• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menjelaskan mengenai hal-hal teknis yang dilakukan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Hal yang pertama mengenai metode penelitian yang digunakan, lalu dilanjutkan dengan pemilihan lokasi dan waktu penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan teknik pengambilan informan dan responden serta teknik pengambilan data. Setelah itu, terakhir ialah penjabaran mengenai teknik pengolahan data.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kuantitatif dijalankan dengan menggunakan survei melalui instrumen kuesioner (lampiran 5) Kuesioner tersebut diajukan sebagai pertanyaan-pertanyaan yang tertuju kepada responden untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi pasca reklaim dan tingkat kesejahteraannya. Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan menjalankan teknik wawancara mendalam (lampiran 6) kepada informan untuk menelusuri fenomena perlawanan petani yang ditandai dengan aksi reklaim. Selain itu juga untuk mendapatkan informasi terkait struktur agraria lokal dan profil OTL Sukamukti.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di OTL Sukamukti yang berada di Kp. Cidangan Sari, Desa Sukamukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut (lampiran 2). Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan, diantaranya ialah:

1. Di Desa Sukamukti ini telah terjadi konflik antara masyarakat dengan pihak perkebunan PTPN VIII Dayeuh Manggung semenjak tahun 1997. 2. Ada gerakan perlawanan petani berupa sebuah organisasi tani bernama

Organisasi Tani Lokal (OTL) Sukamukti yang berada di bawah naungan Serikat Petani Pasundan (SPP) yang telah melakukan aksi perlawanan pada pihak perkebunan.

3. OTL Sukamukti merupakan OTL tertua diantara kedua OTL lainnya yang berada di wilayah kecamatan Cilawu (OTL Dangiang dan Mekarmukti). OTL Sukamukti juga merupakan OTL yang aktif dalam penguatan organisasi setelah reklaim, sehingga keberhasilan menciptakan kondisi- kondisi pasca reklaim pada OTL ini dapat menjadi representasi/gambaran keberhasilan gerakan petani yang berasal dari bawah.

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan, terhitung mulai bulan Februari 2014 sampai dengan Mei 2014. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel jadwal penelitian di bawah ini (Gambar 2).

Kegiatan Feb Mar Apr Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan Proposal Skripsi Survey Lokasi Penelitian

Kolokium

Perbaikan Proposal Skripsi Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data

Penulisan Draft Skripsi Uji Petik

Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi

Gambar 2 Jadwal penelitian

Teknik Pengambilan Informan dan Responden

Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga anggota OTL Sukamukti yang diwakili oleh kepala keluarga (KK). Responden diwawancara sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili kondisi rumah tangganya sebagai salah satu anggota OTL Sukamukti. Responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya.

Berdasarkan data nominatif tahun 2010, jumlah anggota OTL Sukamukti adalah 199 KK. Penentuan jumlah sampel minimal dilakukan dengan menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut:

Keterangan: n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

Nilai kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 persen sehinga diperoleh responden sebanyak 67 KK dari jumlah populasi sampling 199 KK. Sebagai cadangan apabila terjadi hal-hal yang diluar perkiraan terhadap responden (seperti sakit, tidak bersedia di wawancara, dll) peneliti menambah jumlah responden cadangan sebanyak 8 KK. Penentuan responden dipilih dengan

stratified random sampling. Artinya, populasi yang tidak homogen dibagi-bagi dalam lapisan-lapisan yang seragam, dan dari setiap lapisan dapat diambil sampel secara acak. Maka dibuatlah kerangka sampling (lampiran 4) untuk masing- masing sub populasi. Dengan menggunakan metode ini, semua lapisan dapat terwakili (Singarimbun dalam Singarimbun dan Effendi, 1989). Responden dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu responden golongan A (yang memiliki tanah < 1000 m2), golongan B (yang memiliki tanah 1000 m2 x ≤ 2000 m2), dan golongan C (responden yang memiliki tanah > 2000 m2), sehingga diperoleh responden yang mewakili masing-masing kategori. Masing-masing sampel dalam strata tersebut lalu ditentukan dengan teknik random sampling (sampel acak) dengan jumlah sampel tiap strata ditentukan secara proporsional.

Pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposif) dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan dalam wawancara ditentukan melalui metode snowball yaitu berdasarkan informasi antar responden di lokasi penelitian. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah aparatur desa, ketua OTL, tokoh masyarakat setempat, dan Serikat Petani Pasundan (SPP) sebagai Organisasi resmi yang membantu masyarakat dalam menangani kasus konflik lahan di Desa Sukamukti. Informan-informan tersebut dianggap mengetahui dengan jelas mengenai kasus konflik lahan yang terjadi di desa tersebut. Pihak perkebunan PTPN VIII Dayeuh Manggung tidak diikutsertakan sebagai informan karena sulitnya menemui mereka untuk melakukan wawancara. Selain itu, dikhawatirkan akan membahayakan diri peneliti saat melakukan penelitian di Desa Sukamukti.

.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mempermudah pengambilan data, peneliti membuat panduan pengambilan data (lampiran 3). Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan juga melalui wawancara terstruktur dengan para responden yang telah dipilih. Selain itu, data primer juga diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara dan dikembangkan sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden maupun informan sampai data yang didapatkan menjadi jenuh.

Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan sumber pustaka yang dapat digunakan untuk berbagai konsep dan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu mencangkup catatan-catatan (dokumentasi) dari instansi yang terkait serta pihak-pihak lainnya yang dapat mendukung kelengkapan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini data sekunder berupa dokumen

antara lain dokumen sejarah penguasaan lahan dan data nominatif kepemilikan lahan garapan anggota OTL Sukamukti. Data sekunder lainnya dalam penelitian ini diperoleh melalui berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics 22. Ada beberapa tahap dalam pengolahan data kuantitatif. Pertama, melakukan pengkodean pada jawaban pertanyaan dan pernyataan di lembar kuesioner yang telah terisi oleh responden, kemudian memasukkan data tersebut ke lembaran data (code sheet) di Microsoft Excel 2010. Kedua, setelah semua data dan pengkodean selesai kemudian membuat tabel frekuensi dari masing-masing variabel. Ketiga, mengedit atau mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi baik pada saat mengisi kuesioner, mengkode, maupun memindahkan data dari lembaran kode ke komputer (Singarimbun dalam Singarimbun dan Effendi, 1989).).

Data hasil kuesioner responden kemudian diolah secara statistik deskriptif dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics 22.

Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan sekumpulan data secara visual baik dalam bentuk gambar maupun tulisan yang digunakan untuk menggambarkan data berupa tabel frekuensi dan tabulasi silang (crosstab). Pembuatan tabel frekuensi, grafik, serta tabel tabulasi silang menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010. Lalu, IBM SPSS Statistic 22 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan Rank Spearman dan Uji T Berpasangan (Paired T Test). Hasil analisis kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel dengan data berbentuk data ordinal. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menentukan hubungan antara kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen) yang ada penelitian ini, yaitu menguji hubungan antara kondisi sosial ekonomi pasca reklaim terhadap tingkat kesejahteraan subjektif dan objektif petani di OTL Sukamukti.

Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut (Walpole, 1995):

Keterangan:

ρ atau rs : koefisien korelasi spearman rank

di : determinan

Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan berlaku sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, dapat dilihat pada kriteria sebagai berikut (Sarwono,2006):

a. > 0 – 0.25 : Korelasi sangat lemah b. > 0.25 – 0.5 : Korelasi cukup kuat c. > 0.5 – 0.75 : Korelasi kuat d. > 0.75 – 0.99 : Korelasi sangat kuat

e. 1 : Korelasi sempurna

Secara umum angka signifikansi dalam penelitian yang digunakan sebesar 0,01; 0,05 dan 0,1. Pertimbangan penggunaan angka tersebut didasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence interval) yang diinginkan oleh peneliti. Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95 persen atau nilai α sebesar 5 persen. Untuk memperoleh angka signifikansi yang baik, biasanya diperlukan ukuran sample yang besar. Untuk pengujian dalam IBM SPSS Statistics 22 digunakan kriteria sebagai berikut:

i. Jika angka signifikansi hasil riset < 0,05, maka hubungan kedua variabel signifikan.

ii. Jika angka signifikansi hasil riset > 0,05, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan.

