• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Dalam dokumen SKRIPSI. O l e h MEGAWATI NIM (Halaman 27-35)

a. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan

yang dapat memberikan pengertian mengenai proses pendidikan matematika sebagai proses menggabungkan pandangan tentang Apa itu matematila, bagaimana murid belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Realistic Mathematics Education (RME) yang dalam makna Indonesia berarti Pendidikan Matematika

Realistik (PMR). Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudental. Teori ini mengacu pada pendapat Freudental yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.Freudental berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh di pandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi), namun

pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri.

Ada dua pandangan penting dalam RME yaitu pertama:

matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi

15

kehidupan sehari-hari. Kedua: ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia sehingga murid harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.

Menurut Hadi dalam Irzani, pengajaran matematika dengan pendekatan realistik meliputi aspek – aspek sebagai berikut:

1. Pendahuluan

a. memulai pengajaran dengan mengajukan soal yang riil bagi murid sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya. Sehingga terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.

b. Permasalahan yang diberikan guru tentu harus diarahkan dengan tujuan yang ingin di capai dalam pembelajaran tersebut.

2. Pengembangan

a. Murid mengembangkan model – model simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan

b. pengajaran berlansung secara interaktif: murid menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya, mengatakan ketidak setujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain

3. Penutup / penerapan

Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang di tempuh atau setiap hasil penelitian.

Jadi, RME yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran matematika yang dilakukan dengan menempatkan realitas

16

dan pengalaman sehari-hari murid sebagai titik tolak pembelajaran, karena matematika merupakan aktivitas manusia.

b. Ciri-Ciri Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Menurut Yuwono, pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh:

1. Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni murid diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing.

2. Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang kongkrit atau dari sekitar murid.

3. Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan murid yang lainnya.

4. Hasil pemikiran murid dikonfrontir dengan hasil pemikiran murid yang lainnya.

Ciri lain dari RME yaitu (a) matematika adalah kegiatan aktivitas manusia. (b) belajar matematika merupakan proses “reinvention”. Dengan perkataan lain filosofis matematika dekat dengan filsafat konstruktivisme yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seorang yang sedang belajar.

Jadi, dalam hal ini pendekatan RME dilandasi dengan pandangan bahwa murid harus aktif dan murid juga tidak boleh pasif.

17

c. Prinsip-prinsip Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) RME dikembangkan atas dasar tiga prinsip, yaitu; Prinsip yang pertama mengarahkan murid untuk diberi kesempatan mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan dan menginspirasikan menggunakan prosedur informal dengan menggunakan situasi nyata yang mengandung matematika. Prinsip kedua fenomena yang dijadikan bahan haruslah berangkat dari keadaan nyata bagi murid sebelum mereka mencapai tingkatan formal. Sedangkan prinsip ketiga, murid diarahkan membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.

d. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Karakteristik RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, pendekatan, produksi dan konstruksi murid, interaktif dan keterkaitan (intertwinment).

a. Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”

Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus di mana “dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Gambar 2.1 Konsep Matematisasi

18

Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi murid akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, murid dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari.

b. Menggunakan Produksi dan Konstruksi

Streefland menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas”

murid terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal murid yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

a. Menggunakan Interaktif

Interaksi antara murid dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau

19

refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal murid.

b. Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment)

Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial.

Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

Berdasarkan karakterisik tersebut, maka RME itu bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual dari sana murid membahas pematematikaan masalah tersebut kemudian menyelesaikannya secara matematis sehingga murid menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri.

e. Langkah–langkah Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)

Menurut Zulkardi( Aisyah, 2008:7.20) terdapat empat langkah dalam pembelajaran matematika realistik, yakni : 1. Persiapan

Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh murid dalam menyelesaikannya.

20 2. Pembukaan

Pada bagian ini murid diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata.

Kemudian murid diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

3. Proses pembelajaran

Murid mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap murid atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan murid atau kelompok lain dan murid atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja murid atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan murid untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

4. Penutup

Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, murid diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran murid harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

21 5. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Menurut Kimble dan Garmezy (Ali, 1987), sifat perubahan perilaku dalam belajar bersifat permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama. Menurut Gagne (Muhammad Zainal Abidin, 8:2011) bahwa: Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki murid setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri murid, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan seorang murid terhadap bidang studi matematika setelah menempuh proses belajar mengajar yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajarnya. Di mana hasil belajar matematika murid dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang biasanya disebut tes hasil belajar.

22

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika Hasil belajar matematika dipengaruhi oleh dua faktor utama menurut Sardiman (2007:39-47), yaitu faktor intern dan faktor ekstern,

Dalam dokumen SKRIPSI. O l e h MEGAWATI NIM (Halaman 27-35)

Dokumen terkait