• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapat dokter umum di Rumah Sakit Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker : berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1197/Menkes/SK/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pendapat dokter umum di Rumah Sakit Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker : berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1197/Menkes/SK/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit - USD Repository"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Framasi

Oleh: Diah Regziana NIM : 038114099

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(2)
(3)
(4)

Semakin

banyak

yang

kita

pelaj ari,

Semakin

kita

sadar

betapa

sedikit

yang

kita

ketahui.

Kuperpersembahkan karya ini untuk:

Keluargaku tersayang,

Bapak dan Ibuku yang paling aku sayangi dan aku

hormati,

Adikku Rika dan Dhoni yang kusayangi,

tak lupa untuk teman spesialku Denny,

Serta Almamaterku.

(5)

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “PENDAPAT DOKTER UMUM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TERHADAP PERAN APOTEKER (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit)”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,

2. Bappeda kota Yogyakarta, Bappeda Kab. Sleman, Bappeda kab. Bantul, Bappeda kab. Kulon Progo, dan Bappeda kab. Gunungkidul atas izin penelitian yang diberikan kepada penulis,

3. RSUD Kota Yogyakarta, RSUD Sleman, RSUD Panembahan Senopati Bantul, RSUD Kulon Progo, dan RSUD Wonosari atas izin penelitian yang diberikan kepada penulis,

4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing dan juga memberikan banyak masukan dan memberikan kesempatan diskusi kepada penulis,

(6)

masukan dan saran yang berharga kepada penulis,

7. Para dokter umum yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini,

8. Bapak, ibu, Rika, dan Dhoni atas kasih sayang, doa dan dukungannya,

9. Dheny atas dukungan, pengorbanan dan doa, yang telah diberikan selama ini, 10.Eunike sebagai teman seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan

bantuan kepada penulis,

11.Teman-teman kos (Anny, Wida, Ina, Shinta, Ranti dan Tyas) yang telah memberikan semangat dan dorongan bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini,

12.Semua teman-teman kelas C atas kerjasama, dan dukungannya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran untuk menuju hasil yang lebih baik.

Yogyakarta, 7 Agustus 2007

Penulis

(7)
(8)

diharapkan. Salah satunya dikarenakan tanggapan dari tenaga kesehatan yang lain, ada yang mendukung tetapi ada pula yang menolak. Berdasarkan kenyataan tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pendapat dokter umum terhadap peran apoteker yang berdasarkan pada Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, serta harapannya terhadap perkembangan apoteker di masa mendatang.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan jenis rancangan deskriptif. Responden yang digunakan adalah dokter umum di lima RSUD di DIY. Instrument yang digunakan berupa kuisioner. Data yang diperoleh diolah secara statistik diskriptif, dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.

Responden dalam penelitian ini sebanyak 42 dokter umum. Berdasarkan hasil penelitian responden setuju tehadap peran apoteker yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, yang meliputi bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat (86%), pelayanan informasi obat (93%) dan koseling obat (76%), termasuk pemantauan penggunaan obat (79%). Namun responden tidak setuju bila apoteker bertanggung jawab dalam pencampuran obat suntik (57%) dan penanganan nutrisi parenteral (67%). Sebagian besar responden juga berharap apoteker di masa mendatang mulai dispesialisasikan (64%), dan terlibat langsung pada pasien bersama-sama dengan dokter dan tenaga medis lainnya (74%).

Kata kunci: apoteker, dokter umum, pendapat, harapan

(9)

opinions from other health care workers; some are supportive, while others are not. For that reason, this research is conducted in order to figure out the opinions of physicians on the roles of pharmacists based on the Standard of Pharmacy service at Hospital and also their expectations toward the development of pharmacists in future.

This research is an observational with descriptive design. The respondents are physicians working at five District Hospitals in Yogyakarta. The Instrument used is questioner. The data are processed with descriptive statistic and performed in the form of tables and diagrams.

The respondents of this research are 42 physicians. Based on the result of this research, the respondents agree with the role of pharmacists according to the Rule of Minister of Health Number 1197/Menkes/SK/X/2004, include responsible for the arrangement of drug formulary (86%), drug information service (93%), drug counselling service (76%), and responsible in drug related problem (79%). However, the respondents disagree that pharmacists are responsible for the mixture of injection drug (57%) and parenteral nutrition (67%). Most of the respondents expect that in the future pharmacists are specialized (64%), and directly involved together with physicians and other medical staff to take care of patients (47%).

Key words: pharmacists, physicians, opinion, expectation.

(10)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………...….. iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

PRAKATA………... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA . ………... viii

INTISARI . ……….. ix

ABSTRACT ……….. x

DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR TABEL……… xvii

DAFTAR GAMBAR ……….. xviii

BAB I PENGANTAR……….…. 1

A. Latar Belakang Penelitian………... 1

1. Perumusan masalah……….. 4

2. Keaslian penelitian………... 5

3. Manfaat penelitian……… 7

B. Tujuan Penelitian………. 8

1. Tujuan umum……….... 8

2. Tujuan khusus……….. 8

BAB II PENELAAH PUSTAKA……… 9

A. Apoteker……….…… 9

(11)

D. Keterangan Empiris……… 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………... 20

B. Definisi Operasional Penelitian……….…. 20

C. Subyek Penelitian………... 21

D. Instrumen……… 21

E. Tata Cara Penelitian ……….. 24

1. Analisis situasi (orientasi) ………... 24

2. Pembuatan kuisioner……… 25

3. Penentuan subyek penelitian..……….. 26

4. Penyebaran dan pengumpulan kuisioner ………. 28

5. Pengolahan data……… 28

F. Kesulitan Penelitian………... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 30

A. Pendapat Responden Terhadap Peran Apoteker Rumah Sakit berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit ………... 30

1. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan... 30

(12)

kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya... 34 4. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam

memantau penggunaan obat pada pasien……….. 35 5. Pendapat responden tentang apoteker tanggung jawab dalam

menganalisis efektivitas biaya... 37 6. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut tanggung jawab dalam penyusunan formularium obat... 39 7. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi

dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien... 40 8. Pendapat responden tentang apoteker harus mendokumentasi setiap

kegiatan pelayanan farmasi... ... 42 9. Pendapat responden tentang apoteker harus terlibat secara langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat... 43 10.Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam

memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat... 44

(13)

12.Pendapat responden tentang apoteker tidak bertanggung jawab dalam pemantauan kadar obat dalam darah (therapeuticdrugs monitoring)... 47 13.Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani

pencampuran obat suntik... 49 14.Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani nutrisi

parenteral... 50 15.Pendapat responden tentang apoteker harus menangani obat kanker

atau sitostatika... 51 16.Pendapat responden tentang apoteker dapat mengakses riwayat

penyakit dan riwayat pengobatan pasien dalam rekam medis untuk memantau penggunaan obat... 53 17.Pendapat responden tentang apoteker dapat membantu menentukan

terapi yang tepat bagi pasien dan memberikan masukkan kepada dokter dalam peresepan... 54 18.Pendapat responden tentang apoteker tidak perlu memberikan

konseling obat pada pasien... 56 19.Pendapat responden tentang keterlibatan apoteker dalam pelayanan kesehatan dapat membantu dokter dan tenaga medis lain dalam memaksimalkan proses terapi... 57