Secara singkat, ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi, meliputi: pertama, melihat kekuatan hubungan dua variabel; kedua, melihat signifikansi hubungan; dan ketiga, melihat arah hubungan.

Kemudian, untuk uji statistik selanjutnya digunakan Uji T Berpasangan (Paired T-Test). Uji t berpasangan biasa dilakukan pada subjek yang diuji pada situasi sebelum dan sesudah proses, atau subjek yang berpasangan ataupun serupa. Dalam penelitian ini Uji T Berpasangan digunakan untuk melihat perubahan kesejahteraan baik secara subjektif dan objektif pada masa sebelum dan sesudah reklaim.

Rumus yang digunakan untuk mencari nilai t dalam uji-t berpasangan adalah (Walpole,1995):

̅ ̅ √∑ ̂ ̂

Uji-t berpasangan menggunakan derajat bebas n-1, dimana n adalah jumlah sampel. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu harus ditentukan hipotesisnya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

 H0 : Tidak terdapat peningkatan kesejahteraan petani masa pra dan pasca

 H1 : Terdapat peningkatan kesejahteraan petani masa pra dan pasca

reklaim

Selanjutnya dari hasil penghitungan melalui IBM Statistics SPSS 22, apabila nilai t-hitung yang dihasilkan pada derajat bebas n-1 lebih besar daripada nilai t-tabel (lihat tabel sebaran t) dan nilai sig.2-tailed lebih kecil daripada nilai kritik 0,05 (ρ < 0,05) berarti H0 ditolak dan begitu pun sebaliknya.

Selanjutnya untuk data kualitatif, data ini dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Tujuan dari reduksi data ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.

Desa Sukamukti dibagi atas dua dusun, dan enam daerah, yaitu Hujung, Parakanmuncang, Cibitung, Kondangrege, Bebedahan, dan Cidangansari. Dusun pertama membawahi enam Rukun Warga (RW) dan dusun kedua membawahi tujuh RW. Bentuk desa ini memanjang dengan radius 3,5 kilometer dan luas wilayah 341.774 ha/m2 dengan perincian luas wilayah seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas wilayah Desa Sukamukti berdasarkan pembagian luas lahan di DesaSukamukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, tahun 2014

Pembagian Luas Lahan Luas (Ha/m2) Presentase (%)

1. Luas pemukiman 19.695 5.76 2. Luas persawahan 102.788 30.07 3. Luas perkebunan 30.000 8.78 4. Luas kuburan 0.950 0.28 5. Luas pekarangan 19.695 5.76 6. Luas taman 164.366 48.09 7. Perkantoran 0.450 0.13

8. Luas prasarana umum lainnya 3.830 1.12

Jumlah 341.774 100.00

Sumber: Potensi Desa tahun 2013 diolah

Keadaan tanah Desa Sukamukti memiliki tingkat kemiringan 45 derajat. Jalan utama desa ini berupa tanjakan sepanjang 3,5 km dengan kondisi jalan yang rusak dan berbatu-batu. Lahan di Desa Sukamukti sebanyak 39.31 persen dimanfaatkan sebagai ladang, 20.89 persen sebagai lahan irigasi teknis, 15.13 persen sebagai hutan lindung, dan sisanya untuk pemukiman dan fasilitas umum lainnya. Tataguna tanah Desa Sukamukti selengkapnya tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Luas wilayah Desa Sukamukti berdasarkan, tataguna tanah Di Desa

Sukamukti, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, tahun 2014

Sumber: Potensi Desa tahun 2013 diolah

Penggunaan Tanah Luas (ha/m2) Presentase (%)

1. Sawah irigasi teknis 82.688 20.98

2. Sawah tadah hujan 20.100 5.88

3. Ladang 164.366 39.31

4. Perkebunan Negara 30.000 8.78

5. Pemukiman 19.695 5.76

6. Hutan lindung 51.112 15.13

7. Fasilitas umum (lapangan

olahraga, sekolah, jalan, kantor) 14.200 4.15

Keadaan Penduduk Desa Sukamukti

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Desa Sukamukti tercatat berjumlah 5086 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2588 jiwa atau sekitar 50.88 persen dan perempuan sebanyak 2498 jiwa atau sekitar 49.12 persen. Pembagian tersebut secara lengkap dapat dilihat pada gambar 5. Total kepala keluarga di desa tersebut berjumlah 1427. Hal tersebut berarti rata-rata satu keluarga terdiri dari 4 jiwa.

