• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Strategi Nafkah

Dampak program PUGAR terhadap srategi nafkah dan pendapatan petambak garam dalam penelitian ini dilihat dengan membandingkan data petambak garam dari sebelum dan sesudah program. Penetapan sebelum PUGAR ialah produksi dan pendapatan sebelum tahun 2012 sedangkan penetapan setelah PUGAR ialah produksi dan pendapatan di musim panen terakhir yaitu tahun 2015. Informasi yang diperoleh di lapang, tidak semua petambak garam menerima bantuan dari PUGAR setiap tahunnya, dari 35 responden total yang merupakan penerima program PUGAR terdapat 10 responden yang menerima bantuan dari PUGAR tiap tahun dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Petambak garam penerima bantuan di Tahun 2015 tidak termasuk sebagai pembanding karena program PUGAR berubah menjadi Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGaR) pada tahun 2015. Kesepuluh responden terdiri dari golongan luas lahan garapan yang berbeda, terdapat satu responden pada golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2, sedangkan di golongan luas lahan garapan 2.979 m2≤ x < 4.079 m2 terdapat sebanyak delapan responden, dan di golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 terdapat satu responden. Guna melihat strategi nafkah yang diterapkan oleh petambak garam, sebelum dan sesudah PUGAR akan seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Jumlah dan presentase sumber nafkah rumah tangga petambak garam sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan

0" 20" 40" 60" 80" 100" ≥"4.079" 2.979"≤"x"<"4.079" <"2.979""

Sebelum"PUGAR"

On#farm# Off#farm# Non#farm# 0" 20" 40" 60" 80" 100" ≥"4.079" 2.979"≤"x"<"4.079" <"2.979""

Sesudah"PUGAR"

On#farm# Off#farm# Non#farm#

60

Sektor on farm merupakan gabungan antara usaha garam rakyat dan budidaya bandeng, untuk jumlah petambak garam yang melakukan budidaya bandeng akan dijelaskan pada tabel berikutnya. Gambar 11 menunjukkan terdapat perbedaan jumlah strategi nafkah yang diterapkan rumah tangga petambak garam di tiap golongannya. Petambak garam yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 dan luas lahan lebih dari 4.079 m2 masing-masing menerapkan sumber nafkah dari ketiga sektor baik sebelum dan sesudah PUGAR sedangkan petambak garam golongan luas lahan lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 memiliki perbedaan dalam jumlah memanfaatkan strategi nafkah di sektor off farm. Sebelum PUGAR terdapat 25 persen atau dua responden dari delapan responden yang menerapkan sektor off farm dan setelah PUGAR menunjukkan peningkatan menjadi 75 persen atau enam responden dari delapan responden yang menerapkan sektor ini untuk sumber nafkahnya.

Di sektor on farm terdapat dua pekerjaan yaitu usaha garam rakyat dan budidaya bandeng. Seperti penjelasan pada bab sebelumnya, usaha garam rakyat merupakan sumber nafkah utama petambak garam sedangkan budidaya bandeng merupakan komoditas pertanian sampingan sehingga terdapat petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat + budidaya bandeng dan ada yang menerapkan usaha garam rakyat saja. Berikut jumlah petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat dan usaha garam rakyat + budidaya bandeng, sebelum dan sesudah PUGAR disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Jumlah petambak garam yang menerapkan usaha garam rakyat dan usaha garam rakyat + budidaya bandeng, sebelum dan sesudah PUGAR Gologan

luas lahan garapan (m2)

n

Sebelum PUGAR Sesudah PUGAR Usaha garam rakyat Usaha garam rakyat + Budidaya bandeng Usaha garam rakyat Usaha garam rakyat + Budidaya bandeng < 2.979 1 0 1 0 1 2.979 ≤ x < 4.079 8 3 5 3 5 ≥ 4.079 1 0 1 0 1

Seperti terlihat pada Tabel 19, terlihat tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah PUGAR hal ini sesuai dengan hasil observasi dan wawancara mendalam yang di lakukan ke beberapa responden. Adanya program PUGAR tidak mempengaruhi petambak garam untuk melakukan budidaya bandeng karena budidaya bandeng di lakukan untuk memanfaatkan lahan tambak yang tidak terpakai saat musim hujan. Selain itu, petambak garam yang tidak melakukan budidaya bandeng memiliki beberapa kendala yaitu, memiliki status penguasaan lahan bagi hasil, sering terjadi pencurian sehingga membuat beberapa petambak garam untuk tidak melakukan budidaya bandeng kembali dan memiliki pekerjaan di luar tambak dan berada di luar desa sehingga tidak memiliki waktu untuk menjaga tambak.

