• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pendapat Responden Terhadap Peran Apoteker Rumah Sakit berdasarkan

1. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni

A. Pendapat Responden Terhadap Peran Apoteker Rumah Sakit berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

1. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan

Berdasarkan definisi apoteker disebutkan bahwa apoteker merupakan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pekerjaan kefarmasian yang meliputi semua aspek tentang pengelolaan obat dan alat kesehatan. Kegiatan

tersebut mulai dari penyediaan dan penyimpanan bahan baku, pembuatan sediaan jadinya sampai dengan pelayanan obat serta alat kesehatan kepada pasien dan juga tenaga kesehatan yang lain.

2% 0%

45% 52%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 2. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan

obat dan alat kesehatan

Pada penelitian sebanyak 52% responden menjawab sangat setuju dan 45% responden menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden telah mengenal dan mengetahui bahwa ruang lingkup pekerjaan apoteker meliputi pengelolaan obat dan alat kesehatan, mulai dari pengadaan sampai dengan pelayanannya kepada pasien. Pekerjaan apoteker yang sesungguhnya bukan hanya sekedar membuat atau meracik obat tetapi juga menjamin bahwa obat yang dibuat atau yang diserahkan digunakan secara benar oleh pasien. Diharapkan kegiatan pelayanan tersebut juga termasuk pemberian informasi yang memadai mengenai aturan pakai, dosis, dan efek sampingnya dari penggunaan obat, serta melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan obat dan alat kesehatan kepada pasien.

Akan tetapi masih ada 2% responden tidak setuju atas pernyataan tersebut. Ketidaksetujuan responden mungkin dikarenakan responden menganggap pelayanan obat di rumah sakit tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab apoteker. Jawaban tersebut mungkin dikarenakan responden menganggap selama ini yang bertugas

menangani pelayanan obat di bangsal rumah sakit adalah perawat. Ada kemungkinan juga responden menjawab tidak setuju karena menganggap pelayanan obat juga dapat menjadi tanggung jawab dokter, terutama dalam keadaan tertentu. Sebagai contoh, misalnya dalam keadaan darurat dokter dapat melakukan pelayanan obat langsung kepada pasien. Dalam contoh kasus tersebut tidak ada keterlibatan apoteker dalam pelayanan obat kepada pasien, sehingga dapat dikatakan yang bertanggung jawab terhadap pelayanan obat tersebut adalah dokter. Pernyataan tersebut didukung oleh Undang-undang No.22 tahun 1997 tentang narkotik pada pasal 39 ayat 4, dan juga Undang-undang No.5 tahun 1997 tentang psikotropik pada pasal 14. Pada ke dua Undang-undang tersebut disebutkan bahwa dokter dapat melakukan penyerahan narkotik atau psikotropik hanya dalam hal:

a. menjalankan praktik dokter dan diberikan melalui suntikan;

b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan; atau c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

Selain itu pada Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 35 ayat 1 juga menyebutkan bahwa dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat tanda registrasi mempunyai wewenang untuk melakukan praktik kedokteran yang berupa menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan, serta dapat meracik dan menyerahkan obat kepada pasien bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Berdasarkan undang-undang yang telah disebutkan di atas, maka pelayanan obat langsung oleh dokter kepada pasien dapat dibenarkan, tetapi hanya dalam keadaan-keadaan tertentu seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Berdasarkan kenyataan tersebut maka apoteker perlu mulai mensosialisasikan dan

menjalankan perannya dengan optimal. Dengan begitu maka batasan bidang tugas antara apoteker dengan tenaga kesehatan lainnya akan jelas.

2. Pendapat responden tentang apoteker harus lebih berorientasi pada pasien dari pada produk

Pada perkembangan pelayanan farmasi saat ini, praktek kefarmasian diharapkan lebih berorientasi pada pelayanan yang terpusatkan kepada pasien. Berorientasi pada pasien berarti apoteker tidak hanya memproduksi dan menjual obat saja, tetapi juga disesuaikan dengan kebutuhan pasien sehingga dapat menjamin efektivitas terapi pasien dan juga meningkatkan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Apoteker di rumah sakit juga dituntut untuk bertanggung jawab atas penggunaan obat pada pasien, guna meningkatan dan menjamin terapi obat yang aman dan rasional bagi pasien.

