• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DI ASIA TENGGARA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ilmu Sosial

oleh:

MAYA DAMAYANTI

NIM. 106083003630

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Maret 2012

(5)

iv hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kerjasama yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme serta aspek-aspek yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya pendanaan terorisme. Penulis menemukan, bahwa upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu wilayah telah disahkan sepuluh negara anggota ASEAN dan mengadopsi Deklarasi ASEAN Aksi Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN ke-7 tanggal 5 November 2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN memandang terorisme sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional dan tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020. Komponen dalam kerjasama ASEAN adalah ASEAN Regional Forum (ARF). ARF merupakan salah satu forum dialog yang dimiliki oleh ASEAN yang memfasilitasi kerjasama negara kawasan Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik untuk membahas masalah terorisme. Terorisme merupakan ancaman serius terhadap stabilitas, perdamaian dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Namun kerjasama ASEAN tersebut belum efektif karena adanya kelemahan-kelemahan dalam proses pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, namun terorisme dapat diredam dengan adanya kerjasama internasional dan konvensi-konvensi teresebut. Kerjasama-kerjasama tersebut dilakukan dalam hal tukar menukar informasi intelijen, koordinasi penegak hukum, pertukaran informasi pergerakan kelompok teroris, modus operandi teroris, penyidikan rekening teroris, membekukan aset teroris, training/pelatihan menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan-bahan peledak.

Skripsi ini menggunakan kerangka pemikiran kerjasama internasional oleh K.J Holsti dan konsep keamanan Barry Buzan. Jenis penelitian ini adalah jenis deskriptif analisis yang mengandalkan data berupa data primer seperti wawancara, dokumen-dokumen resmi ASEAN. Sementara data sekunder berupa studi kepustakaan, didapat melalui buku-buku, jurnal, multimedia, hasil penelitian, dan terbitan-terbitan lainnya.

(6)

v Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kerjasama ASEAN Dalam Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di

Asia Tenggara”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Kiky Rizky, M.Si. sebagai Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan arahan, data-data skripsi, ilmu yang bermanfaat, dan saran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Bapak dan Mama Tercinta, Abdul Wahab dan Sri Sukinem selaku orang tua penulis yang telah memberikan dorongan semangat, yang tidak kenal lelah mengumandangkan ayat suci, berdoa untuk kebaikan putri-putrinya, dukungan baik moral maupun material selama penulis menuntut ilmu serta doa restunya yang selalu menyertai penulis. Terimakasih Mah, Pa... semoga Allah SWT selalu melindungi, memberikan kesehatan, ketentraman batin, rezeki untuk mama dan bapak. Amin….I Love You.

3. Prof. Dr.Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Sejumlah narasumber seperti J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga merupakan mantan DI/TII), Usep Fathoni

(seorang anggota Darul Islam/DI), AKP Terima Sembiring, SH.

(Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI), Kompol. Wino Sumarno

(Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri),

(7)

vi Luar Negeri RI), Johannes O.S Manginsela (bagian Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT), Farah Monika

(Technical Officer, Security Cooperation Division, ASEANSecretary).

6. Bapak Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.

8. Bapak Armein Daulay M.Si. dan Bapak Badrus Sholeh, MA sebagai dosen Program Studi Hubungan Internasional yang telah banyak memberikan data-data skripsi, informasi narasumber, ilmu yang bermanfaat, memberikan saran serta mengajarkan dan membimbing penulis sejak awal memasuki Jurusan Hubungan Internasional.

9. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswi.

10. Terimakasih untuk perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan PDHI UI, Perpustakaan Univ.Budi Luhur, Perpustakaan KEMLU, Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES POLRI, Densus AT 88, BNPT, PPATK.

11. Teruntuk Mba Emmi Dhamayanti, kak Ferry Irwansyah, Al Masih (Sihu), dan Syifa Aulia Irwansyah selaku kakak, adik, dan keponakan yang penulis sayangi, terimakasih atas dukungan dan do’a kalian.

(8)

vii 13. Sahabat Rosy Kamalia (Otchy) dan Iyul Yanti, teman seperjuangan penulis selama di HI yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan segala saran dan kritikan. Jatuh bangun bersama mencari data skripsi. “Otchy, Yunk...terimakasih karena kalian berdua selalu ada untuk menyeka air mataku disetiap keterpurukanku...SEMANGAT!!!!!”.

14. Rusman Fauzy, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik, terimakasih atas do’a nya, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan. ”selesaikan skripsimu Rusman!!!”.

15. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di HI angkatan 2006 (kelas B plus kelas A); Astrid Issmulyanti, Lilis Widyasari, Ita Fatimah, Anne Normadiah, Irvan Nasrullah, (Almh) Izzun Nahdliyah, Sabriela Yolanda, Chairunnisa, Ibnu Arifiyanto, Nadya Hajarani Dwilestari, Rifqi Achmad Sazali, Muhammad Zubir, Benardy Ferdiansyah, Starlet Rallysa Injaya, Prila Chandra Ramadhani, Yeni Puspitasari, Ade Hernando Ikhsan, Wibisono Dwi Octavianto, Dwi Wahyuni, Muhammad Ikhsan, Cristya Anyarani, Puji Nia Rahmatika, Riana Amelia, Shinta Oktalia, Syaid Haikal Quraisy, Umi Kulsum, Muhammad Iqbal, Muhammad Firmansyah, Viky Hamka. Terimakasih atas persahabatan kalian.

16. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih.

Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan.

Jakarta, 28 Maret 2012

(9)

viii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR BAGAN... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

DAFTAR SINGKATAN……… xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kerangka Pemikiran ... 7

E. Metoda Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara... 18

B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara………... 26

(10)

ix

B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme... 58

C. Isu-Isu Keamanan ASEAN... 60

C.1 Keamanan Tradisional... 61

C.2 Keamanan Non-Tradisional... 63

D.Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme (ACCT)... 65

E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme………. 68

BAB IV KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHADAPI UPAYA MENGHENTIKAN ALIRAN DANA OPERASIONAL TERORISME A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional... 71

B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam Kontra-Terorisme... 77

C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme... 82

BAB V PENUTUP…... 92

Daftar Pustaka... xv

(11)
(12)
(13)

xii Lampiran 1. Wawancara

(14)

xiii ACCT ASEAN Convention on Counter Terrorism

AMLC Anti-Money Laundering Council AMLO Anti Money Laundering Office

AMMTC ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime APG Asia Pacific Group on Money Laundering

ARF ASEAN Regional Forum

ARMM Autonom Region of Muslim Mindanao

AS Amerika Serikat

ASC ASEAN Security Community

ASEAN Association South East Asian Nation

AUSTRAC Australian Transaction Reports and Analysis Center CENTO Central Treaty Organization

CFT Convention Financing Terrorism

DI Darul Islam

FATF Financial Action Task Force FIU Financial Intelligence Unit ICJ International Court of Justice IMF International Monetary Fund

JA Jamaah As Sunnah

JI Jamaah Islamiyah

KEMLU Kementerian Luar Negeri

KMM Kumpulan Mujahidin Malaysia

KoFIU Korea Financial Intelligence Unit KTT Konferensi Tingkat Tinggi

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MILF Moro Islamic Liberation Front MNLF Moro National Liberation Front

MoU Memorandum of Understanding

(15)

xiv

PAS Partai Islam seMalaysia

PBB Perserikatan Bangsa-bangsa

PPATK Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan PUPJI Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah SEATO Southeast Asia Treaty Organization

SFT Suppression of the Financing Terrorism

SOMTC Senior Official Meeting on Transnational Crime

TC Transnational Crime

TOC Transnational Organized Crime UMNO Organisasi Nasional Malaysia Bersatu

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu wilayah telah disahkan 10 negara anggota ASEAN dan mengadopsi Deklarasi ASEAN Aksi Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN ke-7 tanggal 5 November 2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN memandang terorisme sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional dan tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020.1 Visi ASEAN 2020, yaitu mencita-citakan ASEAN sebagai komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. ASEAN menyatakan komitmen untuk memerangi terorisme sesuai dengan Piagam PBB, hukum internasional lainnya, dan resolusi PBB yang relevan.2 ASEAN menetapkan delapan jenis kejahatan lintas negara yang ditangani dalam kerjasama ASEAN, yaitu terorisme, perompakan, penyelundupan manusia, perdagangan gelap, narkoba, penyelundupan senjata, kejahatan ekonomi internasional, pencucian uang, dan kejahatan internet/dunia maya.3

1

S. Pushpanathan (Asisten Direktur, Sekretariat ASEAN), Upaya ASEAN Untuk Memerangi Terorisme, http://www.asean.org/15060.htm. Diakses pada 15 Oktober 2011, Pukul. 06.29.

2

Ditjen Kerjasama ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta: Ditjen Kerjasama ASEAN, DEPLU RI, 2007, h.27.