Adanya program PUGAR juga tidak mempengaruhi strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga petambak garam. Data yang diperoleh berdasarkan

61 hasil observasi dan wawancara mendalam, rumah tangga petambak garam yang mengalami peningkatan dalam menerapkan sumber nafkah di sektor off farm dan non farm dipengaruhi dengan bertambahnya anggota rumah tangga petambak garam yang bekerja dan terdapat petambak garam yang mendapatkan kesempatan untuk melakukan usaha seperti di sektor off farm yaitu pekerjaan usaha peternakan.

Program PUGAR tampak mempunyai pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi usaha garam rakyat yang dihasilkan tetapi belum dapat merubah strategi nafkah di sektor off farm dan non farm karena pendapatan yang dihasilkan dari sektor off farm dan non farm masih signifikan menambah pendapatan terhadap rumah tangga petambak garam. Peningkatan pendapatan usaha garam rakyat karena PUGAR belum dapat mengantikan peranan dari sektor off farm dan non farm. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi usaha garam tetapi tidak diikuti dengan stabilitas harga jugal garam di pasaran. Saat penelitian dilakukan, harga jual garam di pasaran berada di Rp. 225 per kg dan selain harga jual yang rendah, kualitas garam yang masih berada di KP2 dan KP3. Melihat hal ini, pendapatan dari sektor off farm dan non farm masih dipertahankan untuk menambahkan pendapatan rumah tangga petambak garam. Sehingga, program PUGAR sejauh ini hanya mampu meningkatkan produksi usaha garam rakyat tetapi belum dapat membantu memperbaiki stabilitas harga jual dan pemasaran usaha garam rakyat.

Dampak Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) terhadap Pendapatan

Informasi yang diperoleh di lapang, menunjukkan produksi garam mengalami peningkatan setalah adanya bantuan dari PUGAR. Peningkatan ini di dukung dengan bantuan alat-alat produksi yang diberikan oleh PUGAR sehingga petambak garam meningkatkan kinerjanya agar produksi dapat meningkat tiap tahun. Adanya perubahan akibat bantuan dari PUGAR, dapat dilihat secara keseluruhan dari aspek produksi usaha garam rakyat, pendapatan kotor dan bersih usaha garam rakyat. Berikut rata-rata produksi garam, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan tersaji pada Tabel 20.

Tabel 20 Rata-rata produksi garam, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan

Golongan luas lahan garapan (m2)

n

Sebelum PUGAR Sesudah PUGAR Rata-rata luas lahan (m2) Rata-rata produksi (Kg) Rata-rata luas lahan (m2) Rata-rata produksi (Kg) < 2.979 1 3.050 20.000 2.600 40.000 2.979 ≤ x < 4.079 8 3.022 25.500 3.419 37.500 ≥ 4.079 1 3.700 25.000 4.700 80.000 Seperti terlihat pada Tabel 20, produksi garam di tiap golongan mengalami peningkatan setelah adanya program PUGAR. Peningkatan produksi ini juga

62

didukung dengan kondisi cuaca panas yang lama di tahun 2015 sehingga petambak garam memproduksi garam lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya karena proses kristalisasi yang lebih lama. Petambak golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 mengalami perubahan peningkatan paling besar dibandingkan dengan golongan lainnya. Sebelum PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi 25.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3.700 m2, sedangkan setelah PUGAR, petambak garam memperoleh rata- rata produksi sebesar 80.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 4.700 m2. Peningkatan produksi di golongan ini hampir tiga kali lipat dari produksi sebelum PUGAR.