5% 2%

43% 50%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 3. Pendapat responden tentang apoteker harus lebih berorientasi pada pasien dari pada produk

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 50% responden menjawab sangat setuju, dan 43% responden menjawab setuju apabila dalam menjalankan tugasnya apoteker harus mulai berorientasi pada pasien lebih dari berorientasi pada produk. Hal ini berarti responden mengharapkan pelayanan farmasi yang diberikan oleh apoteker kepada pasien lebih disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Dalam pelayanan farmasi apoteker juga

diharapkan untuk dapat berinteraksi langsung dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam penanganan pasien. Hal ini ditujukan untuk meningkatan dan menjamin terapi obat yang optimal dan rasional.

Namun sebesar 7% responden menjawab tidak setuju. Jawaban tersebut kemungkinan karena responden menganggap ruang lingkup pekerjaan apoteker meliputi pengelolaan obat, sehingga akan lebih baik bila apoteker lebih berorientasi kepada produk daripada kepada pasien. Hal ini mungkin dimaksudkan agar apoteker lebih terfokus pada kegiatan produksi, penyediaan dan juga pendistribusian obat. Namun seharusnya dalam kegiatan pengelolaan obat, apoteker juga harus berorientasi kepada pasien dengan mulai menyediakan obat dan juga melakukan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pasien. Karena bagaimanapun tujuan dari pelayanan farmasi di rumah sakit adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

3. Pendapat responden terhadap apoteker memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya

Dalam menjalankan tugasnya apoteker berkewajiban untuk memberikan pelayanan profesinya menurut ukuran tertinggi bagi pasien, dengan mempertibangkan kepentingan pasien. Berdasarkan hal tersebut apoteker dituntut untuk dapat memberikan pelayanan farmasi yang rasional bagi pasien (berkualitas, tepat indikasi, aman, nyaman dalam penggunaannya dan juga terjangkau bagi semua lapisan masyarakat) guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

10% 0%

45% 45%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 4. Pendapat responden terhadap apoteker memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya

Pada penelitian sebanyak 45% responden menjawab sangat setuju dan 45% responden menjawab setuju. Hal ini menunjukkan adanya penerimaan yang baik dari responden mengenai peran apoteker yang harus memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien mulai dari pemilihan obat yang tepat dan terjangkau oleh pasien, sampai dengan menjamin efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Kegiatan ini dimaksudkan agar apoteker mulai memberikan pelayanan farmasi yang optimal dan rasional sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.

Sebesar 10% responden menjawab tidak setuju. Jawaban tersebut mungkin dikarenakan responden menganggap apoteker saat ini masih kurang memperhatikan kesejahteraan pasien. Hal ini mungkin dikarenakan dalam menjalankan pelayanan farmasi masih ada apoteker yang lebih bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan keadaan ekonomi pasien. Keadaan ini dapat dijadikan koreksi bagi apoteker untuk mulai memberikan pelayanan yang optimal dan rasional, guna meningkatkan derajat kesehatan pasien.

4. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat pada pasien

Apoteker bertugas memantau penggunaan obat pada pasien, kegiatan tersebut berupa pemantauan efektivitas terapi dan keamanan penggunaan obat.

Pemantauan penggunaan obat pada pasien dimaksudkan untuk membantu apoteker dalam mengidentifikasi dan juga menangani masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan, guna menjamin proses pengobatan yang optimal dan rasional bagi pasien.

31% 48% 2% 19% Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 5. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat pada pasien

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (48%) menjawab setuju dan 31% responden menjawab sangat setuju. Jawaban tersebut menunjukkan responden menganggap kegiatan pemantauan penggunaan obat pada pasien oleh apoteker merupakan hal yang penting. Hal ini mungkin karena responden menganggap dengan adanya pemantauan penggunaan obat pada pasien oleh apoteker dapat membantu tercapainya pengobatan yang efektif dan aman bagi pasien. Tujuan proses pemantauan penggunaan obat adalah untuk menyesuaikan terapi obat dengan kondisi pasien, memaksimalkan manfaat dan meminimalkan resiko. Pemantauan penggunaan obat pada pasien rawat inap dapat dilakukan dengan kunjungan rutin dan berkomunikasi secara aktif untuk mengetahui kemajuan terapi pasien, sedangkan pada pasien rawat jalan dapat dilakukan melalui telepon.

