• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis bernama Estya Permana dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Agustus 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Pratamayoga dan Fajar Tristiana Susana. Penulis telah menempuh pendidikannya di TK Insan Taqwa pada tahun 1996-1998. Kemudian penulis melanjutkan ke SD Kesatuan Bogor pada tahun 1998-2004, SMP Kesatuan Bogor pada tahun 2004- 2007, dan SMA Kesatuan Bogor pada tahun 2007-2010. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA, penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif dalam kegiatan lembaga struktural maupun kegiatan panitia. Penulis tergabung dalam organisasi HIMASIERA Divisi Community Development periode tahun 2011-2013, serta BEM FEMA IPB periode tahun 2012-2013 sebagai bendahara divisi budaya, olahraga, dan seni. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan dalam beberapa event di IPB antara lain dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2011, kepanitiaan OMI 2012, kepanitiaan Communication Day 2013, kepanitiaan 5th‎ E‟SPENT‎ dan‎ 6th (Ecology Sport and Art Event), kepanitiaan Familiarity Night tahun 2013, kepanitiaan INDEX (Indonesian Ecology Expo) pada tahun 2013 yang diadakan oleh BEM FEMA IPB.

ESTYA PERMANA. Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi Terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO.

Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang menggunakan manajemen zonasi. Hal ini banyak memberikan pengaruh terhadap masyarakat desa sekitar kawasan salah satunya adalah Desa Ngargomulyo. Perubahan status hutan menjadi taman nasional secara tidak langsung mengubah strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo. Strategi nafkah bukan hanya sebatas kegiatan mencari nafkah namun sebagai cara hidup. Penelitian dilakukan dengan metode survey dan analisis dilakukan berdasar pada data kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Ngargomulyo berada dalam zona tradisional TNGM, dimana hutan yang berada di desa tersebut semula merupakan hutan lindung di bawah kelola Perum Perhutani. Masyarakat masih dapat ikut memanfaatkan sumberdaya hutan seperti mengambil rumput, menanam, dan menyadap. Namun setelah mengalami perubahan status, masyarakat pun mengalami perubahan. Salah satunya adalah mengalami perubahan pola penguasaan lahan. Hal ini membawa masyarakat ke perubahan strategi nafkah. Karena pendapatan dari sektor pertanian mengalami penurunan sehingga masyarakat harus memiliki alternatif lainnya yaitu beternak dan berdagang.

Kata kunci : taman nasional, zonasi, strategi nafkah, akses

ESTYA PERMANA. The effects of Gunung Merapi National Park to The Livelihood Strategy of The Community of Desa Ngargomulyo . Supervised by SOERYO ADIWIBOWO

Gunung Merapi National Park (GMNP) is a conservation area which has zonations as its management. It gives effects to rural people around national park, Desa Ngargomulyo is one of them. The change of the status of the forest which became a national park undirectly change the livelihood strategy that community of Desa Ngargomulyo have. Livelihood strategy is not regarded as a funding activity but more as means of living. This research is conducted with survey method and analyze is based on quantitative data and supported by descriptive qualitative.The result of this research shows that community of Desa Ngargomulyo is located in the traditional zone of GMNP, which its forest war primarily a protected forest under management of Perum Perhutani. The communitystill allowed to take advantages from the forest such as taking grasses for their livestock, planting, and rubber tapping. But after the national park management, the people also affected. The community suffered changing pattern of land tenure and it lead the community to change of livelihood strategy. Because the income from farm sector is decrease, they had to have other alternatives, they are trading and farming

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kawasan luas yang di dalamnya terdapat berbagai macam flora dan fauna. Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Indonesia memiliki luas hutan sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia. Karena wilayahnya yang luas, hutan Indonesia memiliki potensi keanekaragaman yang sangat tinggi. Didalamnya terdapat ribuan jenis flora dan ribuan spesies fauna. Dengan keanekaragaman tersebut, hutan sangat bermanfaat bagi manusia, terutama bagi masyarakat sekitar hutan.