Pada golongan berikutnya, yaitu luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 mengalami perubahan yang meningkat, sebelum PUGAR, rata-rata produksi memperoleh 25.500 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3.022 m2, sedangkan setelah PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi sebesar 37.500 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3.419 m2.Golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 juga mengalami perubahan seperti golongan lainya. Sebelum PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi 20.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 3,050 m2, sedangkan setelah PUGAR, petambak garam memperoleh rata-rata produksi sebesar 40.000 kg per musim panen dengan rata-rata luas lahan 2.600 m2. Di golongan ini, menunjukan bahwa luas lahan bukan salah satu faktor terpenting untuk usaha garam karena faktor terpenting ialah lamanya proses kristalisasi agar dapat menghasilkan garam lebih banyak. Meskipun luas lahan lebih luas dibanding sebelum PUGAR tetapi produksi lebih banyak dihasilkan setelah PUGAR dengan luas lahan 2.600 m2 karena produksi tahun 2015 memiliki musim kemarau yang lebih panjang.

Pendapatan yang di hasilkan masing-masing golongan luas lahan garapan memiliki pendapatan rata-rata yang berbeda. Pendapatan rata-rata tersebut dihitung berdasarkan masing-masing luas lahan garapan per golongan kemudian akan dilihat pengeluaran (modal usaha), penerimaan/pendapatan kotor dan pendapatan bersih (harga jual sesudah dan sebelum sama-sama dikalikan Rp. 225/kg) petambak garam, selanjut nya akan dibandingkan data sebelum dan sesudah program. Berikut pendapatan usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan, (x1000 Rp/musim panen) tersaji pada Tabel 21.

Tabel 21 Pendapatan usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan, (x 1000 Rp/musim panen)

Golongan Luas Lahan Garapan (m2) n Sebelum PUGAR (x1000 Rp/Musim Panen) Sesudah PUGAR (x1000 Rp/Musim Panen) Rata-rata pengeluaran Rata-rata penerimaan Rata-rata pendapatan Rata-rata pengeluaran Rata-rata penerimaan Rata-rata pendapatan < 2.979 1 4.925 5.100 175 6.700 10.200 3.500 2.979 ≤ x < 4.079 8 3.018 6.502 3.483 3.725 8.775 5.050 ≥ 4.079 1 5.000 6.375 1.375 8.400 18.000 9.600

63 Seperti terlihat pada Tabel 21, pendapatan rata-rata petambak golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 sebelum PUGAR memperoleh rata-rata pendapatan Rp. 175.000 per musim panen yang setara dengan lima bulan (150 hari) sedangkan pendapatan yang di peroleh setelah program PUGAR sebesar Rp. 3.500.000 per musim panen. Pendapatan yang diperoleh petambak garam jauh lebih besar jika dibandingkan sebelum PUGAR. Untuk lahan garapan antara 2.979 m2≤ x < 4.079 m2, petambak memperoleh rata-rata pendapatan sesudah PUGAR sebesar Rp. 5.050.000 per musim panen dibandingkan sebelum PUGAR pendapatan petambak hanya Rp. 3.483.000. Sementara, golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 rata-rata pendapatan petambak sebelum PUGAR Rp. 1.375.000 per musim panen dibandingkan sesudah PUGAR pendapatan petambak memperoleh sebeanyak Rp. 9.600.000 per musim panen, pendapatan ini hampir 10 kali lipat dari pendapatan sebelum PUGAR

Secara keseluruhan, saat sebelum program pendapatan petambak garam paling besar diperoleh oleh golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x <

4.079 m2 sebesar Rp. 3.483.000 per musim panen sedangkan petambak golongan

luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 memiliki pendapatan paling besar dibandingkan golongan lainnya yaitu, Rp. 9.600.000, permusim panen.

Pendapatan yang diperoleh petambak setiap golongan, menunjukkan adanya peningkatan dari sebelum adanya PUGAR hingga setelah PUGAR berjalan. Setelah melihat perbandingan pendapatan petambak garam sebelum dan sesudah PUGAR akan ditentukan pula R/C ratio (Reveneu/Cost) dan B/C ratio

(Benefit/Cost) atau dan yang dihitung dari perbandingan penerimaan atau pendapatan kotor dan pengeluaran untuk R/C Ratio sedangkan perbandingan pendapatan bersih dan pengeluaran untuk B/C Ratio. Kedua pengukuran rasio ini akan dibandingkan sebelum adan sesudah PUGAR. Berikut R/C Ratio dan B/C Ratio usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan tersaji pada Tabel 22.

