• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka Taman Nasional

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut:

Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami:

1. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami.

2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh.

3. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

4. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain: ekonomi dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

1. Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

2. Estetika, memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam/bahari.

3. Pendidikan dan penelitian, merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

4. Jaminan masa depan keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang.

Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasional dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis, dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman nasional sekurang- kuragnya memuat tujuan pengelolaan dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan (Departemen kehutanan, 1986) seperti dikutip oleh Simbolon (2011).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-II/2006, tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, diperlukan zonasi untuk wilayah Taman Nasional, adapun zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Dan harus selalu diadakan evaluasi zona sebagai bahan peninjauan ulang untuk usulan perubahan zonasi yang diperlukan sesuai dengan kepentingan pengelolaan.

Perubahan Penguasaan Sumber Daya Hutan

Menurut Adiwibowo, et.al (2009) perubahan rezim dari de-facto customary property regime (hutan adat) ke de-jure state common property regime (hutan negara) membawa pengaruh besar pada tatanan kehidupan masyarakat sekitar hutan. Perubahan rejim pengelolaan kawasan hutan akan mengubah struktur akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber daya hutan yang telah terjalin lama.

Menurut Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang sekarang dikenal dengan UUPA, seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional, dan hubungan ini bersifat abadi. Dalam UUPA dimuat empat macam hak untuk memakai suatu bidang tanah tertentu untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Dalam wilayah taman nasional hak-hak agraria yang dapat diijinkan adalah Hak Memungut Hasil Hutan dan Hak Pakai namun dengan lingkup terbatas.

Menurut Adiwibowo,et.al (2009) terdapat lima tipe akses pemukiman dan pertanian di dalam dan sekitar taman nasional. Kelima akses permukiman dan pertanian tersebut direspon berbeda oleh balai taman nasional, respon tersebut adalah :

1. Pengakuan hutan adat : Hutan yang berada di luar batas taman nasional diakui sebagai hutan adat.

2. Akses ke taman nasional diakui oleh Balai Taman Nasional karena terletak dalam wilayah adat, atau karena sejak lama dikelola melalui kearifan lokal dan diatur oleh tatanan hukum. Batas desa, pola peggunaan lahan, dan batas wilayah adat ditentukan secara rinci.

3. Lahan pertanian di dalam taman nasional dapat diakses selama tidak menambah luas lahan.

4. Pembinaan daerah penyangga 5. Perpindahan penduduk

6. Penindakan dan pengendalian terhadap warga yang membuka lahan, ilegal logging, perburuan satwa liar di kawasan

7. Koordinasi

Dengan respon Balai Taman Nasional terhadap masyarakat, hanya sedikit respon yang dianggap menguntungkan masyarakat, karena posisi tawar masyarakat yang kurang kuat. Balai Taman Nasional bertugas untuk mengendalikan akses masyarakat ke taman nasional dengan menegaskan batas yang jelas antara kawasan konservasi dengan batas administrasi desa. Masyarakat yang memiliki lahan di dalam kawasan masih dapat mengakses namun tidak dapat memperluas lahan. Hal ini dibuat untuk mengendalikan dan membatasi aktivitas masyarakat di dalam konservasi dan menjag luasan kawasan taman nasional.

Menurut Sylviani (2008) masyarakat sekitar kawasan mengkhawatirkan dengan adanya taman nasional, terutama dengan penataan batas. Dengan adanya batas kawasan, masyarakat setempat khawatir akan terjadi pengurangan hak-hak mereka, terutama akan membatasi ruang gerak masyarakat dalam aktivitasnya di dalam hutan, sehingga manfaat yang diperoleh akan berkurang, seperti hasil hutan non kayu dan perburuan tradisional. Hutan bukan hanya merupakan sumber penghidupan berladang, berburu, dan memanen hasil hutan tetapi juga erat kaitannya dengan budaya tradisi. Hal ini dipertegas dengan adanya undang maupun peraturan pemerintah yang melarang beberapa aktivitas yang cenderung merubah keutuhan kawasan,seperti : perburuan satwa, merubah dan mengusik bentang alam. Selain itu perbuatan yang merubah fungsi kawasan/zona, seperti : merusak keindahan alam dan gejala alam, merusak kekhasan potensi pembentuk ekosistem.

Dengan diberlakukannya taman nasional, terdapat dampak sosial ekonomi yang dialami masyarakat desa sekitar. Masyarakat yang semula berladang, berkebun, memiliki sawah, berburu, tambang, merambah, setelah masuk taman nasional, ternyata terdapat lahan mereka yang masuk ke dalam kawasan. Peghasilan yang didapat oleh masyarakat yang semula dari berkebun, berburu, tambang, setelah kebijakan taman nasional penghasilan yang didapat hanya dari ladang, sawah atau kebun yang lokasi lahannya tidak berada di dalam kawasan (Sylviani, 2008).

