Pemuda merupakan agen kreatif yang mampu menghasilkan ide-ide baru serta mampu membawa isu yang dianggap tradisional menjadi perhatian public modern dan menjadi sangat penting.
Gerakan pemuda peduli pertanian haruslah dibentuk mengingat potensi yang dimilikinya bersifat jangka panjang.
Faktor pengaruh modernisasi atau karena kurangnya pengetahuan di bidang ilmu pertanian pada pemuda dapat menjadi alasan utama keengganan mereka untuk membuat kelompok tersebut. Namun hal itu dapat diatasi dengan peran serta mahasiswa pertanian, kelompok ahli dan lembaga pemerintahan yang perduli terhadap pemberdayaan pemuda untuk ketahanan pangan masa depan.
Kabupaten Kuningan telah lama ditetapkan sebagai kabupaten konservasi sehingga dalam proses pembangunannya akan ber titik tolak dari upaya konservasi dan penyelamatan lingkungan. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya program pemerintah Kabupaten kuningan yang mengedepankan masalah konservasi dan penyelamatan lingkungan ini. Salah satu program yang telah dilakukan dibidang pendidikan adalah Muatan lokal pada kurikulum siswa baik di tingkat SD,SLTP maupun SLTA. Kurikulum Muatan lokal bidang pendidikan lingkungan ini sampai saat ini masih lebih
43 banyak berisi tentang proses konservasi
dan penyelamatan lingkungan yang menitik beratkan pada “penanganan sampah” alangkah lebih baiknya jika muatan lokal pendidikan lingkungan ini dikolaborasikan juga dengan bidang-bidangilmu-ilmu pengetahuan alam dan lingkungan terutama bidang pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan.
Dengan demikian akan terjalin kerjasama yang harmonis antara UPT BP3K dengan UPT Dinas pendidikan dan juga sekolah-sekolah dalam upaya peningkatan pendidikan masyarakat usia dini secara umum di wilayah bimbingan.
Seperti berikut ini adalah beberapa strategi dengan analisis swot yang dapat dilakukan sebagai model pendekatan sosial melalui generasi muda untuk dapat membangun dan penyerapan tehnologi baru kan perluasannya kepada masyarakat adalah :
Kekuatan :
- Generasi muda akan lebih sempurna menerima informasi dengan teknologi yang terbaru
- Masa/waktu penyampaian informasi yang sudah diserap oleh generasi muda akan mudah diingat tidak akan mudah lupa
Hambatan :
- Generasi muda yang tertarik terhadap dunia pertanian dan peternakan dewasa ini sangat sulit
- Kurangnya minat/ keperdulian anak/generasi muda untuk menggeluti bidang pertanian
Peluang :
- Informasi teknologi pertanian yang diterapkan kepada anak sekolah/generasi muda harus memakai teknologi modern/kekinian
- Adanya keterbaruan yang selalu harus dibawa
- Pola teknologi dan metode yang digunakan harus menggunakan penalaran; sebab akibat yang jelas didukung oleh teori kekinian
Tantangan :
- Adanya keterbaruan yang selalu harus dibawa
- Pola teknologi dan metode yang digunakan harus menggunakan penalaran; sebab akibat yang jelas didukung oleh teori kekinian
Rekomendasi :
- Penggunaan media elektronik dalam proses penyuluhan (vidio, lcd, dll) - Materi yang terus sering berganti dan
tidak monoton
- Studi banding ke sistem pertanian berbasis teknologi
- Mengkolaborasikan bidang pertanian pada bidang-bidang kehidupan masyarat lain (pendidikan, kepemudaan dll)
- Melibatkan karang taruna/generasi muda desa pada setiap kegiatan pertanian
- Adanya bantuan/program bidang pertanian khusus untuk pemuda atau kelompok pemuda
- Sering memberikan contoh pemuda-pemuda yang sukses dibidang pertanian
- Adanya reward/ penghargaan bagi pemuda yg mau terjun dlm bidang pertanian
- Inovasi yang kreatif dan tepat sasaran dapat menggugah minat generasi muda untuk lebih mencari tahu hal-hal tentang pertanian
Pengetahuan masyarakat bermacam-macam dan berbeda-beda. Kemampuan untuk mengikuti informasi dari luar juga berbeda-beda. Kemampuan untuk menerima indormasi juga menjadi berbeda-beda. Oleh karena itu strategi
44
metode pendekatan juga perlu diselaraskan dengan karakter masyarakat sasaran. Seperti telah dijelaskan diatas beberapa model pendekatan sosial yang dapat dilakukan pada masyarakat di Kabupaten Kuningan dengan semua potensi, tantangan, kekuatan dan hambatannya membentuk strategi pendekatan sosial pada setiap model sehingga penyuluh akan merasa mudah dalam proses pembelajarannya tinggal melihat karakter atau stereotip masyarakat desa binaannya.