3

(17)

Pemberantasan terorisme merupakan salah satu bentuk kerjasama di bawah mekanisme AMMTC. Untuk memperkuat kerjasama, ASEAN juga telah menyusun dan menandatangani ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT),saat KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, pada tanggal 13 Januari 2007. Konvensi ini merupakan instrumen penting kerjasama ASEAN yang memberikan dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama untuk pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan terorisme.4

Dalam memberantas kejahatan terorisme, ASEAN memberikan perhatian secara khusus mengenai bagaimana mencari cara untuk memberantas organisasi terorisme, memberantas dukungan infrastruktur yang menunjang terorisme seperti pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme. para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk mengembangkan program dalam rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan investigasi, deteksi,monitoring,dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan menggali ide-ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat internasional termasuk dengan mitra diluar kawasan ASEAN seperti ASEAN+3 (China, Jepang, dan Republik Korea), dan dengan negara-negara mitra wicara lainnya (Amaerika Serikat, Australia,Kanada, Selandia Baru, Rusia, dan India) serta ASEAN Regional Forum (ARF), agar perang terhadap terorisme benar-benar merupakan kerjasama pada

4

Kerjasama Politik Keamanan ASEAN.

(18)

tingkat bilateral secara komprehensif dan bahwa pada tingkat internasional, PBB mempunyai tugas utama dam hal pemberantasan terorisme.5

Kerjasama dan saling berbagi data intelijen diantara negara-negara ASEAN yang mengarah pada penangkapan terorisme juga merupakan faktor pendorong peningkatan rasa percaya diri di kawasan. Kerjasama ASEAN di bidang pertukaran informasi intelijen selama ini telah berjalan sangat baik terutama setelah terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) tahun 1994. Ketika krisis ekonomi tahun 1997 mulai menghantam ASEAN, kerjasama intelijen ini mulai melemah. Ketika terjadi peristiwa 11 September 2011, kerjasama intelijen praktis tidak ada. Isu terorisme dengan demikian memulihkan kembali kerjasama intelijen yang telah melemah. Namun, ASEAN sendiri masih mempunyai kelemahan-kelemahan dalam proses pengambilan keputusan sehingga tidak mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, terutama dalam hal urgensi pembentuk konvensi seperti yang diusulkan oleh sekjen PBB tersebut.6

Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan kelompok-kelompok teroris lokal dapat bekerjasama dengan jaringan terorisme internasional. Hal ini memaksa kerjasama antarpemerintah dalam skala global sebagai upaya untuk mengimbangi aksi-aksi teroris internasional.7 Salah satu

5

Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian Uang dan Penyelundupan Senjata”.Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, 2003, h.14.

6

Poltak Partogi Nainggolan (Ed),Terorisme dan Tata Dunia Baru,Jakarta: Sekjen DPR RI, 2002, h. 147.

7

(19)

upaya yang dilakukan adalah dengan memblokade sumber-sumber dana kelompok teroris. Karena dalam melakukan serangkaian serangan terorisme, teroris memerlukan dana untuk melakukan aksinya dan asal para teroris itu mendapatkan dana untuk melakukan aksinya.8 Menurut penulis para teroris membutuhkan banyak uang untuk menjalankan berbagai aksinya. Semakin canggih dan rumit aksi teroris, semakin banyak dana yang dibutuhkan. Teroris memerlukan dana untuk mendapatkan senjata, termasuk juga untuk mendapatkan bahan-bahan peledak yang belakangan ini banyak digunakan. Oleh karena itu, ASEAN sepakat dalam pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-9 di Bandar Seri Begawan, tanggal 31 Juli 2002, isu terorisme kembali dibahas. Para peserta sidang mendukung pernyataan ketua sidang tentang Unit Finansial mencegah terorisme, berisi kesepakatan untuk mencegah pemanfaatan sistem keuangan masing-masing negara untuk kegiatan terorisme. pertemuan tersebut juga menyepakati untuk membentuk suatu keompok kerja (Inter-Sessional Meeting on Counter Terrorism and Transnational Crime) untuk mengembangkan kerjasama ARF dalam memerangi terorisme.9

Sebelumnya pada tanggal 24-26 Maret 2002 diselenggarakan ARF Workshop on Counter-Terrorismdengan memfokuskan padafinancing of terrorist activites di Honohulu, dan pada tanggal 17-19 April 2002 juga diselenggarakan

8

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 pasal 1 ayat 1 tentang konvensi internasional pemberantasan pendanaan terorisme, "Dana" berarti berbagai macam aset, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang didapatkan, dan dokumen-dokumen atau instrumen-instrumen hukum dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk elektronik atau digital, yang menjadi barang bukti, atau bunga, aset-aset semacam itu, termasuk, tapi tidak terbatas pada, kredit bank, travel cek, bank cek, pos wesel, saham, keamanan, obligasi, draft dan surat pengakuan hutang. www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/37/183.bpkp, diakses pada 15 Maret 2011. Pukul, 14.30.

9

(20)

ARF Workshop on Prevention of Terrorismdi Bangkok. Hasil workshop pertama adalahDraft Statement on Terrorist Financingyang isinya adalah memutus akses terorisme ke sistem finansial dan penyalahguanan jaringan perbankan informal. Rekomendasi yang kedua adalah pembuatan daftar badan yang relevan dan daftar kegiatan anti terorisme yang telah dilakukan, memperkuat usaha pemberantasan terorisme dengan cara-cara pertukaran informasi dan intelijen.10

Perkembangan ancaman terorisme di Asia Tenggara, latar belakangnya tidak lepas dari tumbuhnya jaringan organisasi Jamaah Islamiyah (JI), JI terbentuk karena mempunyai keterkaitan yang kuat dengan Al-Qaeda, mereka bersama-sama memerangi Uni Soviet di Afghanistan, dan menjadi awal terbentuknya jaringan tersebut. Setelah perang selesai mereka kembali ke negara masing-masing, namun tetap menjalin kerjasama. JI adalah suatu jaringan organsisasi yang ingin memperjuangkan suatu negara Islam diseluruh wilayah Asia Tenggara, mulai seluruh wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand Selatan hingga ke Filipina, terjadi pengelompokan-pengelompokan di wilayah Asia Tenggara.11

Masyarakat internasional juga mulai bertindak mengatasi terorisme melalui penghentian dana-dana yang diduga ditujukan bagi pelaksanaan terorisme. Dengan Resolusi 54/109 pada pertemuan ke empat tanggal 9 Desember 1999, Majelis Umum PBB mengadopsiInternational Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism yang selanjutnya disingkat sebagai Konvensi Pendanaan Terorisme (Convention on Financing Terrorism/CFT), melarang

10

Ibid,h.27.

11

(21)

segala tindakan untuk mendanai terorisme.12 Bahkan, sebelumnya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 51/210 tanggal 17 Desember 1996 ayat 3 (f) sudah mengambil langkah-langkah mencegah dan menangkal, pendanaan teroris dan organisasi teroris, baik pendanaan tersebut secara langsung maupun tidak langsung melalui organisasi-organisasi yang mempunyai atau menyatakan diri bertujuan untuk kegiatan-kegiatan amal, sosial, dan kebudayaan atau organisasi-organisasi yang juga terlibat dalam tindakan-tindakan melawan hukum, seperti jaringan perdagangan senjata gelap, transaksi narkoba, dan penggelapan uang, termasuk eksploitasi orang-orang dengan tujuan pendanaan kegiatan-kegiatan teroris.

B. Rumusan Masalah

Sejak terjadi serangan 9/11, kawasan Asia Tenggara memperoleh sorotan khusus internasional dalam kampanye melawan terorisme karena sejumlah kelompok yang diduga memiliki hubungan dengan Al-Qaeda disinyalir beroperasi di wilayah Asia Tenggara. Terungkapnya sel-sel Al-Qaeda di kawasan Asia Tenggara setidaknya telah menyadarkan negara-negara ASEAN bahwa stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara terancam. Untuk menghadapinya ASEAN memerlukan sebuah strategi yang dapat menjamin bahwa Asia Tenggara bukanlah tempat yang ideal bagi persembunyian atau pusat kegiatan teroris.13 Di samping memerangi terorisme, juga dibutuhkan upaya untuk menghentikan aliran dana operasional terorisme karena tanpa unsur pendanaan, aksi teroris tidak akan berjalan.

12

International Convention For The Suppression of The Financing of Terrorism.

http://www.un.org/law/cod/finterr.htm. Diakses pada tanggal 27 September 2009, Pukul 20.38.

13

(22)

ASEAN mulai mengambil peranannya dan menanggapi isu terorisme yang dituduhkan oleh Amerika Serikat terhadap kawasan ini dengan mengadakan pertemuan-pertemuan melalui forum-forum dialog yang ada secara resmi maupun tidak. Di sinilah peran ASEAN akan terlihat upayanya dalam memerangi terorisme. Dalam pertemuan mengenai ARF Workshop on The Prevention of Terrorism di Honohulu pada 17-19 April 2002 menghasilkan Draft Statement on Terrorist Financing yang berisikan pemutusan akses terorisme ke sistem finansial dan penyalahgunaan jaringan perbankan informal. Dari beberapa penjelasan di atas, penulis mengajukan pertanyaan bagaimanakah kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia

Tenggara?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kerjasama yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme serta aspek-aspek yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya pendanaan terorisme.

D. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pertanyaan penelitian mengenai bagaimana kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara, dalam skripsi ini penulis memakai konsep yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu konsep kerjasama internasional dan konsep keamanan.

