• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi terhadap strategi nafkah masyarakat desa Ngargomulyo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi terhadap strategi nafkah masyarakat desa Ngargomulyo"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

TERHADAP STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT DESA

NGARGOMULYO

ESTYA PERMANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi Terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(3)

ABSTRAK

ESTYA PERMANA. Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi Terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO.

Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang menggunakan manajemen zonasi. Hal ini banyak memberikan pengaruh terhadap masyarakat desa sekitar kawasan salah satunya adalah Desa Ngargomulyo. Perubahan status hutan menjadi taman nasional secara tidak langsung mengubah strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo. Strategi nafkah bukan hanya sebatas kegiatan mencari nafkah namun sebagai cara hidup. Penelitian dilakukan dengan metode survey dan analisis dilakukan berdasar pada data kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Ngargomulyo berada dalam zona tradisional TNGM, dimana hutan yang berada di desa tersebut semula merupakan hutan lindung di bawah kelola Perum Perhutani. Masyarakat masih dapat ikut memanfaatkan sumberdaya hutan seperti mengambil rumput, menanam, dan menyadap. Namun setelah mengalami perubahan status, masyarakat pun mengalami perubahan. Salah satunya adalah mengalami perubahan pola penguasaan lahan. Hal ini membawa masyarakat ke perubahan strategi nafkah. Karena pendapatan dari sektor pertanian mengalami penurunan sehingga masyarakat harus memiliki alternatif lainnya yaitu beternak dan berdagang.

Kata kunci : taman nasional, zonasi, strategi nafkah, akses

ESTYA PERMANA. The effects of National Park to the livelihood strategy of The Community of Desa Ngargomulyo . Supervised by SOERYO ADIWIBOWO

Gunung Merapi National Park (GMNP) is a conservation area which has zonations as its management. It gives effects to rural people around national park, Desa Ngargomulyo is one of them. The change of the status of the forest which became a national park undirectly change the livelihood strategy that community of Desa Ngargomulyo have. Livelihood strategy is not regarded as a funding activity but more as means of living. This research is conducted with survey method and analyze is based on quantitative data and supported by descriptive qualitative.The result of this research shows that community of Desa Ngargomulyo is located in the traditional zone of GMNP, which its forest war primarily a protected forest under management of Perum Perhutani. The communitystill allowed to take advantages from the forest such as taking grasses for their livestock, planting, and rubber tapping. But after the national park management, the people also affected. The community suffered changing pattern of land tenure and it lead the community to change of livelihood strategy. Because the income from farm sector is decrease, they had to have other alternatives, they are trading and farming

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGARUH TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

TERHADAP STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT DESA

NGARGOMULYO

ESTYA PERMANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Taman Nasional Gunung Merapi terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa Ngargomulyo

Nama : Estya Permana

NIM : I34100046

Disetujui oleh

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Pembimbing

Diketahui

Dr.Ir. Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya‎sehingga‎skripsi‎yang‎berjudul‎“Pengaruh‎ Taman Nasional Gunung Merapi Terhadap Strategi Nafkah Masyarakat Desa

Ngargomulyo”‎telah‎diselesaikan‎ini‎dengan‎tepat‎waktu

.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS, dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, serta kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

2. Ayah Pratamayoga, Ibunda F. Tristiana Susanna, Kakak-kakak tersayang Jati Permana, Galih Permana, Arni Aulia, dan Siti Umi Rohmatin yang memberikan bantuan moral dan materiil serta keponakan-keponakan tersayang Raffa dan Naida.

3. Bapak Wardani selaku Kepala Resor Dukun SPTN I. Mbak Silvi, Mbak Sita selaku staff Balai TNGM.

4. Bapak Yatin dan Pak Muji selaku Kepala Desa dan Sekdes Desa Ngargomulyo.

5. Bapak Sartono selaku Kepala Dusun Tanen dan masyarakat Dusun Tanen yang sudah mau direpotkan.

6. Teman-teman satu bimbingan Citra Dewi, Indah Tri Utami, Sahda, dan Natrisya Sekararum yang saling menyemangati satu sama lain.

7. Adhrid, Annisa Nurrizky, Rendi Dwi, Nicco Andrian, Panji Prasetyo, Diba Safitri, Annisa Nazila, Agi Hadinata yang selalu membantu doa

8. Mugi Lestari, Sadri Sugra, Finka Ermawan yang selalu berbagi suka duka dan selalu menghibur

9. Teman-teman LECB Programme yang selalu menyemangati penulis

10.Seluruh keluarga SKPM 47, teman berbagai suka dan cita selama belajar di departemen ini atas kebersamaan, semangat, motivasi, serta membantu dalam proses pembelajaran.

11.Dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh pengaruh taman nasional terhadap masyarakat desa penyangga di sekitar kawasan. Kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak sehinga dapat membangun ke arah yang lebih baik.

Bogor, September 2014

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Kerangka pemikiran 10

Hipotesis Penelitian 11

Definisi Konseptual 12

Definisi Operasional 12

PENDEKATAN LAPANG 14

Metode Penelitian 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Teknik Pengumpulan Data 14

Teknik Penentuan Responden dan Informan 15

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 15

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN 16

Profil Desa Ngargomulyo 16

Posisi Desa Ngargomulyo dalam Kawasan TNGM 19

Karakteristik Responden 20

PERUBAHAN AKSES MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TNGM 24

Deskripsi Kawasan 24

Sejarah dan Status Kawasan 24

Penetapan Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi 25

Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi 27

(8)

Perubahan Akses Masyarakat Akibat Taman Nasional Gunung Merapi 32

Ikhtisar 35

PERUBAHAN STRATEGI NAFKAH PETANI DESA NGARGOMULYO 37

Perubahan Penguasaan Lahan 37

Pendapatan dari Dalam Kawasan Taman Nasional 40

Strategi Nafkah Warga Desa Ngargomulyo 41

Pendapatan Rumahtangga 43

Ikhtisar 48

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 54

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Desa Ngargomulyo 17 2 Mata Pencaharian Warga Desa Ngargomulyo Menurut Profil Desa

2013 17

3 Jumlah Ternak yang Dimiliki Masyarakat Desa Ngargomulyo 18 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 18 5 Nama Desa Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi 19 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur 20 7 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan 20 8 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan 21 9 Pembagian Zonasi Taman Nasional gunung Merapi 27 10 Perbandingan Jenis Kegiatan yang Dapat Diakses pada Tahun 2003

dan 2013 35

11 Perubahan Penguasaan Lahan Warga Desa Ngargomulyo Menurut Lokasi terhadap Kawasan TNGM, Rumahtangga Responden,

2003-2013 37

12 Luas Penguasaan Lahan Responden Tahun 2003 Sebelum Penetapan

TNGM 38

13 Luas Penguasaan Lahan Responden Tahun 2013 Setelah Penetapan

TNGM 38

14 Perbandingan Pendapatan dari dalam kawasan TNGM tahun 2003 dan

2013 41

15 Jumlah Rumahtangga Responden Menurut Jenis Pekerjaan Tahun

2013 42

16 Pendapatan Masyarakat Desa Ngargomulyo Berdasarkan sektor

pertanian tahun 2003 44

17 Pendapatan Masyarakat Desa Ngargomulyo Berdasarkan Sektor

Pertanian Tahun 2013 44

18 Jumlah responden berdasarkan pendapatan per tahun per luas lahan

yang dimiliki tahun 2003 dan 2013 45

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran 12

2 Peta Taman Nasional Gunung Merapi 16

3 Perbandingan Pendapatan dari Sektor Pertanian Tahun 2003 dan

2013 44

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Dokumentasi 52

2 Penjelasan Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi 54

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kawasan luas yang di dalamnya terdapat berbagai macam flora dan fauna. Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Indonesia memiliki luas hutan sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia. Karena wilayahnya yang luas, hutan Indonesia memiliki potensi keanekaragaman yang sangat tinggi. Didalamnya terdapat ribuan jenis flora dan ribuan spesies fauna. Dengan keanekaragaman tersebut, hutan sangat bermanfaat bagi manusia, terutama bagi masyarakat sekitar hutan.