Tabel 22 R/C Ratio dan B/C Ratio usaha garam rakyat sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan

Golongan luas lahan garapan (m2)

Sebelum PUGAR Sesudah PUGAR

R/C1 B/C2 R/C1 B/C2

< 2.979 1,04 0,04 1,52 0,52

2.979 ≤ x < 4.079 2,76 1,15 3,08 2,08

≥ 4.079 1,28 0,28 2,14 1,14

1

Tingkat Signifikan pada taraf nyata 0.15 berdasarkan paired samples t- test adalah 0.15

2

Tingkat Signifikan pada taraf nyata 0.15 berdasarkan paired samples t- test adalah 0.15

Semakin besar angka R/C Ratio atau B/C Ratio menandakan pendapatan kotor dan bersih yang diperoleh lebih besar dibandingkan pengeluaran. Seperti terlihat pada Tabel 22, terdapat perbedaan rasio yang meningkat antara sebelum dan sesudah PUGAR dimana yang menandakan bahwa usaha garam rakyat setelah ada PUGAR dapat bertahan dan masih menghasilkan keuntungan yang

64

lebih besar dibandingkan pengeluaran meskipun harga jual berada di harga jual terendah.

Petambak garam golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 menghasilkan ratio yang paling besar dibandingkan golongan lainnya. Hal ini juga didukung karena jumlah responden yang lebih banyak dibandingkan yang lainnya. R/C Ratio sebelum PUGAR adalah 2,76 dan setelah PUGAR adalah 3,08 sedangkan B/C Ratio sebelum PUGAR adalah 1,15 dan setelah PUGAR adalah 2,08. Angka ratio menunjukkan petambak digolongan ini masih bisa bertahan dengan usaha garam nya meskipun saat sebelum PUGAR keuntungaan yang didapat tidak terlalu banyak.

Golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 juga mengalami peningkatan sama seperti golongan sebelumnya. R/C Ratio sebelum PUGAR adalah 1,28 dan setelah PUGAR adalah 2,14 sedangkan B/C Ratio sebelum PUGAR adalah 0,28 dan setelah PUGAR adalah 1,14. Angka ratio sebelum adanya bantuan dari PUGAR menunjukkan bahwa petambak garam di golongan ini memiliki resiko kerugian dalam menjalankan usaha garam, dimana keuntungan lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk modal usaha. Hal ini didukung karena produksi garam yang tidak terlalu melimpah ditambah harga jual yang rendah mengakibatkan petambak tidak mendapatkan untung yang lebih.

Sementara di golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 menghasilkan ratio yang paling kecil dibandingkan golongan lainnya. R/C Ratio

sebelum PUGAR adalah 1,04 dan setelah PUGAR adalah 1,52 sedangkan B/C Ratio sebelum PUGAR adalah 0,04 dan setelah PUGAR adalah 0,52. Angka ratio

menunjukkan petambak di golongan ini menghadapi keadaan resiko kerugian lebih besar dibandingkan golongan lainnya. Keuntungan yang diperoleh baik setealah ada PUGAR maupun sebelum masih lebih kecil dibandingkan pengeluaran.

Dari hasil perhitungan tersebut, petambak garam harus siap menanggung resiko kerugian di tiap musim panennya. Ketika pengeluaran hampir sama dengan atau lebih besar dari pendapatan maka petambak mengalami kerugian. Namun, meskipun memiliki peluang resiko kerugian yang besar, usaha garam masih menjadi sumber nafkah utama di Dusun II, Desa Waruduwur. Seperti penuturan Bapak MRW (37 Tahun):

Walaupun harga garam lagi turun mba, tapi ketika harga lagi tinggi kita (petambak garam) bisa dapat untung sampe puluhan juta sekali musim. Makanya kita masih kerja tetep kerja jadi petambak mba”

Bapak MRW (37 Tahun)

Penuturan Bapak Bapak MRW (37 Tahun) tersebut, menggambarkan masyarakat bertahan menjadi petambak garam karena masih memiliki harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar di saat harga jual garam sedang tinggi. Harga jual garam tertinggi di Desa Waruduwur dapat mencapai hingga Rp. 1000 per kg di tahun 2010. Harga jual yang meninggi karena produksi garam rakyat pada tahun tersebut gagal panen karena tidak adanya musim kemarau. Setelahnya, harga jual garam tertinggi hanya kisaran Rp. 300 hingga Rp. 400 per kg. Bantuan PUGAR secara langsung mempengaruhi pendapatan dari sektor on farm tetapi tidak mempengaruhi besar pendapatan dari sektor off farm dan non