(23)

kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negaranya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional.14 Isu keamanan regional dan global memerlukan keterlibatan aktif semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Kerjasama internasional merupakan bukti dari adanya saling pengertian antarbangsa (international understanding) sebagai akibat dari adanya interdependensi antarbangsa dan bertambah kompleksnya kehidupan dalam masyarakat internasional.15 Seperti yang dikemukakan oleh K.J Holsti, bahwa kerjasama internasional menjadikan hidup lebih mudah, nyaman, dan efisien.16

Pemerintah Indonesia bersama-sama Malaysia dan Filipina menandatangani suatu persetujuan antiterorisme (Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication Procedures) pada 7 Mei 1992 di Manila.17Perjanjian ini menyediakan suatu kerangka kerjasama dalam pertukaran informasi dan pembentukan prosedur komunikasi untuk operasi bersama. Perjanjian ini menunjukkan betapa rawannya kegiatan terorisme di tiga negara ini yang memang telah diduga menjadi sarang terorisme internasional. Kerjasama regional sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia dengan segala macam persoalan domestiknya tidak dapat diabaikan begitu saja dan dibiarkan sendiri dalam memerangi terorisme internasional.

14

Yanyan Moch, Yani dan Banyu Perwita, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,

Bandung: Rosda Karya, 2006, h.33.

15

Ibid,h.121.

16

KJ.Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall, 1995, h.361.

17

(24)

Berbagai pertemuan dan kesepakatan yang telah dihasilkan ASEAN di atas, pada dasarnya, merupakan bentuk keberanian dalam meninjau, merevisi pola dan bentuk kerja sama regional ASEAN. Bentuk kerjasama ini akan menjadi kunci yang sangat penting bagi ASEAN dalam memerangi teroris dan menjaga kohesivitas di antara sesama negara ASEAN dalam upayanya membentuk komunitas keamanan di Asia Tenggara.18 Di tingkat kawasan, negara-negara di Asia Tenggara yang rawan terorisme seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand juga bekerjasama.19 Rawannya keamanan ASEAN sebagai target terorisme ditandai dengan peringatan perjalanan (travel warning) kepada warga negara Amerika Serikat, Inggris dan Kanada untuk berpergian di beberapa negara seperti Indonesia dan Filipina. Kerjasama ASEAN sangat diperlukan mengingat ASEAN memiliki daftar panjang aksi terorisme setelah empat serangan besar terjadi di Indonesia pada 4 tahun terakhir; Bom Bali 1 (2002) dan Bom Bali 2 (2005), Bom Hotel JW Marriot (2003), Bom di depan Kedubes Australia (2004). Kerjasama internasional di ASEAN meliputi kesepakatan pertukaran informasi untuk mencari para tersangka terorisme dengan rencana pembangunan pusat data informasi yang terhubung ke kepolisian seluruh kawasan. Kerjasama seperti ini sangat diperlukan di tingkat operasional guna mempermudah proses pengadilan, pengevakuasian para tersangka teroris dan pemblokiran gerakan teroris serta menciptakan keamanan kawasan.

Selanjutnya, konsep keamanan. Menurut Indria Samego dalam bukunya yang berjudul System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem

18

Ibid.

19

(25)

terdapat dua konsep keamanan,20 yaitu pertama, Territorial Security/territorial defense adalah konsep pertahanan yang dikembangkan atas pertimbangan kedaulatan negara, integritas wilayah dan keutuhan perbatasan yang merupakan perhatian (fokus) utama untuk mempertahankan teritorial. Ke dua, Regional security, yaitu konsep security pada dua negara atau lebih yang berada pada wilayah tertentu. Konsep ini terbagi menjadi 3 macam: (a) Collective security: Konsep pertahanan yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama pertahanan berbentuk pakta (allied) berdasarkan pertimbangan adanya ancaman. Contoh: NATO, SEATO, CENTO. (b) Common security: Konsep pertahanan yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama pertahanan atas pertimbangan kepentingan bersama (common interest). Contoh: NCB (Narcotic Control Board) Internasional. (c) Comprehensive security: Konsep keamanan menyeluruh yang dilakukan dua negara atau lebih dalam bentuk forum kerasama dan dialog keamanan dengan fokus peace resolution, peace keeping, operation dan berbagai bentuk kerjasama keamanan pada aspek politik ekonomi, psikologi, militer. Contoh: ARF yang dikembangkan ASEAN.

ASEAN mengadopsi pemikiran keamanan komprehensif (comprehensive security) sebagai landasan kerjasama keamanan. Keamanan komprehensif mengakui bahwa masalah keamanan tidak hanya terdiri dari masalah-masalah militer, tetapi juga non-militer.21Masalah-masalah non-militer mencakup masalah ekonomi, politik domestik, lingkungan hidup, terorisme, penyakit menular,

20

Indria Samego,System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem. Jakarta: Habibie Center, 2001, h.25.

21

(26)

narkoba.22 Studi mengenai terorisme terkait dengan isu keamanan tradisional dan nontradisional. Kelompok tradisonalis memandang isu keamanan terkait dengan ancaman politik dan militer, dengan memfokuskan pada aksi-aksi yang dilakukan untuk menyelesaikan ancaman. Jika dipandang dari sudut pandang nontradisional, terorisme juga mempengaruhi pola hubungan sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi dan lingkungan.23

Menurut Buzan, kerangka analisis keamanan diperkenalkan dimana substansi studi keamanan diperluas tanpa meninggalkan fokus utamanya pada aspek penggunaan kekuatan militer.24 Kejahatan internasional seperti terorisme, penyelundupan manusia, kejahatan lingkungan, kejahatan hak asasi manusia, dan sebagainya menunjukkan peningkatan cukup tajam dan berkembang menjadi isu keamanan internasional.25

Keamanan suatu negara berhubungan dengan keamanan seluruh negara dalam satu kawasan. Seperti ancaman keamanan oleh teroris di Indonesia juga merupakan ancaman keamanan bagi seluruh negara di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu diadakan kerjasama untuk memberantas terorisme tersebut untuk menciptakan stabilitas keamanan nasional juga regional ASEAN. Perdamaian juga berkaitan dengan konsep keamanan yang menurut Arnold wolfer dapat dilihat secara objektif dan subjektif.26 Keamanan secara objektif adalah suatu keadaan yang bebas dari berbagai ancaman terhadap nilai-nilai yang diperoleh sedangkan

22

Yulius P.Hermawan,Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional,Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, h. 43.

23

Sukawarsini Djelantik, Terorisme:Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan Keamanan Nasional, Terorisme: Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan Keamanan Nasional.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, h.275.

24

Aleksisu Jemadu,Politik Global dalam Teori dan Praktek,Yogyakarta: Garaha Ilmu, 2008, h.140 .

25

Perwita,Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,h. 120.

26

(27)

keamanan secara subjektif berarti bebas dari segala rasa takut atas serangan terhadap nilai-nilai yang telah diperoleh tersebut.

Sementara, pakar studi keamanan internasional lainnya, seperti Klare dan Thomas, telah mencoba melihat dimensi internasional dari gerakan terorisme, dengan melihat kaitannya dengan realitas tatanan dunia yang tidak adil.27 Karenanya, dengan mengikuti argumentasi mereka, adalah logis jika kemudian kerjasama global di antara gerakan terorisme dapat terbentuk, sekalipun terdapat perbedaan latar belakang ideologis diantara mereka. Sebab, muncul kesadaran akan musuh bersama, yakni tata dunia baru yang tidak adil, di bawah hegemoni para pemimpin negara maju, yang secara langsung telah mempengaruhi. Sikap para pemimpin nasional yang menentang gerakan mereka di masing-masing negara. Tekanan globalisasi yang meningkatkan proses marjinalisme dan keterancaman kelompok, diketahui telah menimbulkan resistensi dan reaksi perlawanan dari kelompok-kelompok yang terancam. Tidak terwakilinya aspirasi dan kepentingan kelompok-kelompok tersebut secara memadai, baik di tingkat nasional maupun global, mendorong mereka untuk membenarkan aksi-aksi kekerasan dalam wujud yang ekstrem, yaitu terorisme untuk mendestabilisasi negara, kawasan, dan sistem dunia yang tengah berjalan.

Selanjutnya dalam perspektif literatur hubungan internasional, terorisme dianalisis sebagai ancaman baru yang serius karena mendorong peranan negara, pemerintah dan lembaga-lemabaga multilateral yang mengatur pembangunan dan

27

(28)

keamanan internasional, seperti Bank Dunia dan PBB dengan dampak yang mengancam eksistensi negara, keamanan kawasan, dan global.28

E. Metoda Penelitian

Jenis penulisan skripsi ini adalah jenis deskriptif analisis, yaitu suatu cara untuk membuat gambaran dan analisis berupa gejala dan situasi yang menjadi bagian permasalahan yang diteliti.29 Jenis penelitian seperti ini menggunakan metoda analisis kualitatif30 yang mendasarkan pada penelitian kepustakaan. Hal ini dilakukan dengan kunjungan ke beberapa perpustakaan di Jakarta, yaitu perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan PDHI UI, Perpustakaan Univ.Budi Luhur, Perpustakaan KEMLU, Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES POLRI, Densus 88, BNPT, PPATK. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi lainnya dengan menggunakan berbagai sumber seperti buku, jurnal, majalah, makalah-makalah seminar, penelusuran data melalui internet yang dapat dipertanggungjawabkan situsnya serta wawancara dengan sejumlah narasumber sepertiJ.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga merupakan mantan anggota DI/TII),Usep Fathoni(seorang anggota Darul Islam / DI),AKP Terima Sembiring, S.H.(Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI),

Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri), Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat

28

Ibid,h.78.

