1 PENGANTAR REDAKSI
Jurnal LOGIKA merupakan jurnal resmi yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Kuningan. Penerbitan jurnal ini bertujuan untuk menyediakan sarana komunikasi dan publikasi ilmiah bagi peneliti dan staf pengajar dilingkungan Universitas Kuningan maupun dari luar Universitas Kuningan yang mempunyai komitmen terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Terbitan kali ini menghadirkan tulisan – tulisan yang merupakan hasil penelitian baik dalam bidang Pendidikan, Pertanian dan Kehutanan, Hukum, Ekonomi serta Teknologi Informasi. Tulisan-tulisan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan inspirasi bagi tumbuhnya budaya ilmiah melalui ruang-ruang diskusi dan budaya menulis di kalangan civitas akademik Universitas Kuningan.
Terbit 2 kali dalam setahun setiap bulan April dan September, Redaksi memberikan kesempatan kepada para peneliti, Dosen, pekarya tesis sarjana semua strata untuk menyumbangkan tulisannya. Makalah harus dipersiapkan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan penulisan artikel ilmiah.
Kuningan, April 2014 Redaksi
2
DAFTAR ISI
Hal Pengembangan Bahan Ajar Membaca Indah Berorientasi Pendekatan
Kontekstual dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi Pada Siswa SMP Kelas VII Semester II
Asep Jejen Jaelani 3
Rancang Bangun Animasi Film Kartun Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan
sebagai Media Informasi dan Promosi Berbasis Adobe Flash Cs3
Iskanda, Panji Novantara , Tito Sugiharto, 11
Pengembangan Model Pendidikan Keaksaraan Berbasis Kearifan Lokal di Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan
Ida Hamidah 27
Model Pendekatan Sosial Penyuluhan Kepada Masyarakat dalam Penyerapan Teknologi Baru Pertanian
(Study Kasus Kabupaten Kuningan)
Ika karyaningsih 37
Konversi LKPD Versi PP NO. 24 Tahun 2005 Menjadi LKPD VERSI PP NO. 71 Tahun 2010
(Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan)
Neni Nurhayati 47
Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Analisis Glass bagi Siswa Berkesulitan Membaca (Reading Difficulties)
(Studi Kasus pada Siswa Kelas III SDN 1 Cineumbeuy - Kuningan)
Ifah Hanifah 53
Assessmen Kinerja Mahasiswa pada Praktikum dan Korelasinya dengan Peningkatan Pemahaman Konsep pada Mata Kuliah Mikrobiologi
Ilah Nurlaelah, Ina Setiawati 69
Manajemen Model Analisis Neraca Air di Wilayah Kabupaten Kuningan Bagian Timur
Ai Nurlaila, Oding Syafrudin 77
Identifikasi Morfologi Tumbuhan Kawasan Hutan Lindung Gunung Tilu Kabupaten Kuningan
Nina Herlina, Ika Karyaningsih 87
Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Dosen di Fkip Universitas Kuningan
Yeyen Suryani & Iyan Setiawan 103
Pengaruh Pasar Modern Terhadap Perkembangan Pasar Tradisional
(Studi Kasus Di Pasar Kramatmulya ).
Yoyo Sunaryo N . Erin Ferdian, 117
3 Pengembangan Bahan Ajar Membaca Indah Berorientasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi pada Siswa SMP Kelas VII Semester II
Asep Jejen Jaelani
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kuningan
Abstrak
Bahan pembelajaran/bahan ajar memiliki kedudukan strategis dalam kurikulum.
Bahan ajar dalam hal ini adalah bahan ajar bahasa dan sastra Indonesia, merupakan sarana untuk mencapai standar kompetensi berbahasa dan bersastra siswa sesuai tuntutan kurikulum. Kalau kita mengacu pada strategi pengembangan KTSP, bahan ajar tersebut harus disusun dan dirancang oleh guru sesuasi dengan kebutuhan siswa. Namun pada kenyataannya, banyak guru yang tetap “mendewakan” buku teks sebagai pegangan dan malas mengembangkan bahan ajar sendiri. Akibatnya pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya sastra menjadi kurang menarik karena pemilihan bahan ajar yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan produk berupa bahan ajar yang berbentuk modul untuk pembelajaran membaca indah di SMP kelas VII semester II. Pendekatan penelitian dalam tesis ini adalah pendekatan penelitian dan pengembangan model Borg and Gall. Namun, karena keterbatasan waktu, penelitian pengembangan ini hanya melaksanakan lima tahapan, yakni (1) analisis teoritis dan praktis, (2) analisis kebutuhan guru dan peserta didik, (3) penyusunan prototipe modul membaca indah, (4) uji ahli dan guru, dan (5) revisi prototipe berdasarkan uji ahli dan guru. Hasil penelitian pengembangan ini dapat disajikan sebagai berikut. (1) rata-rata skor analisis kebutuhaan peserta didik dalam penyedian bahan ajar membaca indah adalah 63 sehingga dapat disimpulkan peserta didik sangat memerukan bahan ajar membaca indah. Untuk skor analisis kebutuhan guru dalam penyediaan bahan ajar membaca indah adalah 58 sehingga dapat disimpulkan bahwa guru sangat memerlukan bahan ajar membaca indah. Sementara itu untuk bahan ajar yang digunakan peserta didik dalam pembelajaran membaca indah adalah 100%. Sedangkan bahan ajar yang digunakan guru adalah 10% guru menggunakan secara terintegrasi beberapa bahan ajar berupa LKS, buku pelajaran, diktat, dan buku lainnya, 20% Guru hanya menggunakan LKS saja, dan 70% Guru menggunakan LKS dikombinasikan dengan buku pelajaran. (2) Produk pengembangan dalam penelitian ini berupa bahan ajar membaca indah berbentuk modul yang dilengkapi dengan CD pembacaan puisi dan berdasarkan penilaian ahli dan guru berkategori cukup. (3) Perbaikan yang dilakukan antara lain desain cover, petunjuk penggunaan modul untuk guru, variasi ukuran huruf, ejaan, kalimat efektif, dan penjelasan untuk perbedaan pengertian konsep membaca indah dengan deklamasi puisi. Berdasarkan uji coba kepada peserta didik bahan ajar membaca indah hasil pengembangan berkategori baik dan layak dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran membaca indah di SMP kelas VII semester II.
Kata kunci : Bahan ajar, membaca indah
4
Pendahuluan
Bahan pembelajaran/bahan ajar memiliki kedudukan strategis dalam kurikulum. Bahan ajar dalam hal ini adalah bahan ajar bahasa dan sastra Indonesia, merupakan sarana untuk mencapai standar kompetensi berbahasa dan bersastra siswa sesuai tuntutan kurikulum. Kalau kita mengacu pada strategi pengembangan KTSP, bahan ajar tersebut harus disusun dan dirancang oleh guru sesuasi dengan kebutuhan siswa.
Namun pada kenyataannya, banyak guru yang tetap “mendewakan” buku teks sebagai pegangan dan malas mengembangkan bahan ajar sendiri.
Akibatnya pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya sastra menjadi kurang menarik karena pemilihan bahan ajar yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu standar kompetensi pembelajaran sastra di kelas VII SMP adalah memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan buku cerita anak. Standar kompetensi tersebut tercantum dalam kompetensi dasar membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik yang sesuai dengan isi puisi.
Membaca indah merupakan salah satu kegiatan apresiasi puisi. Selain itu, membaca indah juga merupakan salah satu bentuk pertunjukan puisi. Dengan membaca indah, seseorang dapat mengekspresikan pemahaman terhadap isi puisi melalui vokal, mimik, dan kinesik (gesture) sehingga dapat dinikmati oleh orang lain. Oleh karena itu, pembelajaran membaca indah merupakan salah satu kegiatan apresiasi sastra yang perlu dikaji lebih mendalam.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru dan siswa, diperoleh informasi bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan dalam hal membaca indah. Hal ini dikarenakan
kurangnya pemahaman guru dan siswa terhadap teknik-teknik membaca indah.
Pada saat mengajarkan puisi, pada umumnya, guru hanya memberi contoh pembacaan puisi kemudian menugaskan kepada siswa untuk membaca indah. Hal ini disebabkan guru kurang menguasai teknik-teknik membaca indah karena kurangnya bahan ajar yang membahas cara memahami isi puisi dan membaca indah.