65 farm. Berikut jumlah pendapatan rumah tangga petambak garam dari jenis sumber nafkah, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan. Tabel 23 Jumlah pendapatan rumah tangga petambak garam dari jenis sumber

nafkah, sebelum dan sesudah PUGAR menurut golongan luas lahan garapan Golongan luas lahan garapan (m2) n Sebelum PUGAR (Rp x 1.000) Sesudah PUGAR (Rp x1000) On farm Off farm Non farm On farm Off farm Non farm < 2.979 1 1.785 11.730 7.200 5.370 15.330 4.320 2.979 ≤ x < 4.079 8 4.660 8.400 13.512 6.129 14.738 15.804 ≥ 4.079 1 2.458 5.040 5.040 10.865 9.600 5.760

Seperti terlihat pada Tabel 23, pendapatan rumah tangga petambak garam dari sektor on farm merupakan gabungan dengan pendapatan dari usaha tambak. Pendapatan dari sektor off farm dan non farm menunjukkan peningkatan sebelum dan sesudah PUGAR, hal ini dipengaruhi dengan kenaikan upah. Selain kenaikan upah, peningkatan juga dipengaruhi dengan bertambahnya anggota rumah tangga petambak garam yang bekerja sehingga menambahkan pendapatan dari kedua sektor tersebut.

Petambak garam golongan luas lahan garapan lebih dari 4.079 m2 saat sebelum PUGAR mendapatkan pendapatan sama besar dari sektor off farm dan non farm, setelah PUGAR pendapatan diperoleh dari sektor on farm dibandingkan sektor off farm dan non farm sedangkan petambak garam golongan luas lahan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2 sebelum dan setelah PUGAR mendapatkan pendapatan paling besar dari sektor non farm. Sementara, golongan petambak garam dengan luas lahan kurang dari 2.979 m2 memperoleh pendapatan paling besar dari sektor off farm baik sebelum maupun sesudah PUGAR.

Data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara mendalam, terdapat beberapa permasalahan yang menghambat program PUGAR di Dusun II Desa Waruduwur yaitu: terlambatnya bantuan yang diberikan kepada petambak garam sehingga, bantuan datang saat petambak sudah selesai melakukan panen garam. Hal ini, membuat bantuan yang datang baru akan dipakai saat musim panen tahun selanjutnya.

Selain itu, terdapat petambak garam yang tidak mengetahui bantuan yang diberikan adalah bantuan PUGAR hal ini disebabkan pemberian sosialisasi yang diberikan hanya kepada ketua kelompok dan pihak-pihak tertentu sehinnga terdapat petmabak garam yang tidak mengetahu tentang PUGAR.

66

Uji T

Pada penelitian ini akan dilakukan uji beda menggunakan paired sample T- test pada komponen R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah PUGAR dengan taraf nyata 15 persen atau 0.15 artinya toleransi kesalahan adalah 15 persen dan kebenaranya adalah 85 persen. Berikut adalah hasil uji beda terhadap

R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah PUGAR di Dusun II, Desa Waruduwur disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Hasil uji beda terhadapt R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah PUGAR

Aspek T Sig 1 tailed

R/C Ratio -0,128 0,15

B/ C Ratio -0,128 0,15

Seperti terlihat pada Tabel 24, hasil uji beda setiap indikator menunjukkan hasil yang sama. Pada R/C Ratio dan B/C Ratio sebelum dan sesudah menunjukkan Sig. 1 tailed sama besar dengan nilai taraf nyata yaitu, 0.15 = 0.15 artinya, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pendapatan petambak garam pada kondisi sebelum dan sesudah bantuan PUGAR pada taraf nyata 0.15.

Setelah adanya PUGAR, petambak garam di Dusun II, Desa Waruduwur merasakan perubahan yang meningkat, produksi garam yang dihasil meningkat dibandingkan sebelum PUGAR. Selain itu, adanya bantuan alat dan perlengkapan serta penerapan tekologi baru, membuat petambak merasa terbantu selain meringankan pekerjaan petambak garam, petambak garam mendapatkan pengetahuan baru tentang cara penggaraman. Meski merasakan perubahan yang meningkat dari segi produksi tetapi beberapa petambak garam merasa adanya bantuan dari PUGAR tidak dapat meningkatkan pendapatannya karena harga jual garam yang masih rendah. Rendahnya harga jual garam di penggepul membuat petambak garam tidak dapat meningkatkan pendapatannya. Petambak merasa bantuan yang diberikan lebih baik modal awal dibandingkan bantuan alat produksi yang diberikan tiap tahunnya karena beberapa petambak merasa sulit untuk mendapatkan modal awal .

