• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA

B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara

Dalam sub-bab ini, penulis akan membahas mengenai pendanaan terorisme di empat negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Filipina, Singapura, dan Malaysia. Alasan penulis memilih ke empat negara tersebut, yaitu karena Singapura dan Malaysia dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu mengapa dua negara tersebut jarang terjadi bom terorisme, Indonesia (Poso, Ternate, Ambon, Aceh, Medan, Pekanbaru, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Bandung dan kota-kota lainnya) sebagai area perjuangan, dan Filipina (kamp.Hudaibiyah/kamp.MILF) merupakan wilayah pelatihan.54 Berikut ini penulis akan menjelaskan metoda pendanaan teroris dimasing-masing negara secara berurutan.

Terkuaknya metoda pendanaan terorisme di Indonesia ditandai dengan adanya peristiwa meledaknya Bom di Bali yang merenggut lebih dari 180 jiwa pada 12 Oktober 2002, menegaskan keberadaan kelompok teroris di Indonesia terkait dengan terorisme internasional. Berbagai tanggapan yang muncul di berbagai kalangan masyarakat dan media massa bahwa teror tersebut adalah rekayasa Amerika Serikat untuk menekan pemerintah Indonesia agar menangkap sekelompok orang yang dituduh terkait kelompok teroris islam yang telah ditangkap di Malaysia, Singapura, dan Filipina sejak 2001.55 Jauh sebelum 11 September Indonesia telah menderita serangan teroris karena satu rangkaian tindakan-tindakan teroris yang terjadi dari tahun 2000-2001. Hal ini yang dimasukkan satu rangkaian ledakan-ledakan dalam tujuh kota yang besar yang

54

Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.

55

Indonesia dan Terorisme Internasional, http://interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/71-indonesia-dan-terorisme-internasional. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44.

menargetkan gereja-gereja di Malam Hari Natal pada tahun 2000 dan beberapa wilayah umum yang lain seperti pusat perbelanjaan dan alun-alun, dan bangunan Jakarta Stock Exchange. Ada banyak korban, namun tidak sebanyak pada serangan teroris 11 September. Awalnya banyak dari masyarakat Indonesia belum menyadari akan ancaman teror bahwa bisa terjadi pada setiap waktu, dan tidak pandang pada target atau tempat. Usaha-usaha dari pemerintah di dalam menetralkan kelompok-kelompok yang terlibat, sering kali menuduh pemerintah tentang memecahkan Islam dengan menggambarkan dan menyamaratakan, bahwa teroris digolongkan sebagai Islam. Dari hasil tersebut, pemerintah menjadi lebih berhati-hati secara representatif dalam bertindak. Sementara itu, negara-negara lain bertindak melawan kelompok teroris dan menangkap informasi dengan mengumpulkan aktifitas kelompok teroris di Indonesia.56

Negara Indonesia merupakan negara berkembang dengan posisi yang sangat strategis memegang peranan penting di ASEAN, namun telah menjadi salah satu sasaran terorisme. Berbagai permasalahan dalam negeri dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan teror. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa sangat rentan dimanfaatkan untuk menimbulkan konflik, termasuk kegiatan terorisme.

Kelompok teroris yang saat ini aktif beroperasi di Indonesia secara umum merupakan bagian dari Jamaah Islamiyah.57 Kelompok teroris pimpinan Noordin M.Top merupakan kelompok teroris bagian dari Jamaah Islamiyah. Kelompok

56

Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah,

http://interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44.

57

Muh Taufiqurrohman, Peta Kelompok Teroris Indonesia, Jurnal Hubungan Internasional, vol.6 no.1 Maret 2010, h.66-67.

Noordin M.Top memisahkan diri dari Jamaah Islamiyah sejak terjadinya peristiwa peledakan Hotel Marriot tahun 2003. Kelompok teroris Noordin M.Top memiliki beberapa nama yaitu Thoifah Muqatilah, Brigade Firaqul Maut, Anshorul Muslimin, dan Tanzim Al-Qaeda Al-Jihad untuk gugusan Kepulauan Melayu. Pendirian kelompok ini dilatarbelakangi oleh perang Irak dan Afghanistan yang dikobarkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Indonesia. Untuk mencapai perjuangan, digunakan strategi perjuangan nikayah (balas dendam). Awalnya, anggota kelompok teroris Noordin M.Top berasal dari Jamaah Islamiyah. Namun pada perkembangannya, karena Noordin M.Top kesulitan mendapatkan anggota dari Jamaah Islamiyah, para anggota baru direkrut dari kelompok Islam radikal lain, yaitu KOMPAK dan Darul Islam.