Namun saat ini, laju deforestasi yang terjadi di Indonesia sangat tinggi. Hal ini disebabkan pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, pemukiman, maupun kegiatan industri lainnya. Tidak jarang bahwa pembukaan hutan ini malah merugikan masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang hidup di dalam hutan, hal ini menyebabkan banyak konflik yang muncul. Jika hal ini dibiarkan terus maka akan mengakibatkan banyak hal, berkurangnya luasan hutan akan menyebabkan berkurangnya kemampuan menyerap emisi karbon. Selain itu, akan terjadi kepunahan keanekaragamanhayati yang terdapat di dalam hutan. Eksploitasi hutan untuk tujuan komersil memiliki tujuan akhir untuk memajukan Indonesia namun hal tersebut tersebut malah membawa kerugian maupun petaka bagi manusia itu sendiri, karena sesungguhnya manusia masih bergantung terhadap alam, termasuk hutan untuk menjalankan hidupnya. Seharusnya pembangunan yang baik adalah yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang, seperti yang disebut pada UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;

(12)

sebagai fungsi ekonomi atau pemenuhan kebutuhan hidup seperti memenuhi kebutuhan kayu bakar dan pertukangan, sumber pangan, sumber pendapatan, dll. Namun hutan juga memberikan fungsi sosial, ekologi, budaya, bahkan religi. Dari segi sosial, hutan merupakan sumber natura bagi masyarakat sekitar, konsumsi non komersial bagi tetangga, dan lainnya. Sedangkan dari sisi ekologisnya hutan berfungsi sebagai pengawetan tanah dan air, perlindungan tanaman-tanaman pertanian, sumber simpanan karbon, dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Masyarakat memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, namun tidak dapat dipungkiri jika ada masyarakat yang memiliki sumber penghidupan lainnya selain dari hutan. Hal ini berkaitan dengan strategi nafkah yang dijalankan oleh masyarakat desa sekitar hutan. Menurut Dharmawan (2007) pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Strategi nafkah dimaknai lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktr sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. Nafkah atau livelihood sendiri diartikan oleh Chamber dan Conway (1992) dalam Scoones (1998) mengatakan bahwa nafkah terdiri dari kemampuan, aset (termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang dibutuhkan sebagai sarana hidup. Sehingga strategi nafkah dapat diartikan sebagai cara masyarakat mengelola sumber daya atau aset sesuai kemampuannya dalam suatu kegiatan untuk bertahan hidup.

Pengelolaan sumber daya oleh masyarakat terhadap aset seperti sumber daya alam, dalam hal ini adalah hutan, erat kaitannya dengan akses terhadap hutan itu sendiri. Fungsi hutan sebagai satu-satunya sumberdaya yang terdekat dengan masyarakat membuat akses terhadap hutan sebagai hal yang penting dan fundamental bagi masyarakat. Ribot dan Peluso (2003) mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Konsep akses ini erat kaitannya dengan bundle of power. Akses berfokus kepada kemampuan, akses mencakup jangkauan yang lebih luas dari hubungan sosial yang membatasi atau mengijinkan mengambil manfaat dari penggunaan sumber daya dibanding hubungan hak milik itu sendiri.

(13)

semula open access berubah menjadi menjadi state property. Menurut Marx dalam Ribot dan Peluso (2003), hak milik yang diganti menjadi state property, atau milik negara menyebabkan penggunaan sumber daya alam oleh masyarakat dianggap pencurian. Hal ini juga mengakibatkan masyarakat yang semula hidupnya bergantung dari hasil hutan, menjadi kehilangan sumber mata pencahariannya.

Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan hutan yang memiliki status sebagai taman nasional berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 seluas ±6.410 Ha yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali. Taman Nasional Gunung Merapi merupakan kawasan yang memiliki arti dan nilai sangat penting baik bagi masyarakat di sekitar kawasan, salah satunya adalah masyarakat Desa Ngargomulyo. Desa Ngargomulyo merupakan salah satu desa dari 30 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merapi (Garjita et.al 2013). Sebelum ditetapkan sebagai kawasan taman nasional, hutan yang berada di sekitar pemukiman adalah hutan lindung dibawah pengelolaan Perum Perhutani. Pada masanya, masyarakat bebas keluar masuk hutan untuk mengambil rumput untuk pakan ternak, mencari kayu bakar, penyadapan getah pinus, bahkan melakukan tumpang sari. Namun dengan ditetapkan sebagi kawasan taman nasional, masyarakat tidak dapat lagi menanam di dalam kawasan hutan, karena status hutan yang sudah menjadi taman nasional. Dengan adanya penetapan taman nasional ini mengakibatkan masyarakat harus memikirkan cara yang lain untuk dapat bertahan hidup. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi mempengaruhi strategi nafkah masyarakat Desa Ngargomulyo.

Rumusan Masalah

(14)

penelitian sejauh mana keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi mempengaruhi akses masyarakat Desa Ngargomulyo

Akses masyarakat terhadap sumber daya dalam kawasan mempengaruhi strategi nafkah yang dimiliki oleh masyarakat agar tetap dapat menjalankan hidup. Strategi nafkah yang dimiliki masyarakat ketika berstatus hutan lindung tentu berbeda dengan strategi nafkah yang dimiliki masyarakat ketika sesudah ditetapkan menjadi taman nasional. Kebutuhan yang terus meningkat, sedangkan sumber nafkah terbatas. Bagaimana masyarakat memaksimalkan sumber daya yang tersedia, dan bagaimana masyarakat mengatasi keadaan yang berbeda tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sejauh mana perubahan akses mempengaruhi strategi nafkah hidup masyarakat Desa Ngargomulyo.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini diantaranya adalah :

1. Menganalisis perubahan akses masyarakat sekitar hutan pasca perubahan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional

2. Menganalisis perubahan strategi nafkah yang dimiliki masyarakat sekitar hutan

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh keberadaan taman nasional terhadap strategi nafkah yang dimiliki oleh masyarakat desa sekitar hutan. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya :

1. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pembuat kebijakan agar dapat membangun kolaborasi yang baik antar stakeholders sehingga masyarakat tetap sejahtera dan hutan tetap lestari. 2. Peneliti dan akademisi, diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan mengenai strategi nafkah masyarakat sekitar hutan terutama taman nasional.

(15)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Taman Nasional

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut:

Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami:

1. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. 2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh.

3. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

4. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain: ekonomi dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

1. Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

2. Estetika, memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam/bahari.

3. Pendidikan dan penelitian, merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

4. Jaminan masa depan keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang.

(16)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-II/2006, tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, diperlukan zonasi untuk wilayah Taman Nasional, adapun zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Dan harus selalu diadakan evaluasi zona sebagai bahan peninjauan ulang untuk usulan perubahan zonasi yang diperlukan sesuai dengan kepentingan pengelolaan.

Perubahan Penguasaan Sumber Daya Hutan

Menurut Adiwibowo, et.al (2009) perubahan rezim dari de-facto customary property regime (hutan adat) ke de-jure state common property regime (hutan negara) membawa pengaruh besar pada tatanan kehidupan masyarakat sekitar hutan. Perubahan rejim pengelolaan kawasan hutan akan mengubah struktur akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber daya hutan yang telah terjalin lama.

Menurut Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang sekarang dikenal dengan UUPA, seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional, dan hubungan ini bersifat abadi. Dalam UUPA dimuat empat macam hak untuk memakai suatu bidang tanah tertentu untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Dalam wilayah taman nasional hak-hak agraria yang dapat diijinkan adalah Hak Memungut Hasil Hutan dan Hak Pakai namun dengan lingkup terbatas.

Menurut Adiwibowo,et.al (2009) terdapat lima tipe akses pemukiman dan pertanian di dalam dan sekitar taman nasional. Kelima akses permukiman dan pertanian tersebut direspon berbeda oleh balai taman nasional, respon tersebut adalah :

1. Pengakuan hutan adat : Hutan yang berada di luar batas taman nasional diakui sebagai hutan adat.

2. Akses ke taman nasional diakui oleh Balai Taman Nasional karena terletak dalam wilayah adat, atau karena sejak lama dikelola melalui kearifan lokal dan diatur oleh tatanan hukum. Batas desa, pola peggunaan lahan, dan batas wilayah adat ditentukan secara rinci.

3. Lahan pertanian di dalam taman nasional dapat diakses selama tidak menambah luas lahan.

4. Pembinaan daerah penyangga 5. Perpindahan penduduk

(17)

7. Koordinasi

Dengan respon Balai Taman Nasional terhadap masyarakat, hanya sedikit respon yang dianggap menguntungkan masyarakat, karena posisi tawar masyarakat yang kurang kuat. Balai Taman Nasional bertugas untuk mengendalikan akses masyarakat ke taman nasional dengan menegaskan batas yang jelas antara kawasan konservasi dengan batas administrasi desa. Masyarakat yang memiliki lahan di dalam kawasan masih dapat mengakses namun tidak dapat memperluas lahan. Hal ini dibuat untuk mengendalikan dan membatasi aktivitas masyarakat di dalam konservasi dan menjag luasan kawasan taman nasional.

Menurut Sylviani (2008) masyarakat sekitar kawasan mengkhawatirkan dengan adanya taman nasional, terutama dengan penataan batas. Dengan adanya batas kawasan, masyarakat setempat khawatir akan terjadi pengurangan hak-hak mereka, terutama akan membatasi ruang gerak masyarakat dalam aktivitasnya di dalam hutan, sehingga manfaat yang diperoleh akan berkurang, seperti hasil hutan non kayu dan perburuan tradisional. Hutan bukan hanya merupakan sumber penghidupan berladang, berburu, dan memanen hasil hutan tetapi juga erat kaitannya dengan budaya tradisi. Hal ini dipertegas dengan adanya undang maupun peraturan pemerintah yang melarang beberapa aktivitas yang cenderung merubah keutuhan kawasan,seperti : perburuan satwa, merubah dan mengusik bentang alam. Selain itu perbuatan yang merubah fungsi kawasan/zona, seperti : merusak keindahan alam dan gejala alam, merusak kekhasan potensi pembentuk ekosistem.

Dengan diberlakukannya taman nasional, terdapat dampak sosial ekonomi yang dialami masyarakat desa sekitar. Masyarakat yang semula berladang, berkebun, memiliki sawah, berburu, tambang, merambah, setelah masuk taman nasional, ternyata terdapat lahan mereka yang masuk ke dalam kawasan. Peghasilan yang didapat oleh masyarakat yang semula dari berkebun, berburu, tambang, setelah kebijakan taman nasional penghasilan yang didapat hanya dari ladang, sawah atau kebun yang lokasi lahannya tidak berada di dalam kawasan (Sylviani, 2008).

Teori Akses

(18)

Sedangkan hak milik adalah hak untuk mengambil manfaat dari sesuatu. MacPherson (1978) dalam Ribot dan Peluso (2003) mengkarakteristikan hak milik sebagai hak untuk mengambil manfaat dari sesuatu lebih karena klaim paksaan. Hal ini kaitannya dengan bundle of right. Hak milik, umumnya menimbulkan pernyataan dan dukungan sosial atau hak, dimana pernyataan tersebut berdasarkan hukum, budaya atau perjanjian. Manfaat biasanya dilihat dari akses serta hak. Menurut Marx, hak milik yang diganti menjadi state property, atau milik negara menyebabkan penggunaan sumber daya alam oleh masyarakat dianggap pencurian. Hak milik dan tenurial hanya menjelaskan hubungan dari kepemilikan sumber daya dan lembaga mana yang arusnya memberikan sangsi kontrol.

Teori Strategi Nafkah

Definisi Strategi nafkah

Menurut Dharmawan (2007) pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Strategi nafkah dimaknai lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktr sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku. Menurut Purnomo (2006) Strategi nafkah merupakan landasan pilihan aktivitas nafkah yang dilakukan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan rumahtangga. Nafkah diartikan sebagai cara-cara dimana orang memuaskan kebutuhan mereka untuk menjalani hidup. Nafkah meliputi kemampuan, aset (termasuk material dan sumberdaya sosial) dan aktivitas yang diperlukan sebagai cara untuk hidup (Chambers dan Conway, 1992) dalam (Scoones, 1998). Lebih lanjut, menurut Scoones (1998) terdapat tiga akar dari strategi nafkah untuk membedakan perbedaan keluaran. Tiga strategi nafkah itu adalah :

1. Intensifikasi pertanian : memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien, seperti dengan menambah tenaga kerja, maupun memperluas lahan garapan (ekstensifikasi pertanian)

2. Diversifikasi nafkah : atau pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan. Atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja, selain pertanian, dan memperoleh pendapatan.

3. Migrasi : antara penyebab migrasi efek investasi ulang pertanian, dan pola perpindahan.

(19)

petani juga menambah penghasilannya dari sektor off farm. Menurut Ellis (2000) dalam Turasih dan Adiwibowo (2012) bentuk strategi off farm ini masih tergolong pada sektor pertanian, hanya saja pendapatan yang diperoleh berasal dari upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil, kontak upah tenaga kerja non upah, dan lain-lain.

Menurut Dharmawan (2000) secara umum strategi nafkah masyarakat pedesaan diasumsikan sebagai berikut: (1) Masyarakat pedesaan masih memegang kebudayaan mereka, termasuk mekanisme pertahanan dan peraturan; (2) Jejaring sosial lokal berfungsi dengan baik untuk memenuhi perlindungan sosial dan keamanan nafkah mereka.