Sumber: Data sekunder desa 2014 diolah

Gambar 4 Jumlah penduduk Desa Sukamukti menurut jenis kelamin tahun 2014 Mayoritas penduduk di Desa Sukamukti memiliki latar belakang pendidikan terakhir SMP/sederajat dan tidak tamat SLTP (dengan rentang usia 12- 56). Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Sukamukti cukup beragam. Berikut data mata pencaharian warga Desa Sukamukti disajikan pada Gambar 5..

Sumber: Data sekunder desa 2014 diolah

Gambar 5 Mata pencaharian penduduk Desa Sukamukti tahun 2014

1330 213 14 3 15 57 38 276 43 102 5 41 26 2 900 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Petani dan buruh tani

Pegawai Negeri SipilBidan dan perawat TNI Seniman Karyawan perusahaan wastaPertukangan Pengrajin / wiraswastaPedagang keliling Pedagang warungKuli Ojek UstadTKI Lainnya Jumlah M a ta penca ha ria n

Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukamukti Tahun 2014 50.88%

49.12%

Jumlah Penduduk Desa Sukamukti Menurut Jenis Kelamin Tahun 2014

23 23 21 20 21 22 23 24 J u m l a h

Luas Lahan Garapan

Luas Lahan Garapan Responden

< 75 tumbak 75 tumbak ≤ x ≤ 150 tumbak > 150 tumbak Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian mengenai dampak pasca reklaim terhadap kesejahteraan masyarakat ini berjumlah 67 orang. Responden merupakan rumah tangga anggota OTL Sukamukti yang diwakili oleh kepala keluarga (KK). Responden dibagi menjadi tiga kategori sesuai dengan luas lahan yang mereka garap. Pembagian responden dikelompokkan menjadi responden golongan A (yang menggarap tanah < 75 tumbak5), golongan B (yang menggarap tanah 75

tumbak ≤ x ≤ 150 tumbak), dan golongan C (responden yang menggarap tanah >

150 tumbak).

Pembagian responden berdasarkan kategori ini sejalan dengan pandangan subjektif warga mengenai stratifikasi sosial di desa ini. Golongan A (yang menggarap tanah < 75 tumbak) dikategorikan sebagai golongan menengah atas,

golongan B (yang menggarap tanah 75 tumbak ≤ x ≤ 150 tumbak) dikategorikan sebagai golongan menengah-kecukupan, dan golongan C (responden yang menggarap tanah > 150 tumbak) dikategorikan sebagai golongan menengah- bawah.

Secara jelas pembagian responden menurut luas lahan garapan dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber: Data primer 2014 diolah

Gambar 6 Luas lahan garapan responden

Jika dilihat dari segi pekerjaan, seluruh responden memiliki pekerjaan utama sebagai petani penggarap. Selain itu juga ada beberapa responden yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pedagang hingga pemilik pabrik akar wangi. Responden dalam penelitian ini hampir seluruhnya merupakan warga asli desa Sukamukti, hanya dua orang dari total 67 responden yang merupakan warga pendatang.

5

Jumlah responden didominasi oleh laki-laki sebesar 81 persen atau sebanyak 54 orang, sedangkan responden perempuan sebesar 19 persen atau sebanyak 13 orang. Hal tersebut dikarenakan mayoritas kepala keluarga pada OTL Sukamukti merupakan laki-laki. Secara lebih jelas proporsi jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 7.