Proses transver pengetahuan pertanian juga bukan saja tanggung jawab para penyuluh pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan saja tetapi juga seluruh lapisan masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah. Oleh sebab itu perlu adanya kolaborasi yang baik antara para penyuluh dengan para penyampai sosialisasi yang lain seperti pendakwah atau bidang-bidang
lain dan hal ini perlu untuk mendapat dukungan dari pemerintah, sebab selama ini program-program yang telah dilakukan hampir pada semua lini/bidang berjalan masing-masing. Oleh karena itu alangkah lebih baik jika terdapat program-program yang dapat saling dikolaborasikan sehingga akan memberikan effek dan effort yang lebih luar biasa baik terhadap keberhasilan program itu sendiri terlebih lagi terhadap masyarakat sasaran.
Strategi pada model-model pendekatan sosial ini dapat dilakukan secara terpisah-pisah (tiap model pendekatan) tergantuk kondisi/karakter masyarakat tani binaan; tetapi model-model ini juga dapat saling melengkapi atau dikolaborasikan antara model pendekatan sosial yang satu dengan model pendekatan sosial yang lain seperti pada matrik kolaborasi model pendekatan di bawah ini :
Tabel 1. Kolaborasi Model Pendekatan Sosial Pendk.
Strategi kolaboratif yang dapat dilakukan sebagai bentuk kegiatan pendekatan sosial antara lain adalah :
a. Pendekatan Keagamaan dan Pendekatan Program Bantuan, dapat dilakukan dengan pemberian modal usaha bergulir tetapi pengelolanya adalah pengajian kelompok tani
sehingga dari tingkat kepercayaan pengembalian dan amanah dapat dipertanggung jawabkan sehingga program ini akan berkembang dan berjalan terus-menerus karena mengkaitkannya dengan keakheratan.
Model pendekatan ini juga dapat memberdayakan tokoh masyarakat
45 dan juga peran serta generasi muda
baik sebagai pelasana, sasaran dan evaluator sekaligus.
b. Pendekatan Tokoh masyarakat dan Pendekatan Bantuan Program, dapat dilakukan dengan Pemberian modal bergulir dan kemitraan usaha, Pemberian alat-alat bantu atau alat peraga penyuluhan kepada tokoh masyarakat tersebut.
c. Pendekatan Program Bantuan dan Pendekatan Generasi Muda, dapat dilakukan dengan pemberian bantuan khusus untuk pemberdayaan generasi muda di bidang pertanian. Jadi misalnya bantuan untuk pelatihan karang taruna untuk bercocok tanam atau program karang taruna/pelajar membuka sawah dan ladang atau beasiswa bagi pemuda yang ingin sekolah dibidang pertanian.
Kolaborasi ini dapat pula dilakukan dengan proses penyuluhan yang tidak hanya dilakukan kepada para petani, tetapi juga perlu dilakukan kepada siswa-siswa sekolah mulai dari tingkat SD,SLTP, maupun SLTA dengan memanfaatkan kurikulum muatan lokal Pendidikan Lingkungan.