29

John Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, California: Sage Publication, 1994, h.148.

30

(29)

Hukum dan Regulasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/ PPATK), Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Johannes O.S. Manginsela (bagian Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT),

Farah Monika (Staf Ahli, Divisi Kerjasama Keamanan Sekertariat ASEAN). Wawancara dilakukan dengan narasumber yang dapat dipercaya dan juga merupakan sumber utama dalam menggali informasi mengenai skripsi yang penulis buat.

F. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan penitian D. Kerangka Pemikiran E. Metoda Penelitian F. Sistematika Penulisan

Bab II. Persoalan Pendanaan Terorisme dan Upaya Pencegahannya di Negara-negara ASEAN

A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara B. Pendanaan Terorisme diNegara-negaraAsia Tenggara C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara

D. Upaya pemberantasan terorisme diNegara-negaraAsia Tenggara Bab III. Kerjasama Keamanan Kawasan ASEAN

A. Prinsip-prinsip ASEAN

B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme C. Isu-Isu Keamanan ASEAN

(30)

D. Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme

Bab IV. Kerjasama ASEAN Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme di Asia Tenggara

A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam Kontra-Terorisme C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme

(31)

BAB II

PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA

PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai metoda pendanaan teroris untuk dapat melaksanakan aksi terornya. Pendanaan terorisme dapat terjadi di berbagai negara dan muaranya mengarah kepada tindak kriminal berupa aksi terorisme.31 Sumber pendanaan para teroris dapat diperoleh dengan bermacam-macam cara. Sebelum penulis mengulas mengenai metoda pendanaan teroris di Asia Tenggara, terlebih dahulu penulis akan memaparkan beberapa metoda pendanaan terorisme di dunia seperti Pejuang militan Hamas dan Jihad Islam Palestina mendapat dana dari kantor Shintrako Ltd. Serta Mayan Custom Brokers dan International Fowarding daerah pinggiran kota Tel Aviv, Israel.32 Jaringan teroris di seluruh dunia juga ada yang bergantung pada sistem kerahasian bank dan korporasi internasional untuk menyembunyikan dan mengalihkan uang mereka. Struktur ini dimungkinkan karena adanya kesepakatan di antara bank-bank di dunia dan karena kekuatan-kekuatan keuangan dunia. Tetapi konsekuensi yang tidak diinginkan adalah bahwa hal tersebut membantu jaringan dunia para teroris.33

The Sunday Time London mengatakan bahwa Khalid al-Fawwaz, yang dicurigai sebagai anggota Osama bin Laden telah menggunakan suatu rekening yang dibuka pada cabang Barclays Bank di London untuk membiayai sirkulasi

31

Wawan Purwanto, Membongkar Dana Teroris, Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2010, h.277.

32

Ibid,h.350-352.

33

(32)

perintah dan perjanjian yang dibuat oleh Osama bin Laden dengan bagian-bagian lain dari jaringan mereka.34 Demikian juga ketika Osama bin Laden dan anggota National Islamic Front yang kaya mendirikan Al Shamal Islamic Bank di Khartoum. Osama bin Laden menginvestasikan 50 juta dollar.35

Phillippine Daily Inguirer pada bulan Agustus 2000 melaporkan bahwa Islamic Relief Organization (IRO) didirikan pada 1992 oleh Bin Laden sebagai kedok atas aktifitas pendanaan teroris. IRO bekerja dibawah Muslim World Language, sebuah organisasi yang didukung oleh pemerintah Arab Saudi. Pertolongan organisasi tersebut diduga adalah untuk menyediakan Bin Laden dengan uang untuk memperoleh senjata dibawah samaran amal kepada komunitas muslim. Berbagai cara yang disebut amal sekarang dicurigai menjadi kedok operasi Bin Laden. Selain itu kecurigaan terhadap amal juga terjadi di Kenya, pada tahun 1994 Al-Haqq meninggalkan Sudan dan pindah ke Kenya, ia menjadi seorang direktur sebuah lembaga amal bernamaHelp Africa People.36

Pada Maret 2005, Washington menangkap pelarian Kuba bernama Luis Posada Carriles, dengan tuduhan memasuki wilayah Amerika Serikat secara ilegal. Posada adalah pelaku peledakan bom pesawat Kuba pada 6 Oktober 1976. Dalam wawancara dengan New York Times, pada tahun 1998, Posada mengakui terlibat dalam pemboman sebuah hotel di Havana. Posada juga membantu memastikan dana UU$ 6 juta dari Oliver North, Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih untuk Gerakan Kontra Nikaragua. Dana tersebut diperoleh dari keuntungan penjualan senjata ke Iran (secara rahasia) senialai US$ 45 juta.37

34

Ibid.

35

Purwanto,Membongkar Dana Teroris,h.14.

36

Ibid,h. 341.

37

(33)

Berdasarkan beberapa metoda teroris medapatkan dana dapat diperoleh persamaan metoda yang digunakan yaitu mendapatkan dana melalui cara ilegal, penyelundupan senjata, transfer, sumbangan, melalui badan amal, serta sistem kerahasian bank. Metoda-metoda tersebut juga digunakan oleh teroris di Asia Tenggara. Berikut ini penulis akan memberikan penjelasan metoda pendanaan di Asia Tenggara secara terperinci dalam sub bab pendanaan teroris di beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Alasan penulis memilih empat negara tersebut, yaitu karena Wilayah I (Singapura dan Malaysia) dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu mengapa dua negara tersebut jarang terjadi bom terorisme. Wilayah II (Kalimantan dan Jawa/Indonesia) sebagai area perjuangan. Wilayah III (Filipina) merupakan wilayah pelatihan.38 Dalam subbab ini, dijelaskan dukungan dana yang diberikan oleh Jamaah Islamiyah dan Al-Qaeda sebagai dua teroris internasional yang berkembang cukup pesat di Asia Tenggara untuk membeli bahan-bahan dan merakit bom.

A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara

Ada dua metoda pembiayaan bagi kegiatan para teroris.39 Metoda pertama adalah melibatkan perolehan dukungan keuangan dari negara dan selanjutnya menyalurkan dana tersebut kepada organisasi teroris. Diyakini bahwa teroris yang didukung oleh negara (state-sponsored terrorism) telah menurun beberapa tahun terakhir ini. Dana juga diperoleh dari perorangan yang memiliki kekayaan berupa dana yang besar. Sebagai contoh peristiwa penyerangan pada 11 September 2001.

38

Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.

39

(34)

Osama Bin Laden yang dipercaya sebagai dalang di belakang penyerangan tersebut, dituduh telah memberikan kontribusi dana dan mendukung jaringan teroris Al-Qaeda bersama-sama dengan rezim Taliban yang dahulu memerintah Afghanistan. Posisi Arab Saudi merupakan salah satu dari banyak aspek yang menarik dan kontroversial mengenai pertanyaan pendanaan. Dugaan lain yang telah dibuat adalah bahwa anggota-anggota keluarga kerajaan Saudi yang tidak puas ada di antara para sponsor keuangan Bin Laden. Metoda ke dua adalah memperoleh langsung dari berbagai kegiatan yang menghasilkan uang. Kegiatan-kegiatan tersebut termasuk melakukan berbagai Kegiatan-kegiatan tindak pidana. Cara ini tidak berbeda dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan pada umumnya, kelompok-kelompok teroris juga memperoleh dana sebagian dari pendapatan yang halal (tidak terkait dengan kejahatan).40 Suatu kelompok teroris di wilayah tertentu dapat membiayai diri sendiri misalnya melalui penculikan, pemerasan, penggelapan pajak, penipuan, perampokan, perdagangan narkotika, dan aktivitas kriminal lainnya. Permintaan dan pengumpulan dana dari masyarakat adalah salah satu cara memperoleh dana untuk mendukung kegiatan terorisme. Seringkali pengumpulan dana tersebut dilakukan atas nama organisasi yang telah memiliki status sebagai organisasi amal atau lembaga bantuan atau organisasi yang ditujukan untuk komunitas tertentu.

