Pendapatan rumahtangga petani berasal dari berbagai sumber dengan
kontribusi masing-masingnya bervariasi antara daerah, agroekosistem, dan antara
kelompok pendapatan. Kontribusi sektor pertanian terhadap struktur pendapatan
rumahtangga pedesaan sangat dipengaruhi oleh sumberdaya, aksesibilitas
terhadap penguasaan modal, ketrampilan dan teknologi, selain itu pula bahwa
jumlah anggota rumahtangga, luas lahan dan alokasi tenaga kerja juga dapat
mempengaruhi pendapatan rumahatangga. Sedangkan Pengeluaran rumahtangga
petani menunjukkan pola yang berbeda berdasarkan kelompok pendapatan,
agroekosistem, pendapatan total keluarga, jumlah anggota rumah tangga dan
pengeluaran untuk investasi pendidikan. Pengeluaran untuk konsumsi pangan
tetap utama dan meningkat dengan peningkatan pendapatan.
Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar rumahtangga tidak hanya
tersebut melakukan diversifikasi pekerjaan atau memiliki aneka ragam sumber
pendapatan (Susilowatiet al, 2002)
Sejalan dengan hal tersebut maka Andriati (2003) menyatakan bahwa
sumber pendapatan rumahtangga petani terutama berasal dari pendapatan non
pertanian dan yang terbesar berasal dari pria. Untuk total pendapatan rumahtangga
petani per tahun, pendapatan agroekosistem dataran tinggi sedikit berbeda dari
dataran rendah karena adanya sumber pendapatan lain. Pengeluaran rumahtangga
petani menunjukkan pola yang berbeda berdasarkan kelompok pendapatan dan
agroekosistem. Pengeluaran untuk konsumsi pangan tetap utama dan meningkat
dengan peningkatan pendapatan, demikian pula pada agroekosistem dataran
rendah dan tinggi. Pengeluaran untuk konsumsi non pangan pada agroekosistem
dataran tinggi meningkat dengan peningkatan pendapatan, namun pada
agroekosistem dataran rendah konsumsi non pangan pada kelompok pendapatan
menengah lebih kecil dari kelompok pendapatan rendah. Pengeluaran untuk
investasi pada agroekosistem dataran rendah menitikberatkan pada investasi
pendidikan baik pada kelompok pendapatan tinggi, menengah, dan kelompok
pendapatan rendah. Pada agroekosistem dataran tinggi, titik berat investasi
pendidikan hanya pada kelompok pendapatan menengah. Sedang pada kelompok
pendapatan tinggi, investasi aset rumahtangga lebih diutamakan, namun kelompok
pedapatan rendah lebih mengutamakan investasi kesehatan. Berdasarkan hasil
penelitian Gunawan dan Sodikin (1990) menunjukkan bahwa pendapatan
rumahtangga petani di desa tanah kering lebih tinggi daripada daerah persawahan.
Becker (1985) menyatatakan bahwa pendapatan per jam wanita yang
kerja yang sama karena wanita yang sudah kawin mempunyai anak dan
bertanggungjawab atas pemeliharaannya. Fenomena meningkatnya partisipasi
angkatan kerja wanita disertai dengan menurunnya fertilitas. Penurunan tingkat
fertilitas berarti jumlah anak sedikit sehingga wanita mempunyai energi yang
lebih banyak dan waktu yang lebih fleksibel untuk masuk ke angkatan kerja.
Kontribusi sektor pertanian terhadap struktur pendapatan rumahtangga
pedesaan sangat dipengaruhi oleh sumberdaya, aksesibilitas terhadap penguasaan
modal dan keterampilan, serta teknologi (Sudaryanto dan Syafaat 1993). Hasil
penelitian Hadi (1985), menyimpulkan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi pencurahan tenaga kerja pada kegiatan di luar pertanian dan
pendapatan rumahtangga pedesaan yaitu: (1) jumlah anggota rumahtangga, (2)
jarak dari desa ke kota kabupaten terdekat, dan (3) pendapatan bersih per hari
pada kegiatan non pertanian. Alokasi tenaga kerja pedesaan pada berbagai sumber
pendapatan dimungkinkan karena tersedianya alternatif kesempatan kerja pada
berbagai bidang, terutama sektor non pertanian.