Kelompok teroris Noordin M.Top menggunakan metoda clandestine (rahasia) dalam setiap operasinya. Metoda ini dilaksanakan denga cara membagi kelompok ke dalam sel-sel yang terdiri dari tiga sampai lima orang untuk setiap unit operasi. Antara unit yang satu dengan yang lainnya terjadi “kompartmentalisasi”, sehingga informasi dan identitas anggota dan pekerjaan sel terlindungi. Selain itu, juga memakai cara bom bunuh diri. Pendanaan operasi-operasi terorisme kelompok Noordin M.Top berasal dari Al-Qaeda, yang disalurkan kepada kelompok melalui Hambali.58 Dalam kasus pembiayaan atau pendanaan terorisme internasional yang masuk ke Asia Tenggara dapat dilihat dari laporan Majalah Time, bahwa dikatakan Hambali menerima uang sejumlah Rp.1,1 miliar dari Al-Qaeda untuk pengeboman di Indonesia. Di antara aksinya adalah membantu untuk meledakkan dua belas pesawat Amerika di atas Laut

58

Pasifik pada 1995, bom natal 24 desember 2000, dalang bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002 dan penanggung dana bom di Hotel JW Marriot Jakarta pada 5 Agustus 2003.59

Aksi Bom Bali I dan II adalah aksi terencana yang merupakan proyek Hambali, semua jaringan di Indonesia mengetahui ada rencana tersebut, bom JW Mariiot juga terencana, namun berasal dari jaringan Jakarta. Mereka bertemu berawal dari pertemuan di Afghanistan, dan mereka bertemu kembali di konflik Poso.60 Pengiriman dana aksi tersebut melalui kurir seorang warga Malaysia bernama Wan Min bin Wan Mat, diakuinya pada tahun 2002 pernah mengirim US$35.500 kepada Muchlas, melalui anggota Jamaah Islamiyah (JI). Saat itu Muchlas sudah lari ke Thailand dan selanjutnya kembali ke Indonesia. Kiriman pertama pada awal April 2002, senilai US$15.500, disusul US$10.000, dan 200.000 baht thailand (senilai US$5.000), dan terakhir US$5.000. Total nilainya hampir Rp.300 juta (dengan kurs Rp.8.400 perdolar AS), yang dipakai Muchlas dan kawan-kawan untuk aksi bom di Bali. Muchlas mengelola uang tersebut secara ketat sehingga tidak diketahui dan karena dikirim tidak lewat bank, maka tidak dapat terlacak oleh aparat.61 Dalam kasus bom JW Marriot-1, teroris menerima aliran dana dari Hambali sebesar USD 50.000, yang diselundupkan melalui perbatasan Malaysia-Riau.62

59

Wawan H.Purwanto,Terrorisme Undercover,Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2007, h.19-20.

60

Wawancara dengan Bpk. Usep Fathoni seorang Darul Islam tanggal 31 Oktober 2011, pukul 13.00.

61

Dana ’halal’ untuk aksi terlarang,

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id. html. diakses pada 29 September 2009, pukul, 20.45 wib.

62

Perubahan Pola Serangan dan Aliran Dana Teroris

http://hankam.kompasiana.com/2010/06/27/perubahan-pola-dan-aliran-dana-teroris/, Diakses pada 10 Agustus 2010 pukul, 11:35.

Keterkaitan Al-Qaeda dengan jaringan teroris di Indonesia juga terungkap dalam persidangan tahun 2004.63 Para tersangka mengaku mendapatkan bantuan dana dari petinggi Al-Qaeda, yaitu Khalid Sheikh Mohammad, melalui para pelajar Indonesia yang belajar di Pakistan. Kelompok Noordin M.Top mendapatkan paket dari Dumai yang isinya uang dollar Australia (Australia $25.000) yang dikirim Hambali lewat kurir. Uang berasal dari Gun Gun, adik Hambali yang berasal Pakistan. Gun Gun mendapatkan dana itu dari Khalid Sheikh Mohammad. Dana itulah yang digunakan dalam pengeboman JW Marriott tahun 2003.