Beberapa metoda lainnya dalam pengumpulan dana antara lain adalah penarikan dana dari masing-masing anggota, penjualan barang-barang, atraksi budaya, kegiatan-kegiatan sosial, sosialisasi dari rumah ke rumah di antara komunitas serta donasi dari anggota-anggota yang tergolong mampu dalam

40

(35)

komunitas.41 Sejak organisasi teroris di Asia Tenggara mengandalkan berbagai cara untuk meningkatkan dan transfer dana, berbagai tanggapan akan diperlukan untuk melawan teroris di wilayah ini. Tingkat kepatuhan negara-negara di kawasan dalam menerapkan standar internasional untuk melawan terorisme dapat diuji bersama dalam empat dimensi yang berbeda,42 Pertama, kerangka hukum, dalam hal kerangka hukum, sebagian besar negara di wilayah ini telah mengambil langkah-langkah dasar untuk mentransfer norma-norma internasional ke dalam hukum nasional. Sebagai contoh terkait dengan peraturan Bank Indonesia43, aparat penegak hukum dapat memerintahkan penyitaan aset individu atau entitas baik yang telah dinyatakan tersangka atau diindikasikan untuk kejahatan, namun dalam praktiknya untuk mengidentifikasi aktiva tersebut mereka harus bekerjasama dengan bank. Hanya Brunei, Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia telah mengkriminalisasi pendanaan terorisme. Hal ini terlihat pada tabel sebagai berikut:

41

Ibid, h.217-218.

42

Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas,Terrorism Financing and States Responses,

California: Standford University Press, 2007, h.213-214.

43

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, serta SE No. 11/31/2009, perbankan di Indonesia harus membuat kategori nasabahnya berdasarkan tingkat risiko berkenaan dengan potensi pencucian uang.

(36)

Table A.Legal framework(kerangka hukum) di Asia Tenggara

Kriminalisi Pendanaan Terorisme 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0

Bagian Konvensi Internasional Pembiayaan terorisme

1 0 0 0 0 0 1 1 1 1

Anggota APG 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0

total 6 3 2 5 0 5 5 6 6 4

Catatan: nilai 1 diindikasikan bahwa ada beberapa kerangka hukum, nilai 0 tidak ada indikasi. Sumber: Untited State Departement of State, Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Affairs. Dalam buku Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas, Terrorism Financing and States Responses,California: Standford University Press, 2007. h.215.

Kedua, langkah-langkah pengaturan yang meliputi sektor formal (misalnya, perbankan) dan informal (misalnya, amal). Penilaian tanggapan pemerintah untuk pendanaan teroris juga harus memperhitungkan sejauh mana pemerintah telah menempatkan berbagai langkah-langkah peraturan untuk mencegah pendanaan. Secara khusus, pemerintah harus memastikan kepatuhan perbankan melalui pelaporan yang terus menerus dan harus mengatur sektor informal, termasuk penukaran uang, kasino, dan amal. Ketiga, tingkat pengalaman infrastruktur administratif mereka untuk mengatasi pendanaan teroris; Keempat, bukti penegakan hukum. Sementara bagian dalam kerangka hukum dan peraturan dapat dilihat sebagai ukuran kepatuhan norma, tindakan administratif dan penegakan hukum adalah mandat untuk sejauh mana norma-norma benar-benar telah dilaksanakan.

(37)

uang dari badan amal Islam, pendapatan yang dihasilkan dari bisnis yang sah dan kejahatan.44 Donasi didapat dari berbagai jenis dan dapat bersifat sukarela atau diperoleh melalui unsur pemaksaan atau perampokan seperti fa’i (harta rampasan perang). Uang dikumpulkan dari anggota kelompok sebagai iuran keanggotaan.

Menurut Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah (PUPJI) atau the general guide for the struggle of Al Jamaah Al Islamiyah, ketetapan konstitusi dari Jamaah Islamiyah, anggotanya diminta untuk memberikan kontribusi reguler ke organisasi tersebut. PUPJI juga mengakui sumber dari jamaah sebagai infaq (amal), sedekah (sumbangan), zakat (amal wajib) dan sumber lain yang dapat digunakan dalam ijtihad (kebijaksanaan).45Pernyataan tersebut didukung oleh Al-Chaidar seorang pengamat teroris yang juga seorang Darul Islam, mengatakan bahwa:46

“pendanaan dari Al-Qaeda, juga dari jamaah, namanya infak, sadaqah, zakat, tattawu atau zakat khusus untuk pelatihan, fa’i (harta rampasan perang) 20% untuk sendiri sisanya untuk jamaah, kebanyakan mengandalkan dana dari Al-Qaeda, juga ada zakat/infaq dari Timur Tengah, menginfakkan hartanya ke jalan Allah tapi masuk ke dalam organisasi terorisme.”

Sebelum menjadi daerah afiliasi Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah, kedua jaringan teroris tersebut mengembangkan kemampuan teroris Asia Tenggara untuk menjadi sebuah lahan operasi. Kawasan ini pertama dan terutama back office bagi Al-Qaeda, menyediakan dukungan logistik dan keuangan.47 Mematikan pendanaan teroris adalah tugas yang sulit tapi tidak sia-sia. Ini adalah alat investigasi penting dan aparat penegak hukum memberikan suatu mekanisme

44

Daljit Singh,Terrorism in South and Southeast Asia in the Comim Decade.Singapore : Institute of Southeast Asian Studies in association with Macmillan, 2009.h.96

45

Ibid.

46

Wawancara dengan Bpk. Al Chaidar seorang pengamat teroris juga seorang Darul Islam tanggal 18 Juni 2011, pukul 13.00.

47

(38)

untuk berurusan dengan lembaga-lembaga, seperti amal atau perusahaan pengiriman uang. Hal ini penting karena keberhasilan utama dalam perang melawan terorisme sampai saat ini telah menjadi penangkapan operatif terkemuka, sedangkan lembaga pendukung terorisme tetap ada.

Institut Studi Strategi Internasional berpendapat, bahwa meskipun Al-Qaeda telah beroperasi sejak 11 September di Afghanistan dan di tempat lain, organisasi mungkin mempertahankan dua pertiga kepemimpinan inti dan sebagian besar dari sekitar 20.000 aktivis yang dilatih di Afghanistan setelah 1996. Berdasarkan spesialis terorisme asal Inggris Rohan Gunaratna pada awal tahun 2002 diperkirakan bahwa sekitar seperlima dari kekuatan organisasi Al-Qaeda di Asia secara keseluruhan. Gunaratna berpendapat, bahwa:48

Their leaders are handpicked, mostly educated in the Middle East, speak Arabic unlike the vast majority of Asian Muslims, and were already of a radical bent. Al-Qaeda’s Asian core is handpicked from several hundred jihadi volunteers who fought in Afghanistan, including, inter alia, Central Asians, Chinese, Pakistanis, Bangladeshis, Indonesians, Malaysians, Singaporeans and Filipinos.

(Pemimpin mereka dipilih dengan teliti, sebagian besar berpendidikan di Timur Tengah, berbicara dalam bahasa Arab tidak seperti mayoritas Muslim Asia, dan sudah cenderung radikal. Pusat Al-Qaeda Asia adalah dipilih dari beberapa ratus sukarelawan jihad yang bertempur di Afghanistan, termasuk, antara lain, Asia Tengah, Cina, Pakistan, Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina.)

Lebih lanjut lagi Rohan Gunaratna mengatakan, bahwa Al-Qaeda memperluas jaringannya di kawasan Asia Tenggara dengan memanfaatkan internet, menginfiltrasi organisasi Muslim non-pemerintahan, mengirim pemimpin agama yang ekstrim ke kawasan dan melatih para aktivis di Afghanistan.49 Keterlibatan Al-Qaeda di Asia Tenggara mencakup juga penyediaan dana dan

48

Frank Frost. Terrorism in Southeast Asia. http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25.

49

(39)

latihan militer beberapa kelompok Islam militan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina dan berencana untuk memperluas serta memperdalam pengaruhnya di kawasan.50 Eksistensi Al-Qaeda dan jaringannya di Asia Tenggara mulai digugat dan dipertanyakan ketika berbagai ledakan bom terjadi di negara-negara ASEAN. Masyarakat semakin curiga terhadap Al-Qaeda dan jaringannya ketika sebuah ledakan dahsyat yang menewaskan sekitar 185 jiwa terjadi di daerah pantai kuta pada tanggal 12 Oktober 2002. Selang beberapa hari kemudian terjadi pula ledakan bom di Zamboanga, Filipina yang menewaskan sedikitnya 3 orang.

Perang melawan teror terus berlanjut di Asia Tenggara dan pemerintah di Asia Tenggara layak diberi penghargaan untuk penangkapan beberapa 150 Jamaah Islamiyah (JI) anggota hingga April 2003. Beberapa anggota syura JI (dewan) ditangkap, termasuk Muhammad Iqbal Rahman (Abu Jibril), Agus Dwikarna, dan Faiz bin Abu Bakar Bafana.51 Mekanisme untuk mendanai terorisme terus berlanjut di Asia Tenggara, dan sampai saat ini ada aset teroris atau dana yang telah disita di wilayah tersebut. Dua anggota Jamaah Islamiyah terkemuka, Hambali dan Abu Jibril, aset mereka diblokir oleh Amerika Serikat di bawah Executive Order 13244 pada tanggal 24 Januari 2003 (delapan belas bulan setelah Abu Jibril ditahan). Per-Januari 2003, US$113.000.000 aset Al-Qaeda telah dibekukan. Pada awal tahun 2003, Departemen Keuangan AS Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri menyusun daftar 300 amal individu dan perusahaan di Asia Tenggara yang diyakini milik Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah sebagai

50

Menurut pemerintah Swiss, Osama Bin Laden pemimpin Al-Qaeda memiliki kekayaan antara 250-500 juta dollar AS, Australia 250 juta dollar AS dan Inggris 280-300 juta dollar AS, dua pengamat terorisme, Gunaratna dan Williams justru memperkirakan kekayaan pribadi Osama hanya sekitar 25 juta dollar AS dari keseluruhan nilai kekayaan warisan ayahnya yang sekitar 5 miliar dollar AS. A.M Hendropriyono,Terorisme: Fundamentalis, Kristen, yahudi, Islam,Jakarta: KOMPAS, 2009, h.190.