Sehingga kurikulum muatan lokal pendidikan lingkungan tidak hanya membahas tentang sampah dan konservasi lingkungan tetapi menjadi lebih luas kepada bidang-bidang pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan yang nantinya dapat diharapkan menumbuhkan minat terdapat bidang pertanian Indonesia.
d. Pendekatan Tokoh Masyarakat dan Pendekatan Generasi Muda dapat dilakukan dengan mendorong tokoh masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berbasiskan pertanian, memberikan kepercayaan
kepada generasi muda untuk menjadi penyuluh swadara dengan pelatihan-pelatihan.
KESIMPULAN
Model Pendekatan Sosial dalam penyuluhan kepada masyarakat perlu dilakukan dengan berbagai cara dengan melihat karakteristik sasaran dan masyarakat tani yang dihadapi. Terdapat 4 (empat) model pendekatan yang dapat dilakukan yaitu : (1) Model Pendekatan Keagamaan; (2) Model Pendekatan Program Bantuan; (3) Model Pendekatan Tokoh Masyarakat; dan (4) Model Pendekatan generasi Muda.
Setiap model pendekatan tersebut akan membentuk memiliki berbagai Peluang, Tantangan, Kekuatan dan Hambatan dimana masing-masing model pendekatan tersebut dengan semua aspeknya akan membentuk strategi-strategi yang dapat digunakan oleh penyuluh dalam proses pembelajaran kepada masyarakat. Demikian pula dari Model-model pendekatan sosial tersebut dapat saling melengkapi dan dikolaborasikan sehingga dapat membentuk strategi lain pula yang dapat digunakan/dimanfaatkan oleh para penyuluh.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik, (Ed). 1982. Agama, Etos Kerja,dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES.
Alsyah,2009. Pengajian dan transformasi sosiokultural dalam masyarakat muslim tradisonal Banjar. Jurnal Dakwah dan komunikasi vol 3 no 1 januari-juni 2009 pp 75-89 ISSN : 1978-1261. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto.
Abdullah, Irwan. 2002. “Tantangan Pembangunan Ekonomi dan Transformasi Sosial: Suatu
46
Pendekatan Budaya”, dalam Humaniora Volume XIV No. 3/2002.
Yogyakarta: FIB, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Belli, TB. 1991. Penyuluhan Pertanian.
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.
Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press.
Surakarta.
47 Konversi LKPD Versi PP NO. 24 Tahun 2005 Menjadi LKPD VERSI PP NO. 71
Tahun 2010
(Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan)
Neni Nurhayati Dosen Universitas Kuningan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konversi LKPD di Pemerintah Kabupaten Kuningan dari LKPD yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 menjadi sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010.
Penelitian dilakukan pada LKPD Kabupaten Kuningan periode tahun 2011 dan 2012 yang telah diaudit. Penelitian ini menggunakan tes artikulasi, persamaan akuntansi, dan konversi dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dalam Cash Toward Accrual Basic menjadi Accrual Basic sesuai Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010.
LKPD Kabupaten Kuningan tahun anggran 2012 versi PP Nomor 24 Tahun 2005 setelah dikonversi sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010 belum sesuai, karena jumlah nominal ekuitas akhir pada Laporan Perubahan Ekuitas tidak sama dengan jumlah nominal ekuitas pada Neraca, sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca pada LKPD Kabupaten Kuningan Tahun 2012 belum mempunyai keterkaitan yang tepat.
Kata kunci: konversi, LKPD, Kabupten kuningan
Pendahuluan
Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik yaitu mengacu pada penerapan Good Governance, pemerintah Republik Indonesia telah melakukan reformasi dibidang pengelolaan atau manajemen keuangan negara. Reformasi manajemen keuangan negara merupakan suatu agenda yang secara continue terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
”Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.”
UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara khususnya pasal 36 ayat 1 mengamanatkan penerapan basis akrual untuk pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja yang dimulai pada tahun anggaran 2008 dan akan diadopsi penuh pada tahun 2015. Penyebab penerapan penuh basis akrual ini baru
48
dimulai tahun 2015 yaitu supaya aparatur pemerintah pusat maupun daerah mempersiapkan migrasi dari pencatatan LKPD basis CTA (Cash Toward Accrual) menjadi basis akrual. Selanjutnya UU No.