Kelompok teroris di Indonesia selain mendapatkan pedanaan yang berasal dari luar Indonesia, mereka juga mendapatkan dari dalam negeri atau berasal dari sumbangan para anggota, contohnya kelompok teroris Poso, kelompok teroris Palembang, kelompok Jamaah As-sunnah.64 Kelompok Poso dilatarbelakangi oleh konflik komunal anatar warga Muslim dan Kristen Poso yang terjadi pada tahun 2000. Kelompok Poso juga terkait dengan Jamaah Islamiyah (JI), mereka menjalin kerjasama pelatihan militer pada bulan Agustus 2000. Ideologi kelompok Poso terkait erat dengan JI, yaitujihad qital dan bertujuan menegakkan agama Islam.

Dana mereka berasal dari infaq (sumbangan) bulanan para anggota, fa’I (perampokan), sumbangan-sumbangan, dan potongan dari kontrak-kontrak yang didapat melalui kader JI yang ditempatkan secara strategis di kantor-kantor pemerintah lokal. Semua dana tersebut berasal dari Poso.65 Hal serupa juga

63

Terorisme Disokong Dana Al-Qaeda, http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A5556_0_3_0_M. Diakses pada 29 September 2011, pukul 22.30.

64

Taufiqurrohman,Peta Kelompok Teroris Indonesia,h.70.

65

dilakukan oleh kelompok teroris Palembang, pendanaan mereka berasal dari beberapa sumber, yaitu iuran pribadi para anggota dan sumbangan dari pihak luar. Untuk mendapatkan dana, kelompok ini mengajukan proposal kegiatan keagamaan fiktif ke perusahaan-perusahan swasta, misalnya Bank Indonesia dan P.T Pupuk Sriwijaya, dan instansi-instansi pemerintah dengan mengatasnamakan Forum Bersama Umat Islam.66

Melalui iuran anggota dan usaha-usaha penipuan tersebut, kelompok Palembang mengumpulkan dana sejumlah Rp. 11.632.000 yang dipakai untuk membiayai operasi-operasi terorisme.67 Tidak jauh berbeda dengan kelompok sebelumnya, kelompok Jamaah As-Sunnah (JA) juga mendapatkan pendanaan dengan iuran para anggota. Pendirian JA dilatarbelakangi oleh konflik antar agama di Ambon pada tahun 2000. Kelompok ini didirikan atas respon atau tuntutan untuk mengirim laskar ke wilayah konflik di Ambon. Kelompok ini berbasis di Masjd As-Sunnah Bandung, dan mulai aktif pada tahun 2000 ketika Ambon sedang bergejolak. Pemimpin JA merupakan Amir Jihad yang sekaligus imam di masjid As-Sunnah, dibantu oleh Asadaduddien (sekertaris), Abu Ismail (bendahara), Abu Izzudien (ketua bidang dakwah), Abu Dzar (ketua bidang ekonomi), Qudama (ketua bidang data dan informasi), dan Abu Fajri (komandan laskar).68

Tujuan dari kelompok JA dalah untuk menegakkan syariat Islam. Hal ini berarti tidak bertujuan mendirikan negara Islam, akan tetapi membuat pemerintah Indonesia untuk menjalankan, dan menerapkan syariat Islam secara total.69

66 Ibid,h.74. 67 Ibid.h.74 68 Ibid,h.76. 69 ibid, h. 77-81.

Pendanaan JA berasal dari tiga sumber, yaitu: iuran anggota, sumbangan dari pemimpin JA, dan sumbangan dari simpatisan. Anggota-anggota JA memberikan sumbangan Rp.5.000 – Rp.100.000 perbulan tergantung dari situasi keuangan masing-masing. Pemimpin JA dan para simpatisan menyumbangkan uang sebesar Rp.250.000 sampai tiga juta. Diantara simpatisan JA adalah mantan pejabat Kodam Siliwangi dan pengurus Majelis Mujahidin Indonesia.

Kelompok teroris JA menjalin kerjasama dengan Jamaah Islamiyah dalam bidang militer dan dakwah. Dalam bidang militer, JA mendapatkan materi pelatihan militer tentang manajemen operasi militer dari Ustadz Dudung, anggota Jamaah Islamiyah di Subang.70 Sementara itu, Syaifudin Umar alias Abu Fida, seorang anggota Jamaah Islamiyah dan jaringan Noordin M.Top dari Surabaya, membantu pemimpinan JA dalam memantapkan ideologi jihad anggota-anggota JA. Abu Fida mengajarkan paham Noordin M.Top mengenai perlunya operasi balas dendam kepada Amerika dan pentinggnya menjalankan operasi terorisme dalam unit-unit kecil.