51

(40)

penyandang dana. Karena politik antarlembaga, daftar tersebut turun menjadi delapan belas individu dan sepuluh perusahaan. Tetapi pada awal April 2003, daftar itu masih tanpa pemberitahuan karena tekanan diplomatik dan birokrasi.

Pemerintah AS gencar sekali menumpas gerakan teroris. AS mencatat 305 individu sebagai teroris dan membekukan aset mereka senilai US$136,7 juta. Menteri Keuangan AS, John Snow, memasukkan nama Al-Ghozi, Imam Samudra, Muchlas, Parlindungan Siregar, Aris Munandar, Agus Dwikarna (Indonesia), serta Muklis Yunos (Filipina), dan Abdul Hakim Murad (Pakistan) dalam daftar orang yang asetnya harus dibekukan.52 Kemudian, daftar bertambah sepuluh orang, seluruhnya warga Malaysia. Ke dalamnya, termasuk Dr. Azahari Husin, doktor fisika yang diduga merancang bom di Bali dan Hotel Marriott Jakarta, Marzuki Zulkifli, Zulkifli Abdul Hir, Noordin M. Top dan Amran Mansour.

Penemuan senjata api dan bahan peledak di Lamongan memperkuat dugaan bahwa pelaku pengeboman di Indonesia tidak kalah perkasa dibanding rekan-rekan mereka di mancanegara. Beberapa waktu lalu, misalnya, ditemukan dua pucuk pistol FN, dua senjata laras panjang M-16 dan beberapa tipe lain, serta 5000 butir lebih amunisi di hutan jati Dadapan, Solokuro, Lamongan. Semuanya diketahui milik Ali Imron.53 Di pasar gelap, sepucuk M-16 dihargai Rp 7 juta-10 juta, atau bisa lebih mahal tergantung permintaan dan stok di pasar. Pistol lebih mahal lagi, dengan peluru perbutir rata-rata di atas Rp 10 ribu. Aparat kemudian menemukan lagi 12 pistol jenis FN dan revolver bersama 2.587 butir amunisi yang seluruhnya milik Ali Imron.

52

Dana “halal” untuk aksi terlarang.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id. html. diakses pada 29 September 2009, pukul. 20.45.

53

(41)

B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara

Dalam sub-bab ini, penulis akan membahas mengenai pendanaan terorisme di empat negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Filipina, Singapura, dan Malaysia. Alasan penulis memilih ke empat negara tersebut, yaitu karena Singapura dan Malaysia dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu mengapa dua negara tersebut jarang terjadi bom terorisme, Indonesia (Poso, Ternate, Ambon, Aceh, Medan, Pekanbaru, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Bandung dan kota-kota lainnya) sebagai area perjuangan, dan Filipina (kamp.Hudaibiyah/kamp.MILF) merupakan wilayah pelatihan.54 Berikut ini penulis akan menjelaskan metoda pendanaan teroris dimasing-masing negara secara berurutan.

Terkuaknya metoda pendanaan terorisme di Indonesia ditandai dengan adanya peristiwa meledaknya Bom di Bali yang merenggut lebih dari 180 jiwa pada 12 Oktober 2002, menegaskan keberadaan kelompok teroris di Indonesia terkait dengan terorisme internasional. Berbagai tanggapan yang muncul di berbagai kalangan masyarakat dan media massa bahwa teror tersebut adalah rekayasa Amerika Serikat untuk menekan pemerintah Indonesia agar menangkap sekelompok orang yang dituduh terkait kelompok teroris islam yang telah ditangkap di Malaysia, Singapura, dan Filipina sejak 2001.55 Jauh sebelum 11 September Indonesia telah menderita serangan teroris karena satu rangkaian tindakan-tindakan teroris yang terjadi dari tahun 2000-2001. Hal ini yang dimasukkan satu rangkaian ledakan-ledakan dalam tujuh kota yang besar yang

54

Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.

55

(42)

menargetkan gereja-gereja di Malam Hari Natal pada tahun 2000 dan beberapa wilayah umum yang lain seperti pusat perbelanjaan dan alun-alun, dan bangunan Jakarta Stock Exchange. Ada banyak korban, namun tidak sebanyak pada serangan teroris 11 September. Awalnya banyak dari masyarakat Indonesia belum menyadari akan ancaman teror bahwa bisa terjadi pada setiap waktu, dan tidak pandang pada target atau tempat. Usaha-usaha dari pemerintah di dalam menetralkan kelompok-kelompok yang terlibat, sering kali menuduh pemerintah tentang memecahkan Islam dengan menggambarkan dan menyamaratakan, bahwa teroris digolongkan sebagai Islam. Dari hasil tersebut, pemerintah menjadi lebih berhati-hati secara representatif dalam bertindak. Sementara itu, negara-negara lain bertindak melawan kelompok teroris dan menangkap informasi dengan mengumpulkan aktifitas kelompok teroris di Indonesia.56

Negara Indonesia merupakan negara berkembang dengan posisi yang sangat strategis memegang peranan penting di ASEAN, namun telah menjadi salah satu sasaran terorisme. Berbagai permasalahan dalam negeri dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan teror. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa sangat rentan dimanfaatkan untuk menimbulkan konflik, termasuk kegiatan terorisme.

Kelompok teroris yang saat ini aktif beroperasi di Indonesia secara umum merupakan bagian dari Jamaah Islamiyah.57 Kelompok teroris pimpinan Noordin M.Top merupakan kelompok teroris bagian dari Jamaah Islamiyah. Kelompok

56

Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah,

http://interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44.

57

(43)

Noordin M.Top memisahkan diri dari Jamaah Islamiyah sejak terjadinya peristiwa peledakan Hotel Marriot tahun 2003. Kelompok teroris Noordin M.Top memiliki beberapa nama yaitu Thoifah Muqatilah, Brigade Firaqul Maut, Anshorul Muslimin, dan Tanzim Al-Qaeda Al-Jihad untuk gugusan Kepulauan Melayu. Pendirian kelompok ini dilatarbelakangi oleh perang Irak dan Afghanistan yang dikobarkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Indonesia. Untuk mencapai perjuangan, digunakan strategi perjuangan nikayah (balas dendam). Awalnya, anggota kelompok teroris Noordin M.Top berasal dari Jamaah Islamiyah. Namun pada perkembangannya, karena Noordin M.Top kesulitan mendapatkan anggota dari Jamaah Islamiyah, para anggota baru direkrut dari kelompok Islam radikal lain, yaitu KOMPAK dan Darul Islam.

Kelompok teroris Noordin M.Top menggunakan metoda clandestine (rahasia) dalam setiap operasinya. Metoda ini dilaksanakan denga cara membagi kelompok ke dalam sel-sel yang terdiri dari tiga sampai lima orang untuk setiap unit operasi. Antara unit yang satu dengan yang lainnya terjadi “kompartmentalisasi”, sehingga informasi dan identitas anggota dan pekerjaan sel terlindungi. Selain itu, juga memakai cara bom bunuh diri. Pendanaan operasi-operasi terorisme kelompok Noordin M.Top berasal dari Al-Qaeda, yang disalurkan kepada kelompok melalui Hambali.58 Dalam kasus pembiayaan atau pendanaan terorisme internasional yang masuk ke Asia Tenggara dapat dilihat dari laporan Majalah Time, bahwa dikatakan Hambali menerima uang sejumlah Rp.1,1 miliar dari Al-Qaeda untuk pengeboman di Indonesia. Di antara aksinya adalah membantu untuk meledakkan dua belas pesawat Amerika di atas Laut

58

(44)

Pasifik pada 1995, bom natal 24 desember 2000, dalang bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002 dan penanggung dana bom di Hotel JW Marriot Jakarta pada 5 Agustus 2003.59

Aksi Bom Bali I dan II adalah aksi terencana yang merupakan proyek Hambali, semua jaringan di Indonesia mengetahui ada rencana tersebut, bom JW Mariiot juga terencana, namun berasal dari jaringan Jakarta. Mereka bertemu berawal dari pertemuan di Afghanistan, dan mereka bertemu kembali di konflik Poso.60 Pengiriman dana aksi tersebut melalui kurir seorang warga Malaysia bernama Wan Min bin Wan Mat, diakuinya pada tahun 2002 pernah mengirim US$35.500 kepada Muchlas, melalui anggota Jamaah Islamiyah (JI). Saat itu Muchlas sudah lari ke Thailand dan selanjutnya kembali ke Indonesia. Kiriman pertama pada awal April 2002, senilai US$15.500, disusul US$10.000, dan 200.000 baht thailand (senilai US$5.000), dan terakhir US$5.000. Total nilainya hampir Rp.300 juta (dengan kurs Rp.8.400 perdolar AS), yang dipakai Muchlas dan kawan-kawan untuk aksi bom di Bali. Muchlas mengelola uang tersebut secara ketat sehingga tidak diketahui dan karena dikirim tidak lewat bank, maka tidak dapat terlacak oleh aparat.61 Dalam kasus bom JW Marriot-1, teroris menerima aliran dana dari Hambali sebesar USD 50.000, yang diselundupkan melalui perbatasan Malaysia-Riau.62

59

Wawan H.Purwanto,Terrorisme Undercover,Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2007, h.19-20.