(14)

dalam peresepan obat... 59

2. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut mendiskusikan hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium bersama dokter untuk memutuskan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat bagi pasien... 60

3. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat menentukan obat yang sesuai dengan diagnosis dokter seperti yang telah dipraktekan oleh beberapa negara maju... 62

4. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut dalam visitasi, siap memberikan saran tentang terapi pasien dan dapat menuliskan hasil assessment-nya di rekam medis... 64

5. Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat dispesialisasi dan bekerjasama dengan dokter spesialis... 67

6. Harapan responden dengan keterlibatan apoteker secara langsung pada pasien bersama dengan dokter dan tenaga medis lainnya dapat membantu terlaksananya proses terapi yang tepat bagi pasien... 68

C. Rangkuman ………. 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….... 76

A. Kesimpulan……….……….. 76

B. Saran……….………. 76

(15)
(16)

Sakit ………...………… 23

Tabel II. Daftar pernyataan harapan dokter umum terhadap perkembangan peran apoteker di masa mendatang... 24

Tabel III.Jumlah apoteker di setiap rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogayakarta... 26

Tabel IV. Jumlah anggota populasi... 27

Tabel V. Usia responden... 30

Tabel VI.Lama kerja responden... 30

Tabel VII. Pendapat responden terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan pada Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit... 71

Tabel VII. Harapan dokter umum terhadap apoteker di masa mendatang ... 73

(17)

menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan. …………... 31 Gambar 3. Pendapat responden tentang apoteker harus lebih berorientasi

pada pasien dari pada produk... 33 Gambar 4. Pendapat responden terhadap apoteker memberikan perhatian

pada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya... 35 Gambar 5. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat pada pasien... 36 Gambar 6. Pendapat responden tentang apoteker tanggung jawab dalam

menganalisis efektivitas biaya... 37 Gambar 7. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut tanggung

jawab dalam penyusunan formularium obat... 39 Gambar 8. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien... 41 Gambar 9. Pendapat responden tentang apoteker harus mendokumentasi

setiap kegiatan pelayanan farmasi... 42

(18)

Gambar 11.Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat... 45 Gambar 12.Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab

terhadap masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (drugs related problem)... 46 Gambar 13.Pendapat responden tentang apoteker tidak bertanggung jawab

dalam pemantauan kadar obat dalam darah (therapeuticdrugs monitoring)... 48 Gambar 14.Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani

pencampuran obat suntik... 49 Gambar 15.Pendapat responden tentang apoteker tidak harus menangani

nutrisi parenteral... 51 Gambar 16.Pendapat responden tentang apoteker harus menangani obat

kanker atau sitostatika... 52 Gambar 17.Pendapat responden tentang apoteker dapat mengakses riwayat

penyakit dan riwayat pengobatan pasien dalam rekam medis untuk memantau penggunaan obat... 53

(19)

Gambar 19.Pendapat responden tentang apoteker tidak perlu memberikan konseling obat pada pasien... 56 Gambar 20.Pendapat responden tentang keterlibatan apoteker dalam

pelayanan kesehatan dapat membantu dokter dan tenaga medis lain dalam memaksimalkan proses terapi... 58 Gambar 21.Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat mendampingi dokter dalam pemeriksaan serta memberikan saran ... 59 Gambar 22.Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut mendiskusikan hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium bersama dokter untuk memutuskan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat bagi pasien... 61 Gambar 23.Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat menentukan obat yang sesuai dengan diagnosis dokter seperti yang telah dipraktekan oleh beberapa negara maju... 63 Gambar 24.Harapan responden terhadap apoteker di masa mendatang dapat ikut dalam visitasi, siap memberikan saran tentang terapi pasien dan dapat menuliskan hasil assessment-nya di rekam medis... 64

(20)

langsung pada pasien bersama dengan dokter dan tenaga medis lainnya dapat membantu terlaksananya proses terapi yang tepat bagi pasien... 69

(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan, dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyembuhkan dan pemulihan bagi pasien. Pada rumah sakit terdapat pelayanan farmasi rumah sakit yang merupakan salah satu kegiatan penunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Anonim, 2004b).

Adanya tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, menyebakan terjadinya pergeseran secara bertahap pelayanan farmasi yang diberikan. Pergeseran tersebut meliputi perubahan paradigma teknis yang menekankan pada produk obat dan peracikan, menjadi pendekatan yang lebih berorientasi kepada pelayanan pasien dan penanganan penyakit dengan sasaran akhir meningkatnya kualitas hidup pasien. Dengan adanya perubahan tersebut maka akan menambah beban dan tanggung jawab apoteker rumah sakit terutama dalam pelayanan farmasi klinik (Yusmainita, 2002).

Peran apoteker dalam pelayanan farmasi diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi. Peran apoteker yang sesungguhnya lebih diharapkan kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan harganya yang wajar. Termasuk juga pemberian informasi terhadap pasien tentang penggunaan obat yang efektif dan efisien, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi pengobatan. Dalam proses terapi seorang pasien perlu adanya kerjasama

(22)

antara apoteker, dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan agar proses terapi yang menjadi tanggung jawab bersama antara apoteker, tenaga kesehatan lain dan juga pasien memperoleh keluaran yang optimal (Anonim, 2004d).

Pada kenyataannya pelayanan farmasi pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum berjalan seperti yang diharapkan, terutama pada rumah sakit milik pemerintah. Hampir semua Instalasi farmasi rumah sakit pemerintah di Indonesia masih pada pelayanan farmasi non-klinik, itupun belum optimal (Yusmainita, 2003). Akibat kondisi tersebut pelayanan farmasi rumah sakit saat ini kebanyakan masih berorientasi pada produk yaitu sebatas penyedian dan pendistribusian perbekalan farmasi. Hal tersebut dikarenakan beberapa kendala yang meliputi rendahnya kemampuan dan motivasi dari apoteker, terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi apoteker rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit, serta terbatasnya pengetahuan dan juga dukungan pihak-pihak terkait terhadap pelayanan farmasi rumah sakit (Anonim, 2004b). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Manurung (2002). Pada penelitian tersebut ditunjukkan lebih dari 60% apoteker di rumah sakit belum melaksanakan semua pelayanan farmasi klinik, dengan alasan tidak ada kebijakan dan prosedur dari rumah sakit, tidak ada dukungan dari dokter dan perawat, sulit mengerjakan pelayanan, tidak ada waktu, serta tidak ada fasilitas.

(23)

diprioritaska bersama. Hal lain yang tidak dapat diabaikan dalam memulai kegiatan tersebut adalah jalinan komunikasi yang intensif dan saling mempercayai antar tenaga kesehatan yang terlibat (Aslam dkk, 2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2005) hasil penelitiannya menunjukan sebanyak 93,33% dokter sudah menganggap apoteker sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan antara apoteker dan dokter telah terjalin hubungan kerjasama yang baik. Dengan adanya hubungan kerjasama dan komunikasi yang baik antara apoteker dan dokter maka akan berpengaruh pada perbaikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.

(24)

kurang baik dari tenaga kesehatan lain (dokter dan perawat) terhadap beberapa peran apoteker di rumah sakit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan dokter kurang setuju bila apoteker melakukan pemilihan obat dan regimen obat (63,89%), pengadaan profil pengobatan penderita (55,56%), visite (69,44%), pelayanan di unit perawatan kritis (63,89%) dan pelayanan di unit gawat darurat (50%). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan perawat kurang setuju bila apoteker melakukan pelayanan visite

(57,26%), pencampuran sediaan intravena (70,97%), dan penanganan bahan sitotoksik/bahan berbahaya (60,48%).