Berikutnya kelompok teroris Filipina yang terjadi karena kelompok pemberontakan Moro sangat mendominasi kehidupan politik di Filipina dalam beberapa periode.71Keberadaan kelompok Moro tidak lepas dari peranan Spanyol dan Amerika yang pernah menjajah negara tersebut. Sejak Filipina di bawah jajahan Spanyol selama hampir 350 tahun, telah banyak kebijakan yang dikeluarkan. Salah satu kebijakan yang kemudian memicu timbulnya peperangan adalah ketika tahun 1565, Spanyol menghentikan penyebaran agama Islam dan

70

Ibid,h.84.

71

Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approach dan Meyentuh Akar Rumput,.Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009, h.20.

aktivitas kelompok Moro di selatan Filipina. Kemudian Spanyol berusaha memperluas penyebaran agama Kristen di wilayah utara Filipina. Di bawah jajahan Amerika Serikat, Filipina pun mengalami nasib yang hampir sama, yaitu wilayah yang berpenduduk Islam bangsa Moro dikuasai.

Pada tahun 1972 lahir suatu gerakan Moro National Liberation Front (MNLF) yang didirikan oleh Nur Misuari.72 Perselisihan antara pemerintah Filipina dan MNLF pimpinan Nur Misuari akhirnya diakhiri dengan kesepakatan perdamaian kedua belah pihak di Tripoli pada tahun 1976. Perjanjian tersebut baru ditandatangani pada tahun 1996, seiring dengan pelaksanaan Konferensi Organisasi-organisasi Islam atau Organization of1 the Islamic Conference(OIC) yang dilasanakan di Jakarta. Kesepakatan in diambil dengan memberlakukan otonomi khusus bagi rakyat Muslim Mindanao atau Autonom Region of Muslim Mindanao(ARMM) dan sekaligus mengangkat Nur Misuari sebagai gubernur.

Sebagai bagian dari Mindanao, ARMM dibentuk untuk membawa situasi ketertiban dan keamanan di kawasan tersebut.73 Tetapi, hal itu gagal dilakukan saat Misuari dan pasukannya turut dalam berperang. Para pendukung Misuari menolak ARMM yang mengakibatkan terjadinya konflik antara Tentara Filipina (AFP) dan ARMM. Konflik internal di dalam faksi MNLF terutama antara Misuari dan Hussin merupakan salah satu permainan perang tersendiri dalam konflik Filipina. Konflik internal dalam tubuh MNLF telah menyebabkan kelompok Misuari kehilangan posisi tawar mereka dengan pemerintah Filipina. Pemerintah Filipina tidak selalu mampu menangani situasi di Mindanao. Sebagai contoh, kebijakan deklarasi Perang Total yang diutarakan oleh Presiden Estrada

72

Ibid,h.21.

73

Yunanto, S.Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara,Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2003, h.172-173.

pada Mei 2000 sama sekali menggagalkan proses perdamaian. Pandangannya yang menyamaratakan bahwa semua Islam adalah musuh memperlihatkan pengetahuannya yang minim serta ketidakpekaannnya tentang sejarah pemberontakan bangsa Moro.

Selain konflik internal, perdamaiaan di Mindanao juga dipengaruhi kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi di Manila (kelompok kaya) tetapi juga di antara Tri-people (masyarakat asli, penduduk muslim, dan penduduk Kristen) yang memilih pandangan berbeda dalam memahami proses politik dan ekonomi.74 Kecemburuan sosial yang disebabkan oleh akses terhadap pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan serta jaminan sosial di antara masyarakat Selatan merupakan faktor-faktor di balik kesenjangan tersebut. Penyelesaian pemberontakan Moro, dari yang paling tegas (Martial Law 1972) sampai dengan kesepakatan damai 1996 semuanya mengalami kegagalan. Mindanao bukan hanya merupakan persoalan hukum, melainkan juga persoalan budaya dan sejarah.

Diskriminasi politik kolonial Spanyol berlanjut pada masa kolonial Amerika. Kemunculan awal pemberontakan kelompok Islam terhadap negara Filipina dimulai pada awal 1950-an.75 Situasi Mindanao memburuk di bawah pemberlakuan Undang-undang Darurat 1972 yang dideklarasikan oleh Presiden Marcos. Orang-orang Moro selalu berada dalam situasi yang serba kekurangan terhadap pemenuhan hak untuk memperoleh akses di bidang-bidang pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sosial. Dalam pandangan pemerintah, Moro telah melawan undang-undang. Konstitusi Filipina tidak mengatur secara jelas hubungan antara pemerintah di tingkat pusat dan daerah, apakah dalam bentuk