Namun ada sebagian responden (21%) yang tidak setuju atas pernyataan tersebut mungkin dikarenakan responden menganggap selama ini pemantauan

penggunaan obat sudah dilakukan oleh dokter dan atau perawat di bangsal rawat inap, sehingga apoteker tidak perlu ikut bertanggung jawab dalam kegiatan ini. Hal ini menunjukkan masih kurangnya penerimaan tenaga kesehatan lainnya terhadap keikutsertaan apoteker dalam pemantauan penggunaan obat.

5. Pendapat responden tentang apoteker tanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya

Apoteker rumah sakit perlu melakukan analisis efektivitas biaya baik dalam proses pengelolaan maupun dalam pelayanan obat di rumah sakit. Dalam proses pengelolaan obat analisis efektivitas biaya dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan obat. Kegiatan tersebut dilakukan dengan memepertimbangkan kebutuhan rumah sakit dan juga anggaran yang tersedia. Dalam pelayanan obat analisis efektivitas biaya dilakukan agar dapat memberikan pelayanan yang terjangkau oleh pasien. 31% 55% 0% 14% Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 6. Pendapat responden tentang apoteker harus tanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya

Pada penelitian sebagian besar responden (55%) menjawab setuju. Hal ini mungkin dikarenakan responden menganggap yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan pengelolaan obat di rumah sakit adalah instalasi farmasi rumah sakit, sehingga secara tidak langsung yang bertanggung jawab terhadap analisis efektivitas biaya pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit adalah apoteker.

Namun sebesar 14% responden yang menjawab tidak setuju. Hal ini mungkin karena responden berpendapat apoteker tidak perlu bertanggung jawab dalam menganalisis efektifitas biaya pada pengobatan pasien, karena biasanya kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh dokter, yaitu pada saat pemilihan obat dalam peresepan. Hal ini didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 085/Menkes/Per/I/1989 pasal 4, yang menyebutkan bahwa dokter yang bertugas di rumah sakit pemerintah diharuskan menulis resep obat esensial dengan nama generik bagi semua pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, seharusnya dokter yang berpraktek di rumah sakit pemerintah menuliskan resep dengan nama generik untuk pasien, sehingga pasien memperoleh biaya pengobatan yang terjangkau. Namun pada kenyataannya Peraturan Menteri Kesehatan tersebut sudah tidak dijalankan oleh dokter yang berpraktek di rumah sakit pemerintah. Oleh karena itu peran serta apoteker dalam menganalisis efektifitas biaya pengobatan pasien masih diperlukan, terutama pada saat pelayanan resep.

Pada saat pelayanan resep ada kemungkinan pasien meminta penggantian obat dengan yang lebih murah. Dalam penggantian obat tersebut, apoteker dapat berdiskusi dengan dokter penulis resep, agar dapat memberikan pelayanan obat yang tepat dan juga terjangkau oleh pasien. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa apoteker juga perlu ikut bertanggung jawab dalam analisis efektivitas biaya guna meringankan biaya pengobatan pasien. Kegiatan ini dapat dijadikan kesempatan bagi apoteker untuk menjalin kerjasama yang baik dengan dokter, yang akan berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan pada pasien.

6. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut tanggung jawab dalam penyusunan formularium obat

Penyusunan formularium rumah sakit merupakan salah satu tugas dari Panitia Farmasi dan Terapi. Apoteker merupakan salah satu anggota dalam Panitia Farmasi dan Terapi. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan pengaturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam penitia ini. Kedudukan apoteker dalam kepanitiaan ini sebagai wakil ketua atau sekretaris. Tugas apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi meliputi penyiapkan dan pemberian semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan, menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika dan pedoman penggunan obat dalam kelas terapi lain, serta membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia Farmasi dan Terapi (Anonim, 2004b).