Sumber nafkah

Scoones (1998) melihat bahwa strategi nafkah dapat dilakukan mengan memanfaatkan sumber nafkah, ataupun mengkombinasikan penggunaan sumber

nafkah.‎Sumber‎nafkah‎dapat‎dilihat‎sebagai‎„modal‟‎dasar,‎strategi‎nafkah‎yang‎

dibentuk nantinya berbeda-beda sesuai dengan nafkah yang dimiliki. Adapun empat sumber daya tersebut adalah :

1. Modal alami : serupa sumber daya alam, (seperti tanah, air, udara, dan lainnya) dan jasa lingkungan (siklus hidrologi, penyerapan polusi, dll) dimana nafkah diperoleh dari manfaat yang dihasilkan dari sumber daya.

2. Modal finansial : modal dasar (pinjaman, simpanan, dan semua aset ekonomi termasuk infrastruktur dasar dan teknologi dan perlengkapan produksi) yang sangat penting untuk menjalankan strategi nafkah.

3. Human Capital : keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bekerja, kesehatan, dan kemampuan fisik sangat penting untuk menjalankan strateg nafkah yang berbeda.

4. Modal sosial : merupakan sumber daya sosial (jaringan, pernyataan sosial, hubungan sosial, afiliasi, asosiasi) yang orang miliki saat menjalankan strategi nafkah. Strategi nafkah yang berbeda membutuhkan aksi koordinasi dengan masyarakat lainnya.

Sedangkan menurut Ellis (2000) dalam Niswah (2011) menjelaskan bahwa terdapat lima bentuk modal atau yang biasa disebut dengan livelihood assets yang biasanya dimanfaatkan oleh rumahtangga antara lain :

1. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital) : Modal ini bisa juga disebut sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan di perairan, maupun sumber daya mineral seperti minyak, emas, batu bara dan lain sebagainya.

2. Modal Fisik (Physical Capital): Modal fisik merupakan modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain sebagainya.

3. Modal Manusia (Human Capital) : Modal ini merupakan modal utama

apalagi‎ pada‎ masyarakat‎ yang‎ dikategorikan‎ “miskin”.‎ Modal‎ ini‎ berupa‎

(20)

pendidikan, ketrampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes) Modal ini berupa uang, yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang tunai, tabungan, ataupun akses dan pinjaman.

5. Modal Sosial (Social Capital) : Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja (networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi.

Sedangkan menurut Purnomo (2006), sumber nafkah terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu :

1. Penggunaan modal alami sebagai sumber nafkah, yang terdiri dari : a. Ekstensifikasi : penggarapan lahan secara bersamaan

b. Orientasi : menggarap lahan hutan

c. Investasi : Membangun hubungan di dalam dan di luar rumah tangga dan menyiapkan modal alami jangka panjang

d. Integrasi : berusaha tetap menjadi anggota kelompok e. Asuransi : persiapan aset untuk hari tua

2. Penggunaan bukan modal alami sebagai sumber nafkah, yang terdiri dari : a. Basis Remittance : kiriman uang dari pekerjaaan di luar desa

b. Basis modal sosial : membuka warung

c. Pekerjaan di dalam desa : bekerja sebagai mandor hutan

Kerangka pemikiran

(21)

 Perubahan akses terhadap sumber daya alam di kawasan Gunung Merapi

 Perubahan Common Property Right Regime Penetapan zonasi

Taman Nasional Gunung Merapi

Perubahan strategi nafkah

 Diversifikasi nafkah

 Intensifikasi Pertanian

Keterbatasan akses masyarakat terhadap kawasan, mengakibatkan masyarakat harus memiliki alternatif strategi nafkah yang dijalankan untuk tetap dapat menjalankan kehidupan. Adapun strategi yang dapat dilakukan adalah strategi pertanian dan non pertanian. Strategi pertanian dapat berupa intensifikasi/ekstensifikasi pertanian, hal ini dapat digunakan bagi mereka yang memiliki lahan. Namun bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan, strategi nafkah yang dijalankan dapat berupa strategi nafkah pertanian seperti diversifikasi pertanian (pola nafkah ganda) ataupun migrasi.

Berikut adalah kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam penelitian ini :

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

(22)

Definisi Konseptual

1. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

2. Akses adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh manfaat dari sesuatu.

3. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem budaya yang berlaku.

4. Rumah tangga adalah adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu atap, memiliki peran dalam memperoleh pendapatan yang digunakan untuk kebutuhan bersama.

5. Penguasaan lahan adalah lahan yang dikuasai oleh responden, dimana responden dapat memanfaatkan lahan tersebut tanpa harus memiliki.

Definisi Operasional

1. Karakteristik rumahtangga, yaitu ciri-ciri yang dimiliki oleh rumahtangga masyarakat Desa Ngargomulyo. Karakteristik rumahtangga pertanian diukur dari:

a. Umur adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian.

b. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan ke dalam kategori: c. Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang banyaknya orang yang

kehidupannya masih bergantung pada kepala keluarga tersebut terutama terkait dengan ekonomi, termasuk dirinya sendiri.

2. Sumber nafkah dikategorikan empat sumber daya tersebut adalah :

a. Modal alami : memanfaatkan sumber daya alam untuk melangsungkan hidup

b. Modal finansial : modal dasar (pinjaman, simpanan, dan semua aset ekonomi termasuk infrastruktur dasar dan teknologi dan perlengkapan produksi) yang sangat penting untuk menjalankan hidup.

c. Human Capital : keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bekerja, kesehatan, dan kemampuan fisik sangat penting untuk menjalankan hidup.

d. Modal sosial : merupakan sumber daya sosial (jaringan, pernyataan sosial, hubungan sosial, afiliasi, asosiasi) yang orang miliki masyarakat Desa Ngargomulyo

(23)

a. Sektor pertanian : pendapatan yang didapat dari hasil produksi pertanian

b. Sektor non pertanian : pendapatan yang didapat melalui pekerjaan yang dilakukan yang tidak berhubungan dengan pertanian

4. Strategi nafkah yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya:

a. Intensifikasi pertanian : memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien, seperti dengan menambah tenaga kerja. Ekstensifikasi pertanian : memperluas lahan garapan

(24)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pengumpulan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan survey yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang utama (Singarimbun dan Effendi 1989). Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap informan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Tanen, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Lokasi dipilih karena Desa Ngargomulyo ini merupakan salah satu desa yang termasuk ke dalam 30 desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dan masauk ke dalam Zona Tradisional kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Selain itu, Desa Ngargomulyo mengalami perubahan sumber nafkah yang semula dapat mengelola hutan menjadi tidak dapat mengelola suber nafkah dari dalam hutan lagi. Hal ini dikarenakan sebelum ditetapkan menjadi taman nasional, hutan sekitar wilayah desa dipegang oleh Perhutani. Salah satu dusun yang menggarap di dalam hutan adalah masyarakat Dusun Tanen. Masyarakat Dusun Tanen menggarap hutan lindung yang dulunya dikuasai oleh pihak Perum Perhutani. Oleh karena itu dengan ditetapkannya sebagai taman nasional masyarakat yang semula ikut menggarap di hutan tidak dapat lagi menggarap di dalam kawasan konservasi. Berdasarkan alasan tersebut maka Dusun Tanen dipilih sebagai lokasi penelitian.

Waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan. Kegiatan penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal

penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan baik

primer maupun sekunder, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

(25)

memperoleh gambaran keadaan desa dan masyarakat secara langsung serta untuk kebutuhan dokumentasi.

Selain data primer, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yaitu data yang sudah diolah oleh pihak lain. Data sekunder ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu Balai Taman Nasional Gunung Merapi.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang diambil, populasi dalam penelitian ini yang adalah masyarakat petani Desa Ngargomulyo terutama di Dusun Tanen. Sedangkan unit analisis dari penelitian ini adalah rumahtangga. Alasan rumahtangga menjadi unit analisis penelitian adalah karena rumahtangga berperan penting dalam pengambilan keputusan dan pengalokasian sumberdaya yang berkaitan dengan penerapan bentuk strategi nafkah yang digunakan. Mengingat keterbatasan waktu, tidak semua anggota rumah tangga diwawancara, oleh karena itu sebagian besar informasi di dapat dari kepala rumahtangga. Sample diambil menggunakan metode Simple Random Sampling yaitu mengambil acak sebanyak 40 KK petani penggarap dari populasi petani penggarap di Desa Ngargomulyo sebanyak 153 KK.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(26)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Profil Desa Ngargomulyo

Kondisi umum

Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, kabupaten Magelang merupakan salah satu desa penyangga dalam wilayah Resort Dukun Taman Nasional Gunung Merapi yang memiliki luas 1382,781 Ha. Desa Ngargomulyo terdiri dari 11 Dusun yaitu Dusun Sabrang, Kembang, Batur Duwur, Batur Ngisor, Tanen, Karanganyar, Ngandong, Gemer, Braman, Tangkil, dan Bojong. Desa Ngargomulyo terletak di ketinggian 710-1000 mdpl dan termasuk ke dalam Zona Tradisional (Gambar 2.) yang berbatasan langsung dengan Zona Rimba. Desa Ngargomulyo berbatasan dengan :

Utara : Desa Keningar

Selatan : Kecamatan Srumbung Barat : Desa Kalibening

Timur : Taman Nasional Gunung Merapi

Desa Ngargomulyo memiliki luas wilayah seluas 1382,781 Ha yang sebagian besar dimanfaatkan sebagai tanah persawahan dan ladang. Oleh karena itu mata pencaharian masyarakat Desa Ngargomulyo sebagian besar bekerja di sektor pertanian.

Gambar 2 Peta Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian

(27)

wanita sebanyak 1288 jiwa atau dengan persentase sebesar 51,85 persen. Berikut jumlah penduduk menurut jenis kelamin disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Desa Ngargomulyo

No Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)

1 Laki-laki 1196 48.15

2 Perempuan 1288 51.85

Total 2484 100.00

Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014

Masyarakat Desa Ngargomulyo mayoritas bekerja di sektor pertanian, yakni sebanyak 1274 orang atau dengan persentase sebesar 91,07 persen (Tabel 2). Sayur-mayur yang diproduksi oleh masyarakat Desa Ngargomulyo dipasok ke pasar terdekat yaitu Pasar Kembang. Komoditas yang biasanya ditanam oleh masyarakat Desa Ngargomulyo adalah padi dan cabai, namun untuk padi mereka tidak menjual ke pasar hanya untuk dikonsumsi sendiri saja. Selain itu mereka juga menanam tomat, kubis,dan mentimun. Masyarakat Desa Ngargomulyo juga bekerja sebagai buruh tani karena tidak memiliki lahan. Masyarakat Desa Ngargomulyo juga memiliki mata pencaharian sebagai PNS, TNI, Polisi, dan ada juga yang berdagang dan bekerja di perusahaan swasta. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Mata pencaharian warga Desa Ngargomulyo menurut Profil Desa 2014

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1 Petani 1274 91.00

2 Berdagang 17 1.22

3 Sopir 13 0.93

4 Buruh 39 2.79

5 PNS 8 0.57

6 TNI 3 0.21

7 Polri 2 0.14

8 Swasta 43 3.07

Total 1399 100.00

Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014

Kepemilikan Ternak

(28)

Tabel 3 Jumlah Ternak yang Dimiliki Masyarakat Desa Ngargomulyo

Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014

Tingkat Pendidikan

Untuk pendidikan, sebagian besar masyarakat Desa Ngargomulyo sudah pernah menduduki bangku sekolah, namun sangat sedikit yang dapat meneruskan hingga ke tingkat yang lebih tinggi terutama hingga ke perguruan tinggi. Adapun jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

Presentase

Sumber: Data Monografi Desa Ngargomulyo 2014

(29)

Posisi Desa Ngargomulyo dalam Kawasan TNGM

Desa Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi

Wilayah Taman Nasional Gunung Merapi berada pada ketinggian antara 600 – 2.968 mdpl. Topografi kawasan ini mulai dari landai hingga berbukit dan bergunung-gunung. Wilayah Taman Nasional Gunung Merapi sebagian besar terdiri dari wilayah hutan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk.

Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi berbatasan langsung dengan 30 desa, terdiri dari 7 desa di Provinsi D.I. Yogyakarta tepatnya di Kabupaten Sleman. Dan 23 desa di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi ke dalam 3 kabupaten yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten. Desa-desa penyangga kawasan terbagi ke dalam dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN). Terdapat 17 desa di wilayah SPTN I dan 13 desa di wilayah SPTN II. Keberadaan desa-desa yang berfungsi sebagai daerah penyangga didasarkan pada penataan kawasan TN Gunung Merapi adalah sebagai berikut:

Tabel 5 Nama Desa Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi

Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I 1. Kabupaten Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II 1. Kabupaten Klaten a. Resort Kemalang

(30)

Karakteristik Responden

Umur

Umur adalah lamanya responden hidup dari mulai lahir hingga dilaksanakan penelitian. Menurut data di lapang, responden memiliki umur yang dibagi ke dalam 3 golongan menurut Hurlock (2002) yaitu dewasa dini (umur 18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan lanjut usia (>61 tahun). Pembagian umur responden dapat diihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur

No Golongan umur

Juml

ah Persentase (%)

1 18-40 tahun 5 12.50

2 41-60 tahun 30 75.00

3 >61 tahun 5 12.50

Total 40 100,00

Menurut Tabel 6 sebagian besar responden berada pada umur 41-60 tahun atau dalam kategori dewasa madya. Pada umur tersebut manusia masih dikatakan produktif, sehingga sebagian besar responden bersifat produktif.

Tingkat Pendidikan

Dapat dilihat pada Tabel 7 Bahwa hampir sebagian besar yaitu sebanyak 17 orang atau sebanyak 42.5 persen responden tidak menduduki bangku sekolah. Sebanyak 9 orang atau 22.5 persen pernah menginjak sekolah dasar namun tidak tamat. Sedangkan yang berhasil menamatkan SD sebanyak 6 orang atau 15 persen. Namun masih ada responden yang lulus SMP sebanyak 6 orang atau dalam persentase sebesar 15 persen. Sedangka responden yang lulus SMA sebanyak 2 orang atau dalam persentase sebanyak 5 persen. Jumlah responden berdasar tingkat pendidikan digambarkan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan No Jenjang pendidikan

Jum

lah Persentase(%)

1 Tidak sekolah 17 42.50

2 Tidak Tamat SD 9 22.50

3 Tamat SD 6 15.00

4 Tamat SMP 6 15.00

5 Tamat SMA 2 5.00

Total 40 100.00

Jumlah Tanggungan

(31)

untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini juga menjadi ukuran bagi kepala rumah tangga untuk meningkatan pendapatan. Responden tidak hanya tinggal dengan keluarga inti saja, namun ada yang masih tinggal dengan mertua, namun tidak sedikit yang tinggtinggal hanya berdua, sementara sang anak tinggal di luar desa.

Menurut Tabel 8. Jumlah tanggungan yang dimiliki responden terbagi ke dalam 3 golongan menurut data di lapangan. Total responden yang memiliki jumlah tanggungan 1-2 orang sebesar 17 orang atau 42.5 persen. Jumlah responden yang memiliki jumlah tanggungan 3-4 orang dalam rumahnya sebanyak 18 orang atau 45 persen, dan yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 5 orang sebanyak 5 orang atau dalam persentase sebesar 12.5 persen. Pembagian responden menurut jumlah tanggungan tersaji dalam Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan No Jumlah Tanggungan

Jum

lah Persentase (%)

1 1-2 17 42.50

2 3-4 18 45.00

3 ≥5 5 12.50

Total 40 100.00

Modal Finansial Responden

Masyarakat Desa Ngargomulyo sangat bergantung terhadap sektor pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan, maka untuk modal menanam seperti pembelian bibit, pupuk, dan lain sebagainya, masyarakat sangat bergantung kepada bakul sayuran. Bakul sayuran yang kerap menyambangi warga Desa Ngargomulyo berasal dari Tempel, Dusun Baturngisor, dan Dusun Kembang. Masyarakat tidak ada yang menjual langsung ke pasar karena lebih repot, masyarakat tidak ada yang memiliki mobil angkutan seperti mobil bak. Menjual kepada bakul dianggap lebih efisien karena mereka tidak perlu repot pergi ke pasar untuk menjual langsung.

“Kalo disini bakulnya nyamperin sendiri mbak, kalo mau panen gitu sampe ke hutan situ bawa mobil, bakulnya wong Kembang rene, ada juga orang Tempel”

Responden pun melanjutkan bahwa masyarakat pun tidak perlu repot mencari bakul sayur, karena bakul yang datang pun bergantian, seperti yang diungkapkan oleh beliau :

“Bakul yang dari Tempel itu datangnya pagi mbak, nanti jam 3 sore udah turun, Kalo yang dari Baturngisor sama kembang jam 4 sore baru dateng”

(32)

saat mereka akan menjual hasil produksi mereka, maka dikurang dengan hutang yang mereka miliki. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden yang mengandalkan bakul untuk kegiatan bertaninya :

“Biasanya kalo modal itu dari bakul, pupuknya berapa harganya, bibitnya berapa, nanti pas panen hasil dari panen kita

itu dikurangin utang kita ke bakul”

Pada saat mereka akan menanam lagi, jika memiliki uang maka tidak perlu berhutang ke bakul sayur. Namun jika mereka tidak memiliki uang maka mereka akan meminjam. Uang yang mereka pinjam nyaris tidak pernah dapat mereka kembalikan Karena penerimaan dari penjualan hasil pertanian cenderung lebih rendah dari biaya produksi yang dikeluarkan. Hal ini terjadi terus menerus sehingga banyak warga yang terjebak dalam lingkaran utang kepada bakul bahkan menurut salah satu responden, beliau bahkan berhenti menanam karena tidak memiliki modal lagi, bahkan untuk berhutang kepada bakul lagi pun tak sanggup.

“saya udah lama gak nanem mbak, ga ada modal terakhir 8 tahun lalu (jaman perhutani). Paling sekarang buruh sama nggadoh aja. Mau minjem ke bakul buat modal, lah wong sampe

sekarang aja masih punya utang ke bakule mbak” (KSN, 24 April

2014)

Ikhtisar

Desa Ngargomulyo merupakan salah satu desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang masuk dalam Resort Dukun yang berada dalam wilayah Kabupaten Magelang. Desa Ngargomulyo, Resort Dukun ini termasuk ke dalam wilayah SPTN I memiliki luas sebesar 1.382,781 Ha. Desa Ngargomulyo terdiri dari 11 Dusun yaitu Dusun Sabrang, Kembang, Batur Duwur, Batur Ngisor, Tanen, Karanganyar, Ngandong, Gemer, Braman, Tangkil, dan Bojong. Desa Ngargomulyo terletak di ketinggian 710-1000 mdpl dan termasuk ke dalam Zona Tradisional.

Desa yang berbatasan langsung dengan hutan TNGM ini memiliki jumlah penduduk yang hampir sama antara laki-laki dan wanita, laki-laki sebesar 48.15 persen dan wanita 51.85 persen. Mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani yaitu sebanyak 91 persen. Namun selain menjadi petani, terdapat beberapa pekerjaan lainnya seperti berdagang, menjadi supir, menjadi buruh, dan lain sebagainya. Namun hampir sebagian besar masyarakat selain memiki pekerjaan utama sebagai petani, masyarakat juga beternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ditandai dengan tingginya angka kepemilikan ternak yaitu sebanyak 1700 ekor sapi. Untuk pendidikan hampir seluruh masyarakat Desa Ngargomulyo telah mengenyam dunia pendidikan, hanya sekitar 28 persen dari masyarakat keseluruhan yang tidak sekolah.

(33)

responden sebanyak 17 orang dari 40 orang. Untuk jumlah tanggungan yang dimiliki responden, antara 1-5 orang, sebanyak 42.5 persen responden memiliki jumlah tanggungan antara 1-2 orang termasuk dirinya. Sebanyak 45 persen responden memiliki jumlah tanggungan 3-4 orang, dan sisanya sebanyak 12.5 persen memiliki lebihdari 5 orang jumlah tanggungan. Jumlah tanggungan ini menunjukkan berapa bayak tenaga kerja yang dimiliki oleh rumah tangga dan sebagai patokan untuk meningkatkan pendapatan.

(34)

PERUBAHAN AKSES MASYARAKAT AKIBAT

KEBERADAAN TNGM

Deskripsi Kawasan

Gunung Merapi yang terletak di Provinsi DIY dan Jawa Tengah merupakan ekosistem gunung yang unik karena perpaduan dari ekosistem hutan hujan di Jawa bagian barat dan ekosistem savana di Jawa bagian timur. Wilayah TN Gunung Merapi berada pada ketinggian antara 600 – 2.968 mdpl. Topografi kawasan ini mulai dari landai hingga berbukit dan bergunung-gunung. Keadaan topografi TN Gunung Merapi pada masing-masing kabupaten adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten Klaten

Bagian barat dan utara wilayah Kabupaten Klaten berupa lereng Gunung Merapi yang berbatasan dengan Kabupaten Sleman. Kondisi topografi landai sampai berbukit dengan ketinggian 100 – 150 mdpl.

2. Kabupaten Boyolali

Kabupaten Boyolali berada diantara Gunung Merapi yang masih aktif dan Gunung Merbabu yang sudah tidak aktif, dengan ketinggian 75 – 1.500 mdpl. Terdapat empat sungai yang melintasi wilayah ini, yaitu Sungai Serang, Cemoro, Pepe, dan Gandul.

3. Kabupaten Magelang

Terdapat tiga kecamatan di Kabupaten Magelang yang merupakan bagian lereng Gunung Merapi yang ke arah barat, yang terletak pada ketinggian sekitar 500 mdpl. Semakin ke arah puncak Gunung Merapi kelerengan lahan semakin curam.