Berdasarkan keadaan tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana pendapat tenaga kesehatan lain, khususnya dokter di rumah sakit umum daerah terhadap peran apoteker rumah sakit yang berasaskan

pharmaceutical care. Selama ini diketahui pula bahwa pelayanan farmasi di rumah sakit umum daerah yang juga merupakan rumah sakit pemerintah belum berjalan optimal. Berdasarkan keadaan tersebut maka perlu juga diidentifikasi apa yang menjadi harapan dokter tentang peran apoteker di rumah sakit, sehingga hal tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki dan juga mengembangkan standar pelayanan farmasi di rumah sakit yang sudah ada, guna mengoptimalkan pelayanan farmasi di rumah sakit.

1. Perumusan masalah

(25)

b. Seperti apa harapan dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap perkembangan apoteker rumah sakit di masa mendatang?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang serupa telah dilakukan oleh Eunike (2007) dengan judul “Persepsi dan Harapan Dokter Umum Rumah Sakit Swasta di Kota Yogyakarta terhadap Perkembangan Peran Farmasis Klinik”. Penelitian tersebut menitikberatkan pada bahasan mengenai peran apoteker sebagai Health Care Team. Perbedaan penelitian ini dibanding penelitian yang dilakukan oleh Eunike (2007) adalah lokasi penelitian yang digunakan. Penelitian yang dilakukan Eunike (2007) berlokasi di rumah sakit umum swasta di Kota Yogyakarta dengan kriteria minimal memiliki 2 apoteker dan telah melakukan praktek pelayanan farmasi klinik. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eunike (2007), pada penelitian ini rumah sakit yang digunakan adalah seluruh rumah sakit umum daerah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan tidak menggunakan kriteria minimal memiliki 2 apoteker serta telah melakukan pelayanan farmasi klinik.

(26)

juga saran dokter terhadap apoteker sebagai tenaga kesehatan yang profesional, sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi pelayanan farmasi di rumah sakit. Acuan yang digunakan oleh peneliti guna menjawab permasalahan dalam kedua penelitian tersebut adalah Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, dan Kode Etik farmasi Indonesia. Lokasi yang digunakan pada kedua penelitian tersebut adalah rumah sakit umum swasta dan juga rumah sakit umum pemerintah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Perbedaan antara penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nurdiati (2005) dan juga Savitri (2005) adalah penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pendapat dokter umum yang berupa penerimaannya terhadap peran apoteker rumah sakit yang berasaskan

(27)

Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Manurung (2002), dengan judul “Studi Tentang Pendapat Dokter, Perawat dan Apoteker Mengenai Gagasan Pelaksanaan Pelayanan Farmasi klinik di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung”. Penelitian ini menitikberatkan pada bagaimana penerimaan dokter, perawat dan apoteker terhadap gagasan pelaksanaan pelayanan farmasi klinik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Manurung (2002) berlokasi di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, dan penelitian tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui dan membandingkan pendapat dari dokter, perawat dan apoteker; sedangkan pada penelitian ini hanya melihat pendapat dari dokter umum saja tanpa melihat pendapat tenaga kesehatan yang lain.

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Sagara, Okada, Furuno, Shibata, Gomita (2005), dengan judul “Survey on Understanding of and Satisfaction with in-Hospital Pharmacist's Work” yang dilakukan di Jepang. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Sagara, dkk (2005) menitikberatkan pada pengetahuan dan juga kepuasan dari dokter dan perawat atas peran apoteker di rumah sakit. Perbedaan yang lain adalah pada penelitian tersebut peneliti mengelompokkan responden berdasarkan profesi dan juga lama praktek di rumah sakit.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

(28)

b. Manfaat praktis

1.) Dapat digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki dan juga mengembangkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang sudah ada.

2.) Sebagai bahan evaluasi terhadap peran apoteker di rumah sakit. B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui pendapat dan harapan dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker rumah sakit.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pendapat dokter umum di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker

Undang-undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 pasal 50 menyatakan bahwa, tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 2 menyebutkan bahwa salah satu tenaga kesehatan yang diakui pemerintah adalah tenaga kefarmasian yang terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

Apoteker didefinisikan sebagai sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a). Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Anonim, 1992).

Apoteker merupakan suatu profesi. International Pharmaceutical Federation mengidentifikasikan profesi sebagai kemauan individu apoteker untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimum yang berlaku serta mematuhi standar profesi dan etik kefarmasian. Praktek kefarmasian merupakan upaya penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan

(30)

dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat. (Anonim, 2004d).

Apoteker termasuk profesi yang harus ditingkatkan perannya. Peran Apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan harganya wajar serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi. Apoteker juga harus memberikan jaminan bahwa obat yang diberikan adalah obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar, dan pasien menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional didasarkan pada pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek ekonomi yang menguntungkan pasien (Anonim, 2004d).

Peran apoteker yang digariskan oleh WHO dikenal dengan istilah “seven star pharmacist”, peran tersebut meliputi (Anonim, 2004d):

1. care giver

Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinik, analitik, teknik, sesuai peraturan perundang-undangan dan pelayanan farmasi yang diberikan harus bermutu tinggi.

2. decision-maker

(31)

3. comunicator

Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.

4. leader

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai permasalahan.

5. manager

Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan.

6. life-long learner

Apoteker harus terus belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilan selalu baru dalam melakukan praktek profesi.

7. teacher

Apoteker bertanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang.

B. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004

(32)

yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 disebutkan beberapa tujuan pelayanan farmasi.

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.

c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat.

d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. e. Melakukan dan memberikan pelayanan bermutu melalui analisa, telaah

dan evaluasi pelayanan.

f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.

g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode. Tugas pokok apoteker di rumah sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 terdiri atas beberapa kegiatan.

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional yang berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi

c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

d. Memberikan pelayanan yang bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi

e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

C. Pelayanan Farmasi

(33)

pelayanan pasien dan penanganan penyakit secara komprehensif. Menjawab tantangan ini profesi farmasi dalam pelayanan farmasi di rumah sakit harus bekerja keras untuk meningkatkan profesionalisme. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang terhadap pelayanan farmasi yang bermutu (Yusmainita, 2002).

Menurut Aslam dkk (2003) profesi farmasi mengalami berbagai tahap perubahan. Perubahan-perubahan dalam profesi farmasi dapat dibagi dalam 4 periode, yang terdiri dari: periode tradisional, periode transisi, periode masa kini, dan periode masa depan (pharmaceutical care). Pada periode tradisional fungsi apoteker meliputi menyediakan, membuat,dan mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Periode ini mulai goyah ketika pembuatan sediaan obat mulai dikerjakan oleh industi farmasi. Periode transisi merupakan masa perubahan yang cepat dari perkembangan fungsi dan jenis-jenis pelayanan profesional, konsep farmasi klinik muncul pada periode ini. Pada periode transisi banyak apoteker mulai mengembangkan fungsi-fungsi baru dan mencoba menerapkannya, akan tetapi perkembanganya masih cukup lambat. Pada periode masa kini pelayanan farmasi rumah sakit dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. pelayanan teknik dan non-klinik

(34)

2. pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu praktek kefarmasian yang berorientasi kepada pasien lebih dari orientasi kepada produk. Merupakan suatu disiplin yang terkait dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual.