74

Ibid.h.173

75

negara kesatuan atau federal, meskipun sistem negara kesatuan mendominasi sistem pemerintahan Filipina. Setelah Marcos digulingkan dalam tahun 1986, administrasi Corazon Aquiono mulai bernegosiasi tentang otonomi Moro dengan MNLF, tetapi gagal karena oposisi oleh faksi-faksi dalam pemerintah Manila dan perbedaan antara Moro.76

Jaringan Filipina merupakan jaringan terkecil diantara jaringan JI, tetapi sangat penting sebagai sebuah logistik utama untuk bertanggunjawab memperoleh bahan peledak, senjata dan perlengkapan lainya.77 Pemimpin jaringan Filipina berasal dari Indonesia, Fathur Rohman al-Gozi (Mike). Ia lahir pada 17 Februari 1971 di Jawa Tengah, Al-Gozi juga merupakan murid di pesantren Al-Mukmin milik Abu Bakar Ba’asyir sejak tahun 1984-1990, kemudian melanjutkan madrasa di Pakistan pada tahun 1990. Di Pakistan ia direkrut sebagai anggota JI oleh seorang pebisnis asal Malaysia dan seorang anggota shura JI, Faiz Abu Bakar Bafana. Ia dilatih oleh Al-Qaeda di Afghanistan (1993-1994), dimana ia dikenalkan kepada beberapa personel MILF dan dikirimkan ke Filipina (1996) sebagai penghubung dan mendirikan sel JI.

Al-Gozi menjadi penghubung antara JI dengan MILF, dimana posisi ini sangat penting, karena banyak anggota JI yang dilatih di kamp MILF. Al-Gozi dan pelatih lainnya dari JI dan Al-Qaeda dalam MILF memainkan peranan dalam beridirnya organisasi teroris mereka pada tahun 1999-2000, ini merupakan grup operasi khusus.78 Sebagai imbalannya, Muklis Yunos, komandan kelompok operasi khusus, yang dilatih dengan Gozi di Afghanistan mempertemukan

Al-76

Angel M.Rabasa, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical, and Terrorists.New York: Oxford University Press Inc, 2003, h.54.

77

Zachary abuza, Militant Islam in Southeast Asia,London: Lynne Rienner Publisher: 2003, h.136-137.

78

Gozi dengan Hussain Ramos, pemasok bahan peledak ke MILF. Hal ini penting, karena pada musim gugur tahun 2000, Al-Gozi memerintahkan untuk memperoleh bahan peledak yang signifikan untuk operasi JI. Dalam satu pertemuan di Kuta Kinbalo, Malaysia, Faiz bin Abu Bakar Bafana telah memesan kepada Al-Gozi pembelian lima sampai tujuh ton bahan peledak yang akan dibawa ke Singapura dan akan digunakan di Singapura, Faiz mengirimkan $18,000 untuk pembayaran melalui sebuah bank di Singapura kepada tiga akun rekening Al-Gozi di bank nasional Filipina. Al-Gozi mengambil 250,000 peso ($4,850) dari bank pada November 2000 dan mulai melakukan pembelian bahan peledak di Cebu; kemudian Al-Gozi mengaku melakukan membeli lebih dari 1,100 kilogram TNT. Untuk mendukung MILF, Al-Gozi membantu dan mendapatkan keuangan untuk Muklis dalam pemboman Metro Manila pada 30 Desember 2000, yang menewaskan 22 orang. Al-Ghozi alias Ronny Asaad bin Ahmad alias Idris Anwaruddin alias Randi Adam Alih alias Sammy Sali Jamil ditangkap 15 Januari 2002. Ia dibekuk karena menyimpan secara ilegal satu ton bahan peledak jenis TNT (trinitrotoluene), 300 detonator, dan 17 senapan M-16.79 Untuk semua alat pemusnah ini, tentu diperlukan dana tidak sedikit. Harga resmi yang dibayar militer AS untuk satu pon TNT sekitar US$ 25. Dan harga ini bisa lebih mahal di pasar gelap. Untuk memperolehnya, Ghozi harus memiliki paling sedikit US$ 50 ribu (sekitar Rp 420 juta). Ghozi, yang bernama sandi ”Mike”, menyimpan uang lebih banyak karena, ia terlibat dalam peledakan stasiun kereta

79

Dana ’halal’ untuk aksi terlarang,

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id. html. diakses pada 29 September 2009, pukul, 20.45.

api Metro Manila, 30 Desember 2000. Ghozi menyediakan komponen peledak dan penyandang dana bagi tersangka utama, Muklis Yunos.