60

Wawancara dengan Bpk. Usep Fathoni seorang Darul Islam tanggal 31 Oktober 2011, pukul 13.00.

61

Dana ’halal’ untuk aksi terlarang,

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id. html. diakses pada 29 September 2009, pukul, 20.45 wib.

62

Perubahan Pola Serangan dan Aliran Dana Teroris

(45)

Keterkaitan Al-Qaeda dengan jaringan teroris di Indonesia juga terungkap dalam persidangan tahun 2004.63 Para tersangka mengaku mendapatkan bantuan dana dari petinggi Al-Qaeda, yaitu Khalid Sheikh Mohammad, melalui para pelajar Indonesia yang belajar di Pakistan. Kelompok Noordin M.Top mendapatkan paket dari Dumai yang isinya uang dollar Australia (Australia $25.000) yang dikirim Hambali lewat kurir. Uang berasal dari Gun Gun, adik Hambali yang berasal Pakistan. Gun Gun mendapatkan dana itu dari Khalid Sheikh Mohammad. Dana itulah yang digunakan dalam pengeboman JW Marriott tahun 2003.

Kelompok teroris di Indonesia selain mendapatkan pedanaan yang berasal dari luar Indonesia, mereka juga mendapatkan dari dalam negeri atau berasal dari sumbangan para anggota, contohnya kelompok teroris Poso, kelompok teroris Palembang, kelompok Jamaah As-sunnah.64 Kelompok Poso dilatarbelakangi oleh konflik komunal anatar warga Muslim dan Kristen Poso yang terjadi pada tahun 2000. Kelompok Poso juga terkait dengan Jamaah Islamiyah (JI), mereka menjalin kerjasama pelatihan militer pada bulan Agustus 2000. Ideologi kelompok Poso terkait erat dengan JI, yaitujihad qital dan bertujuan menegakkan agama Islam.

Dana mereka berasal dari infaq (sumbangan) bulanan para anggota, fa’I (perampokan), sumbangan-sumbangan, dan potongan dari kontrak-kontrak yang didapat melalui kader JI yang ditempatkan secara strategis di kantor-kantor pemerintah lokal. Semua dana tersebut berasal dari Poso.65 Hal serupa juga

63

Terorisme Disokong Dana Al-Qaeda, http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A5556_0_3_0_M. Diakses pada 29 September 2011, pukul 22.30.

64

Taufiqurrohman,Peta Kelompok Teroris Indonesia,h.70.

65

(46)

dilakukan oleh kelompok teroris Palembang, pendanaan mereka berasal dari beberapa sumber, yaitu iuran pribadi para anggota dan sumbangan dari pihak luar. Untuk mendapatkan dana, kelompok ini mengajukan proposal kegiatan keagamaan fiktif ke perusahaan-perusahan swasta, misalnya Bank Indonesia dan P.T Pupuk Sriwijaya, dan instansi-instansi pemerintah dengan mengatasnamakan Forum Bersama Umat Islam.66

Melalui iuran anggota dan usaha-usaha penipuan tersebut, kelompok Palembang mengumpulkan dana sejumlah Rp. 11.632.000 yang dipakai untuk membiayai operasi-operasi terorisme.67 Tidak jauh berbeda dengan kelompok sebelumnya, kelompok Jamaah As-Sunnah (JA) juga mendapatkan pendanaan dengan iuran para anggota. Pendirian JA dilatarbelakangi oleh konflik antar agama di Ambon pada tahun 2000. Kelompok ini didirikan atas respon atau tuntutan untuk mengirim laskar ke wilayah konflik di Ambon. Kelompok ini berbasis di Masjd As-Sunnah Bandung, dan mulai aktif pada tahun 2000 ketika Ambon sedang bergejolak. Pemimpin JA merupakan Amir Jihad yang sekaligus imam di masjid As-Sunnah, dibantu oleh Asadaduddien (sekertaris), Abu Ismail (bendahara), Abu Izzudien (ketua bidang dakwah), Abu Dzar (ketua bidang ekonomi), Qudama (ketua bidang data dan informasi), dan Abu Fajri (komandan laskar).68

Tujuan dari kelompok JA dalah untuk menegakkan syariat Islam. Hal ini berarti tidak bertujuan mendirikan negara Islam, akan tetapi membuat pemerintah Indonesia untuk menjalankan, dan menerapkan syariat Islam secara total.69

66

Ibid,h.74.

67

Ibid.h.74

68

Ibid,h.76.

69

(47)

Pendanaan JA berasal dari tiga sumber, yaitu: iuran anggota, sumbangan dari pemimpin JA, dan sumbangan dari simpatisan. Anggota-anggota JA memberikan sumbangan Rp.5.000 – Rp.100.000 perbulan tergantung dari situasi keuangan masing-masing. Pemimpin JA dan para simpatisan menyumbangkan uang sebesar Rp.250.000 sampai tiga juta. Diantara simpatisan JA adalah mantan pejabat Kodam Siliwangi dan pengurus Majelis Mujahidin Indonesia.

Kelompok teroris JA menjalin kerjasama dengan Jamaah Islamiyah dalam bidang militer dan dakwah. Dalam bidang militer, JA mendapatkan materi pelatihan militer tentang manajemen operasi militer dari Ustadz Dudung, anggota Jamaah Islamiyah di Subang.70 Sementara itu, Syaifudin Umar alias Abu Fida, seorang anggota Jamaah Islamiyah dan jaringan Noordin M.Top dari Surabaya, membantu pemimpinan JA dalam memantapkan ideologi jihad anggota-anggota JA. Abu Fida mengajarkan paham Noordin M.Top mengenai perlunya operasi balas dendam kepada Amerika dan pentinggnya menjalankan operasi terorisme dalam unit-unit kecil.

Berikutnya kelompok teroris Filipina yang terjadi karena kelompok pemberontakan Moro sangat mendominasi kehidupan politik di Filipina dalam beberapa periode.71Keberadaan kelompok Moro tidak lepas dari peranan Spanyol dan Amerika yang pernah menjajah negara tersebut. Sejak Filipina di bawah jajahan Spanyol selama hampir 350 tahun, telah banyak kebijakan yang dikeluarkan. Salah satu kebijakan yang kemudian memicu timbulnya peperangan adalah ketika tahun 1565, Spanyol menghentikan penyebaran agama Islam dan

70

Ibid,h.84.

71

(48)

aktivitas kelompok Moro di selatan Filipina. Kemudian Spanyol berusaha memperluas penyebaran agama Kristen di wilayah utara Filipina. Di bawah jajahan Amerika Serikat, Filipina pun mengalami nasib yang hampir sama, yaitu wilayah yang berpenduduk Islam bangsa Moro dikuasai.

Pada tahun 1972 lahir suatu gerakan Moro National Liberation Front (MNLF) yang didirikan oleh Nur Misuari.72 Perselisihan antara pemerintah Filipina dan MNLF pimpinan Nur Misuari akhirnya diakhiri dengan kesepakatan perdamaian kedua belah pihak di Tripoli pada tahun 1976. Perjanjian tersebut baru ditandatangani pada tahun 1996, seiring dengan pelaksanaan Konferensi Organisasi-organisasi Islam atau Organization of1 the Islamic Conference(OIC) yang dilasanakan di Jakarta. Kesepakatan in diambil dengan memberlakukan otonomi khusus bagi rakyat Muslim Mindanao atau Autonom Region of Muslim Mindanao(ARMM) dan sekaligus mengangkat Nur Misuari sebagai gubernur.

Sebagai bagian dari Mindanao, ARMM dibentuk untuk membawa situasi ketertiban dan keamanan di kawasan tersebut.73 Tetapi, hal itu gagal dilakukan saat Misuari dan pasukannya turut dalam berperang. Para pendukung Misuari menolak ARMM yang mengakibatkan terjadinya konflik antara Tentara Filipina (AFP) dan ARMM. Konflik internal di dalam faksi MNLF terutama antara Misuari dan Hussin merupakan salah satu permainan perang tersendiri dalam konflik Filipina. Konflik internal dalam tubuh MNLF telah menyebabkan kelompok Misuari kehilangan posisi tawar mereka dengan pemerintah Filipina. Pemerintah Filipina tidak selalu mampu menangani situasi di Mindanao. Sebagai contoh, kebijakan deklarasi Perang Total yang diutarakan oleh Presiden Estrada

72

Ibid,h.21.

73

(49)

pada Mei 2000 sama sekali menggagalkan proses perdamaian. Pandangannya yang menyamaratakan bahwa semua Islam adalah musuh memperlihatkan pengetahuannya yang minim serta ketidakpekaannnya tentang sejarah pemberontakan bangsa Moro.