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan tugas penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar yang independen yang ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang komisi standar akuntansi pemerintahan (KSAP). Dengan harapan mampu meningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah sehingga mampu untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel, maka Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Akrual yaitu PP No. 71 Tahun 2010 menggantikan PP No. 24 Tahun 2005 yang saat ini masih berlaku.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis Akrual adalah Standar Akuntansi Pemerintahan yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Pada Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis Akrual, komponen Laporan Keuangan Pokok terdiri dari : Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP SAL), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Menurut Van Der Hoek (2005) dalam Saraswati (2011), Akuntansi berbasis akrual telah berhasil diterapkan di berbagai negara maju dan membawa manfaat. Manfaat akuntansi berbasis
akrual antara lain: Mendukung manajemen kinerja; Menfasilitasi manajemen keuangan yang lebih baik; Memperbaiki pengertian akan biaya program;
Memperluas dan meningkatkan informasi alokasi sumber daya; Meningkatkan pelaporan keuangan; Memfasilitasi dan meningkatkan manajemen aset (termasuk kas).
Kabupaten Kuningan adalah Pemerintah Daerah yang sampai saat ini masih menerapkan PP No. 24 Tahun 2005 pada laporan keuangannya. Dikarenakan PP Nomor 71 Tahun 2010 ini mengamanatkan penyusunan dan penyajian laporan keuangan tahun anggaran 2010 sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis Akrual, sedangkan LKPD masih disusun berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005, maka pemerintah daerah perlu membuat LKPD berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 sejak tahun anggaran 2010.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan teknik melakukan konversi LKPD versi PP NO. 24 Tahun 2005 menjadi PP No. 71 Tahun 2010. Sampai saat ini belum ada ketentuan lebih lanjut dari menteri dalam negeri dan buletin teknis Standar Akuntansi Pemerintahan terkait konversi laporan keuangan sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005 ke laporan keuangan sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010 (Saraswati:2011). Oleh karena itu dibutuhkan uji coba (simulasi) penerapan PP Nomor 71 Tahun 2010 untuk mengetahui hasil akhir Laporan Keuangan yang disusun berdasarkan ketentuan PP Nomor 71 Tahun 2010. Penelitian mengenai laporan keuangan sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005 dan laporan keuangan sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010 telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yaitu Saraswati (2011). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat perbedaan dalam recognition, measurement, dan disclosure pada
49 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, peneliti bermaksud ingin melakukan uji coba (simulasi) penerapan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Kuningan Tahun Anggaran 2011-2012 yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 ke Laporan Keuangan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010. Maka peneliti akan melakukan penelitian berjudul : “Konversi LKPD versi PP No 24 Tahun 2005 menjadi LKPD versi PP No. 71 Tahun 2010 (Studi Kasus di Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan)”
Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Sugiyono (2009:31), metode deskriptif yang dilakukan adalah melalui pendekatan survey yaitu penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi social, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah.
Dalam penelitian ini metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan penerapan model pencatatan cash toward accrual basic dan accrual basis pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sesuai PP No. 24 Tahun 2005 dan PP No.
71 Tahun 2010.
Sasaran dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan. Objek Penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan. Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuningan.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi data sekunder. Penelitian ini membutuhkan data sekunder berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan Tahun Anggaran 2011-2012.
Pembahasan
Konversi LKPD versi PP No 24 Tahun 2005 menjadi LKPD versi PP No. 71 Tahun 2010 Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2011-2012
Konversi LKPD berbasis Cash Toward Accrual menjadi Accrual berarti langkah-langkah yang dilakukan untuk menghasilkan LKPD sesuai SAP versi PP No. 71 tahun 2010. Berikut penulis jabarkan hasil konversi LKPD versi PP No 24 Tahun 2005 menjadi LKPD versi PP No. 71 Tahun 2010 pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2011-2012.
1. Dilakukannya penambahan-penambahan akun-akun yang harus disajikan pada LKPD versi PP No. 71 Tahun 2010 yang selama ini tidak terdapat pada LKPD menurut versi PP No. 24 Tahun 2005 dikarenakan metode pencatatan yang digunakan berbeda.