Namun saat ini, laju deforestasi yang terjadi di Indonesia sangat tinggi. Hal ini disebabkan pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, pemukiman, maupun kegiatan industri lainnya. Tidak jarang bahwa pembukaan hutan ini malah merugikan masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang hidup di dalam hutan, hal ini menyebabkan banyak konflik yang muncul. Jika hal ini dibiarkan terus maka akan mengakibatkan banyak hal, berkurangnya luasan hutan akan menyebabkan berkurangnya kemampuan menyerap emisi karbon. Selain itu, akan terjadi kepunahan keanekaragamanhayati yang terdapat di dalam hutan. Eksploitasi hutan untuk tujuan komersil memiliki tujuan akhir untuk memajukan Indonesia namun hal tersebut tersebut malah membawa kerugian maupun petaka bagi manusia itu sendiri, karena sesungguhnya manusia masih bergantung terhadap alam, termasuk hutan untuk menjalankan hidupnya. Seharusnya pembangunan yang baik adalah yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang, seperti yang disebut pada UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;

Dengan semakin berkurangnya luasan hutan di Indonesia, maka gencar diadakan gerakan konservasi untuk mempertahankan apa yang masih ada. Upaya penanaman lahan gundul, hingga perubahan status hutan yang semula hutan produksi, hutan lindung, cagar alam, taman wisata menjadi taman nasional, agar hutan benar-benar tidak tersentuh kegiatan komersil manusia. Menurut Sylviani (2008) Perubahan fungsi kawasan hutan produksi (HP) dan hutan lindung (HL) menjadi kawasan konservasi (HK) dilakukan untuk menghentikan kegiatan eksploitasi pemanfaatan hasil hutan kayu dalam upaya menjaga kelertarian keaneka ragaman hayati, perlindungan plasma nutfah dan mempertahankan aset lainnya yang ada di kawasan HP dan HL. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara hutan dengan manusia atau masyarakat tidak dapat dipisahkan begitu saja, sebab hutan memiliki fungsi yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hutan tidak hanya sekedar

sebagai fungsi ekonomi atau pemenuhan kebutuhan hidup seperti memenuhi kebutuhan kayu bakar dan pertukangan, sumber pangan, sumber pendapatan, dll. Namun hutan juga memberikan fungsi sosial, ekologi, budaya, bahkan religi. Dari segi sosial, hutan merupakan sumber natura bagi masyarakat sekitar, konsumsi non komersial bagi tetangga, dan lainnya. Sedangkan dari sisi ekologisnya hutan berfungsi sebagai pengawetan tanah dan air, perlindungan tanaman-tanaman pertanian, sumber simpanan karbon, dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Masyarakat memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhannya sehari- hari, namun tidak dapat dipungkiri jika ada masyarakat yang memiliki sumber penghidupan lainnya selain dari hutan. Hal ini berkaitan dengan strategi nafkah yang dijalankan oleh masyarakat desa sekitar hutan. Menurut Dharmawan (2007) pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Strategi nafkah dimaknai lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktr sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. Nafkah atau livelihood sendiri diartikan oleh Chamber dan Conway (1992) dalam Scoones (1998) mengatakan bahwa nafkah terdiri dari kemampuan, aset (termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang dibutuhkan sebagai sarana hidup. Sehingga strategi nafkah dapat diartikan sebagai cara masyarakat mengelola sumber daya atau aset sesuai kemampuannya dalam suatu kegiatan untuk bertahan hidup.

Pengelolaan sumber daya oleh masyarakat terhadap aset seperti sumber daya alam, dalam hal ini adalah hutan, erat kaitannya dengan akses terhadap hutan itu sendiri. Fungsi hutan sebagai satu-satunya sumberdaya yang terdekat dengan masyarakat membuat akses terhadap hutan sebagai hal yang penting dan fundamental bagi masyarakat. Ribot dan Peluso (2003) mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Konsep akses ini erat kaitannya dengan bundle of power. Akses berfokus kepada kemampuan, akses mencakup jangkauan yang lebih luas dari hubungan sosial yang membatasi atau mengijinkan mengambil manfaat dari penggunaan sumber daya dibanding hubungan hak milik itu sendiri.

Dengan eratnya terhadap konsep bundle of power, hak milik tidak lagi menjadi batasan manusia untuk memanfaatkan sesuatu. Sama seperti yang terjadi antara masyarakat sekitar hutan dan hutan. Dengan adanya status hutan sebagai taman nasional membuat masyarakat menjadi terbatas dalam menggunakan sumber daya, terutama karena adanya sistem zonasi. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Dengan adanya sistem zonasi ini, semula masyarakat bebas menebang pohon atau

mengambil kayu, sekarang sudah ada peraturan yang mengatur. Status hutan yang semula open access berubah menjadi menjadi state property. Menurut Marx dalam Ribot dan Peluso (2003), hak milik yang diganti menjadi state property, atau milik negara menyebabkan penggunaan sumber daya alam oleh masyarakat dianggap pencurian. Hal ini juga mengakibatkan masyarakat yang semula hidupnya bergantung dari hasil hutan, menjadi kehilangan sumber mata pencahariannya.

Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan hutan yang memiliki status sebagai taman nasional berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 seluas ±6.410 Ha yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali. Taman Nasional Gunung Merapi merupakan kawasan yang memiliki arti dan nilai sangat penting baik bagi masyarakat di sekitar kawasan, salah satunya adalah masyarakat Desa Ngargomulyo. Desa Ngargomulyo merupakan salah satu desa dari 30 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merapi (Garjita et.al 2013). Sebelum ditetapkan sebagai kawasan taman nasional, hutan yang berada di sekitar pemukiman adalah hutan lindung dibawah pengelolaan Perum Perhutani. Pada masanya, masyarakat bebas keluar masuk hutan untuk mengambil rumput untuk pakan ternak, mencari kayu bakar, penyadapan getah pinus, bahkan melakukan tumpang sari. Namun dengan ditetapkan sebagi kawasan taman nasional, masyarakat tidak dapat lagi menanam di dalam kawasan hutan, karena status hutan yang sudah menjadi taman nasional. Dengan adanya penetapan taman nasional ini mengakibatkan masyarakat harus memikirkan cara yang lain untuk dapat bertahan hidup. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi mempengaruhi strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo.

Rumusan Masalah

Sebelum penetapan kawasan, hutan sekitar Desa Ngargomulyo dikelola oleh pihak Perum Perhutani. Masyarakat memanfaatkan sumber daya di dalam kawasan untuk menjalankan hidupnya, dari mengambil rumput, mencari ayu bakar, bercocok tanam, meyadap getah pinus, dan lain sebagainya. Masyarakat sekitar kawasan hutan Gunung Merapi memandang sumber daya alam di kawasan ini dapat diakses oleh siapa saja. Namun setelah ditetapkan menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, kawasan terbagi menjadi zona-zona tertentu sesuai dengan Peraturan Pemerinta Nomor P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Dengan ditetapkannya zonasi dalam kawasan ini, dibuat pula peraturan mengenai larangan serta apa yang dapat dilakukan dalam setiap zona, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian hutan. Hal ini menyebabkan masyarakat sekitar hutan tidak lagi bisa mengakses sumber daya di dalam kawasan. Mereka tidak dapat lagi menanam di dalam kawasan, maupun melakukan penyadapan, akses yang mereka miliki hanya rumput dan kayu bakar. Hal ini menyebabkan berkurangnya sumber nafkah yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ngargomulyo. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian sejauh mana keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi mempengaruhi akses masyarakat Desa Ngargomulyo

Akses masyarakat terhadap sumber daya dalam kawasan mempengaruhi strategi nafkah yang dimiliki oleh masyarakat agar tetap dapat menjalankan hidup. Strategi nafkah yang dimiliki masyarakat ketika berstatus hutan lindung tentu berbeda dengan strategi nafkah yang dimiliki masyarakat ketika sesudah ditetapkan menjadi taman nasional. Kebutuhan yang terus meningkat, sedangkan sumber nafkah terbatas. Bagaimana masyarakat memaksimalkan sumber daya yang tersedia, dan bagaimana masyarakat mengatasi keadaan yang berbeda tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sejauh mana perubahan akses mempengaruhi strategi nafkah hidup masyarakat Desa Ngargomulyo.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya adalah :

1. Menganalisis perubahan akses masyarakat sekitar hutan pasca perubahan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional

2. Menganalisis perubahan strategi nafkah yang dimiliki masyarakat sekitar hutan

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh keberadaan taman nasional terhadap strategi nafkah yang dimiliki oleh masyarakat desa sekitar hutan. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya :

1. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pembuat kebijakan agar dapat membangun kolaborasi yang baik antar stakeholders sehingga masyarakat tetap sejahtera dan hutan tetap lestari. 2. Peneliti dan akademisi, diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan mengenai strategi nafkah masyarakat sekitar hutan terutama taman nasional.

3. Masyarakat, diharapkan penelitian ini mampu menambah wawasan masyarakat mengenai kehidupan masyarakat desa sekitar hutan beserta strategi nafkah yang dimiliki berkaitan dengan penetapan taman nasional.

Dokumen terkait