Selain konflik internal, perdamaiaan di Mindanao juga dipengaruhi kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi di Manila (kelompok kaya) tetapi juga di antara Tri-people (masyarakat asli, penduduk muslim, dan penduduk Kristen) yang memilih pandangan berbeda dalam memahami proses politik dan ekonomi.74 Kecemburuan sosial yang disebabkan oleh akses terhadap pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan serta jaminan sosial di antara masyarakat Selatan merupakan faktor-faktor di balik kesenjangan tersebut. Penyelesaian pemberontakan Moro, dari yang paling tegas (Martial Law 1972) sampai dengan kesepakatan damai 1996 semuanya mengalami kegagalan. Mindanao bukan hanya merupakan persoalan hukum, melainkan juga persoalan budaya dan sejarah.

Diskriminasi politik kolonial Spanyol berlanjut pada masa kolonial Amerika. Kemunculan awal pemberontakan kelompok Islam terhadap negara Filipina dimulai pada awal 1950-an.75 Situasi Mindanao memburuk di bawah pemberlakuan Undang-undang Darurat 1972 yang dideklarasikan oleh Presiden Marcos. Orang-orang Moro selalu berada dalam situasi yang serba kekurangan terhadap pemenuhan hak untuk memperoleh akses di bidang-bidang pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sosial. Dalam pandangan pemerintah, Moro telah melawan undang-undang. Konstitusi Filipina tidak mengatur secara jelas hubungan antara pemerintah di tingkat pusat dan daerah, apakah dalam bentuk

74

Ibid.h.173

75

(50)

negara kesatuan atau federal, meskipun sistem negara kesatuan mendominasi sistem pemerintahan Filipina. Setelah Marcos digulingkan dalam tahun 1986, administrasi Corazon Aquiono mulai bernegosiasi tentang otonomi Moro dengan MNLF, tetapi gagal karena oposisi oleh faksi-faksi dalam pemerintah Manila dan perbedaan antara Moro.76

Jaringan Filipina merupakan jaringan terkecil diantara jaringan JI, tetapi sangat penting sebagai sebuah logistik utama untuk bertanggunjawab memperoleh bahan peledak, senjata dan perlengkapan lainya.77 Pemimpin jaringan Filipina berasal dari Indonesia, Fathur Rohman al-Gozi (Mike). Ia lahir pada 17 Februari 1971 di Jawa Tengah, Al-Gozi juga merupakan murid di pesantren Al-Mukmin milik Abu Bakar Ba’asyir sejak tahun 1984-1990, kemudian melanjutkan madrasa di Pakistan pada tahun 1990. Di Pakistan ia direkrut sebagai anggota JI oleh seorang pebisnis asal Malaysia dan seorang anggota shura JI, Faiz Abu Bakar Bafana. Ia dilatih oleh Al-Qaeda di Afghanistan (1993-1994), dimana ia dikenalkan kepada beberapa personel MILF dan dikirimkan ke Filipina (1996) sebagai penghubung dan mendirikan sel JI.

Al-Gozi menjadi penghubung antara JI dengan MILF, dimana posisi ini sangat penting, karena banyak anggota JI yang dilatih di kamp MILF. Al-Gozi dan pelatih lainnya dari JI dan Al-Qaeda dalam MILF memainkan peranan dalam beridirnya organisasi teroris mereka pada tahun 1999-2000, ini merupakan grup operasi khusus.78 Sebagai imbalannya, Muklis Yunos, komandan kelompok operasi khusus, yang dilatih dengan Gozi di Afghanistan mempertemukan

Al-76

Angel M.Rabasa, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical, and Terrorists.New York: Oxford University Press Inc, 2003, h.54.

77

Zachary abuza, Militant Islam in Southeast Asia,London: Lynne Rienner Publisher: 2003, h.136-137.

78

(51)

Gozi dengan Hussain Ramos, pemasok bahan peledak ke MILF. Hal ini penting, karena pada musim gugur tahun 2000, Al-Gozi memerintahkan untuk memperoleh bahan peledak yang signifikan untuk operasi JI. Dalam satu pertemuan di Kuta Kinbalo, Malaysia, Faiz bin Abu Bakar Bafana telah memesan kepada Al-Gozi pembelian lima sampai tujuh ton bahan peledak yang akan dibawa ke Singapura dan akan digunakan di Singapura, Faiz mengirimkan $18,000 untuk pembayaran melalui sebuah bank di Singapura kepada tiga akun rekening Al-Gozi di bank nasional Filipina. Al-Gozi mengambil 250,000 peso ($4,850) dari bank pada November 2000 dan mulai melakukan pembelian bahan peledak di Cebu; kemudian Al-Gozi mengaku melakukan membeli lebih dari 1,100 kilogram TNT. Untuk mendukung MILF, Al-Gozi membantu dan mendapatkan keuangan untuk Muklis dalam pemboman Metro Manila pada 30 Desember 2000, yang menewaskan 22 orang. Al-Ghozi alias Ronny Asaad bin Ahmad alias Idris Anwaruddin alias Randi Adam Alih alias Sammy Sali Jamil ditangkap 15 Januari 2002. Ia dibekuk karena menyimpan secara ilegal satu ton bahan peledak jenis TNT (trinitrotoluene), 300 detonator, dan 17 senapan M-16.79 Untuk semua alat pemusnah ini, tentu diperlukan dana tidak sedikit. Harga resmi yang dibayar militer AS untuk satu pon TNT sekitar US$ 25. Dan harga ini bisa lebih mahal di pasar gelap. Untuk memperolehnya, Ghozi harus memiliki paling sedikit US$ 50 ribu (sekitar Rp 420 juta). Ghozi, yang bernama sandi ”Mike”, menyimpan uang lebih banyak karena, ia terlibat dalam peledakan stasiun kereta

79

Dana ’halal’ untuk aksi terlarang,

(52)

api Metro Manila, 30 Desember 2000. Ghozi menyediakan komponen peledak dan penyandang dana bagi tersangka utama, Muklis Yunos.

Selanjutnya kelompok teroris di Singapura. Negara Singapura menjadi bagian dari kawasan Asia Tenggara, khususnya bagian Dunia Melayu. Sebelum dikuasai kerajaan Inggris, Singapura merupakan bagian kekuasaan Riau Lingga, negara bagian Johor.80 Ditinjau dari berbagai aspek, Dunia Melayu tetap merupakan wilayah yang penting baik secara geopolitik, geoekonomi, maupun geososial bagi keberlangsungan Singapura. Bagi kekuatan-kekuatan besar, Singapura merupakan negara yang penting di Asia Tenggara. Letak pentingnya Singapura karena negara ini memiliki sumber-sumber kekayaan regional, sebagai pengawas jalur utama komunikasi laut dan kedekatannya dengan pusat-pusat kekuatan penting di Cina, Jepang, dan India.

Satu efek terpenting dari Tragedi 9/11 adalah munculnya kebersamaan antara Beijing dan Washington dalam menghadapi ancaman terorisme internasional. Kesaksian mengenai peningkatan globalisasi dunia yang terlihat di New York dan Washington pada 11 September mempunyai dampak yang jauh dan luas. Salah satu kawasan yang merasakan dampaknya secara langsung adalah Asia Tenggara. Kawasan ini selalu diperhitungkan dalam strategi politik dan ekonomi dunia sejak tahun 1945 dan belum pernah lepas dari perhatian negara-negara dunia. Dengan tuduhan Washington terhadap Osama dan jaringan Al-Qaeda mengenai serangan teroris dan deklarasi perang melawan para pendukungnya dan sumber-sumber teroris, perang AS melawan teroris mau tidak mau menjangkau Asia Tenggara, terutama dalam rangka hubungan-hubungan

80

Gambar

Tabel C. Kerjasama ASEAN dalam Memberantas Terorisme……………….. 85
Table A. Legal framework (kerangka hukum) di Asia Tenggara
Table B. Konvensi Internasional Terkait dengan Anti-Terorisme
Tabel C. Kerjasama ASEAN dalam Memberantas Terorisme

Referensi

Dokumen terkait

Model baru pengesahan ini dapat diterapkan secara online sehingga dalam pelaksanaanya pihak dosen yang mengajukan proposal Hibah Dikti tidak perlu bertemu pihak

Untuk pengujian koreksi kontinuitas Cochran-Armitage digunakan nilai selisih pada data AKA tahun ini dengan tahun sebelumnya, dengan nilai koreksi kontinuitas sebesar

[r]

Faktor kesulitan informan untuk berhenti merokok adalah diri sendiri (tidak ada keinginan yang kuat dari dalam), lingkungan, teman sebaya, orang yang menjadi panutan,

dipilih oleh pihak ketiga yang bertikai, tetapi bisa juga mediator menawarkan diri. Mediator harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bertikai. Ketiga,

Pengertian pergaulan bebas adalah bentuk perilaku yang tidak wajar atau menyimpang dimana makna bebas tersebut adalah menyelisihi dari batas norma agama maupun

Laba bersih yang meningkat sebesar Rp 252.108.345.892 disebabkan karena penjualan bersih yang meningkat sebagai akibat dari perluasan pasar yang dilakukan