Teori Akses

Ribot dan Peluso (2003) mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Konsep akses ini erat kaitannya dengan bundle of power. Akses berfokus kepada kemampuan, akses mencakup jangkauan yang lebih luas dari hubungan sosial yang membatasi atau mengijinkan mengambil manfaat dari penggunaan sumber daya dibanding hubungan hak milik itu sendiri. Akses berfokus kepada siapa yang memanfaatkan (dan siapa yang tidak memanfaatkan) sesuatu, bagaimana caranya, dan kapan (dalam kondisi apa). Perhatian akses lebih ke arah berbagai cara orang mendapatkan manfaat dari sumber daya, terkait dengan hak kepemilikan namun hal tersebut tidak membatasi. Analisa akses membantu untuk mengerti mengapa beberapa orang atau lembaga dapat menggunakan sumber daya, terlepas dari apakah mereka memiliki hak terhadap sumber daya tersebut. Akses selalu berubah, tergantung dari posisi dan kekuasaan seseorang atau kelompok dalam beragam hubungan sosial.

Sedangkan hak milik adalah hak untuk mengambil manfaat dari sesuatu. MacPherson (1978) dalam Ribot dan Peluso (2003) mengkarakteristikan hak milik sebagai hak untuk mengambil manfaat dari sesuatu lebih karena klaim paksaan. Hal ini kaitannya dengan bundle of right. Hak milik, umumnya menimbulkan pernyataan dan dukungan sosial atau hak, dimana pernyataan tersebut berdasarkan hukum, budaya atau perjanjian. Manfaat biasanya dilihat dari akses serta hak. Menurut Marx, hak milik yang diganti menjadi state property, atau milik negara menyebabkan penggunaan sumber daya alam oleh masyarakat dianggap pencurian. Hak milik dan tenurial hanya menjelaskan hubungan dari kepemilikan sumber daya dan lembaga mana yang arusnya memberikan sangsi kontrol.

Teori Strategi Nafkah Definisi Strategi nafkah

Menurut Dharmawan (2007) pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Strategi nafkah dimaknai lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktr sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. Menurut Purnomo (2006) Strategi nafkah merupakan landasan pilihan aktivitas nafkah yang dilakukan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan rumahtangga. Nafkah diartikan sebagai cara-cara dimana orang memuaskan kebutuhan mereka untuk menjalani hidup. Nafkah meliputi kemampuan, aset (termasuk material dan sumberdaya sosial) dan aktivitas yang diperlukan sebagai cara untuk hidup (Chambers dan Conway, 1992) dalam (Scoones, 1998). Lebih lanjut, menurut Scoones (1998) terdapat tiga akar dari strategi nafkah untuk membedakan perbedaan keluaran. Tiga strategi nafkah itu adalah :

1. Intensifikasi pertanian : memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien, seperti dengan menambah tenaga kerja, maupun memperluas lahan garapan (ekstensifikasi pertanian)

2. Diversifikasi nafkah : atau pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan. Atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja, selain pertanian, dan memperoleh pendapatan.

3. Migrasi : antara penyebab migrasi efek investasi ulang pertanian, dan pola perpindahan.

Menurut Turasih dan Adiwibowo (2012) strategi nafkah terdiri atas strategi nafkah pertanian dan strategi nafkah non-pertanian, strategi nafkah pertanian terdiri atas : (1) sektor on farm dan (2) sektor off farm. Ellis (2000) dalam Turasih dan Adiwibowo (2012) menjelaskan bahwa sektor on farm merujuk pada nafkah bersumber dari hasil pertanian dalam arti luas seperti

pertanian perkebunan, peternakan, perikanan, dll. Selain sektor on farm, sebagian petani juga menambah penghasilannya dari sektor off farm. Menurut Ellis (2000) dalam Turasih dan Adiwibowo (2012) bentuk strategi off farm ini masih tergolong pada sektor pertanian, hanya saja pendapatan yang diperoleh berasal dari upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil, kontak upah tenaga kerja non upah, dan lain-lain.

Menurut Dharmawan (2000) secara umum strategi nafkah masyarakat pedesaan diasumsikan sebagai berikut: (1) Masyarakat pedesaan masih memegang kebudayaan mereka, termasuk mekanisme pertahanan dan peraturan; (2) Jejaring sosial lokal berfungsi dengan baik untuk memenuhi perlindungan sosial dan keamanan nafkah mereka.

