di Boyolali juga sudah ada LSM lokal yang menangani khusus perlindungan anak. Hal itu Yayasan KAKAK lakukan demi adanya perkembangan model pendidikan maupun advokasi terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak di kota Wonogiri.

Dalam dokumen T1 312009011 BAB III (Halaman 49-56)

Dokumen terkait