Farmasi klinik dalam tatanan pelayanan di rumah sakit berkembang sewaktu kebutuhan akan penggunaan obat yang benar dan rasional semakin berkembang. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan farmasi yang diberikan secara langsung sebagai bagian dari pelayanan penderita, yang memerlukan interaksi apoteker dengan penderita dan atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat dalam perawatan penderita (Anonim, 2005).

Farmasi klinik secara sempit didefinisikan oleh American College of Clinical Pharmacy sebagai “That area of pharmacy concerned with the science and practice of rational medication use”, dan secara luas sebagai “A health science discipline in which pharmacists provide patient care that optimizes medication

(35)

efek samping obat, dan promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan mengenai pencegahan penyakit dan perlindungan kesehatan.

Menurut Aslam dkk (2003) kegiatan farmasi klinik di rumah sakit bertujuan untuk:

1. memaksimalkan efek terapeutik, yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien, dan juga evaluasi terapi.

2. meminimalkan resiko, yang dilakukan dengan cara memastikan resiko yang sekecil mungkin bagi pasien, dan meminimalkan masalah ketidakamanan pemakaian obat yang meliputi efek samping, dosis interaksi dan kontraindikasi. 3. meminimalkan biaya untuk rumah sakit dan pasien.

4. menghormati pilihan pasien.

Aslam dkk (2003) menyebutkan pelayanan farmasi klinik juga ditujukan untuk menyempurnakan peresepan. Dalam proses peresepan apoteker dapat berperan dalam tiga hal, yaitu: sebelum, selama dan sesudah penulisan resep.

1. Sebelum peresepan

Apoteker memberikan masukan dalam penyusunan formularium, kebijakan peresepan, pedoman pengobatan, buletin informasi obat, evaluasi obat dan sebagainya.

2. Selama peresepan

(36)

Sebagia alternatif, apoteker dapat berperan dalam proses pengambilan keputusan dengan hadir pada saat penulisan resep.

3. Sesudah peresepan

Apoteker melibatkan diri dalam mengkoreksi atau menyempurnakan kualitas peresepan.

Menurut Moberly (2005) di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, apoteker sudah mulai menulis resep sendiri meskipun hanya pada keadaan tertentu dan di bawah pengawasan dokter. Penulisan resep yang dilakukan oleh apoteker kepada pasien mulai dari peresepan tambahan (supplementary prescribing) sampai dengan peresepan mandiri (independent prescribing).

Poter (2005) mendefinisikan peresepan tambahan sebagai kerjasama antara dokter (independent prescriber) dengan apoteker atau perawat (supplementary prescriber) untuk melaksanakan perencanaan menejemen klinis untuk pasien tertentu dengan adanya persetujuan dari pasien tersebut. Peresepan tambahan diawali dengan proses penentuan diagnosis, dan terapi pasien yang dilakukan oleh dokter. Tanggung jawab apoteker terhadap monitoring dan penyesuaian terapi pasien dimulai setelah dokter menentukan diagnosis dan terapi pasien, sampai dengan 12 bulan ke depan. Dalam keadaan tertentu apoteker juga dapat berkonsultasi kepada dokter mengenai terapi pasien (Anonim, 2004c).

(37)

Peresepan mandiri dilakukan apoteker rumah sakit dalam usaha menegakkan terapi yang sesuai bagi pasien, karena seringkali apoteker memiliki lebih banyak gagasan mengenai obat apa yang dibutuhkan pasien daripada dokter. Maka dengan diperbolehkannya apoteker untuk menuliskan resep pada pasien dalam pengobatan secara mandiri akan membantu pasien.

Salah satu strategi yang digunakan untuk memajukan praktek farmasi klinik adalah dengan cara spesialisasi apoteker. Spesialisasi apoteker ini diadakan dalam upaya menjawab tatangan paradigma baru praktek profesi farmasi yang berupa terlibat langsung dengan pasien guna memperoleh pengobatan yang rasional, aman, efektif dan ekonomis, dan mencegah segala masalah yang berkaitan dengan obat.

Board of Pharmaceutical Specialties (BPS) telah membuat suatu program sertifikasi spesialisasi. Spesialisasi ini merupakan tuntutan bagi apoteker untuk semakin terlibat dalam kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya. Lima spesialisasi farmasi yang dikenalkan oleh BPS terdiri dari nuclear pharmacy, nutrition support pharmacy,

pharmacotherapy, oncology pharmacy, dan psychiatric pharmacy (Anonim, 2007). Periode perkembangan profesi farmasi yang keempat adalah periode masa depan. Pada periode ini muncul konsep pharmaceutical care. Konsep

pharmaceutical care menjadi penting karena meningkatnya biaya kesehatan dan

adverse drug reactions dari obat-obat yang diresepkan. Dalam etika profesi farmasi, para apoteker mempunyai kewajiban untuk melindungi pasien dari kerugian akibat kecelakaan pemakaian obat yang merugikan (Yusmainita, 2001).

(38)

sebagai pelayanan kefarmasian, yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care juga didefinisikan oleh International Pharmaceutical Federation sebagai tanggung jawab profesi farmasi dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien (Anonim, 2004d). Keluaran tersebut meliputi penyembuhan penyakit, penghilangan atau pengurangan gejala pada pasien, menghentikan atau memperlambat proses penyakit, atau pencegahan penyakit atau gejalanya (Helper and Strand, 1989).

Menurut Aslam dkk (2003) proses pharmaceutical care dapat digambarkan sebagai berikut:

1. penilaian (assessment), hal ini dimaksukan untuk menjamin bahwa semua terapi obat yang diberikan kepada pasien terindikasi, berkhasiat, aman dan sesuai serta untuk mengidentifikasi setiap masalah terapi obat yang muncul, atau memerlukan pencegahan dini.

2. pengembangan perencanaan perawatan (development of a care plan). Secara bersama-sama, pasien dan praktisi membuat suatu perencanaan untuk menyelesaikan dan mencegah masalah terapi obat dan untuk mencapai tujuan terapi. Tujuan ini didesain untuk:

a. menyelesaikan setiap masalah terapi yang muncul b. mencapai tujuan terapi individual

(39)

3. evaluasi, meliputi kegiatan mencatat hasil terapi, untuk mengkaji perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dan menilai kembali munculnya masalah baru.

D. Keterangan Empiris

(40)

BAB III METODOLOGI

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian deskriptif. Menurut Pratiknya (2003) penelitian observasional adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati sejumlah ciri (variabel) dari subyek menurut keadaan apa adanya (in nature) tanpa ada manipulasi. Rancangan penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang dimaksudkan untuk membuat uraian atau gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu (Usman, 1995). Pada penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan kuisioner, diolah dengan teknik statistik deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Apoteker dalam penelitian ini adalah apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.

2. Pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Anonim, 2004a).

3. Pelayanan farmasi adalah pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh apoteker di rumah sakit berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. 4. Peran apoteker adalah kegiatan apoteker rumah sakit yang berdasarkan fungsi

pelayanan farmasi, tugas apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi, dan kebijakan dan prosedur pelayanan farmasi yang tercantum dalam Keputusan

(41)

Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

5. Perkembangan peran apoteker adalah kegiatan apoteker rumah sakit di masa mendatang yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, dan sebagian berdasarkan “Farmasi Klinik” (Aslam dkk, 2005), dan “Will Community Pharmacists Really be Able to Prescribe Independently?” (Moberly, 2005).

6. Responden adalah dokter umum yang berpraktek di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

7. Pendapat adalah pandangan yang diberikan oleh responden terhadap peran apoteker yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. 8. Harapan adalah apa yang diinginkan responden terhadap peran apoteker di masa

mendatang.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah dokter-dokter umum, yang berpraktek di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Instrumen

(42)

mengenai karakteristik responden yang meliputi: nama, alamat, usia, nama rumah sakit, dan lama praktek di rumah sakit.

Bagian kedua kuisioner ini terdiri dari 25 butir pernyataan, yang terdiri atas dua kelompok pernyataan, yaitu kelompok pernyataan mengenai pendapat dokter umum terhadap peran apoteker rumah sakit yang berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, dan harapan dokter umum terhadap perkembangan apoteker di masa mendatang.

Pernyataan dalam kuisioner ini ada yang bersifat favourable dan

unfavourable. Setiap pernyataan diberi empat alternatif jawaban yaitu jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Responden diwajibkan untuk memiih salah satu jawaban pada setiap pernyataan.

(43)

Tabel I. Daftar pernyataan pendapat dokter umum terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

No Pernyataan Sifat pernyataan 1. Apoteker adalah sebuah profesi yang menekuni ruang

lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan.

favourable

2. Apoteker pada perkembangannya harus mulai berorientasi pada pasien lebih dari berorientasi pada produk.

favourable

3. Apoteker harus memberikan perhatian pertama dan utama kepada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya.

favourable

4. Apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat baik pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan.

favourable

5. Apoteker bertanggung jawab dalam menganalisis efektifitas biaya.

favourable

6. Apoteker tidak harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat.

unfavourable

7. Apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien.

favourable

8. Apoteker harus mendokumentasi setiap kegiatan untuk dilakukan evaluasi terhadap pelayanan farmasi.

favourable

9. Apoteker harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.

favourable

10. Apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat.

favourable

11. Apoteker harus bertanggung jawab mengenai masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (drugs related problem).

favourable

12. Apoteker tidak bertanggung jawab dalam pemantauan kadar obat dalam darah (terapeutic drugs monitoring).

unfavourable

13. Apoteker tidak harus menangani pencampuran obat suntik. unfavourable

14. Apoteker tidak harus menangani nutrisi parenteral. unfavourable

15 Apoteker harus menangani obat kanker atau sitostatistika. favourable

16. Apoteker dapat mengakses riwayat penyakit dan riwayat pengobatan pasien dalam rekam medis untuk memantau penggunaan obat yang rasional.

favourable

17. Apoteker dapat membantu menentukan terapi yang tepat bagi pasien dan memberikan masukan pada dokter dalam peresepan.

favourable

18. Apoteker tidak perlu memberikan konseling obat baik pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan

unfavourable

19. Keterlibatan apoteker seperti yang telah disebutkan di atas sangat membantu dokter dan tenaga medis lain dalam memaksimalkan proses terapi.

(44)

Tabel II. Daftar pernyataan harapan dokter umum terhadap perkembangan peran apoteker di masa mendatang

No Pernyataan Sifat pernyataan 1. Pada perkembangannya di masa mendatang, apoteker

dapat medampingi dokter dalam pemeriksaan serta memberikan saran dalam peresepan obat.

favourable

2. Pada perkembangannya di masa mendatang, apoteker dapat ikut mendiskusikan hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium bersama dengan dokter untuk memutuskan diagnosis dan menentukan terapi yang tepat bagi pasien.

favourable

3. Pada perkembangannya di masa mendatang, apoteker dapat menentukan obat sesuai dengan diagnosis dokter seperti yang telah dipraktekkan oleh beberapa negara-negara maju.

favourable

4. Pada perkembangannya di masa mendatang, apoteker dapat ikut dalam visitasi, siap memberikan saran tentang terapi pasien dan dapat menuliskan hasil assessment-nya di rekam medik.

favourable

5. Pada perkembangannya di masa mendatang, apoteker dapat dispesialisasikan agar dapat bekerja sesuai bidang spesialisasinya, dan dapat bekerjasama dengan dokter spesialis.

favourable

6. Keterlibatan apoteker secara langsung pada pasien bersama-sama dengan dokter dan tenaga medis lain sangat membantu dokter dalam menjamin terlaksananya proses terapi yang tepat bagi pasien.

favourable

E. Tata Cara Penelitian 1. Analisis situasi (orientasi)

(45)

2. Pembuatan kuisioner

Kuisioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data dalam penelitian sosial, dengan kuisioner peneliti dapat menggali informasi dari responden (orang yang menjadi subyek peneliti) (Adi, 2004). Kuisioner dalam penelitian ini terdiri atas 5 butir pernyataan tentang karakteristik responden dan 25 butir pernyataan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pendapat dokter umum terhadap peran apoteker rumah sakit berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, dan harapan dokter umum terhadap perkembangan apoteker di masa mendatang.

Kuisioner selanjutnya diuji validitasnya. Uji validitas kuisioner dalam suatu penelitian sosial perlu dilakukan karena menurut Arikunto (1998) validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau ketepatan suatu instrumen penelitian. Tujuan pengujian validitas menurut Azwar (1999) adalah untuk mengetahui apakah kuisioner mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya.

Uji validitas kuisioner yang dilakukan berupa uji validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan masalah yang akan diteliti. Pengujian harus dilakukan oleh orang yang berkompeten di bidang yang bersangkutan, atau yang dikenal dengan istilah penilaian oleh ahlinya (expert judgement) (Nurgiantoro, Gunawan, Marzuki, 2002). Uji validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian isi kuisioner dengan literatur yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan pernyataan.

(46)

membuat responden bingung dalam pengisiannya. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji pemahaman bahasa yang dikarenakan jumlah subyek penelitian yang ada relatif sedikit. Uji validitas isi yang telah dilakukan, diasumsikan telah mewakili uji pemahaman bahasa dalam penelitian ini.

Uji reliabilitas (reliability, keterpercayaan) dimaksudkan untuk menunjukan pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisiten dari waktu ke waktu (Nurgiantoro, dkk, 2002). Menurut Azwar (1999) uji reliabilitas kuisioner tidak perlu dilakukan bila jawaban dari kuisioner berupa opini atau fakta sehingga tidak dapat diberi skor. Reliabilitas hasil kuisioner tersebut terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden akan menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Uji reliabilitas kuisioner dalam penelitian ini tidak perlu dilakukan karena pernyataan dalam kuisioner ini berupa pernyataan yang terarah kepada informasi berupa fakta atau opini dari responden yang hendak diungkapkan. 3. Penentuan subyek penelitian

Berdasarkan hasil analisis situasi diperoleh data bahwa rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari RSUD Kota Yogyakarta, RSUD Sleman, RSUD Panembahan Senopati Bantul, RSUD Wates, dan RSUD Wonosari. Berdasarkan hasil analisis situasi juga diperoleh data jumlah apoteker yang bekerja di setiap rumah sakit umum daerah tersebut.

Tabel I11. Jumlah apoteker di setiap rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogayakarta

No. Nama rumah sakit Jumlah Apoteker

1 RSUD Kota Yogyakarta 3

2 RSUD Sleman 2

3 RSUD Panembahan Senopati Bantul 2

4 RSUD Wates 2

(47)

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh dokter umum yang berpraktek di rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah total dokter umum yang terdapat pada lima rumah sakit umum daerah adalah 48 dokter. Jadi jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 48. Dari 48 anggota populasi, yang bersedia berpartisipasi mengisi kuisioner sebesar 42 dokter. Menurut Sevilla, Ochave, Punsalon, Regala, and Uriartc, (1993) menyebutkan bahwa ukuran minimum jumlah subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian deskriptif adalah 10% dari populasi, namun untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20%. Penelitian ini telah memenuhi kriteria minimum jumlah subyek penelitian, karena subyek penelitian yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 10% dari jumlah populasi.

Tabel IV. Jumlah anggota populasi No. Nama rumah sakit Jumlah Anggota

Populasi 1 RSUD Kota Yogyakarta 10

2 RSUD Sleman 12

3 RSUD Panembahan Senopati Bantul

(48)

4. Penyebaran dan pengumpulan kuisioner

Penyebaran kuisioner dilakukan secara langsung kepada dokter umum yang bersangkutan. Namun pada keadaan tertentu yang menyebabkan dokter umum tidak dapat ditemui secara langsung, maka kuisioner tersebut dititipkan pada perawat yang bertugas. Dalam pengisian kuisioner oleh dokter umum sedapat mungkin didampingi oleh peneliti, agar selama pengisian peneliti dapat menjelaskan kepada dokter umum maksud dari setiap butir pernyataan yang ada di dalam kuisioner.

Pengumpulan kuisioner dilakukan pada saat yang sama dengan waktu penyerahan kuisioner, dengan tujuan agar seluruh kuisioner yang disebarkan dapat terkumpul kembali. Namun bila kemungkinan dokter umum yang bersangkutan tidak dapat mengisi pada saat itu, maka kuisioner tersebut ditinggal, dan diambil pada hari yang telah disepakati. Waktu penyebaran hingga pengumpulan kuisioner dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2006.

5. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan secara teknik statistik deskriptif, dengan cara mengelompokkan dan menghitung jumlah jawaban responden yang sama pada setiap pernyataan, dan selanjutnya dihitung persentasenya. Data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.

F. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian

(49)

2. Dalam pengisian kuisioner ada dokter umum yang tidak mau didampingi oleh peneliti, sehingga menyulitkan peneliti dalam menjelaskan maksud dari tiap butir pernyataan dalam kuisioner tersebut.

3. Tidak dilakukan orientasi terhadap peran apoteker yang telah dilaksanakan di rumah sakit yang digunakan dalam penelitian, sehingga menyulitkan peneliti untuk mengetahui peran apa saja yang telah dijalankan oleh apoteker di rumah sakit tersebut dan juga bagaimana hubungan kerjasama antara apoteker dan dokter di rumah sakit tersebut.

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data karakteristik responden yang meliputi usia dan lama kerja responden di rumah sakit. Usia responden berkisar 25 sampai dengan lebih dari 45 tahun, sebagian besar responden (43%) berusia antara 25-35 tahun.

Tabel IV. Usia responden

No. Umur responden Jumlah responden Persentase (%)

1 25-35 th 18 43

2 36-45th 6 14

3 >45 th 7 17

4 Tidak mengisi 11 26

Total 42 100

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden telah berpraktek sekitar kurang dari satu tahun sampai dengan lebih dari 20 tahun. Pada penelitian sebagian besar responden (50%) telah berpraktek selama lebih dari 5 tahun.

Tabel V. Lama kerja responden

No. Lama kerja Jumlah responden Persentase (%)

1 < 1 th 6 14

2 1-5th 15 36

3 >5 th 21 50

Total 42 100

A. Pendapat Responden Terhadap Peran Apoteker Rumah Sakit berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

1. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan obat dan alat kesehatan

Berdasarkan definisi apoteker disebutkan bahwa apoteker merupakan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pekerjaan kefarmasian yang meliputi semua aspek tentang pengelolaan obat dan alat kesehatan. Kegiatan

(51)

tersebut mulai dari penyediaan dan penyimpanan bahan baku, pembuatan sediaan jadinya sampai dengan pelayanan obat serta alat kesehatan kepada pasien dan juga tenaga kesehatan yang lain.

2% 0%

45% 52%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 2. Pendapat responden tentang apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat dan bertanggung jawab penuh pada pelayanan

obat dan alat kesehatan

Pada penelitian sebanyak 52% responden menjawab sangat setuju dan 45% responden menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden telah mengenal dan mengetahui bahwa ruang lingkup pekerjaan apoteker meliputi pengelolaan obat dan alat kesehatan, mulai dari pengadaan sampai dengan pelayanannya kepada pasien. Pekerjaan apoteker yang sesungguhnya bukan hanya sekedar membuat atau meracik obat tetapi juga menjamin bahwa obat yang dibuat atau yang diserahkan digunakan secara benar oleh pasien. Diharapkan kegiatan pelayanan tersebut juga termasuk pemberian informasi yang memadai mengenai aturan pakai, dosis, dan efek sampingnya dari penggunaan obat, serta melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan obat dan alat kesehatan kepada pasien.

(52)

menangani pelayanan obat di bangsal rumah sakit adalah perawat. Ada kemungkinan juga responden menjawab tidak setuju karena menganggap pelayanan obat juga dapat menjadi tanggung jawab dokter, terutama dalam keadaan tertentu. Sebagai contoh, misalnya dalam keadaan darurat dokter dapat melakukan pelayanan obat langsung kepada pasien. Dalam contoh kasus tersebut tidak ada keterlibatan apoteker dalam pelayanan obat kepada pasien, sehingga dapat dikatakan yang bertanggung jawab terhadap pelayanan obat tersebut adalah dokter. Pernyataan tersebut didukung oleh Undang-undang No.22 tahun 1997 tentang narkotik pada pasal 39 ayat 4, dan juga Undang-undang No.5 tahun 1997 tentang psikotropik pada pasal 14. Pada ke dua Undang-undang tersebut disebutkan bahwa dokter dapat melakukan penyerahan narkotik atau psikotropik hanya dalam hal:

a. menjalankan praktik dokter dan diberikan melalui suntikan;

b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan; atau c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

(53)

menjalankan perannya dengan optimal. Dengan begitu maka batasan bidang tugas antara apoteker dengan tenaga kesehatan lainnya akan jelas.

2. Pendapat responden tentang apoteker harus lebih berorientasi pada pasien dari pada produk

Pada perkembangan pelayanan farmasi saat ini, praktek kefarmasian diharapkan lebih berorientasi pada pelayanan yang terpusatkan kepada pasien. Berorientasi pada pasien berarti apoteker tidak hanya memproduksi dan menjual obat saja, tetapi juga disesuaikan dengan kebutuhan pasien sehingga dapat menjamin efektivitas terapi pasien dan juga meningkatkan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Apoteker di rumah sakit juga dituntut untuk bertanggung jawab atas penggunaan obat pada pasien, guna meningkatan dan menjamin terapi obat yang aman dan rasional bagi pasien.