Sumber nafkah

Scoones (1998) melihat bahwa strategi nafkah dapat dilakukan mengan memanfaatkan sumber nafkah, ataupun mengkombinasikan penggunaan sumber

nafkah.‎Sumber‎nafkah‎dapat‎dilihat‎sebagai‎„modal‟‎dasar,‎strategi‎nafkah‎yang‎

dibentuk nantinya berbeda-beda sesuai dengan nafkah yang dimiliki. Adapun empat sumber daya tersebut adalah :

1. Modal alami : serupa sumber daya alam, (seperti tanah, air, udara, dan lainnya) dan jasa lingkungan (siklus hidrologi, penyerapan polusi, dll) dimana nafkah diperoleh dari manfaat yang dihasilkan dari sumber daya.

2. Modal finansial : modal dasar (pinjaman, simpanan, dan semua aset ekonomi termasuk infrastruktur dasar dan teknologi dan perlengkapan produksi) yang sangat penting untuk menjalankan strategi nafkah.

3. Human Capital : keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bekerja, kesehatan, dan kemampuan fisik sangat penting untuk menjalankan strateg nafkah yang berbeda.

4. Modal sosial : merupakan sumber daya sosial (jaringan, pernyataan sosial, hubungan sosial, afiliasi, asosiasi) yang orang miliki saat menjalankan strategi nafkah. Strategi nafkah yang berbeda membutuhkan aksi koordinasi dengan masyarakat lainnya.

Sedangkan menurut Ellis (2000) dalam Niswah (2011) menjelaskan bahwa terdapat lima bentuk modal atau yang biasa disebut dengan livelihood assets yang biasanya dimanfaatkan oleh rumahtangga antara lain :

1. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital) : Modal ini bisa juga disebut sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan di perairan, maupun sumber daya mineral seperti minyak, emas, batu bara dan lain sebagainya.

2. Modal Fisik (Physical Capital): Modal fisik merupakan modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain sebagainya.

3. Modal Manusia (Human Capital) : Modal ini merupakan modal utama

apalagi‎ pada‎ masyarakat‎ yang‎ dikategorikan‎ “miskin”.‎ Modal‎ ini‎ berupa‎

pendidikan, ketrampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes) Modal ini berupa uang, yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang tunai, tabungan, ataupun akses dan pinjaman.

5. Modal Sosial (Social Capital) : Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja (networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi.

Sedangkan menurut Purnomo (2006), sumber nafkah terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu :

1. Penggunaan modal alami sebagai sumber nafkah, yang terdiri dari : a. Ekstensifikasi : penggarapan lahan secara bersamaan

b. Orientasi : menggarap lahan hutan

c. Investasi : Membangun hubungan di dalam dan di luar rumah tangga dan menyiapkan modal alami jangka panjang

d. Integrasi : berusaha tetap menjadi anggota kelompok e. Asuransi : persiapan aset untuk hari tua

2. Penggunaan bukan modal alami sebagai sumber nafkah, yang terdiri dari : a. Basis Remittance : kiriman uang dari pekerjaaan di luar desa

b. Basis modal sosial : membuka warung

c. Pekerjaan di dalam desa : bekerja sebagai mandor hutan Kerangka pemikiran

Kawasan Hutan Gunung Merapi ditetapkan sebagai TNGM sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas ± 6.410 ha, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebijakan taman nasional yang diberlakukan di wilayah Gunung Merapi sebagai upaya pelestarian lingkungan atau yang dikenal secara modern dengan istilah konservasi. Konservasi ini dilakukan dengan membatasi akses masyarakat terhadap sumber daya alam, salah satu upayanya dengan menerapkan sistem zonasi. Hal ini sedikit banyak memberikan pengaruh kepada masyarakat sekitar kawasan, salah satunya adalah masyarakat Desa Ngargomulyo. Desa Ngargomulyo memiliki modal alam yang bervariasi, mulai dari tanah yang subur, sumber mata air, pasir dan batu untuk di tambang yang digunakan sebagai sumber nafkah. Selain itu mereka juga memiliki ternak sehingga membutuhkan rumput yang cukup untuk ternak mereka,dan rumput yang berlimpah adalah berada di dalam kawasan. Dengan diberlakukannya zonasi dalam setiap wilayah taman nasional, maka dibuat juga aturan-aturan di dalam setiap zonasi. Kebijakan zonasi ini akan membatasi akses masyarakat terhadap sumber daya.