Chuzaimah (2006) menyimpulkan bahwa tingkat pendapatan dan
pengeluaran petani peserta Rice Estate lebih besar dibandingkan petani non
peserta. Dimana luas lahan dan jumlah pestisida berpengaruh nyata terhadap
produksi peserta dan non peserta. Luas lahan, upah, pendapatan dari usahatani
dan usia kepala keluarga berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja keluarga pada
usahatani. Alokasi tenaga kerja di luar usahatani dan pendapatan total
berpengaruh nyata terhadap pendapatan di luar usahatani. Pendapatan total,
konsumsi pangan. Produksi tahun lalu, konsumsi pangan, dan total pendapatan
berpengaruh nyata terhadap stok peserta serta konsumsi pangan dan pendapatan
total terhadap non peserta. Pendidikan kepala keluarga berpengaruh nyata
terhadap rekreasi peserta dan pendapatan total, luas lahan dan dummy asal petani
terhadap non peserta.
Soepriati (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pola pengeluaran
rata-rata rumah tangga petani lahan sawah menunjukkan bahwa konsumsi pangan
lebih besar dari non pangan yang dipenuhi dari pendapatan non usahatani. faktor-
faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi usahatani padi, ubi jalar, dan ubi
kayu adalah kepemilikan lahan, curahan kerja keluarga dan penggunaan pupuk.
Curahan kerja di luar usahatani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur,
dan pendapatan yang diharapkan. Curahan kerja pada usahatani dipengaruhi oleh
pendapatan dari usahatani, curahan kerja luar keluarga, jumlah anggota keluarga
dan curahan kerja non usahatani. Pengeluaran konsumsi pangan sangat
dipengaruhi oleh pendapatan total keluarga, jumlah anggota rumah tangga dan
pengeluaran untuk investasi pendidikan.
Hasil penelitian Sarasutha, et al, (2003) menunjukkan bahwa sumber
pendapatan rumahtangga petani di Sulawesi Tengah terutama berasal dari
usahatani tanaman pangan. Sedangkan dari sektor non pertanian berasal dari
dagang, usaha atau pekerja jasa, buruh bangunan, buruh industri, pegawai negeri
atau pegawai swasta, dan lain-lain. Sumber pedapatan rumahtangga petani yang
mengusahakan komoditas pangan sebagian besar 92.37 persen berasal dari sektor
pangan memberikan kontribusi terbesar 43.60 persen, kontribusi pendapatan yang
cukup besar juga didapatkan dari usahatani perkebunan 28.14 persen dan
usahatani ternak 13.92 persen.
Pengeluaran dari kelompok makanan padi-padian terhadap total
pengeluaran pangan memiliki kontribusi terbesar baik secara agregat, daerah kota,
maupun bagi rumahtangga dengan kelas pendapatan berbeda. Terdapat
kecendrungan pangsa pengeluaran kelompok padi-padian di kota lebih rendah
daripada di desa serta juga terdapat kecendrungan pangsa tersebut makin rendah
dengan makin tingginya pendapatan. Untuk kelompok ikan, daging, telur dan
susu, kacang-kacangan, buah-buahan, makanan dan minuman jadi, pangsa
pengeluaran masing-masing kelompok tersebut bagi rumahtangga di kota lebih
tinggi daripada di desa (Sarasutha,et al, 2003)
Pengeluaran rumahtangga petani yang mengusahakan komoditas pangan
sebesar 58.16 persen, merupakan pengeluaran pangan Pengeluaran terbesar untuk
makanan pokok berupa lauk pauk, sayur, dan buah sebesar 40.86 persen.
Pengeluaran non pangan sebesar 41.84 persen dengan persentase terbesar
pengeluaran untuk bahan bakar dan penerangan sebesar 9.26 persen serta
pendidikan sebesar 8.65 persen. Rata-rata pengeluaran rumahtangga petani
Sulawesi Tengah sebesar 60.04 persen berupa pengeluaran pangan, sedangkan
pengeluaran untuk makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah sebesar 36.82
persen. Pengeluaran non pangan sebesar 39.96 persen dengan pengeluaran
terbesar untuk bahan bakar dan penerangan sebesar 11.87 persen.
Pengeluaran rumahtangga yang mengusahakan komoditas padi sawah
berupa makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah sebesar 34.04 persen.
Pengeluaran non pangan sebesar 46.42 persen dengan pengeluaran terbesar berupa
bahan bakar dan penerangan sebesar 11.50 persen, pengeluaran lain-lain untuk
upacara keagamaan sebesar 4.96 persen (Sarasutha,et al, 2003) .
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut nampaknya bahwa sumber
pendapatan rumahtangga dapat berasal dari pendapatan disektor pertanian maupun
non pertanian, sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan
seperti jumlah anggota keluarga, alokasi tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan
pengeluaran konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan total keluarga,
jumlah anggota rumah tangga dan pengeluaran untuk investasi pendidikan.