67

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan data yang sudah dikumpukan dan diolah, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut ini:

1. Hipotesa pertama dalam penelitian ini adalah program PUGAR diduga

meningkatkan pendapatan rumah tangga responden yang bersumber dari usaha garam. Hasil penelitian ini menunjukkan, pendapatan rata-rata petambak golongan luas lahan garapan kurang dari 2.979 m2 sebelum PUGAR memperoleh rata-rata pendapatan Rp. 175.000 per musim panen (R/C Ratio 1,04 dan B/C Ratio 0,04) dibandingkan dengan rata-rata

pendapatan sesudah PUGAR sebesar Rp. 3.500.000 per musim panen (R/C

Ratio 1,52 dan B/C Ratio 0,52). Golongan luas lahan garapan antara 2.979 m2 ≤ x < 4.079 m2, petambak memperoleh rata-rata pendapatan sesudah PUGAR sebesar Rp. 5.050.000 per musim panen (R/C Ratio 2,76 dan B/C Ratio 1,15) dibandingkan sebelum PUGAR pendapatan petambak hanya Rp. 3.483.000 (R/C Ratio 3,07 dan B/C Ratio 2,08). Golongan luas lahan

garapan lebih dari 4.079 m2 rata-rata pendapatan petambak sebelum

PUGAR Rp. 1.375.000 per musim panen (R/C Ratio 1,28 dan B/C Ratio

0,28) dibandingkan sesudah PUGAR pendapatan petambak memperoleh sebeanyak Rp. 9.600.000 per musim panen (R/C Ratio 2,14 dan B/C Ratio

1,14). Hasil ini diperkuat dengan uji beda terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pendapatan petambak garam pada kondisi sebelum dan sesudah bantuan PUGAR pada taraf nyata 0.15. Hal ini, membuktikan bahwa setelah adanya program PUGAR, petambak garam dapat meningkatkan produksi usaha garam. dan pendapatan dari usaha garam rakyat.

2. Hipotesa kedua penelitian penelitian ini adalah program PUGAR diduga mempengaruhi strategi nafkah rumah tangga responden. Hasil penelitian menunjukkan, strategi nafkah 35 responden yang di teliti di Dusun II, Desa Waruduwur merupakan kombinasi dari tiga sektor sumber nafkah yaitu on farm, off farm dan non farm. Di sektor on farm, usaha garam rakyat merupakan pekerjaan musiman dimana hanya dilakukan di musim kemarau, meskipun begitu sumber nafkah dari usaha garam rakyat masih menjadi

pendapatan utama bagi petambak. Adapun komoditas lain dianggap on farm

adalah budidaya bandeng di petak tambak garam. Pendapatan yang dihasilkan dari budidaya bandeng merupakan pendapatan tambahan dari

sektor on farm sedangkan di sektor off farm, petambak garam

memanfaatkan pekerjaan di luar musim garam seperti menjadi buruh panggul pertanian, peternakan, nelayan dan lain-lain. Sementara di sektor

non farm, petambak garam menfaatkan pekerjaan di luar desa seperti menjadi buruh pabrik, ngojek, pegawai pabrik dan lain-lain. Program PUGAR tampak mempunyai pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi usaha garam rakyat yang dihasilkan tetapi belum dapat merubah strategi nafkah di sektor off farm dan non farm karena pendapatan yang dihasilkan dari sektor off farm dan non farm masih signifikan menambah pendapatan

68

terhadap rumah tangga petambak garam. Peningkatan pendapatan usaha garam rakyat karena PUGAR belum dapat mengantikan peranan dari sektor off farm dan non farm. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi usaha garam tetapi tidak diikuti dengan stabilitas harga jugal garam di pasaran.

3. Pengaruh strategi nafkah kepada pendapatan rumah tangga petambak garam, paling besar berasal dari sektor off farm dan non farm. Kedua sektor tersebut memberikan sumbangan sebesar 30 persen dan 51 persen. Sementara, sektor on farm (usaha garam dan budidaya bandeng)

Dokumen terkait