Selanjutnya kelompok teroris di Singapura. Negara Singapura menjadi bagian dari kawasan Asia Tenggara, khususnya bagian Dunia Melayu. Sebelum dikuasai kerajaan Inggris, Singapura merupakan bagian kekuasaan Riau Lingga, negara bagian Johor.80 Ditinjau dari berbagai aspek, Dunia Melayu tetap merupakan wilayah yang penting baik secara geopolitik, geoekonomi, maupun geososial bagi keberlangsungan Singapura. Bagi kekuatan-kekuatan besar, Singapura merupakan negara yang penting di Asia Tenggara. Letak pentingnya Singapura karena negara ini memiliki sumber-sumber kekayaan regional, sebagai pengawas jalur utama komunikasi laut dan kedekatannya dengan pusat-pusat kekuatan penting di Cina, Jepang, dan India.

Satu efek terpenting dari Tragedi 9/11 adalah munculnya kebersamaan antara Beijing dan Washington dalam menghadapi ancaman terorisme internasional. Kesaksian mengenai peningkatan globalisasi dunia yang terlihat di New York dan Washington pada 11 September mempunyai dampak yang jauh dan luas. Salah satu kawasan yang merasakan dampaknya secara langsung adalah Asia Tenggara. Kawasan ini selalu diperhitungkan dalam strategi politik dan ekonomi dunia sejak tahun 1945 dan belum pernah lepas dari perhatian negara-negara dunia. Dengan tuduhan Washington terhadap Osama dan jaringan Al-Qaeda mengenai serangan teroris dan deklarasi perang melawan para pendukungnya dan sumber-sumber teroris, perang AS melawan teroris mau tidak mau menjangkau Asia Tenggara, terutama dalam rangka hubungan-hubungan

80

yang sudah dijalin antara berbagai kelompok teroris di kawasan ini, yang juga menjadi sasaran AS.

Dalam hubungan ini, perhatian khusus diberikan kepada teroris yang dikaitkan dengan gerakan Islam yang beroperasi di Malaysia, Indonesia, dan Filipina dan juga ditemukan jaringannya di Singapura.81 Masalah dan tantangan bagi Singapura tidaklah sederhana mengingat hubungan dengan negara tetangga yang penduduknya mayoritas beragama Islam (Indonesia dan Malaysia). Tantangan itu juga muncul dalam bentuk ancaman baru dari terorisme internasional yang sudah memiliki jaringan di kawasan ini. Secara tradisional, pemerintah Singapura selalu memperhatikan ancaman keamanan dari dalam dan dari negara tetangganya terutama ancaman yang berasal dari komunisme dan komunalisme. Negara ini pernah mempunyai pengalaman terorisme di masa lalu, termasuk tantangan teroris yang dilakukan Partai Komunis Malaya, 22 kasus yang melibatkan tokoh agama dan sebelas serangan bom dalam kurun waktu antara tahun 1986 dan 1974, teroris dari partai Palestina Merdeka dan Japanese Red Army, pembajakan pesawat penerbangan Vietnam, Malaysia, dan Singapura pada Oktober 1977, Desember 1977 dan Maret 1991. Pada Desember 2001, pemerintah mengumumkan penangkapan sejumlah warga negara Singapura yang mempunyai hubungan dengan teroris regional dan internasional serta terhadap mereka yang merencanakan aksi untuk meledakkan sasaran Amerika di Singapura. Bagaimanapun cara pemerintah menangani masalah dan tantangan ini, yang jelas adalah tragedi 11 September sudah secara langsung menganggu keamanan Singapura dalam berbagai tingkatan.

81

Singapura memiliki sejumlah persoalan yang berkaitan dengan Islam militan dan permasalahannya. Ada tiga faktor utama yang dapat diperhatikan dalam kaitan ini, yaitu:82

a. Kenyataan tentang bertambahnya populasi penduduk muslim.

b. Fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa Singapura terletak di Asia Tenggara terutama dikelilingi oleh negara-negara dengan populasi muslim terbesar di Indonesia, Malaysia, Brunei seperti juga halnya di Thailand dan Filipina Selatan.

c. Kenyataan tentang keunikan geopolitik dan geostrategis Singapura tidak dapat menghindar dari pekembangan pada tingkat global, yang berasal dari Timur Tengah atau cara Barat memandang politik Islam atau Islam militan secara garis besar dampaknya terhadap Singapura dan kebijakan luar

Dokumen terkait