2% 12% 29% 57% Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 7. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat

Gambar 7 menunjukkan sebagian besar (57%) responden menjawab tidak setuju dan 29% lainnya menjawab sangat tidak setuju bila apoteker tidak harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat di rumah sakit. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendukung bila apoteker harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium rumah sakit sesuai dengan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, mengingat kedudukan apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi sebagai wakil ketua atau sekretaris. Selain itu mungkin juga karena responden menganggap apoteker merupakan profesi yang menekuni ruang lingkup obat, sehingga diharapkan dengan keikutsertaanya apoteker dapat memberikan informasi tentang obat yang diperlukan dalam penyusunan formularium rumah sakit. Dalam kegiatan ini apoteker dituntut untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya tentang obat guna membantu menyempurnakan penyusunan formularium rumah sakit.

Namun sebesar 14% responden menjawab setuju apabila apoteker tidak harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat di rumah sakit. Hal ini mungkin dikarenakan responden menganggap yang bertugas dalam pemilihan obat yang dimasukkan dalam formularium rumah sakit adalah dokter. Ada kemungkinan juga responden beranggapan bahwa dirinya sudah cukup memiliki informasi tentang obat dan pengobatan yang diperlukan dalam penyusunan formularium rumah sakit, sehingga berdasarkan alasan tersebut responden

menganggap apoteker tidak harus terlibat dalam penyusunanformularium rumah sakit.

7. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien

Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter, apoteker dan tenaga medis lainnya, sehingga perlu adanya komunikasi dan kerja sama diantara mereka agar proses terapi yang dijalani oleh pasien mendapatkan hasil yang optimal (Anonim, 2004d). Dalam hal ini apoteker dituntut untuk dapat

memberikan masukkan kepada dokter terkait dengan penggunaan obat yang tepat dan sesuai dengan kondisi pasien, guna menjamin proses pengobatan yang rasional pada pasien. 29% 57% 0% 14% Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 8. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas

masalah terapi yang diberikan pada pasien

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 57% responden menjawab setuju, dan 29% lainnya menjawab sangat setuju. Hal ini menunjukkan responden menganggap perlu adanya jalinan komunikasi yang baik antara apoteker dengan tenaga kesehatan yang lain, sehingga diskusi antara apoteker dengan tenaga kesehatan yang lain mengenai obat dan penggunaanya dapat berjalan dengan baik. Dengan berjalannya kegiatan tersebut maka apoteker dituntut untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya mengenai obat dan pengobatan dengan cara memberikan saran atau masukan kepada dokter mengenai pengobatan yang rasional untuk pasien. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukan 93% responden sudah menganggap apoteker sebagai mitra kerja dokter yang dapat saling memberikan saran jika menemui masalah dalam pelayanan kesehatan.

Namun ada sebesar 14% responden menjawab tidak setuju. Hal ini mungkin dikarenakan responden menganggap partisipasi apoteker dalam membahas masalah

terapi yang diberikan pada pasien merupakan hal yang tidak perlu dilakukan, sebab masalah terapi adalah tanggung jawab dokter. Alasan tersebut dapat dibenarkan karena bagaimanapun penentuan diagnosis dan terapi adalah tugas dokter. Namun partisipasi apoteker yang dimaksudkan disini yaitu berupa pemberian saran kepada dokter mengenai obat dan peresepan yang rasional. Oleh karena itu akan lebih baik bila apoteker ikut serta dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien, karena hal tersebut akan berpengaruh pada hasil terapi pasien.

8. Pendapat responden tentang apoteker harus mendokumentasi setiap kegiatan pelayanan farmasi yang dilakukan

Apoteker sebaiknya melakukan pendokumentasian yang rapi dan terperinci terhadap setiap kegiatan pelayanan farmasi yang dilakukan. Kegiatan pendokumentasian tersebut dapat berupa pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat, efek samping obat, adanya interaksi obat, serta pencatatan penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien, baik pada pasien rawat inap dan rawat jalan. Dokumentasi mengenai pengobatan setiap pasien tersebut sering disebut dengan medication record (Anonim, 2004a). Dokumentasi tersebut harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan.