Sumber: Data primer 2014 diolah

Gambar 7 Jenis kelamin responden

Selain itu jika dilihat dari segi pendidikan responden dalam penelitian ini didominasi oleh tingkat pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD). Namun kondisi tersebut terbagi lagi menjadi dua yaitu tamat atau tidak tamat SD. Gambar 8 merupakan presentase tingkat pendidikan responden.

Sumber: Data primer 2014 diolah

Gambar 8 Tingkat pendidikan responden

Pada gambar 9 terlihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini hanya berhasil menamtkan pendidikan setingkat sekolah dasar (SD). Sekitar 52 persen (35 orang) responden tamat sekolah dasar (SD), kemudian 42 persen(30

3%

45% 52%

Tingkat Pendidikan Responden

Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD 81%

19%

Jenis Kelamin Responden

orang) responden tidak tamat sekolah dasar (SD) dan sisanya 3 persen (2 orang) tidak sekolah. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut diakui oleh beberapa responden akibat dari kondisi ekonomi keluarga saat itu sehingga mereka tidak memprioritaskan pendidikan.

Responden dalam penelitian ini merupakan responden berusia diatas 20 tahun. Secara rinci penjelasan mengenai usia responden dapat dilihat pada gambar 9.

Sumber: Data primer 2014 diolah

Gambar 9 Usia responden

Responden berusia 40-49 merupakan responden yang mendominasi dalam penelitian ini sebesar 39 persen atau sebanyak 26 orang. Selanjutnya sebanyak 19 persen (13 orang) responden berusia 30-39 tahun, responden berusia 50-59 tahun senesar 18 persen (12 orang), responden berusia 20-29 tahun sebesar 9 persen (6 orang), responden berusia 60-69 tahun dan 70-79 tahun masing-masing sebesar 6 persen (4 orang) serta responden berusia 80-89 tahun sebesar 3 persen (2 orang).

Sekilas Tentang Serikat Petani Pasundan (SPP)

Serikat Petani Pasundan (SPP) merupakan salah satu organisasi massa petani terbesar di Indonesia khususnya di Jawa Barat. SPP dideklarasikan di Garut pada tanggal 24 Januari 2000.Wilayah cakupan basis massa SPP tersebar di empat kabupaten di Jawa Barat yaitu Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Pangandaran6. Sejarah berdirinya SPP dapat dirunut sejak akhir tahun 1980-an saat mulai maraknya kembali gerakan protes petani dan kerja-kerja pendampingan yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa dan pemuda. Kemunculan SPP ini awalnya dimotori oleh sekelompok mahasiswa dan pelajar di Garut yang mulai „bangun

dari tidur panjang‟ dan berpikir kritis mengenani ketidakadilan yang melanda

6

Kabupaten Pangandaran resmi menjadi wilayah ke 4 dari organisasi SPP yang diresmikan pada tahun 2013. Begitu pula dengan organisasi kelompok aktivis pendampingnya untuk diwilayah kabupaten Pangandaran baru diresmikan juga pada tahun 2013 dengan nama Garda Pemuda- Pemudi Rakyat Pangandaran (GAPPURA).

9% 19% 39% 18% 6% 6% 3% Usia Responden 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89

negeri ini. Mereka adalah Yani Adnan, Rahmat Kurnia, Deden Setiawan dan Toni Munawar dari STP GK (Sekolah Tinggi Pertanian Gilang Kencana) dan satu orang pelajar bernama Yopi yang berasal dari salah satu SLTA di Garut (Aji,2005).

Visi kerakyatan yang diusung oleh kelompok tersebut semakin kuat manakala mereka bertemu dengan Agustiana yang merupakan seorang aktivis mahasiswa dari Universitas Jayabaya, Jakarta. Jaringan mahasiswa dan LSM yang dimiliki Agustiana mulai dimanfaatkan untuk memperlancar aksi-aksi mereka. Untuk memperlihatkan eksistensinya mereka pun akhirnya memberi nama kelompoknya dengan Komite Mahasiswa Garut (KMG).