Dari ilustrasi di atas, penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan bahan ajar membaca indah yang relevan dengan kebutuhan siswa, sehingga pembelajaran membaca indah dapat berjalan dengan baik. Bahan ajar membaca puisi ini disusun untuk siswa SMP dengan harapan setelah menggunakan bahan ajar ini, mereka dapat memetik manfaat dan menerapkannya dalam kegiatan membaca indah. Dengan demikian, kegiatan membaca puisi tidak hanya terbatas pada melatih pengucapan dan gerak tubuh saja, melainkan melatih pemahaman dan penjiwaan atau penghayatan terhadap isi dari puisi tersebut.
Berdasarkan hal di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1) Bagaimana profil bahan ajar
membaca indah dalam
pembelajaran apresiasi puisi terlangsung siswa SMP kelas VII semester II di Kuningan?
2) Bagaimana prototipe bahan ajar membaca indah siswa SMP kelas VII semester II di Kuningan?
3) Bagaimana perbaikan prototipe bahan ajar membaca indah siswa SMP kelas VII semester II di Kuningan?
5 Pembahasan
a. Teori
Bahan ajar (teaching material) menurut Dick & Carey (2001:229) merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Bahan ajar juga diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.
Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai (Depdiknas, 2006: 1). Menurut Majid (2009:173) bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan belajar mengajar. Bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelahaan implementasi pembelajaran. Menurut Joni (dalam Widyartono, 2012:1) bahan ajar merupakan spesifikasi pengalaman belajar dalam bentuk penstrukturan kegiatan pembelajaran yang kaya dengan variasi sehingga dapat memberikan efek pengiring yang sama efeknya dengan pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran.
Untuk mencapainya, bahan ajar harus mencakup semua bahan, alat, dan cara yang ditata secara sistematis, mahasiswa/siswa tujuan tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas yang harus ditata secara sistematis bergantung kebutuhan siswa. Bahan tersebut bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar yang dihasilkan dapat berupa bahan cetak, audio, visual, audio visual, dan multi media. Majid (2009:174) menyatakan bahwa bentuk bahan ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi (1) bahan ajar cetak (printed) contohnya buku, modul, lembar kerja siswa; (2) bahan ajar dengar (audio) contohnya kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio; (3) bahan ajar pandang dengar (audio visual) contohnya video compact disk, film; dan (4) bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk interaktif.
Bahan ajar dapat dibedakan menjadi berbagai macam. Salah satunya adalah modul. Sebagai salah satu bahan ajar cetak, modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Dengan modul siswa dapat mencapai dan menyelesaikan bahan belajarnya dengan belajar secara individual.
Mengembangkan modul berarti mengajarkan suatu mata pelajaran melalui tulisan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang digunakan dalam mengembangkan modul sama dengan yang digunakan dalam pembelajaran biasa. Bedanya adalah, bahasa yang digunakan bersifat setengah formal dan setengah lisan, bukan bahasa buku teks yang bersifat sangat formal.
Ada tiga teknik yang dapat dipilih dalam menyusun modul. Ketiga teknik tersebut menurut Sungkono (2003:10), yaitu menulis sendiri, pengemasan kembali informasi, dan penataan informasi. Purwanto (2007:15) menjelaskan bahwa desain pengembangan modul terdiri dari: (1) tahap perencanaan;
(2) tahap penulisan; (3) tahap review, uji coba, dan revisi; dan (4) tahap finalisasi dan pencetakan.
6
b. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner, bahan ajar membaca indah yang digunakan oleh peserta didik adalah 100% menggunakan LKS. Sedangkan penggunaan bahan ajar membaca indah yang digunakan oleh guru adalah 10%
guru menggunakan secara terintegrasi beberapa bahan ajar berupa LKS, buku pelajaran, diktat, dan buku lainnya, 20%
Guru hanya menggunakan LKS saja, dan 70% Guru menggunakan LKS dikombinasikan dengan buku pelajaran.
Berdasarkan pengolahan data, skor rata-rata kebutuhan seluruh subjek penelitian peserta didik sebesar 63. Ini berarti peserta didik sangat perlu bahan ajar membaca indah berbentuk modul.
Sementara itu, rata-rata kebutuhan guru mencapai skor 58,4 sehingga berkategori sangat diperlukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik dan guru memerlukan bahan ajar membaca indah berbentuk modul.
Produk pengembangan dalam penelitian ini berupa bahan ajar membaca indah berbentuk modul yang dilengkapi dengan CD pembacaan puisi. Produk pengembangan ini telah melalui serangkaian proses dari analisis teroretis dan praktis, analisis kebutuhan peserta didik dan guru, serta telah dinilai oleh guru mata pelajaran. Selain itu, produk pengembangan tersebut telah dinilai oleh pakar pembelajaran bahasa dan sastra juga pakar kebahasaan dan kesastraan.
Berdasarkan proses panjang itu, modul membaca indah yang dihasilkan berkategori cukup dan perlu perbaikan sesuai dengan saran dari guru dan pakar.
Berdasarkan penilaian guru dan pakar modul membaca indah yang dihasilkan masih berkaegori cukup dan perlu perbaikan sesuai dengan saran dari guru dan pakar tersebut. Perbaikan yang dilakukan antara lain desain cover, petunjuk penggunaan modul untuk guru,
variasi ukuran huruf, ejaan, kalimat efektif, dan penjelasan untuk perbedaan pengertian konsep membaca indah dengan deklamasi puisi. Berdasarkan perbaikan tersebut, modul diuji cobakan kepada peserta didik. Uji coba tersebut dilakukan dengan pre-test dan post-test. Pre-test dilakukan untuk mengetahui hasil belajar membaca indah sebelum menggunakan modul dan post-test dilakukan untuk mengetahui hasil belajar membaca indah setelah menggunakan modul. Hasil pre- test diperoleh sebanyak 80% siswa belum mampu membaca indah dengan baik.
Sedangkan dari hasil post-test diperoleh sebanyak 80% siswa mampu membaca indah dengan baik setelah menggunakan modul Terampil Membaca Indah hasil pengembangan. Dari hasil uji coba tersebut memperoleh gambaran bahwa modul Terampil Membaca Indah layak dijadikan bahan ajar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Bahan ajar membaca indah yang digunakan oleh siswa dan guru didominasi olek LKS. Sebanyak 100%
siswa menggunakan LKS dan 70%
guru menggunakan LKS yang dikombinasikan dengan buku teks.
Berdasarkan tingkat kebutuhan guru dan siswa menyatakan bahwa sangat perlu bahan ajar membaca indah yang berbentuk modul dan dilengkapi dengan CD contoh pembacaan puisi.
2) Prototipe bahan ajar yang dihasilkan adalah modul membaca indah yang dilengkapi dengan CD contoh pembacaan puisi.
3) Berdasarkan penilaian guru & pakar, perbaikan produk pengembangan dilakukan pada desain cover, petunjuk penggunaan modul untuk guru, variasi ukuran huruf, ejaan, kalimat efektif,
7 dan penjelasan untuk perbedaan
pengertian konsep membaca indah dengan deklamasi puisi. Setelah modul tersebut diperbaiki sesuai saran guru dan pakar, maka modul tersebut diuji coba kepada siswa. Dari hasil uji coba tersebut dinyatakan bahwa modul membaca indah hasil pengembangan layak untuk dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran apresiasi puisi.
Daftar Pustaka
Aftarudin, Pesu. (1990). Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa.
Atmoko, Sigit Setyo. (2010).
Pengembangan Buku Pelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kesantunan Untuk Siswa SMP/MTs Kelas VII Semester 1 (Tesis).
Semarang: PPs Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Semarang.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asnimarwati. (2007). Kemampuan Memahami Makna Puisi Siswa Kelas 2 SMU Muhammadiyah 7 Malang Tahun Pelajaran 1996/1997 (Skripsi).
Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Borg, W.R. & Gall, M.D. (1983).
Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.
Depdiknas. (2003). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi SMP. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
_________. (2005). Pedoman Penulisan Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan.
__________. (2006). Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta : Pusat Perbukuan.
__________. (2008). Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK.
__________. (2009). Modul MGMP (Kesastraan). Jakarta: Dirjen PMPTK.
Dick, Walter & Lou Carey. (2001). The Systematic Design of Instruction.
New York: Longman.
Effendi, S. (2002). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Esten. (1995). Memahami Puisi. Bandung:
Angkasa.
Furchan, Arief. (2011). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamalik, Oemar. (2007). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Hakiim, Lukmanul. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV.
Wacana Prima.
Hernowo. (2005). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual. Bandung: MLC.
Indriyanti. (2010). Pengembangan Modul (Makalah disampaikan pada Pelatihan Pembuatan Modul bagi Guru SMP se-Surakarta). Surakarta:
LPPM Universitas Sebelas Maret.
Ismayanti. (2011). Pengembangan Media Pembelajaran Apresiasi Puisi Berbasis Multimedia Interaktif pada Siswa SMA (Skripsi). Malang:
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Johnson, E.B. (2001). Texbooks in the Kalediescope, A Critical Survey of Literature and Research on Educational Text. Tonsberg: Vestfold College.
Johnson, LouAnne. (2009). Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. Jakarta:
PT. Indeks.
Lemlit UNJ & Proyek Pembinaan Kurikulum Pusat Kurikulum
8
Balitbang Depdiknas. (2003). Bahan Ajar Bermuatan Imtaq dan Iptek untuk TK & RA-12. Jakarta: Lemlit UNJ
LPMP Jateng. (2006). Pengembangan Bahan Ajar. Semarang: LPMP Jateng.
Majid, Abdul. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mbulu & Suhartono. (2004).
Pengembangan Bahan Ajar. Malang:
Elang Mad.
Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
__________. (2009). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyati, Yeti. (2002). Pokok-Pokok Pikiran Tentang Penulisan Modul Bahan Ajar Dan Diklat (Makalah Disampaikan dalam Pendidikan dan Latihan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris bagi Widyaiswara BPG, PPPG, dan Instruktur, pada tanggal 15 s.d. 25 Juni 2002 di PPPG Jalan Gardu, Srengseng Sawah Jagaraksa, Jakarta Selatan). Jakarta: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Bahasa.
Mulyono, Pudji. (2001). Pedoman Penyusunan Modul (Makalah disampaikan pada Diskusi dengan Staf Pengajar Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Jurusan Sosek Faperta IPB pada tanggal 9 April 2001). Bogor: IPB.
Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Prendergast, M. (2002). Action research:
The improvement of student and
teacher learning.
http://educ.queensu.ca/ ar/reports/M P2002.htm
Purwanto, dkk. (2007). Pengembangan Modul. Jakarta: Depdiknas.
Rosalin, Elin. (2008). Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung:
PT. Karsa Mandiri Persada.
Rusyana, Y. & Maman Suryaman. (2003).
Pedoman Penulisan Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD, SMP, dan SMA. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Sanjaya, Wina. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Ber- basis Kompetensi. Jakarta: Kencana.
Santyasa, I Wayan. (2009). Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan Modul.( Makalah disajikan dalam Pelatihan Bagi Para Guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, Bali 12-14 Januari 2009).
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Saryono, Djoko. (2009). Dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Elmatera Publishing.
Sujadi. (2002). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung : Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2010).
Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sungkono, dkk. (2003). Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: FIP UNY.
Supriyadi. (2001). Pedoman Pengembangan Buku Pelajaran.
Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Susanti, Febilya. (2009). Pengembangan Bahan Ajar Membaca Indah Puisi bagi Siswa SMP Kelas VII Semester II. Skripsi. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
9 Susilana, Rudi & Cepi Riyana. (2009).
Media Pembelajaran. Bandung: CV.
Wacana Prima.
Tian Belawati, dkk. (2003).
Pengembangan Bahan Ajar . Jakarta:
Pusat Penerbitan UT.
Tim Puslitjaknov. (2008). Metode Penelitian dan Pengembangan.
Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian Dan Pengembangan Tomlison, Brian (ed). (1998). Material
Development in Language Teaching.
Cambridge: Cambridege University.
Trisnayati, Nunik. (2011). Kemampuan Membaca Indah Puisi Siswa Jurusan Bahasa Semester 2 SMAN I Talun (Skripsi). Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003.
Uno, Hamzah B. (2008). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar-Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Widijanto, Tjahjono. (2007). Pengajaran Sastra yang Menyenangkan.
Bandung: PT. Pribumi Mekar.
Widyartono, Didin. (2007).
Pengembangan Media Interaktif Berbasis Kompetensi untuk Pembelajaran Membaca Puisi (Skripsi). Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Wirasti, dkk. (2003). Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan UNY.
Wiyanto, Asul. (2005). Kesusastraan Sekolah. Jakarta: Grasindo.
W.S., Hassanuddin. (2002). Membaca dan Menilai Sajak. Bandung: Angkasa.
10
11 Rancang Bangun Animasi Film Kartun
Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan
sebagai Media Informasi dan Promosi Berbasis Adobe Flash Cs3 Iskandar, Panji Novantara, Tito Sugiharto
Dosen Universitas Kuningan
Abstrak
Film kartun yang ditayangkan setiap hari di stasiun televisi banyak disenangi oleh pemirsa, tidak hanya oleh anak-anak tetapi juga orang dewasa. Film kartun dapat juga dijadikan sebagai media promosi digital dan sebagai media informasi. Universitas Kuningan adalah sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pertama yang berdiri di Kabupaten Kuningan. Universitas Kuningan didirikan sebagai perwujudan dari idealisme komitmen Yayasan Sang Adipati Kuningan untuk terus menerus berkarya khususnya dalam bidang pendidikan.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk membuat sebuah rancangan media animasi berbentuk film kartun yang bertujuan sebagai media promosi dan informasi tentang keberadaan Universitas Kuningan. Dalam proses pembuatannya dilakukan dalam empat tahapan, yaitu: pengembangan, pra produksi, produksi, dan pasca produksi
Kata kunci Film kartun, Universitas Kuningan, pra produksi, produksi, pasca produksi.
Pendahuluan
Penggunaan komputer untuk menghasilkan kartun yang profesional sudah diawali dengan kartun-kartun yang dibuat di Hollywood, Amerika Serikat. Di Indonesia, keberadaan film kartun masih didominasi oleh pihak asing seperti Jepang, Autralia dan Amerika. Saat ini, di Indonesia juga sudah mulai bermunculan forum-forum yang membahas tentang animasi kartun dan beberapa perusahaan yang memfokuskan diri dibidang animasi kartun. Akan tetapi jumlah perusahaan pembuat film kartun di Indonesia masih sedikit sekali.
Film kartun yang ditayangkan setiap hari di stasiun televisi banyak disenangi oleh pemirsa, tidak hanya oleh anak-anak tetapi juga orang dewasa. Hal ini dikarenakan film kartun dapat menampung segala daya imajinasi manusia didalamnya. Manusia pada dasarnya
mempunyai sifat ingin bebas berekspresi dan tidak mau dibatasi oleh apapun seperti yang ditemui pada kehidupan sehari- harinya.
Film kartun dapat juga dijadikan sebagai media promosi digital dan sebagai media informasi. Universitas Kuningan adalah sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pertama yang berdiri di Kabupaten Kuningan. Universitas Kuningan didirikan sebagai perwujudan dari idealisme komitmen Yayasan Sang Adipati Kuningan untuk terus menerus berkarya khususnya dalam bidang pendidikan.
Secara umum rumusan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Belum terdapatnya suatu media informasi dan promosi berbasis multimedia untuk memperkenalkan Universitas Kuningan.
12
2. Proses pembuatan animasi film kartun mulai dari tahap pengembangan, pra produksi, produksi dan pasca produksi sulit untuk dirancang dan dibuat.
Pada penelitian ini dibahas mengenai bagaimana merancang film kartun
“Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan sebagai media informasi dan promosi” secara bertahap mulai dari tahap pengembangan, pra produksi, produksi dan pasca produksi. Selain itu, dibahas juga mengenai bagaimana merancang aplikasi yang dapat menarik dan menggugah.
Ruang lingkup pemanfaatan teknologi komputer, khususnya teknologi multimedia sangat luas. Oleh karena itu, untuk lebih memudahkan penyusunan Proposal ini dan untuk memfokuskan pembahasan, dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup yang lebih sempit yaitu :
1. Aplikasi ini berupa multimedia 2D ( dua dimensi ) dibuat dengan software Adobe Flash CS3.
2. Menganalisa cerita film kartun dan merancang film kartun mulai dari tahap pengembangan, pra produksi, dan pasca produksi.
3. Film kartun ini berdurasi minimal 5 menit maksimal 10 menit.
Film kartun ini membahas tentang sejarah berdirinya Universitas Kuningan dan perkembangan kemajuannya.
Adapun tujuan penelitian dari perancangan animasi multimedia interaktif ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat merancang film kartun 2D yang efektif.
2. Sebagai media alternatif untuk menginformasikan atau mengingatkan sejarah dan perkembangan Universitas Kuningan.
3. Sebagai media promosi menarik Universitas Kuningan berbentuk film animasi kartun 2D.
4. Menambah pengalaman secara langsung melalui perancangan suatu proyek multimedia film kartun.
Istilah multimedia berasal dari teater, bukan komputer. Pertunjukan yang memanfaatkan lebih dari satu medium sering kali disebut pertunjukan multimedia. Sistem multimedia dimulai pada akhir 1980-an dengan diperkenalkannya Hypercard oleh Apple pada tahun 1987, dan pengumuman oleh IBM pada tahun 1989 mengenai perangkat lunak Audio Visual Connection ( AVC ) dan Video Adhapter Card. 1.
Multimedia menurut etimologinya berasal dari kata multi yang berarti banyak dan dari kata media yang berarti sarana komunikasi untuk memberikan informasi.
Multimedia juga merupakan suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan alat-alat lain seperti : televisi, monitor, video, dan sistem piringan optik yang dimaksudkan untuk menghasilkan penyajian audio visual penuh.
Multimedia mempunyai peranan yang sangat penting karena saat ini multimedia dijadikan salah satu alat untuk bersaing di era globalisasi ini. Di samping itu pada abad 21 ini multimedia akan menjadi ketrampilan dasar yang sama pentingnya dengan ketrampilan membaca.
Animasi adalah memberi arti
“menghidupkan” suatu benda atau obyek yang seolah-olah bergerak hidup sehingga dapat dinikmati dan dirasakan, adegan dalam menggerakkan wayang dalam seni wayang kulit merupakan cikal bakal animasi sehingga animasi modern merupakan salah satu unsur penunjang yang sangat penting dalam memproduksi sebuah aplikasi multimedia. Prinsip dasar animasi adalah menjalankan gambar-
1 M.Suyanto, 2003. Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, Andi Offset, halaman 20
13 gambar yang terlihat frame per frame
secara berangkaian dan hampir bersamaan, sehingga terlihat seolah gambar tersebut bergerak. 2
Sebuah karya film kartun tidak akan terlihat bagus jika cerita yang disuguhkan dalam film tersebut juga tidak menarik.
Untuk membuat cerita yang bagus sangat diperlukan struktur cerita yang jelas.
Cerita tersebut harus memiliki awalan, nilai tengah, dan akhir cerita yang sering disebut babak.
Syarat menjadi seorang penulis tidaklah sulit tapi tidak cukup hanya dengan menulis sebuah cerita. Hal paling penting yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara kita memunculkan ide atau gagasan kemudian baru menuliskannya. Setiap orang pastilah mempunyai cara masing-masing dalam mencari ide.
Ide merupakan hal yang mendasar untuk mengembangkan sebuah karya film animasi. Ide dapat diinspirasikan dari berbagai hal, misalnya pengalaman pribadi, legenda, cerita rakyat, mitos, kehidupan sehari-hari, pendidikan, perjalanan dan lain sebagainya.
Setelah semua ide terkumpul, maka langkah berikutnya adalah menentukan tema sebuah cerita. Tema pada sebuah film biasanya mengerucut pada satu kata.
Tema dari sebuah film bisa beragam dan berbeda-beda, misalnya kepahlawanan, perjuangan, petualangan, cinta, pendidikan, dan masih banyak tema-tema lainnya.
Dalam film kartun “SEJARAH DAN
KEMAJUAN UNIVERSITAS
KUNINGAN“ ini penulis mengambil tema pokok tentang “promosi“. Dengan tema yang jelas maka alur cerita bisa disusun dengan mudah. Film kartun ini
2 Hariyanto, Seminar Animasi dan Kartun, Bening Animasi, AMIKOM tanggal 26 Mei 2002
mengambil tema “promosi“ karena, dengan promosi yang baik dan tepat maka pesan yang akan disampaikan akan diterima dengan baik.
Sebelum menulis cerita, diperlukan inti cerita. Sebuah logline merupakan plot yang dituangkan dalam sedikit mungkin kata-kata yang digunakan. Sedangkan Plot adalah sesuatu yang lebih tinggi dan kompleks daripada cerita, mengandung unsur misteri, untuk dapat memahaminya harus ada unsur intelgensia dan kejelasan antar peristiwa yang dikisahkannya.
Sebuah cerita biasanya dimulai dengan dua buah kata yaitu ”Bagaimana jika?” dan untuk membangun cerita tersebut ditambahkan dua kata lagi ”Dan kemudian”. Contohnya, logline dari cerita film kartun ” SEJARAH DAN
KEMAJUAN UNIVERSITAS
KUNINGAN” ini adalah ”Bagaimana jika di Kabupaten Kuningan tidak ada Universitas Kuningan dan kemudian bagaimana masyarakat Kuningan dapat memperoleh pendidikan yang lebih tinggi”.
Setelah logline ditemukan, hal berikutnya yang dilakukan adalah menulis sinopsisnya. Sinopsis merupakan gambaran keseluruhan cerita kasar dari cerita film. Untuk mengembangkan cerita, ada 7 pertanyaan dasar yang harus dijawab, yaitu :
1. Siapakah tokoh utamanya?
Olga.
2. Apa yang diinginkan / didambakan tokoh utama?
Olga memiliki keinginan untuk masuk ke perguruan tinggi yang bagus.
3. Siapa / apa yang menghalangi tokoh utama untuk mendapatkan yang diinginkannya?
Sahabat-sahabatnya yang belum meyakini bahwa Universitas Kuningan adalah perguruan tinggi yang bagus dan berkualitas.
14
4. Bagaimana pada akhirnya tokoh utama berhasil mencapai apa yang dicita-citakannya dengan cara yang luar biasa, menarik, dan unik?
Dengan penjelasan dan pendekatan yang baik dari Bapak Rektor akhirnya olga dan teman-temannya tertarik untuk masuk ke perguruan tinggi Universitas Kuningan.
5. Apa yang ingin Anda sampaikan dengan mengakhiri cerita seperti ini?
Penjelasan dan pendekatan yang baik dalam menyampaikan suatu informasi akan lebih berhasil dalam mempromosikan suatu Universitas.
6. Bagaimana Anda mengisahkan cerita Anda?
Dengan sudut pandang orang ketiga, beberapa cerita flashback, dengan kekuatan musik, dan kekuatan doa.
7. Bagaimana tokoh utama dan tokoh- tokoh pendukung lain mengalami perubahan dalam cerita ini?
Olga dan teman-temannya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke Universitas Kuningan setelah mendapat ajakan dari chelsea dan penjelasan dari pak Rektor.
Diagram scene secara umum terdiri dari 3 (tiga) babak, yaitu Awal (25%), Tengah (50%), Akhir (25%). Sebuah babak dalam cerita memiliki sasaran atau ketentuan guna memperjelas cerita dengan urutan yang jelas dan menarik.
Gambar 1. Diagram Scene Film Kartun Pengenalan Universitas Kuningan
15 Penulisan skenario dikerjakan oleh
seorang scriptwriter, ditulis dengan gaya penulisan yang berbeda dengan naskah.
Skenario berguna dalam memastikan pengambilan adegan, aksi tokoh, dialog antar tokoh-tokohnya, hingga suara-suara yang diinginkan dalam film, baik suara berupa efek, maupun berupa musik ilustrasi.
Dalam film nyata pengambilan gambar dapat diambil dengan mudah oleh kameraman dengan menggunakan kamera video. Sutradara dapat mengambil posisi dan sudut pandang tiap adegan tanpa kesulitan berarti. Sedangkan dalam film kartun, pengambilan gambar direncanakan dengan menggunakan imajinasi terlebih dahulu, membayangkan sudut pandang yang pas dan enak dilihat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat keras yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Perangkat Keras Perangkat
Keras Nama
Notebook ASUS I3-370M Smartphone Samsung Galaxy Tab
VGA Nvidia GeForce 310 VRAM
Perangkat lunak yang digunakan terdiri dari perangkat lunak pengembangan aplikasi dan perangkat lunak pendukung aplikasi. Gambaran lengkap perangkat lunak yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Tabel Perangkat Lunak Pengembangan dan Pendukung
Perangkat Lunak Nama Jenis
Pembuatan Animasi Adobe Flash Perangkat Lunak
Pengembangan
Editing Suara Adobe Audition Perangkat Lunak
Pengembangan
Pembuatan Background Adobe Photoshop Perangkat Lunak Pengembangan
Rendering Adobe Affter Effecr Perangkat Lunak
Pendukung
Sistem Operasi Windows 7 Perangkat Lunak
Pendukung
Dalam penelitian ini dibuat sebuah flowchrat untuk menggambarkan jalan penelitian. Dengan adanya flowchart proses penelitian dapat berjalan menurut waktu dan jadwal yang telah
direncanakan. Dengan adanya flowchart diharapkan hasil penelitian menjadi lebih baik juga. Jalan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
16
Mulai
Identifikasi Masalah
Analisis Kebutuhan
Analisis Kebutuhan Lengkap
Merancang Business Modeling
Melakukan Analysis&Design
Melakukan Implementasi
Melakukan Test
Melakukan Deployment
Melakukan Konfigurasi
Selesai
Gambar 2. Flowchart Penelitian Pembahasan
Dalam tahap mendefinisikan masalah ini, maksud dan tujuannya adalah menggali dan mengembangkan ilmu dalam bidang multimedia perancangan animasi film kartun.
Masalah yang dihadapi adalah :
“ Bagaimana langkah-langkah dalam membuat film animasi kartun SEJARAH
DAN KEMAJUAN UNIVERSITAS KUNINGAN agar lebih tersusun dan berurut? “
Pemecahan masalah :
Untuk mengatasi hal tersebut penulis mencoba membuat film animasi kartun
SEJARAH DAN KEMAJUAN
UNIVERSITAS KUNINGAN dimulai dengan beberapa langkah-langkah yang
17 praktis dalam upaya membuat film kartun
yang sederhana dan menarik, yaitu mulai dari pembuatan karakter, storyboard, pewarnaan, pengeditan, pengisian suara, sampai pada proses rendering.
Konsep penyusunan langkah-langkah dalam membuat film animasi kartun
SEJARAH DAN KEMAJUAN
UNIVERSITAS KUNINGAN ini adalah untuk memberikan alternatif cara dalam membuat sebuah film animasi kartun yang menarik.
Pembuatan film animasi kartun
SEJARAH DAN KEMAJUAN
UNIVERSITAS KUNINGAN
memadukan unsur penting yaitu cerita dan animasi. Banyak sekali cerita berupa legenda, mitos atau hanya sebuah cerita dari sepenggal peristiwa. Sebuah peristiwa dapat diceritakan atau digambarkan melalui kalimat-kalimat yang tersusun dan membentuk sebuah gambar peristiwa tersebut.
18
Tahap- tahap pembuatan film kartun SEJARAH DAN KEMAJUAN UNIVERSITAS
KUNINGAN :3
Gambar 3. Tahap-tahap pembuatan film kartun Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan
3 MSV Animation, 2006 Modul animasi kartun. Yogyakarta : STMIK AMIKOM, halaman 4 Project Film
RISET DAN PENGUMPULAN DATA
Menentukan tema cerita tujuan cerita
Membuat sinopsis dan skrip
Memunculkan karakter sifat-sifat dan ciri
Pengumpulan dokumentasi
Peta lokasi
Standard properti dan vegetasi
Membuat workbook
PRA PRODUKSI
Membuat standard karakter tokoh
Membuat standard warna
Standard properti
Membuat layout dari film itu
Storyboard
PRODUKSI
Membuat gambar key
Menentukan timing
Membuat gambar inbetween
Proses clean up
Pembuatan background
POST PRODUKSI
Gambar scan
Clean up dan Pewarnaan
Editing dan Dubbing
Composing
19 Setelah kita mengidentifikasi masalah
dan merancang konsep selanjutnya kita akan merancang isi dari proses pembuatan film animasi kartun ini. Proses pembuatan pertama yang dilakukan adalah proses Pra Produksi. Dalam proses Pra Produksi ini kita akan membuat desain karakter, desain standar properti dan vegetasi, merancang warna tokoh karakter, menyusun standar tokoh karakter, membuat layout, membuat storyboard, dan melakukan analisis biaya manfaat.
Untuk membuat sebuah cerita tidak terlepas adanya tokoh atau peran yang akan dimainkan, dalam hal ini kita harus membuat atau menggambar karakter yang akan kita masukan dalam cerita atau film kartun Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan ini.
Membuat desain karakter berarti merancang tokoh-tokoh animasi dengan karakter yang digambarkan dalam naskah.
Untuk mendesain karakter, awali sketsa kasar dengan berimajinasi, kemudian lengkapi dengan berbagai action dari karakter tersebut.
a. Karakter Putih (White Character) Karakter putih adalah karakter yang memiliki sifat dan budi pekerti yang baik, senang menolong sesama, dan tidak pernah melakukan hal-hal yang bersifat negatif, contohnya : Abdan (Petualangan Abdan), Biksu Tong sam Cong (Sun Go Kong), Sun Go Ku (Dragon Ball), Astro (astro Boy).
b. Karakter Hitam (Black Character) Karakter hitam adalah karakter yang memiliki sifat jahat dan suka membuat onar dengan tokoh lain di dalam cerita.
Umumnya karakter ini merupakan musuh sang tokoh utama di dalam cerita, contohnya : Magneto (X-Men), Venom (Spiderman).
c. Karakter Abu-abu (Gray Character) Karakter abu-abu adalah karakter yang memiliki sifat campuran antara baik, nakal dan jahat. Seperti : Sun Go Kong
(Sun Go Kong), Hulk (Hulk), Squidward (Spongebob Squarepants).
1. Karakter Utama
Karakter utama merupakan orang yang pertama dalam cerita, dan biasanya mendapatkan porsi tampil yang lebih banyak dari karakter lain. Merekalah satu- satunya yang berperan sepanjang cerita, bertugas menjalankan cerita yang sedang berlangsung. Contoh : Inuyasha, Shinchan, Abdan, Doraemon, Conan.
Gambar 4. Karakter Utama 2. Karakter Pendukung dan Karakter
Figuran
Karakter pendukung adalah karakter yang sering mendampingi karakter utama di dalam cerita yang disajikan. Contoh Shizuka (Doraemon), Bapak Rektor Universitas Kuningan (Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan).
Gambar 5. Karakter Pendukung
20
Sedangkan Karakter figuran adalah karakter yang sering dijadikan sebagai latar belakang Scene yang sedang berjalan.
Contoh : karakter figuran berperan sebagai seorang karyawan Universitas Kuningan yang mendukung promosi, kemudian setelah itu si karyawan tidak muncul lagi di alur cerita.
Gambar 6. Karakter Figuran Desain standar properti adalah perlengkapan pendukung pada tokoh- tokoh dalam film animasi kartun yang dibuat seperti : tas, pakaian yang dikenakan, kendaraan dan sebagainya yang bersangkutan dengan tokoh-tokoh tersebut, termasuk desain tempat dan gambaran benda-benda lainnya. Sementara itu, vegetasi menentukan keadaan di sekitarnya yang meliputi rumput yang ada serta tumbuhan lain yang disesuaikan dengan keadaan daerah yang diceritakan.4
4 MSV Animation, 2006 Modul perancangan film kartun. Yogyakarta : STMIK AMIKOM
Gambar 7. Gambar contoh desain standar properti dan vegetasi
Rancangan warna pada tokoh-tokoh kartun disertai dengan standar propertimya. Menentukan warna adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dengan membayangkan visual bentuk jadinya pada saat film tersebut jadi.
Hal itu perlu dilakukan karena terkadang kita menentukan salah satu warna pada karakter yang tidak sesuai dengan properti lain, bahkan backgroundnya. Contohnya, jika karakter tersebut memakai baju yang berwarna merah muda, maka akan disesuaikan dengan properti lainnya seperti dasi dan celana.
Gambar 8. Tokoh-tokoh karakter film kartun Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan setelah diberi warna
Layout digunakan untuk menggambarkan hasil jadi dari visual film
21 tersebut. Dengan adanya bantuan layout
seorang animator dan pembuat background diharapkan realisasi animasinya tidak melenceng jauh dari harapan karena layout ini harus digambar menggunakan warna aslinya. Layout juga sama dengan sebuah lukisan realis sehingga sekali melihat layout tersebut maka seorang animator akan paham karena layout merupakan cuplikan dari sebuah adegan.
Gambar 9. Tampilan Cuplikan Adegan Film Kartun
Storyboard adalah terjemahan berupa gambar cerita dari naskah yang sudah dibuat. Storyboard memberikan kehidupan (nyawa) bagi script mengenai bagaimana sebuah cerita akan berjalan dan mudah dipahami. Storyboard akan memperlihatkan setiap adegan/scene
dalam beberapa angel kamera kepada semua orang.
Storyboard yang berurutan dan sesuai dengan jalan cerita, sangat baik untuk menjadikan sebuah animasi film kartun menjadi sebuah film yang bagus, sebab sebelum mulai ke hal penganimasian, sudah ada penggambaran jalan cerita atau bisa disebut sebagai pedoman pembuatan animasi.
Mengapa harus membuat storyboard?
a) Pembuatan storyboard harus dilakukan jika pembuatan animasi dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari banyak orang atau minimal dua orang. Hal ini dilakukan karena untuk memahami alur cerita yang akan dianimasikan tidak semua orang bisa mengerti hanya dengan tulisan saja, tetapi dengan bantuan visual (gambar) orang lain akan mengerti isi cerita yang akan dianimasikan.
b) Storyboard harus dibuat jika kita sendiri kurang mampu dalam mengingat suatu ide cerita, karena storyboard juga berfungsi sebagai pengingat atau pedoman dalam membuat sebuah animasi cerita.
c) Storyboard harus dibuat untuk mempermudah pembacaan isi cerita, karena storyboard menggambarkan isi cerita secara visual (menggunakan gambar-gambar) seperti komik.
22
Gambar 10. Storyboard Film Kartun Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan Proses produksi dimulai dari tahap
pembautan gambar key. Gambar key adalah sebuah awal dari bentuk animasi dalam frame sebagai patokan oleh animator untuk meneruskan sebuah adegan dan gerakan. Disamping menyelesaikan key animasi seorang key animator biasanya juga memiliki kemampuan untuk menghitung timing (namun tidak harus).
Inbetween adalah animasi yang sudah diselesaikan oleh inbetween animator dari panduan yang sudah diselesaikan oleh key animator. I Betweener bertugas meneruskan frame-frame yang telah dibuat oleh seorang key animator.
Dibutuhkan keahlian gambar sekaligus kecepatan menggambar. Dalam waktu sehari, seorang In Between profesional mampu menyelesaikan 3 cut. 1 cut rata-rata 2 sampai 7 detik sehingga rata-rata gambar yang harus diselesaikan key dan in between dalam 1 hari, jika menggunakan 25 frame per second, adalah 25 x 2 = 50 hingga 25 x 7 = 175 gambar.
Ada 2 macam inbetween di dalam pembuatan film animasi kartun SEJARAH DAN KEMAJUAN UNIVERSITAS KUNINGAN ini, yaitu :
1. Unlimited : yaitu animasi yang digambarkan dan digerakan secara utuh dalam 1 atau lebih pada suatu karakter.
23 Gambar 11. Inbetween Unlimited
Inbetween digambar menurut panduan Time Mapping dari key dengan langkah tracing frame by frame, seperti halnya teknik seluloid pada roll film negetive.
2. Limited : yaitu animasi yang digambar terbatas pada gerakan tertentu.
Tujuannya untuk mengurangi beban yang tidak perlu.
Gambar 12. Animasi Limited
Proses Cleaning disebut juga Proses Inker, gambar yang telah diselesaikan oleh Inbetweener menggunakan Pensil 2B akan ditracing ulang menggunakan Drawing Pen untuk mendapatkan outline yang lebih tegas.
Background merupakan lokasi dan setting di mana animasi itu berada.
Background dapat dibuat secara sederhana atau kompleks sesuai dengan kebutuhan.
Background yang baik harus memperhatikan detail, termasuk perspektif dan lighting yang disesuaikan dengan situasi pada adegan film terutama untuk film layar lebar.
Pembuatan background bisa dilakukan menggunakan cara analog dengan kertas dan cat air atau langsung dengan komputer secara digital menggunakan software grafis, seperti Adobe Photoshop. Pembuatan background pada film kartun Sejarah dan Kemajuan Universitas Kuningan ini menggunakan cara digital painting dengan menggunakan software Adobe Photoshop.
Secara teknis, bakground sebagai setting dikelompokan menjadi dua, yaitu background (sebagai latar belakang) dan foreground (sebagai latar depan). Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan background adalah arah cahaya datang, suasana alam (pagi, siang, sore, malam, hujan, mendung, cerah dan sebagainya), dan apakah adegan akan dilaksanakan di dalam ruangan atau di luar ruangan.
Background dibuat dalam resolusi yang tinggi sesuai kebutuhan. Pembuatan background berpedoman pada storyboard atau sesuai arahan sutradara, terutama pada hal-hal yang berhubungan dengan pergerakan kamera. Apakah Pan, Track, Cut, atau Zoom.
Pembuatan background pada film kartun SEJARAH DAN KEMAJUAN UNIVERSITAS KUNINGAN ini dikerjakan dengan beberapa cara, yaitu : menggambar langsung di kertas kemudian discan, membuat background di Adobe Flash CS3, menggunakan Adobe Photoshop CS3.
Proses pasca produksi adalah proses akhir dalam pembuatan penelitian ini.
Dalam sebuah proyek pembuatan animasi atau kartun, proses pewarnaan adalah salah satu langkah yang termasuk penting dan spesifik di dalamnya. Pewarnaan menjadi penting agar untuk memberi
24
kesan hidup dan artistic. Di samping itu selain background , coloring atau pewarnaan menjadi sebuah aspek yang sangat penting untuk memperindah suasana. Tanpa adanya coloring atau pewarnaan, sebuah animasi akan terasa hambar.
Pewarnaan dibagi menjadi 2 jenis menurut jenis softwarenya yaitu pewarnaan dengan menggunakan software Adobe Photoshop dan pewarnaan dengan menggunakan software Flash.
Dalam pengerjaan proyek film kartun
SEJARAH DAN KEMAJUAN
UNIVERSITAS KUNINGAN ini software yang digunakan adalah software untuk mewarnai objek animasi. Adapun keistimewaan menggunakan Flash adalah karena pada Flash terdapat timeline sebagai panduan gerak, onion skin untuk menyamakan peletakan bayangan, edit multiple frames untuk menyamakan skala
dan rotasi secara bersamaan, serta tool- tool yang mempermudah kita dalam mewarnai. Selain itu dalam menggunakan Flash ini objek akan diubah ke dalam format vector sehingga lebih detail dalam kita memberi warna.
Adapun langkah-langkah
pewarnaanya adalah sebagai berikut : 1. Importing Image
Importing image adalah mengimport image yang telah di scan dari Adobe Photoshop dengan format gambar (*.Bmp,
*.Jpeg) dari folder untuk dimanipulasi dalam Flash. Dalam stage berukuran 768 x 576 pixels. Caranya mengimport adalah kita mengambil file gambar yang telah discan dari Photoshop dengan mengklik ctrl+r. Kemudian setelah file dipilih, kemudian klik tombol Open yang ada di sisi kanan bawah seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 13. Import gambar 2. Scalling
Setelah gambar kita masukkan ke stage, kemudian (semua) gambar/image tadi jadikan dalam satu skala. Caranya
adalah dengan mengklik tombol “edit multiple frames” , setelah itu drag timeline-nya hingga mencakup semua image atau gambar yang telah kita
25 letakkan di stage. Setelah itu klik ctrl+T
untuk mengeluarkan tools Transform dan klik ctrl+K untuk mengeluarkan tools Align. Pada tools transform kita tandai kotak pada constrain, kemudian ubah 100% yang telah tertera menjadi 33%.
Sedangkan pada tools align, kita klik pada Align/Distribute to Stage, Align Vertical Center dan Align Horizontal Center sehingga image akan berada benar-benar pada tengah stage.
Gambar 14. Transform dan Align Tools
3. Tracing
Mengubah gambar image bitmap atau jpg menjadi vector sehingga akan lebih mudah untuk dimanipulasi dalam Flash.
Disini kita menggunakan ukuran color threshold 100 % dan minimum area 8 pixels.
Caranya adalah pertama, setelah image selesai di scaling maka kemudian klik pada image kemudian klik menu Modify – Bitmap – Trace Bitmap , atau bisa juga dengan mengklik Alt+M+B+B.
Setelah keluar tampilan menu Tracing bitmap, kemudian buat ukuran untuk Color threshold menjadi 100% dan Minimum Area-nya 8 pixels. Kemudian klik tombol OK untuk memulai proses
tracing. Seperti penjelasan pada gambar di bawah.
Gambar 15. Menampilkan Trace Bitmap Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dalam penulisan hasil penelitian ini adalah :
1) Berhasil dibuatnya sebuah media informasi mengenai Universitas Kuningan berbasis multimedia yang menarik dan menghibur.
2) Dalam pembuatan animasi multimedia ini dibuat dengan menggunakan flash ( dua dimensi ) diperlukan tahapan- tahapan yang menjadi tolak ukur terselesaikannya aplikasi animasi ini.
Terdapat 4 tahapan dalam pembuatan aplikasi animasi ini, yaitu sebagai berikut :
Pengembangan, meliputi : 1) Menentukan ide cerita 2) Menentukan tema cerita 3) Membuat logline 4) Membuat sinopsis
5) Merancang diagram scene 6) Pengembangan karakter 7) Membuat naskah cerita Pra produksi, meliputi :
1) Membuat desain karakter
2) Merancang standar warna tokoh karakter
3) Membuat standar properti dan vegetasi
4) Menyusun standar karakter 5) Membuat Layout
6) Membuat Storyboard
26
Produksi, meliputi :
1) Membuat gambar key 2) Membuat gambar inbetween 3) Inker ( cleaning )
4) Membuat background Pasca Produksi, meliputi :
1) Pewarnaan 2) Editing 3) Dubbing 4) Rendering
Daftar Pustaka
Amir F. Sofyan, 2005. Modul Multimedia. Yogyakarta : STMIK AMIKOM Yogyakarta.
Amir F. Sofyan, 2006. Modul Multimedia TI. Yogyakarta : STMIK AMIKOM Yogyakarta.
M. Suyanto, 2003. Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing.
Yogyakarta : Andi Offset.
M. Suyanto, 2004. Analisis dan Desain Aplikasi Multimedia Untuk Pemasaran. Yogyakarta : Andi Offset.
M. Suyanto, 2006. Merancang Film Kartun Kelas Dunia. Yogyakarta : Andi Offset.
MSV Animation. Modul Perancangan Film Kartun. Yogyakarta : STMIK AMIKOM Yogyakarta.
Moh. Rifai. Risalah Tuntunan shalat Lengkap. Semarang :CV Toha Putra
27 Pengembangan Model Pendidikan Keaksaraan
Berbasis Kearifan Lokal di Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan
Ida Hamidah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kuningan
Abstrak
Penelitian ini didasari fakta bahwa pembelajaran pada program pendidikan keaksaraan fungsional dasar belum dapat meningkatkan kemampuan membaca warga belajar secara optimal. Permasalahannya adalah rendahnya kemampuan membaca permulaan warga belajar dan perangkat pembelajaran belum sesuai dengan kebutuhan warga belajar. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran keaksaraan dasar berbasis kearifan lokal guna meningkatkan kemampuan membaca permulaan warga belajar. Penelitian dan pengembangan model pembelajaran mendeskripsikan kondisi penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar di Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan dengan menggunakan metodologi penelitian dan pengembangan (Research & Development). Temuan hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) sebelum dilakukan pengembangan model pembelajaran keaksaraan berbasis kearifan lokal, kondisi warga belajar belum mampu membaca, (2) pengembangan model pembelajaran keaksaraan dasar berbasis kearifan lokal secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan membaca warga belajar. Kearifan lokal dapat dikembangkan dengan pengembangan materi belajar keaksaraan sesuai kearifan yang dimiliki daerah setempat. Berdasarkan temuan tersebut disimpulkan, pengembangan pendidikan keaksaraan berbasis kearifan lokal terbukti efektif mampu meningkatkan kemampuan membaca warga belajar. Direkomendaskan kepada penyelenggara dan tutor keaksaraan dasar agar menjadikan pengembangan model ini sebagai alternatif dalam pembelajaran membaca permulaan pada keaksaraan fungsional.
Kata kunci: Model, Keaksaraan, Kearifan Lokal
Pendahuluan
Persoalan keaksaraan ini berbeda-beda pada setiap provinsi yang ada di Indonesia, termasuk Jawa Barat.
Berdasarkan booklet Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, melek huruf Jawa Barat berada pada angka 96,18%. Itu artinya ada 3,82% penduduk Jawa Barat yang masih buta aksara. Jumlah penduduk buta aksara tersebut tersebar di kabupaten-kabupaten yang ada di Jawa Barat. Kabupaten Kuningan merupakan salah satu kabupaten
yang jumlah penduduk buta aksaranya tergolong tinggi dan termasuk ke dalam tujuh besar kota/kabupaten dengan jumlah penduduk buta aksara terbesar. Pada tahun 2011, tercatat ada 65.377 penduduk di Kabupaten Kuningan yang masih buta aksara.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dirancang pengembangan model pendidikan keaksaraan berbasis nilai kearifan lokal. Model yang dirancang dispesifikkan bagi pendidikan keaksaraan tingkat dasar dalam pembelajaran
28
membaca permulaan. Nilai kearifan lokal perlu digali secara serius agar pendidikan keaksaraan tepat sasaran, karena orang akan lebih semangat belajar supaya dirinya melek aksara jika perangkat pembelajaran yang dibuat dekat dengan nilai yang ada dengan diri dan masyarakat tempat ia tinggal.
Teori dan konsep yang digunakan pada pengembangan model pendidikan keaksaraan berbasis kearifan lokal ini meliputi: (1) membaca permulaan, (2) pendidikan keaksaraan fungsional, (3) kearifan lokal, (4) model pembelajaran, dan (5) pemilihan model rancangan pengembangan.
Berdasarkan cakupan masalah penelitian di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan keaksaraan di Kabupaten Kuningan?; (2) Bagaimanakah profil kemampuan membaca permulaan warga belajar pendidikan keaksaraan di Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan sebelum dilakukan pengembangan model?; (3) Bagaimanakah rancangan model awal/hipotetik pembelajaran membaca permulaan di Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan?; (4) Bagaimanakah profil kemampuan membaca permulaan warga belajar melalui model pendidikan keaksaraan berbasis kearifan lokal?; (5) Bagaimanakah proses pengembangan dan perbaikan model pendidikan keaksaraan berbasis kearifan lokal?; dan (6) Bagaimanakah efektivitas model pendidikan keaksaraan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Kuningan?
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran penyelenggaraan pendidikan keaksaraan ditinjau dari penyelenggara, sasaran, materi, dan metode pendidikan keaksaraan yang diselenggarakan di Kabupaten Kuningan, memperoleh gambaran
mengenai rancangan model awal/hipotetik pembelajaran keaksaraan di Kabupaten Kuningan, mengetahui profil kemampuan membaca permulaan warga belajar pendidikan keaksaraan di Kabupaten Kuningan, dan mengetahui efektivitas model pendidikan keaksaraan berbasis nilai kearifan lokal di Kabupaten Kuningan.
Metode Penelitian
Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan metode Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) menurut Borg dan Gall (2003: 270), yakni
“educational research and development is a process to develop and validate aducational product”. Borg dan Gall (2003: 270) mengemukakan 10 langkah dalam penelitian dan pengembangan.
Menimbang keterbatasan peneliti, baik dari segi waktu maupun kemampuan yang ada, langkah-langkah dalam penelitian ini disederhanakan menjadi tiga langkah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata (2006: 190) yang mengatakan bahwa sepuluh langkah penelitian dan pengembangan yang dikemukakan Borg dan Gall tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga langkah, yakni: (1) studi pendahuluan meliputi studi literatur, studi lapangan, dan penyusunan draft awal produk, (2) pemberlakuan model, dan (3) atau validasi produk melalui kegiatan pemberlakuan dan kegiatan sosialisasi produk.
Hasil dan Pembahasan
a. Deskripsi Penyelenggaraan Pendidikan Kekasaraan di Kabupaten Kuningan
Data mengenai penduduk buta aksara di Kabupaten Kuningan berbeda-beda antara data Badan Pusat Statistik dan data yang ada pada Dinas Pendidikan Pemuda
29 dan Olah Raga Kabupaten Kuningan.
Berdasarkan Data Pusat Statistik tahun 2011, penduduk buta aksara di Kabupaten Kuningan berjumlah 65.377 orang. Jumlah tersebut cukup jauh berbeda dengan data yang diberikan Kepala Seksi Kemasyarakatan, Kursus, dan Kelembagaan yakni 2.585 orang.
Masyarakat buta aksara tersebut berusia 15 tahun ke atas.
Ketika penelitian ini berlangsung, penyelenggaraan pendidikan keaksaraan baru dilaksanakan oleh Muslimat Nahdlatul Ulama yang bekerja sama
dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan. Oleh karena itu, penulis mengadakan penelitian dengan bekerja sama dengan Muslimat Nahdlatul Ulama.
Lokasi penelitian tersebut yakni di Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan. Warga belajar keaksaraan dasar di Desa Silebu berjumlah 20 orang yang terdiri atas 13 perempuan dan 7 laki-laki.
Untuk penyelenggaraan pendidikan keaksaraan di PKBM Desa Silebu, Kecamatan Pancalang, Kanupaten Kuningan, dapatdigambarkan melalui bagan berikut.
Gambar 1. Bagan Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan di PKBM Desa Silebu INPUT
1. Warga Belajar 2. Tutor 3. PKBM
Kebijakan Pemerintah (Program dan Anggaran)
1. Silabus 2. Materi Pembelajaran:
Calistung 3. Metode Pembelajaran:
Metode Eja 4. Media Pembelajaran:
papan tulis, kartu huruf, buku teks, manik-manik, dan tang
5. Alokasi waktu:
6 bulan (114 jam
Proses Pembelajaran
OUTPUT
1. Warga belajar dapat membaca 2. Warga belajar dapat menulis 3. Warga belajar dapat berhitung 4. Warga belajar dapat
berwirausaha.
Pelaksanaan Perencanaan Evaluasi
30
b. Deskripsi Rancangan Model Awal/Hipotetik Pembelajaran Membaca Permulaan Berbasis Kearifan Lokal
Model Hipotetik merupakan model eksplorasi hasil dari studi pendahuluan dan hasil temuan di lapangan.
Pengembangan model pembelajaran membaca permulaan berbasis kearifan lokal ini meliputi:
a. Perencanaan b. Pelaksanaan c. Evaluasi
Hasil pengembangan model pembelajaran tampak pada kemampuan warga belajar dalam kemampuan membaca permulaan. Kemampuan penguasaan materi pembelajaran menyangkut pengenalan huruf, suku kata, kata, kalimat sederhana, dan wacana sederhana.
Untuk lebih jelasnya, berikut penulis gambarkan model hipotetik tersebut ke dalam bagan berikut ini.
PROSES
Gambar 2. Model Pembelajaran Membaca Permulaan Berbasis Kearifan Lokal OUTPUT Hasil Belajar:
Warga Belajar dapat membaca huruf, suku kata, kata, dan kalimat sederhana.
Model Pembelajaran Membaca Permulaan Berbasis Kearifan Lokal
INPUT 1. Warga Belajar 2. Tutor
1. PERENCANAAN
a. Kurikulum Keaksaraan Dasar
b. Penyusunan Materi Berbasis Kearifan Lokal
c. Metode Pembelajaran: Metode Global d. Media Pembelajaran: Media Gambar 2. PELAKSANAAN
Proses Pembelajaran 3. Evaluasi
a. Proses Belajar b. hasil Pembelajaran
UMPAN BALIK
31 c. Uji Pemberlakuan Model
Pembelajaran terhadap
Kemampuan Membaca Permulaan Dari hasil perhitungan diperoleh rata- rata keterampilan membaca dengan model induktif kata bergambar berbasis kearifan lokal pada kelas ekperimen bernilai 73,5.
Sedangkan rata-rata untuk keterampilan membaca dengan bukan model induktif kata bergambar berbasis kearifan lokal pada kelas kontrol bernilai 47,0.
Perbedaan yang cukup besar tersebut mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan penerapan pembelajaran antara model induktif kata bergambar berbasis kearifan lokal dengan bukan model induktif kata bergambar terhadap keterampilan membaca permulaan warga belajar di PKBM Desa Silebu Kabupaten Kuningan.
d. Model Akhir Pembelajaran Membaca Permulaan Berbasis Kearifan Lokal
Pengembangan model dalam penelitian ini mengacu pada model pembelajaran Model Induktif Kata Bergambar (Picture-Word Inductive Model). Model ini termasuk ke dalam kelompok model pengajaran memproses informasi. Model ini dirancang untuk menjadi komponen kurikulum seni berbahasa, terutama untuk para pembaca pemula di tingkat dasar. Fokus pengajaran model ini adalah seputar penyusunan pembelajaran sehingga seseorang dapat meneliti bahasa, bentuk, dan penggunaan, seperti bagaimana huruf, kata, frasa, kalimat, atau teks untuk mendukung komunikasi. paparan model akhir pembelajaran membaca permulaan ini, penulis akan menjelaskannya dalam bagan berikut.
32
Gambar 3. Model Akhir Pembelajaran Membaca Permulaan Berbasis Kearifan Lokal Model Pembelajaran Membaca Permulaan
Berbasis Kearifan lokal
Tutor dan Warga Belajar
URUTAN 1. Kegiatan Awal
a. Menciptakan kondisi yang kondusif b. Berdoa dengan esensi rasa syukur c. Menumbuhkan motivasi belajar 2. Kegiatan Inti
a. tutor memilih sebuah gambar dengan tema kearifan lokal;
b. tutor meminta warga belajar mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar;
c. tutor menandai bagian-bagian gambar yang telah diidentifikasi warga belajar. Kemudian tutor menggambar sebuah garis yang merentang dari objek gambar ke kata-kata, mengucapkan kata-kata itu, dan mengejanya sambil menunjuk huruf. Tutor mengucapkan kata-kata itu sekali lagi, lalu meminta warga belajar mengeja kata-kata tersebut bersama- sama;
d. tutor memperkenalkan kalimat sederhana berdasarkan kata-kata yang telah diidentifikasi warga belajar sesuai gambar; tutor menyuruh warga belajar membaca kalimat sederhana tersebut, membaca kata-kata yang ada di dalam kalimat, membaca suku kata yang ada di dalam kalimat, dan membaca huruf yang ada di dalam kalimat.
Urutan kegiatan-kegiatan tersebut sesuai dengan cara mengajar membaca memakai metode global.
3. Kegiatan Penutup a. Refleksi;
b. Meninformasikan materi selanjutnya;
c. Doa penutup pembelajaran.
Bahan Ajar
Media Pembela-
jaran
Evaluasi
HASIL BELAJAR Warga belajar dapat:
1. belajar membaca huruf, suku kata, kata, dan kalimat sederhana;
2. belajar Membangun kosakata;
3. belajar meneliti struktur kata dan kalimat;
4. mengembangkan keterampilan dalam analisis fonetik dan struktural 5. memahami bentuk-bentuk kearifan lokal yang terdapat di daerah setempat.
UNSUR PENUNJANG