KAJIAN PUSTAKA
C. Pendekatan Kontekstual 1.Pengertian 1.Pengertian
Johnson (2010 : 65) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat
hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Nurhadi (2002) dalam Muslich (2007, 41) berpendapat bahwa
Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata, dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Johnson (2002) dalam Suryanto, dkk. (2010, 53-54) menyatakan
bahwa CTL adalah suatu sistem pembelajaran (instruction) yang didasarkan pada pandangan bahwa siswa belajar bila mereka melihat makna dalam
tugas-tugas yang mereka kerjakan bilamana merekan dapat menghubungkan
informasi baru yang mereka terima dengan pengetahuan atau pengalaman
yang sudah mereka miliki.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
kontekstual/ CTL adalah model pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata. Sehingga siswa dapat belajar
secara langsung, belajar meneliti, saling bekerjasama, aktif, dan kreatif.
2. Komponen Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang
memiliki tujuh asas atau komponen. Menurut Muslich (2007, 43) tujuh
komponen itu yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivisme).
Kontruktivisme merupakan landasan filosofis dalam pendekatan
Kontekstual. Dalam kontruktivisme ditekankan agar siswa dapat
membangun pemahamannya sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman belajarnya.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi dalam pendekatan Kontekstual. Guru
harus dapat mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu dan
memperoleh informasi. Siswa akan memperoleh pengetahuan apabila
siswa mau bertanya. Semakin banyak pertanyaan yang disampaikan
oleh siswa maka pengetahuan yang diperoleh juga akan semakin
3. Menemukan (Inquiry).
Inti dari pendekatan kontekstual ialah menemukan (inquiry). Dalam inquiry siswa harus dapat menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang mereka perlukan. Siswa tidak hanya menghafal
pengetahuan tetapi juga harus menemukan pengetahuan. Pengetahuan
yang ditemukan sendiri oleh siswa akan diingat lebih lama dari
pengetahuan yang tidak ia temuakan sendiri.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community).
Masyarakat belajar sangat membantu siswa dalam meningkatkan
hasil belajar. Dengan adanya masyarakat belajar, siswa diharapkan
dapat memperoleh pengetahuan yang lebih banyak dari
teman-temannya. Masyarakat belajar dapat dibentuk di dalam kelas maupun di
luar kelas. Masalah akan lebih mudah dipecahkan apabila siswa dibantu
oleh orang lain.
5. Pemodelan (Modelling).
Siswa akan lebih cepat memperoleh keterampilan dan
penegetahuan tertentu apabila ada model yang bisa ditiru oleh siswa.
Model tersebut dapat berupa contoh tentang menggunakan sesuatu, cara
membuat sesuatu, cara menampilkan sesuatu.
6. Refleksi (Reflection).
Refleksi merupakan bagian terpenting dari pembelajaran yang
menggunakan pendekatan kontekstual. Refleksi adalah perenungan
dapat merenungkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan
merespon, semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi
dalam pembelajaran, sehingga ia dapat menyimpulkan pengalaman
belajar yang ia pelajari.
7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment).
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan
kontekstual adalah penilaian yang autentik. Dalam penilaian ini guru
harus mengumpulkan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa.
Penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan
menafsirkan data yang telah terkumpul. Data-data tersebut diperoleh
tidak hanya dari hasil pembelajaran tetapi data tersebut diperoleh
selama proses pembelajaran.
3. Prinsip Pendekatan Kontekstual
Johnson (2002) dalam Suryanto, dkk (2010, 54) mengungkapkan 3
prinsip pendekatan kontekatual atau CTL sebagai berikut: a. Saling Ketergantungan (independence)
Semua objek di alam semesta ini salaing tergantung sama lain.
b. Keberagaman (differetiation)
Tidak ada dua objek di alam semesta iniyang tepat sama, semuanya
berbeda satu sama lain, tetapi saling berelasi.
c. Organisasi-diri (Self- Organitation)
4. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Kelebihan pendekatan kontestual menurut Johnson (2007 : 300)
adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan nyata. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
menghubungkan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sehingga tidak akan mudah dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme dimana seorang siswa dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri.
Kelemahan pendekatan kontekstual menurut Johnson (2007: 302)
adalah sebagai berikut:
a. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat anak benar-
benar paham.
b. Membutuhkan tenaga yang banyak dalam berkomunikasi kepada para
siswa karena tingkat inteligensi tiap siswa berbeda-beda agar siswa
D. Matematika
Muhsetyo (2008: 1.26) berpendapat ”pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian
kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi
tentang bahan matematika yang dipelajari”.
Pembelajaran Matematika adalah proses interaksi antara guru dan
siswa dalam belajar tentang konsep-konsep, dan struktur-struktur matematika
yang terdapat dalam materi yang dipelajari sebagai alat pikir, alat
berkomunikasi dan alat untuk memecahkan berbagai masalah.
Adams dan Hamm dalam Wijaya (2011: 5) mengatakan bahwa cara
dan pendekatan pada pembelajaran Matematika sangat dipengaruhi oleh
pandangan guru terhadap Matematika dan siswa dalam pembelajaran.
Pandangan tentang posisi dan peran itu dibedakan menjadi empat macam,
yaitu:
1. Matematika sebagai suatu cara untuk berpikir
Pandangan ini berawal dari bagaimana karakter logis dan sistematis
berperan dalam proses mengorganisasi gagasan, menganalisis informasi,
dan menarik kesimpulan antar data.
2. Matematika sebagai suatu pemahaman tentang pola dan hubungan (pattern and relationship)
Dalam mempelajari matematika siswa perlu menghubungkan suatu
Penekanan pada hubungan ini sangat diperlukan untuk kesatuan dan
kontinuitas konsep dalam Matematika sekolah sehingga siswa dapat dengan
segera menyadari bahwa suatu konsep yang mereka pelajari memiliki
persamaan atau perbedaan dengan konsep yang sudah mereka pelajari.
3. Matematika sebagai suatu alat (mathematics as a tool)
Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh aspek aplikasi dan aspek
sejarah dari konsep matematika. Banyak konsep Matematika yang bisa kita
temukan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar
maupun tidak. Selain aspek aplikasi Matematika pada masa sekarang,
perkembangan matematika juga sebenarnya disebabkan adanya kebutuhan
manusia.
4. Matematika sebagai bahasa atau alat untuk berkomunikasi
Matematika merupakan bahasa yang paling universal karena simbol
matematika memiliki makna yang sama untuk berbagai istilah dari bahasa
yang berbeda.
E. Kompetensi Dasar Menjumlahkan dan Mengurangkan Berbagai Bentuk