4. Kabupaten Sleman

Kondisi topografi di wilayah ini mulai landai sampai curam dengan ketinggian 100 – 1.500 mdpl. Pada bagian paling utara merupakan lereng Merapi yang miring ke arah selatan. Di lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua bukit, yaitu Bukit Turgo dan Plawangan yang merupakan kawasan wisata Kaliurang. Pada bagian lereng puncak Merapi reliefnya curam sampai sangat curam. Bagian selatan pada beberapa kecamatan masih berupa lahan persawahan dengan sistem teras yang cukup baik sedangkan bagian tengah berupa lahan kering dan bagian utara merupakan bagian dari lereng Gunung Merapi yang berupa hutan.

Sejarah dan Status Kawasan

Kawasan Taman Nasional Merapi merupakan gabungan dari Taman Wisata Alam, Cagar Alam, dan Hutan Lindung. Legalitas kawasan serta perubahan status yang pernah terjadi adalah sebagai berikut (Departemen Kehutanan 2007) dalam Listyandari (2009):

1. Kabupaten Sleman

(35)

Gunung merapi seluas 6472,1 ha merupakan hutan Negara (228,5 ha terdapat di DIY).

b. SK Menteri Pertanian no 347/Kpts/Um/8/1975 tanggal 20 Agustus 1975, yang menyatakan bahwa Hutan Lindung di Kaliurang berubah status menjadi Cagar Alam Plawangan Turgo (198,5 ha) dan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo (30 ha).

c. SK Menteri Kehutanan no 155/Kpts-II/1984 tanggal 04 Agustus 1984 Taman Wisata Alam Plawangan Turgo diperluas dari 30 ha menjadi 31 ha.

d. SK Menteri Kehutanan no 758/Kpts-II/1989, menyatakan kawasan Plawangan Turgo seluas 282,25 ha menjadi CA dan TWA

e. SK Kepala DIY no 6/1975 menetapkan Dusun Kumpulrejo dan Patuk Kelurahan Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sebagai daerah tertutup dan terlarang dan tertutup karena merupakan daerah rawan bencana.

f. SK Gubernur no 5/2000 tanggal 20 Januari menyerahkan wilayah Dusun Girikerto dan Patuk seluas 233,48 ha ke kantor wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan DIY untuk djadikan Hutan Lindung

2. Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten

Hutan Lindung di Kabupaten Magelang berada di bawah pengelolaan KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dan Hutan Lindung di Kabupaten Boyolali dan Klaten berada di bawah pengelolaan KPH Surakarta Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Total luas kawasan di tiga Kabupaten ini adalah 5.126 ha.

Penetapan Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi

Kawasan hutan sekitar Desa Ngargomulyo merupakan kawasan hutan lindung dibawah pengelolaan Perum Perhutani sebelum turunnya surat keputusan menteri kehutanan. Dengan dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 134/Kpts-II/2004 tanggal 4 Mei 2004, ditunjuk satu kawasan Taman Nasional Gunung Merapi pada kawasan hutan lindung RPH Kaliurang, BDH Yogyakarta, Cagar Alam Plawangan Turgo, dan Taman Wisata Alam, dan bersama dengan blok hutan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan SK tersebut terjadi perubahan fungsi kawasan hutan lindung yang terletak di KPH Kedu Utara Kabupaten Magelang, dan KPH Surakarta Kabupaten Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah yang semula dibawah pengelolaan Perum Perhutani menjadi Hutan Konservasi Taman Nasional Gunung Merapi dibawah pengelolaan Departemen Kehutanan. Walaupun SK yang dikeluarkan tahun 2004,

namun untuk pembentukan kelembagaan di Balai Taman Nasional Gunung Merapi serta penerapan batas-batas wilayah baru berjalan efektif setelah tahun 2006.

(36)

tersebut dikelola oleh Perum Perhutani maupun Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Namun penetapan kawasan sebagai taman nasional tidak mungkin tidak dilakukan sebab untuk melindungi keanekaragaman hayati yang berada di sekitar Gunung Merapi dan perlindungan tersebut dilakukan dengan cara konservasi. Tentu akan lebih efektif dan efisien jika melakukan konservasi makhluk hidup di dalam habitatnya itu sendiri. Penetapan kawasan sebagai Taman Nasional pun ahirnya berjalan dan beberapa daerah pun mendukung hal tersebut termasuk Desa Ngargomulyo. Bentuk kerjasama masyarakat diungkapkan oleh salah satu staff Balai Taman Nasional Gunung Merapi sebagai berikut :

“Sebenarnya perubahan merapi menjadi taman nasional ini kan bukan sesuatu yang seperti hitam menjadi putih gitu mbak, jadi sejak dahulu beberapa wilayah memang dilindungi, sehingga masyarakat pun tidak terlalu kaget ya, kalau konflik gitu ya tidak ada” (staff BTNGM, 14 April 2014)

Penetapan kawasan sebagai Taman Nasional tidak terlepas dari manajemen zonasi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Penetapan Desa Ngargomulyo yang ditetapkan ke dalam Zona Tradisional pun dilakukan setelah melalui kajian-kajian tersendiri. Desa Ngargomulyo ditetapkan sebagai Zona Tradisional karena sejarah masyarakat terhadap kawasan. Sebelumnya masyarakat memang sudah secara intensif memanfaatkan sumber daya dari dalam hutan sejak sebelum dikelola Perum Perhutani maupun sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional.

Manfaat yang masyarakat boleh ambil dari dalam kawasan untuk saat ini pengambilan rumput dan perencekan di hutan, karena jumlah ternak yang dimiliki di Desa Ngargomulyo cukup banyak dan kebutuhan akan kayu bakar pun masih tinggi. Hanya beberapa masyarakat yang menggunakan gas, namun karena harga gas yang lumayan tinggi maka mereka tidak lagi menggunakan gas, mereka kembali menggunakan kayu bakar karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk kayu bakar hanya perlu mengambil ke hutan. Namun masyarakat Desa Ngargomulyo termasuk desa yang cukup koorperatif saat penetapan kawasan Merapi. Masyarakat Desa Ngargomulyo sadar betul bahwa Merapi perlu dijaga kelestariannya.

Selain itu, status kawasan yang sebelumnya dikuasai Perum Perhutani membuat masyarakat tidak ada yang menebang pohon terlebih secara liar. Mereka hanya mengambil kayu-kayu untuk kayu bakar. Namun bukan berarti semua pihak setuju akan penetapan sebagai taman nasional, beberapa masyarakat pun merasa bahwa penetapan sebagai taman nasional dirasa tidak membawa keuntungan bagi masyarakat. Mereka menganggap bahwa penetapan sebagai taman nasional merupakan suatu bentuk kebijakan yang tidak diperlukan, karena masyarakat sekitar pun sudah cukup menjaga hutan.