52% 48% 0% 0% Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 9. Pendapat responden tentang apoteker harus mendokumentasi setiap kegiatan pelayanan farmasi

Pada penelitian diperoleh hasil sebesar 52% responden menjawab sangat setuju, dan 48% responden menjawab setuju bila apoteker harus mendokumentasikan setiap pelayanan farmasi yang dilakukannya. Dokumentasi yang dilakukan oleh apoteker tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi setiap pelayanan farmasi yang dilakukan, demi menunjang peningkatan mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. Dokumentasi dari pelayanan farmasi tersebut harus disusun secara rapi dan terperinci, sehingga bila terdapat keluhan dari pasien mengenai masalah pengobatan proses evaluasi dapat dilakukan dengan mudah.

9. Pendapat responden tentang apoteker harus terlibat secara langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat

Apoteker harus terlibat dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat guna menjamin proses pengobatan yang rasional. Kegiatan tersebut meliputi ikut serta menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika dan pedoman penggunan obat dalam kelas terapi lain, serta membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia Farmasi dan Terapi.

50% 45% 0% 5% Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 10. Pendapat responden tentang apoteker harus terlibat secara langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (50%) menjawab sangat setuju, dan 45% lainnya menjawab setuju. Hal ini menunjukkan adanya penerimaan yang baik dari responden terhadap ikut sertanya apoteker dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat. Hal ini mungkin dikarenakan responden beranggapan bahwa apoteker ruang lingkup pekerjaannya di bidang obat, sehingga dengan keterlibatannya apoteker dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat diharapkan dapat membantu dengan memberikan saran ataupun masukan dalam penentuan terapi yang tepat bagi pasien guna menjamin pengobatan yang rasional.

Pada penelitian sebesar 5% responden menjawab tidak setuju. Hal ini mungkin dikarenakan responden menganggap penentuan penggunaan obat bagi pasien adalah wewenang dan tanggung jawab dokter, sehingga keterlibatan apoteker secara langsung dalam penentuan penggunaan obat pasien tidak diperlukan.

10. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat

Apoteker bertugas memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain dan juga pasien. Informasi yang diberikan oleh apoteker harus bersifat akurat, tidak bias, dan terkini. Informasi obat yang diberikan oleh apoteker dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi dokter dalam menentukan terapi obat yang tepat bagi pasien. Hal ini bertujuan untuk menunjang tercapainya terapi obat yang rasional bagi pasien.

41% 52% 5% 2% Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 11. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat

Pada gambar 13 ditunjukkan sebanyak 52% responden menjawab setuju, dan 41% respoden menjawab sangat setuju. Hal ini dimungkinkan karena responden menganggap apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat sehingga memiliki pegetahuan yang luas mengenai obat. Oleh karena itu responden menganggap yang paling berkompeten memberikan informasi obat kepada tenaga medis dan perawat adalah apoteker. Informasi mengenai obat yang dapat diberikan oleh apoteker kepada dokter dapat berupa indikasi suatu obat, dosis, aturan pakai, efek samping, kontraindikasi, maupun interaksi obat.

Namun sebesar 7% responden tidak menyetujui bila apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat. Hal ini mungkin dikarenakan responden merasa pengetahuannya mengenai obat sudah cukup luas, sehingga responden merasa tidak memerlukan pelayanan informasi obat dari apoteker. Selain itu seringkali yang memberikan informasi mengenai obat kepada perawat maupun pasien adalah dokter. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan Savitri (2005). Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa dokter lebih dipercaya pasien sebagai drug informer dari pada apoteker. Berdasarkan pernyataan tersebut maka apoteker dituntut untuk dapat

mengembangkan pengetahuannya mengenai obat dan pengobatan. Apoteker juga perlu mensosialisasikan dan mulai menjalankan perannya dalam pelayanan informasi obat, karena bagiamanapun pelayanan informasi obat merupakan salah satu tugas apoteker dalam pelayanan kesehatan guna menunjang terapi obat yang rasional bagi pasien.

11. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab terhadap masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (drugs related problem)

Dalam pelayanan kesehatan apoteker bertugas melakukan pemantauan

Dokumen terkait