5% 2%

43% 50%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 3. Pendapat responden tentang apoteker harus lebih berorientasi pada pasien dari pada produk

(54)

diharapkan untuk dapat berinteraksi langsung dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam penanganan pasien. Hal ini ditujukan untuk meningkatan dan menjamin terapi obat yang optimal dan rasional.

Namun sebesar 7% responden menjawab tidak setuju. Jawaban tersebut kemungkinan karena responden menganggap ruang lingkup pekerjaan apoteker meliputi pengelolaan obat, sehingga akan lebih baik bila apoteker lebih berorientasi kepada produk daripada kepada pasien. Hal ini mungkin dimaksudkan agar apoteker lebih terfokus pada kegiatan produksi, penyediaan dan juga pendistribusian obat. Namun seharusnya dalam kegiatan pengelolaan obat, apoteker juga harus berorientasi kepada pasien dengan mulai menyediakan obat dan juga melakukan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pasien. Karena bagaimanapun tujuan dari pelayanan farmasi di rumah sakit adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

3. Pendapat responden terhadap apoteker memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya

(55)

10% 0%

45% 45%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 4. Pendapat responden terhadap apoteker memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien dengan segala aspeknya

Pada penelitian sebanyak 45% responden menjawab sangat setuju dan 45% responden menjawab setuju. Hal ini menunjukkan adanya penerimaan yang baik dari responden mengenai peran apoteker yang harus memberikan perhatian pada kesejahteraan pasien mulai dari pemilihan obat yang tepat dan terjangkau oleh pasien, sampai dengan menjamin efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Kegiatan ini dimaksudkan agar apoteker mulai memberikan pelayanan farmasi yang optimal dan rasional sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.

Sebesar 10% responden menjawab tidak setuju. Jawaban tersebut mungkin dikarenakan responden menganggap apoteker saat ini masih kurang memperhatikan kesejahteraan pasien. Hal ini mungkin dikarenakan dalam menjalankan pelayanan farmasi masih ada apoteker yang lebih bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan keadaan ekonomi pasien. Keadaan ini dapat dijadikan koreksi bagi apoteker untuk mulai memberikan pelayanan yang optimal dan rasional, guna meningkatkan derajat kesehatan pasien.

4. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat pada pasien

(56)

Pemantauan penggunaan obat pada pasien dimaksudkan untuk membantu apoteker dalam mengidentifikasi dan juga menangani masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan, guna menjamin proses pengobatan yang optimal dan rasional bagi pasien.

31%

48% 2% 19%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 5. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memantau penggunaan obat pada pasien

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (48%) menjawab setuju dan 31% responden menjawab sangat setuju. Jawaban tersebut menunjukkan responden menganggap kegiatan pemantauan penggunaan obat pada pasien oleh apoteker merupakan hal yang penting. Hal ini mungkin karena responden menganggap dengan adanya pemantauan penggunaan obat pada pasien oleh apoteker dapat membantu tercapainya pengobatan yang efektif dan aman bagi pasien. Tujuan proses pemantauan penggunaan obat adalah untuk menyesuaikan terapi obat dengan kondisi pasien, memaksimalkan manfaat dan meminimalkan resiko. Pemantauan penggunaan obat pada pasien rawat inap dapat dilakukan dengan kunjungan rutin dan berkomunikasi secara aktif untuk mengetahui kemajuan terapi pasien, sedangkan pada pasien rawat jalan dapat dilakukan melalui telepon.

(57)

penggunaan obat sudah dilakukan oleh dokter dan atau perawat di bangsal rawat inap, sehingga apoteker tidak perlu ikut bertanggung jawab dalam kegiatan ini. Hal ini menunjukkan masih kurangnya penerimaan tenaga kesehatan lainnya terhadap keikutsertaan apoteker dalam pemantauan penggunaan obat.

5. Pendapat responden tentang apoteker tanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya

Apoteker rumah sakit perlu melakukan analisis efektivitas biaya baik dalam proses pengelolaan maupun dalam pelayanan obat di rumah sakit. Dalam proses pengelolaan obat analisis efektivitas biaya dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan obat. Kegiatan tersebut dilakukan dengan memepertimbangkan kebutuhan rumah sakit dan juga anggaran yang tersedia. Dalam pelayanan obat analisis efektivitas biaya dilakukan agar dapat memberikan pelayanan yang terjangkau oleh pasien.

Gambar 6. Pendapat responden tentang apoteker harus tanggung jawab dalam menganalisis efektivitas biaya

(58)

Namun sebesar 14% responden yang menjawab tidak setuju. Hal ini mungkin karena responden berpendapat apoteker tidak perlu bertanggung jawab dalam menganalisis efektifitas biaya pada pengobatan pasien, karena biasanya kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh dokter, yaitu pada saat pemilihan obat dalam peresepan. Hal ini didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 085/Menkes/Per/I/1989 pasal 4, yang menyebutkan bahwa dokter yang bertugas di rumah sakit pemerintah diharuskan menulis resep obat esensial dengan nama generik bagi semua pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, seharusnya dokter yang berpraktek di rumah sakit pemerintah menuliskan resep dengan nama generik untuk pasien, sehingga pasien memperoleh biaya pengobatan yang terjangkau. Namun pada kenyataannya Peraturan Menteri Kesehatan tersebut sudah tidak dijalankan oleh dokter yang berpraktek di rumah sakit pemerintah. Oleh karena itu peran serta apoteker dalam menganalisis efektifitas biaya pengobatan pasien masih diperlukan, terutama pada saat pelayanan resep.

(59)

6. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut tanggung jawab dalam penyusunan formularium obat

Penyusunan formularium rumah sakit merupakan salah satu tugas dari Panitia Farmasi dan Terapi. Apoteker merupakan salah satu anggota dalam Panitia Farmasi dan Terapi. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan pengaturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam penitia ini. Kedudukan apoteker dalam kepanitiaan ini sebagai wakil ketua atau sekretaris. Tugas apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi meliputi penyiapkan dan pemberian semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan, menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika dan pedoman penggunan obat dalam kelas terapi lain, serta membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia Farmasi dan Terapi (Anonim, 2004b).

2% 12%

29%

57%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 7. Pendapat responden tentang apoteker tidak harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat

(60)

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, mengingat kedudukan apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi sebagai wakil ketua atau sekretaris. Selain itu mungkin juga karena responden menganggap apoteker merupakan profesi yang menekuni ruang lingkup obat, sehingga diharapkan dengan keikutsertaanya apoteker dapat memberikan informasi tentang obat yang diperlukan dalam penyusunan formularium rumah sakit. Dalam kegiatan ini apoteker dituntut untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya tentang obat guna membantu menyempurnakan penyusunan formularium rumah sakit.

Namun sebesar 14% responden menjawab setuju apabila apoteker tidak harus ikut bertanggung jawab dalam penyusunan formularium obat di rumah sakit. Hal ini mungkin dikarenakan responden menganggap yang bertugas dalam pemilihan obat yang dimasukkan dalam formularium rumah sakit adalah dokter. Ada kemungkinan juga responden beranggapan bahwa dirinya sudah cukup memiliki informasi tentang obat dan pengobatan yang diperlukan dalam penyusunan formularium rumah sakit, sehingga berdasarkan alasan tersebut responden

menganggap apoteker tidak harus terlibat dalam penyusunanformularium rumah sakit.

7. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien

(61)

memberikan masukkan kepada dokter terkait dengan penggunaan obat yang tepat dan sesuai dengan kondisi pasien, guna menjamin proses pengobatan yang rasional pada pasien.

Gambar 8. Pendapat responden tentang apoteker harus dapat berkomunikasi dengan dokter dan tenaga medis lain, serta berpartisipasi dalam membahas

masalah terapi yang diberikan pada pasien

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 57% responden menjawab setuju, dan 29% lainnya menjawab sangat setuju. Hal ini menunjukkan responden menganggap perlu adanya jalinan komunikasi yang baik antara apoteker dengan tenaga kesehatan yang lain, sehingga diskusi antara apoteker dengan tenaga kesehatan yang lain mengenai obat dan penggunaanya dapat berjalan dengan baik. Dengan berjalannya kegiatan tersebut maka apoteker dituntut untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya mengenai obat dan pengobatan dengan cara memberikan saran atau masukan kepada dokter mengenai pengobatan yang rasional untuk pasien. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukan 93% responden sudah menganggap apoteker sebagai mitra kerja dokter yang dapat saling memberikan saran jika menemui masalah dalam pelayanan kesehatan.

(62)

terapi yang diberikan pada pasien merupakan hal yang tidak perlu dilakukan, sebab masalah terapi adalah tanggung jawab dokter. Alasan tersebut dapat dibenarkan karena bagaimanapun penentuan diagnosis dan terapi adalah tugas dokter. Namun partisipasi apoteker yang dimaksudkan disini yaitu berupa pemberian saran kepada dokter mengenai obat dan peresepan yang rasional. Oleh karena itu akan lebih baik bila apoteker ikut serta dalam membahas masalah terapi yang diberikan pada pasien, karena hal tersebut akan berpengaruh pada hasil terapi pasien.

8. Pendapat responden tentang apoteker harus mendokumentasi setiap kegiatan pelayanan farmasi yang dilakukan

Apoteker sebaiknya melakukan pendokumentasian yang rapi dan terperinci terhadap setiap kegiatan pelayanan farmasi yang dilakukan. Kegiatan pendokumentasian tersebut dapat berupa pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat, efek samping obat, adanya interaksi obat, serta pencatatan penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien, baik pada pasien rawat inap dan rawat jalan. Dokumentasi mengenai pengobatan setiap pasien tersebut sering disebut dengan medication record (Anonim, 2004a). Dokumentasi tersebut harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan.

52% 48%

0% 0%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

(63)

Pada penelitian diperoleh hasil sebesar 52% responden menjawab sangat setuju, dan 48% responden menjawab setuju bila apoteker harus mendokumentasikan setiap pelayanan farmasi yang dilakukannya. Dokumentasi yang dilakukan oleh apoteker tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi setiap pelayanan farmasi yang dilakukan, demi menunjang peningkatan mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. Dokumentasi dari pelayanan farmasi tersebut harus disusun secara rapi dan terperinci, sehingga bila terdapat keluhan dari pasien mengenai masalah pengobatan proses evaluasi dapat dilakukan dengan mudah.

9. Pendapat responden tentang apoteker harus terlibat secara langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat

Apoteker harus terlibat dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat guna menjamin proses pengobatan yang rasional. Kegiatan tersebut meliputi ikut serta menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika dan pedoman penggunan obat dalam kelas terapi lain, serta membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia Farmasi dan Terapi.

50%

Gambar 10. Pendapat responden tentang apoteker harus terlibat secara langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi

(64)

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (50%) menjawab sangat setuju, dan 45% lainnya menjawab setuju. Hal ini menunjukkan adanya penerimaan yang baik dari responden terhadap ikut sertanya apoteker dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat. Hal ini mungkin dikarenakan responden beranggapan bahwa apoteker ruang lingkup pekerjaannya di bidang obat, sehingga dengan keterlibatannya apoteker dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat diharapkan dapat membantu dengan memberikan saran ataupun masukan dalam penentuan terapi yang tepat bagi pasien guna menjamin pengobatan yang rasional.

Pada penelitian sebesar 5% responden menjawab tidak setuju. Hal ini mungkin dikarenakan responden menganggap penentuan penggunaan obat bagi pasien adalah wewenang dan tanggung jawab dokter, sehingga keterlibatan apoteker secara langsung dalam penentuan penggunaan obat pasien tidak diperlukan.

10. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat

(65)

41% 52%

5% 2%

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

Gambar 11. Pendapat responden tentang apoteker bertanggung jawab dalam memberikan informasi mengenai obat kepada tenaga medis dan perawat

Pada gambar 13 ditunjukkan sebanyak 52% responden menjawab setuju, dan 41% respoden menjawab sangat setuju. Hal ini dimungkinkan karena responden menganggap apoteker sebagai profesi yang menekuni ruang lingkup obat sehingga memiliki pegetahuan yang luas mengenai obat. Oleh karena itu responden menganggap yang paling berkompeten memberikan informasi obat kepada tenaga medis dan perawat adalah apoteker. Informasi mengenai obat yang dapat diberikan oleh apoteker kepada dokter dapat berupa indikasi suatu obat, dosis, aturan pakai, efek samping, kontraindikasi, maupun interaksi obat.

Gambar

Tabel I. Daftar pernyataan pendapat dokter umum terhadap peran apoteker
Tabel II. Daftar pernyataan harapan dokter umum terhadap perkembangan
Tabel I11. Jumlah apoteker di setiap rumah sakit umum daerah di Daerah Istimewa Yogayakarta
Tabel IV. Jumlah anggota populasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hal, Pasal 4 ayat 2 secara tegas bahwa pelaku usaha patut atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa jika dua

Yaitu kata ganti ini digunakan untuk mendukung headline dan mengarahkan pembaca untuk menolak atas kebijakan Pembatasaan BBM Bersubsidi yang tidak menjual solar bersubsidi

Bagaimanapun, ketentuan diatas bukanlah satu definisi yang berguna untuk diterapkan dengan alasan yang sangat sederhana bahwa setiap zat kimia yang dikenal memiliki kekuatan

Belajar dengan menggunakan flash card dapat meningkatkan perkembangan kognitif pada anak prasekolah, karena permainan flash card merupakan metode belajar sambil

pada Kabupaten Lampung Timur, dan Pesawaran, kemudian P.maydis pada Kabupaten Lampung Selatan.Spesies yang menyerang tanaman jagung di Kabupaten Lampung Timur ( P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Mengetahui Pengaruh Reward terhadap Kinerja Karyawan Bank BNI Syariah Kantor Cabang Semarang 2) Mengetahui Pengaruh Efikasi

Tujuan penelitian ini adalah menampilkan gambaran mengenai lapisan batuan bawah permukaan, menentukan arah sebaran dengan mengkorelasikan seam batubara antar sumur bor

Menimbang, bahwa ternyata Penggugat dalam gugatannya tidak pula meminta agar ditetapkan sebagai pemegang hadhanah atas anak yang belum mumayyiz, kecuali hanya