KMG mulai terkenal di kalangan aktivis mahsiswa di Bandung. Hingga Akhirnya pada akhir tahun 1989, mereka mengganti nama kelompoknya menjadi Gabungan Pelajar dan Pemuda Garut (GPPG). Penggantian ini dilkakukan untuk tidak mengingkari keberadaan Yopi sebagai pelajar SLTA di Garut yang sudah terlibat diskusi-diskusi kelompok ini sejak awal. Selain itu, penggantian nama juga dilakukan untuk membuka diri pada kalangan pelajar yang lebih luas, karena pada saat itu jumlah mahasiswa di garut tidak terlalu banyak.

Perjalanan GPPG dalam mengekspresikan gagasan-gasan menentang ketidakadilan ini akhirnya tertuju pada kasus sengketa tanah yang sudah berlangsung sejak lama di sebuah desa yang terletak di Garut Selatan, yaitu Sagara. Pertemuan-pertemuan dengan pihak yang terkait seperti kepala desa hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN ) Garut, terus menerus dilakukan untuk memepelajari persoalan dan upaya penyelesaian sengketa tanah ini. Pendampingan-pendampingan terhadap warga pun terus dilakukan walaupun situasi semakin memanas karena tekanan dari pihak PT. Perhutani. Aksi-aksi mereka pun mulai terarah pada pendampingan secara hukum dengan menguasakan kasus tanah sagara kepada LBH (Lembaga Bantuan hokum) Bandung. Selain itu, Yani Adnan juga memperluas gerakannya dengan menggandeng kelompok-kelompok mahasiswa. Seiring dengan itu jaringan mereka dengan kelompok-kelompok aktivis mahasiswa dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Bandung dan kota-kota lainnya semakin kuat.

Pada tahun 1992, GPPG bergnti nama menjadi Forum Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Garut (FPPMG). Penggantian nama ini dilakukan untuk memperluas dukungan dari kalangan pemuda non-mahasiswa dan pelajar. Tidak lama berselang setelah penggantian nama FPPMG itu, Agustiana berusaha semakin memperluas dukungan dengan cara memasukan unsur islam di dalam kelompoknya sehingga FPPMG diubah namanya menjadi Forum Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Islam garut (FPPMIG). Namun usia FPPMIG ini tidak bertahan lama diganti kembali menjadi nama semula FPPMG. Seiring dengan hal tersebut, kegiatan-kegiatan FPPMG yang melibatkan jaringan semakin banyak. Mereka mulai terlibat dalam gerakan-gerakan koalisi bukan hanya dikalangan mahasiswa tetapi juga kalangan LSM.

Keterlibatan yang semakin luas di dalam jaringan mahasiswa dan LSM serta menguatnya kasus tanah Sagara membuat FPPMG mulai dicurigai oleh

aparat keamanan sebagai “embrio organisasi komunis” (Aji, 2005). Aparat keamanan juga mempersepsikan FPPMG sebagi organisasi yang berkonspirasi dengan LSM-LSM besar yang ingin membentuk partai komunis. Untuk mengurangi bahaya suasana represif dari pihak aparat keamanan, para aktivis

FPPMG kemudian mendirikan Yayasan Pengembangan Masyarakat (Yapemas) di tahun 1995 (meskipun saat itu belum diaktifkan) dan Koperasi Warga Desa

(KWD) di tahun berikutnya. Keduanya diharapkan dapat menjadi „tameng legal‟

bagi perjuangan-FPPMG.

Selain terus melakukan kerja pendampingan dan pengorganisasia, lewat KWD-KWD tadi aktivis-aktivis FPPMG mulai merintis upaya pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan dengan melakukankan beberapa program yang menjadikan basis-basis petani kasus sebagai sasaran utama program pada sekitar tahun 1998-1999. Momentum inilah yang langsung maupun tidak langsung dimanfaatkan betul oleh FPPMG untuk melakukan pengorganisasian kasus secara lebih intensif.

Disisi lain ada dinamika dan gairah yang tinggi di kalangan basis tani dan para pendampingnya di Garut, Tasik dan Ciamis (wilayah Kab. Pangandaran belum masuk Organisasi SPP pada waktu itu) disepakatilah untuk lebih aktif mendorong didirikannya Serikat Petani Pasundan (SPP), yang kemudian

Dokumen terkait