 Perubahan akses terhadap sumber daya alam di kawasan Gunung Merapi

 Perubahan Common Property Right Regime Penetapan zonasi Taman

Nasional Gunung Merapi

Perubahan strategi nafkah

 Diversifikasi nafkah

 Intensifikasi Pertanian

Keterbatasan akses masyarakat terhadap kawasan, mengakibatkan masyarakat harus memiliki alternatif strategi nafkah yang dijalankan untuk tetap dapat menjalankan kehidupan. Adapun strategi yang dapat dilakukan adalah strategi pertanian dan non pertanian. Strategi pertanian dapat berupa intensifikasi/ekstensifikasi pertanian, hal ini dapat digunakan bagi mereka yang memiliki lahan. Namun bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan, strategi nafkah yang dijalankan dapat berupa strategi nafkah pertanian seperti diversifikasi pertanian (pola nafkah ganda) ataupun migrasi.

Berikut adalah kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam penelitian ini :

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang dapat ditarik adalah Penetapan kawasan Gunung Merapi sebagai taman nasional membawa pengaruh kepada perubahan akses terhadap sumber daya alam dan strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

Definisi Konseptual

1. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

2. Akses adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh manfaat dari sesuatu.

3. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku.

4. Rumah tangga adalah adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu atap, memiliki peran dalam memperoleh pendapatan yang digunakan untuk kebutuhan bersama.

5. Penguasaan lahan adalah lahan yang dikuasai oleh responden, dimana responden dapat memanfaatkan lahan tersebut tanpa harus memiliki.

Definisi Operasional

1. Karakteristik rumahtangga, yaitu ciri-ciri yang dimiliki oleh rumahtangga masyarakat Desa Ngargomulyo. Karakteristik rumahtangga pertanian diukur dari:

a. Umur adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian.

b. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan ke dalam kategori: c. Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang banyaknya orang yang

kehidupannya masih bergantung pada kepala keluarga tersebut terutama terkait dengan ekonomi, termasuk dirinya sendiri.

2. Sumber nafkah dikategorikan empat sumber daya tersebut adalah :

a. Modal alami : memanfaatkan sumber daya alam untuk melangsungkan hidup

b. Modal finansial : modal dasar (pinjaman, simpanan, dan semua aset ekonomi termasuk infrastruktur dasar dan teknologi dan perlengkapan produksi) yang sangat penting untuk menjalankan hidup.

c. Human Capital : keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bekerja, kesehatan, dan kemampuan fisik sangat penting untuk menjalankan hidup.

d. Modal sosial : merupakan sumber daya sosial (jaringan, pernyataan sosial, hubungan sosial, afiliasi, asosiasi) yang orang miliki masyarakat Desa Ngargomulyo

3. Tingkat Pendapatan : pendapatan yang didapat dari rumahtangga responden. Dibagi atas :

a. Sektor pertanian : pendapatan yang didapat dari hasil produksi pertanian

b. Sektor non pertanian : pendapatan yang didapat melalui pekerjaan yang dilakukan yang tidak berhubungan dengan pertanian

4. Strategi nafkah yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya:

a. Intensifikasi pertanian : memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien, seperti dengan menambah tenaga kerja. Ekstensifikasi pertanian : memperluas lahan garapan

b. Diversifikasi nafkah : atau pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan, seperti : 1) kiriman uang dari pekerjaan di luar desa; 2) membuka usaha sendiri bukan bidang pertanian; 3) upah tenaga kerja di dalam pedesaan bukan bidang pertanian

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pengumpulan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan survey yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang utama (Singarimbun dan Effendi 1989). Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap informan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Tanen, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Lokasi dipilih karena Desa Ngargomulyo ini merupakan salah satu desa yang termasuk ke dalam 30 desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dan masauk ke dalam Zona Tradisional kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Selain itu, Desa Ngargomulyo mengalami perubahan sumber nafkah yang semula dapat mengelola hutan menjadi tidak dapat mengelola suber nafkah dari dalam hutan lagi. Hal ini dikarenakan sebelum ditetapkan menjadi taman nasional, hutan sekitar wilayah desa dipegang oleh Perhutani. Salah satu dusun yang menggarap di dalam hutan adalah masyarakat Dusun Tanen. Masyarakat Dusun Tanen menggarap hutan lindung yang dulunya dikuasai oleh pihak Perum Perhutani. Oleh karena itu dengan ditetapkannya sebagai taman nasional masyarakat yang semula ikut menggarap di hutan tidak dapat lagi menggarap di dalam kawasan konservasi. Berdasarkan alasan tersebut maka Dusun Tanen dipilih sebagai lokasi penelitian.

Waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan. Kegiatan penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal

penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan baik

primer maupun sekunder, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi langsung. Pengumpulan data dilakukan selama tiga minggu pada minggu kedua April hingga minggu pertama bulan Mei 2014. Kuesioner diberikan kepada responden dan peneliti membantu responden dalam pengisian kuesioner tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pengisian. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan kepada informan yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya. Observasi langsung dilakukan untuk

Dokumen terkait