“enak jaman dulu mbak, dulu itu kan pohon-pohonnya kita

(37)

pemburu masuk mbak soalnya, coba kalo sekarang kan ga ada warga yang ke hutan itu sepi suka ada pemburu, nanti kalo mereka ngerokok mbuang puntung rokoke iku malah bisa kebakaran toh

mbak.” (BKR, 23 April 2014)

Saat ini selalu diadakan evaluasi tentang tatanan zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sebab dikhawatirkan kegiatan perumputan yang dilakukan masyarakat akan melebihi batas vegetasi dan akan membabat tanaman-tanaman yang dilindungi. Sementara masyarakat masih merasa takut jika suatu saat mereka tidak boleh lagi mengambil rumput di dalam kawasan. Namun sesungguhnya hubungan masyarakat dengan Gunung Merapi sangat erat, mereka tidak mungkin merusak lingkungan karena masyarakat sadar akan ketergantungan mereka terhadap Gunung Merapi.

Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi

Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang memiliki luas sebesar 6410 Ha terbagi ke dalam beberapa zona yaitu zona inti yang memiliki luas 1007,80 Ha atau dalam persentase sebesar 15.72 persen, zona rimba yang luasnya 2758.76 Ha, zona pemanfaatan seluas 116.16 Ha, zona rehabilitasi dengan luas 402.59 Ha, zona mitigasi dan rekonstruksi seluas 945.42 Ha, zona religi, budaya dan sejarah yang memiliki luas 8.24 Ha, serta zona tradisional yang memiliki luas 1171.02 Ha. Masing-masing zona memiliki fungsinya masing-masing yang menunjang tujuan taman nasional sebagai wilayah konservasi. Adapun pembagian luas untuk masing-masing zona adalah sebagai berikut :

Tabel 9 Pembagian Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi

Zonasi Luas (Ha) Persentase

(%)

Zona Inti 1 007.80 15.72

Zona Rimba 2 758.76 43.04

Zona Pemanfaatan 116.16 1.81

Zona Lainnya :

Zona Rehabilitasi 402.59 6.28

Zona Mitigasi dan Rekontruksi 945.42 14.75

Zona Religi, Budaya dan Sejarah 8.24 0.13

Zona Tradisional 1 171.02 18.27

Total 6 410.00 100.00

Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Merapi 2014

(38)

1. Zona Inti

Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. Arahan zona inti di kawasan TNGM ditujukan terutama untuk melindungi 2 hal, yaitu :

a. Wilayah kepundan Gunung Merapi yang merupakan karakteristik geomorfologi khas merapi yang membentuk tipe ekosistem vulkanik dengan potensi keanekaragaman hayati yang spesifik. Selain itu, alasan penunjukkan kawasan kepundan sebagai zona inti karena kondisi kawasan yang memiliki tingkat bahaya yang sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan aktivitas apapun kecuali untuk tujuan penelitian kegunungapian. Pada zonasi TNGM wilayah ini disepakati untuk disebut sebagai zona inti I.

b. Potensi keanekaragaman hayati khas ekosistem Gunung Merapi. Pada zonasi TNGM wilayah ini disepakati untuk disebut sebagai zona inti II. Dari 2 alasan tersebut, maka ditunjuk kawasan zona inti di dalam TNGM dengan luas mencapai 1007.80 Hektar atau 15.72% dari total luasan TN Gunung Merapi. Zona inti tersebut tidak disatukan dan terpisah menjadi 2 areal zona inti yaitu Zona Inti I dan Zona Inti II untuk membedakan dan memudahkan dalam pengelolaan kawasan karena memang potensi dari zona inti tersebut berbeda, sebagaimana dijelaskan sebelumnya ada 2, yaitu : potensi keunikan geomorfologis kepundan Gunung Merapi dan potensi keanekaragaman hayati.

Sebagaimana diatur dalam Permenhut No 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti meliputi :

a. Perlindungan dan pengamanan;

b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;

c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan,dan atau penunjang budidaya;

Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.

2. Zona Rimba

Zona rimba adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. Zona rimba di Taman Nasional Gunung Merapi memiliki total luas ± 2758.76 hektar (43.04%).

Potensi zona rimba Taman Nasional Gunung Merapi relatif serupa dengan zona inti, yaitu sebagian tipikal hutan sekunder dan sebagian lainnya adalah lahan berpasir bekas erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Sesuai fungsinya sebagai buffer zona inti, kondisi habitat dan potensi keanekaragaman hayati zona rimba hampir sama dengan zona inti.

Sebagaimana disebutkan dalam Permenhut No 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rimba meliputi:

(39)

b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam, hayati dengan ekosistemnya;

c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;

d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar;

e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.

3. Zona Pemanfaatan

Zona pemanfaatan adalah bagian Taman Nasional yang letak, kondisi, dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Di dalam arahan zonasi Taman Nasional Gunung Merapi, ada beberapa lokasi yang sesuai dengan ketentuan zona pemanfaatan, khususnya pemanfaatan wisata alam, yaitu : yaitu Obyek Wisata Alam Turgo, Tritis, Tlogo Nirmolo/Goa Jepang, Tlogo Muncar, Gandok, Kalikuning, Kaliadem, Deles, Air Terjun Totogan, Goa Lowo, dan jalur pendakian Selo. Total luas kawasan zona pemanfaatan di TN Gunung Merapi adalah ±116.16 hektar (1.81%).

Sebagaimana disebutkan dalam Permenhut No 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di dalam zona pemanfaatan meliputi :

a. Perlindungan dan pengamanan;

b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;

c. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya; d. Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam;

e. Pembinaan habitat dan populasi;

f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan; g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan,

wisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan. 4. Zona Lain

a. Zona tradisional

Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam yang ada di dalam kawasan TN. Pemanfaatan lahan oleh masyarakat yang dapat dilakukan di zona tersebut adalah pemanfaatan rumput, sebagaimana yang sudah menjadi kesepakatan antara pihak Balai TN Gunung Merapi dengan masyarakat sekitar kawasan TN. Zona tersebut diharapkan mampu menjadi ruang kompromi antara masyarakat dengan pengelola TN Gunung Merapi, yang diharapkan dapat ditaati oleh masyarakat. Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional meliputi :

i. Perlindungan dan pengamanan;

ii. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat;

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran
Gambar 2  Peta Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi
Tabel 3  Jumlah Ternak yang Dimiliki Masyarakat Desa Ngargomulyo
Tabel 5  Nama Desa Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal terjadi pembubaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 51, maka penyelesaian kewajiban perseroan kepada anggota dewan komisaris dan/atau anggota direksi, pegawai dan/atau

pumatulas sebagai. mosusastra itu kali pertama melihat terang dunia. Dibanding dengan wong cilik umum-. nya, dia lebih beruntung:karena lahir'dan besar di keluargb

USULAN TUNJANGAN KUALIFIKASI

Berdasarkan temuan dan simpulan penelitian tentang implementasi program Manajemen Berbasis Sekolah Pada Satuan Pendidikan Tingkat SLTP di Wilayah Perbatasan

Acara : Undangan Pembuktian Dokumen kualifikasi dan dokumen penawaran Tempat : Kantor Dinas Bina Marga dan Pengairan Kab. Tangerang lantai II Tanggal : 30 Oktober 2012

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kinerja keruangan perusahaan pembiayaan listing di Bursa Efek Indonesia dalam menggunakan modal kerja dan piutang, dan juga

Kajian ini penulis bertujuan untuk membuat perancangan website Sistem informasi pengaduan kecelakaan berkendara, merupakan sebuah website yang digunakan untuk

Penetapan Asestmen formatif Dalam Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Mengungkap Kemampuan Self Regulation Siswa SMA Pada Materi Kingdom Animalia.. Universitas Pendidikan Indonesia |