2. Format LKPD untuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 dan PP Nomor 71 Tahun 2010 menggunakan struktur anggaran yang sama yang terdiri dari struktur pendapatan, struktur belanja, struktur transfer, dan struktur pembiayaan
3. Format LKPD untuk neraca menurut menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 dan PP Nomor 71 Tahun 2010 memiliki struktur yang sama, yaitu dengan menggunakan klasifikasi lancar dan non-lancar. Tetapi keduanya memiliki perbedaan dalam pengklasifikasian ekuitasnya. Ketika
50
mengacu pada PP No. 24 Tahun 2005 ekuitas dibedakan menjadi 3 pengklasifikasian yaitu : Ekuitas Dana Lancar (EDC), Ekuitas Dana Investasi (EDI), da Ekuitas Dana Cadangan (EDC), pada format LKPD menurut PP No. 71 Tahun 2010 ekuitas ini tidak diklasifikasikan lagi tetapi dicatatkan dalam satu akun yaitu Ekuitas Dana.
4. Format LKPD sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005 laporan arus kas di klasifikasikan berdasarkan aktifitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran.
Sedangkan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 , laporan arus kas di klasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
5. Dilakukan nya pembuatan 3 laporan keuangan yang sebelumnya tidak terdapat pada LKPD menurut PP No.
24 Tahun 2005 tetapi harus disajikan menurut PP N0. 71 Tahun 2010 seperti : Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Saldi Anggaran Lebih (LP-SAL), dan Laporan Perubahan Ekuitas (LPE).
6. Jumlah nominal akun Saldo Akhir Kas di Kas Daerah pada Neraca sama dengan Jumlah Nominal Akun Saldo Akhir Kas di Kas Daerah pada Laporan Arus Kas.
7. Jumlah Nominal Akun Ekuitas pada Neraca berbeda dengan jumlah nominal Ekuitas Akhir pada Laporan Perubahan Ekuitas. Hal tersebut dikarenakan belum terdapat perhitungan Beban Penyusutan pada LKPD Kabupaten Kuningan sehingga Surplus/Defisit Operasional pada Laporan Operasional berpengaruh pada Ekuitas Akhir pada Laporan Perubahan ekuitas.
8. Jumlah nominal akun SiLPA pada Laporan Realisasi Anggaran sama
dengan jumlah nominal akun SiLPA pada Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
9. LKPD Kabupaten Kuningan tahun anggran 2012 versi PP Nomor 24 Tahun 2005 setelah dikonversi sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010 belum sesuai, karena jumlah nominal ekuitas akhir pada Laporan Perubahan Ekuitas tidak sama dengan jumlah nominal ekuitas pada Neraca, sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca pada LKPD Kabupaten Kuningan Tahun 2012 belum mempunyai keterkaitan yang tepat.
10. Akun yang dapat ditambahkan sebagai penyeimbang agar jumlah nominal ekuitas akhir pada Laporan Perubahan Ekuitas sama dengan jumlah nominal ekuitas pada Neraca yaitu dengan menambahkan akun Penyesuaian Akibat Konversi pada komponen Laporan Perubahan Ekuitas.
Kesimpulan
LKPD Kabupaten Kuningan tahun anggran 2012 versi PP Nomor 24 Tahun 2005 setelah dikonversi sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010 belum sesuai, karena jumlah nominal ekuitas akhir pada Laporan Perubahan Ekuitas tidak sama dengan jumlah nominal ekuitas pada Neraca, sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca pada LKPD Kabupaten Kuningan Tahun 2012 belum mempunyai keterkaitan yang tepat.
Saran
1. Bagi pemerintah Kabupaten Kuningan, agar segera mempersipakan infrastruktur Sumber Daya Manusia yang benar-benar kompeten dalam membuat LKPD karena kerap kali peraturan tentang format pelaporan
51 keuangan mengalami perubahan
terkait implementasi PP No. 71 tahun 2010.
2. Bagi akademisi seharusnya memberikan perhatian lebih, baik dengan memberikan bantuan atau dukungan teknis terhadap implementasi PP No. 71 tahun 2010 di Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan.