• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Komunikatif

Dalam dokumen MENGGAGAS PENELITIAN PENDIDIKAN (Halaman 139-142)

BAB VI LAPORAN STUDI KASUS

A. Pendekatan Komunikatif

Dalam hal ini studi kasus dapat mengkomunikasikan informasi berbasis penelitian tentang fenomena dari variasi non-spesialis. Studi kasus mungkin dapat menganggap bahwa artifact atau perangkat multimedia yang lain dan bukan sebuah laporan narasi. Oleh karena itu, kebermanfaatan dari studi kasus jauh melampaui peran laporan penelitian, yang secara umum ditujukan kepada rekan penelitian daripada non-spesialis. Secara jelas, studi kasus deskriptif maupun explanatory dapat menjadi penting dalam peran ini, dan seharusnya tidak mengabaikan dampak potensial dari deskriptif dari studi kasus yang disajikan dengan baik.

Secara keseluruhan, peneliti yang diutamakan seharusnya mengangkat bentuk studi kasus. Walaupun prosedur penelitian dan metodologi harus telah mengikuti petunjuk yang lain, laporan peneliti merefleksikan penekanan, detail, komposisi bentuk, dan bahkan jarak yang sesuai dengan peserta yang potensial. Pentingnya peserta menyarankan bahwa peneliti mungkin akan mengumpulkan informasi formal tentang kebutuhan peserta dan tipe komunikasi pilihan. Sepanjang garis ini, penulis beberapa kali menyebutkan perhatian model tesis dan disertasi. Pokok laporan, di bawah kondisi tersebut, seharusnya berusaha untuk

berkomunikasi secara langsung dengan lembaga. Taktik dan cara yang disarankan adalah mengintegrasikan penelitian sebelumnya ke dalam tesis atau disertasi untuk menciptakan konsep (dan metodologi) yang lebih baik secara bersamaan dan dengan demikian meningkatkan potensi komunikasi tesis atau disertasi pada peserta tertentu.

Peneliti melengkapi laporan tanpa mengidentifikasi peserta tertentu atau tanpa memahami kebutuhan tertentu dari peserta tersebut. Untuk menghindari kesalahan ini, peneliti harus mengidentifikasi peserta, seperti yang telah ditulis sebelumnya dan sama pentingnya adalah memeriksa laporan studi kasus sebelumnya yang telah dikomunikasikan dengan sukses pada peserta tersebut. Laporan terdahulu tersebut dapat memberikan petunjuk bantuan untuk menyusun laporan baru (berikutnya). Contohnya, mempertimbangkan kembali hasil tesis dan disertasi. Peinjauan pada laporan tersebut dapat menghasilkan informasi mengenai norma departemental (dan kemungkinan pilihan presensi) untuk merancang tesis atau disertasi baru.

2. Format Laporan Studi Kasus

Di antara bentuk-bentuk laporan studi kasus setidaknya ada empat variasi yang penting. Yang pertama adalah studi kasus tunggal klasik. Narasi tunggal digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisa kasus. Peneliti dapat menambah narasi dengan tabel maupun grafik dan bergambar. Bergantung pada dalamnya studi kasus, studi kasus tunggal klasik ini memungkinkan muncul sebagai buku, walaupun beberapa jurnal berbasis disiplin yang juga membuat artikel yang agak panjang.

Tipe kedua dari hasil tertulis adalah versi beberapa kasus dari studi kasus tunggal. Tipe laporan beberapa kasus akan berisi beberapa narasi, meliputi masingmasing kasus tunggal, biasanya disajikan pada bab atau sesi terpisah. Sebagai tambahan pada narasi kasus individual, laporan juga akan berisi bab atau sesi meliputi analisa dan hasil antar kasus. Beberapa situasi bahkan mungkin menyebutkan beberapa bab atau sesi antar kasus, dan porsi antar kasus dari teks akhir membenarkan isi terpisah dari narasi kasus individual. Pada situasi ini, bentuk presentasi yang sering digunakan adalah yang memiliki laporan utama yang berisi analisa antar kasus dalam jumlah besar, dengan kasus individual yang disajikan sebagai bagian dari lampiran panjang pada isi dasar.

Tipe ketiga dari hasil tertulis meliputi baik studi beberapa kasus atau studi kasus tunggal tetapi tidak berisi narasi tradisional. Melainkan, komposisi dari masing-masing kasus mengikuti pertanyaan-pertanyaan dan jawaban, berdasarkan pertanyaan dan jawaban pada database studi kasus. Untuk melaporkan tujuan, isi database dipendekkan dan diedit agar terbaca, dengan hasil akhir tetap beranggapan pada format, analog, dari ujian komprehensif. (Sebaliknya, narasi studi kasus tradisional dapat dianggap mirip dengan format makalah.). Format pertanyaan dan jawaban ini tidak menunjukaan talenta kreatif secara penuh, tetapi format ini membantu menghindari masalah pada penulis. Ini karena peneliti dapat

memproses secara langsung untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan.

Jika peneliti menggunakan format pertanyaan dan jawaban ini untuk melaporkan beberapa studi kasus, mengulang pertanyaan-pertanyaan yang sama dalam melingkupi masing-masing kasus individual, keuntungannya sangat besar: Pembacapembaca hanya perlu memeriksa jawaban dari pertanyaan yang sama atau pertanyaan dalam masing-masing studi kasus untuk memulai membuat perbandingan antar kasus mereka. Karena setiap pembaca mungkin tertarik pada pertanyaan yang berbeda, keseluruhan format memfasilitasi perkembangan antar kasus.

Situasi yang sangat berbeda muncul ketika studi kasus dengan sengaja dirancang menjadi bagian dari metode studi campuran yang lebih besar. Pada situasi ini, studi yang lebih besar mencakup studi kasusnya. Studi yang lebih besar akan berisi studi kasus lengkap tetapi juga harus dilaporkan terpisah penemuan tentang data dari metode lain. Laporan keseluruhan studi yang lebih besar akan kemudian menjadi berdasarakan pola bukti dari studi kasus dan metode lain.

Situasi metode campuran ini harus lebih diperhatikan sehingga peneliti akan mengerti implikasinya pada studi kasus, walaupun mungkin tidak menyusun laporan studi kasus dengan berbeda dan jika menjadi laporan yang “berdiri sendiri”. Setidaknya tiga rasional yang berbeda telah mendukung studi yang lebih besar menggunakan metode campuran.

Pertama, studi yang lebih besar telah menyebutkan dengan

sederhana bahwa metode campuran untuk menentukan menyatukan bukti (triangulasi) didapatkan walaupun metode yang berbeda telah digunakan. Pada skenario ini, studi kasus telah berbagi pertanyaan penelitian awal yang sama dengan yang membuat metode lain, tetapi peneliti mungkin telah melakukan, menganalisa, dan melaporkan studi kasus secara independen. Bagian penilaian dari studi yang lebih besar kemudian akan membandingkan hasil studi kasus dengan yang lain yang berdasarkan metode lain.

Kedua, studi yang lebih besar mungkin telah berdasar pada survei

atau analisa kuantitatif dari data arsip - contohnya, studi tentang situasi keungan rumah tangga di bawah kondisi pajak pemasukan yang berbeda. Studi yang lebih besar kemudian menginginkan studi kasus untuk mengilustrasikan, pada kedalaman yang lebih besar, pengalaman individual tentang keluarga. Pada skenario ini, pertanyaan untuk studi kasus mungkin hanya pada permukaan setelah survei atau data arsip telah dianalisa, dan pilihan pada kasus datang dari tempat yang tersurvei dan terisi oleh rekaman arsip. Implikasi utama dari usaha studi kasus adalah waktu dan tujuan bergantung pada progres dan penemuan dari penyelidikan lain.

Ketiga, studi yang lebih besar mungkin secara diketahui

menyebutkan studi kasus untuk menjelaskan beberapa proses pokok dan menggunakan metode lain (seperti survei) untuk menjelaskan prevalensi atau frekuensi proses tersebut. Pada skenario tentang saling melengkapi

sebagai lawan konvergensi, pertanyaan studi kasus kemungkinan menjadi lebih dekat terkoordinat dengan metode-metode lain, dan penyelidikan pelengkap dapat muncul serentak atau bergantian. Bagaimanapun, analisa atival dan laporan dari setiap penyelidikan harus dilakukan secara independen (walaupun analisa akhir menyatukan penemuan dari semua metode yang berbeda).

Ketiga situasi yang berbeda ini menunjukkan bagaimana studi kasus dan pelaporannya dapat terkoordinasi dengan beberapa konteks yang lebih luas. Peneliti mungkin harus mengkoordinasikan batas akhir, tujuan teknis, dan laporan studi kasus yang mungkiin tidak terproses sepeti yang diharapkan di awal.

Dalam dokumen MENGGAGAS PENELITIAN PENDIDIKAN (Halaman 139-142)