• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan III terdiri dari 2 paket perlakuan yang berbeda, yaitu percobaan III.a dan percobaan III.b, dimana masing-masing percobaan terdiri dari 2 faktor yang disusun secara faktorial. Percobaan III.a menggunakan media MS yang dilengkapi dengan kombinasi taraf konsentrasi BAP dan NAA. Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah eksplan yang memiliki riwayat 1 bulan inisiasi dan 2 kali subkultur (2 bulan) pada media B5 + Picloram 4 ppm, dilanjutkan dengan 4 kali subkultur (4 bulan) pada media MS + BAP 1 ppm + Picloram 4 ppm.

Percobaan III.b menggunakan media MS yang dilengkapi dengan kombinasi taraf konsentrasi BAP dan Picloram. Eksplan yang digunakan pada percobaan ini adalah eksplan yang memiliki riwayat 1 bulan inisiasi dan 2 kali subkultur (2 bulan) pada media B5 + Picloram 3 ppm, dilanjutkan dengan 4 kali subkultur (4 bulan) pada media MS + BAP 1 ppm + Picloram 3 ppm.

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Masing-masing percobaan terdiri dari 2 faktor yang disusun secara faktorial. Untuk percobaan III.a, faktor pertama adalah konsentrasi NAA dengan 5 taraf yaitu 0, 1, 2, 3 dan 4 ppm . Faktor kedua yaitu konsentrasi BAP dengan 3

taraf yaitu 0, 1 dan 2 ppm, sehingga terdapat 15 perlakuan. Untuk percobaan III.b, faktor pertama adalah konsentrasi Picloram dengan 4 taraf yaitu 0, 4, 8 dan 12 ppm. Faktor kedua yaitu konsentrasi BAP dengan 3 taraf yaitu 0, 1 dan 2 ppm, sehingga terdapat 12 perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 10 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 1 botol kultur yang berisi 2 eksplan. Sehingga percobaan III.a terdiri dari 150 satuan percobaan dan percobaan III.a terdiri dari 150 satuan percobaan. Kombinasi auksin (NAA dan Picloram) dan BAP yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Kombinasi Auksin (NAA dan Picloram) dan BAP

Auksin (ppm) BAP (ppm) 0 1 2 NAA 0 BN1 BN2 BN3 1 BN4 BN5 BN6 2 BN7 BN8 BN9 3 BN10 BN11 BN12 4 BN13 BN14 BN15 Picloram 0 BP1 BP2 BP3 4 BP4 BP5 BP6 8 BP7 BP8 BP9 12 BP10 BP11 BP12

Model rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah

Yijk = µ + αi + j + (α )ij + k + εijk

Dimana :

Yijk = Respon perlakuan µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan media tanam

j = Pengaruh perlakuan taraf konsentasi picloram

k = Pengaruh ulangan ke-k

(α )ij = Pengaruh interaksi antara dua faktor perlakuan

εijk = Pengaruh galat pecobaan i = perlakuan media tanam

j = perlakuan taraf konsentasi picloram k = 1, 2, 3 (ulangan)

Data dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila hasil analisisnya berpengaruh nyata dari perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka akan dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS).

Pelaksanaan Penelitian

Sterilisasi Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa botol kultur, pinset, scalpel, cawan petri dan pisau. Alat dicuci bersih menggunakan detergen lalu dikeringkan. Kemudian diautoclaf pada suhu 1210C dengan tekanan 1.1 kgcm2 selama 1 jam.

Pembuatan Larutan Stok

Pembuatan larutan stok bertujuan memudahkan dalam pembuatan media. Larutan stok dibuat sesuai komposisi pada masing-masing media dasar yaitu media MS, B5 dan WPM (lampiran 1). Pembuatan larutan stok biasanya dibuat sebanyak 1 liter, dimulai dengan menimbang bahan kimia sesuai dengan bobot yang dibutuhkan per satuan liter dari larutan stok yang akan dibuat. Bahan kimia dilarutkan dengan aquades steril sampai larut kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar ukuran 1 liter dan ditambahkan aquades steril sampai tanda tera.

Khusus pembuatan larutan stok Fe, Na2EDTA baru dapat larut jika dilarutkan di dalam aquades panas, setelah bahan kimia larut dan larutan berwarna kekuningan, baru dicampur dengan larutan FeSO4.7H2O yang sebelumnya telah dilarutkan dengan aquades steril. Kemudian larutan stok dimasukkan ke dalam botol kaca gelap, atau jika yang ada hanya botol bening, maka perlu ditutupi dengan plastik hitam atau aluminium foil, karena stok Fe dapat bereaksi dan rusak jika terkena cahaya matahari langsung. Masing-masing larutan stok dimasukkan ke dalam botol kaca tebal dan disimpan pada suhu 150C.

Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh (ZPT) tergantung sifat masing-masing ZPT tersebut. Golongan auksin bersifat asam sehingga perlu

dilarutkan dengan KOH atau NaOH 1 N. Sedangkan golongan sitokinin bersifat basa sehingga perlu dilarutkan dengan HCl 1 N. Cara membuatnya yaitu dengan mengambil bahan ZPT sesuai dengan konsentrasi yang akan dibuat, kemudian bahan dilarutkan menggunakan pelarutnya. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan aquades steril ke dalamnya sampai batas tanda tera. Larutan stok ZPT kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca tebal dan disimpan di lemari pendingin.

Pembuatan Media

Media MS, B5 dan WPM dibuat dari larutan stoknya masing-masing, yaitu larutan stok makro, mikro, Ca, Fe, myo-inositol, dan vitamin serta sukrosa sebanyak 30 g/l, lalu ditambahkan aquades sampai volume 1 liter (Tabel Lampiran 1). Kemudian ditambahkan ZPT sesuai dengan perlakuan dan PVP sebanyak 300 ppm. Selanjutnya dilakukan pengukuran pH pada larutan antara 5,6-5,8. Bila pH terlalu rendah maka ditambahkan KOH atau NaOH 1N, sedangkan bila pH terlalu tinggi maka ditambahkan HCl 1N. Apabila pH sudah sesuai kemudian ditambahkan agar-agar dan dimasak sampai mendidih. Setelah itu larutan dimasukan ke dalam botol kultur, ditutup plastik dan karet gelang kemudian disterilisasi dengan autoclave elektrik selama 30 menit pada tekanan

17.5 psi dan suhu 1β1˚C.

Sterilisasi Eksplan

Bahan tanam yaitu biji durian dicuci dan disikat menggunakan detergen, kemudian didiamkan di bawah air mengalir selama 1 jam. Setelah itu biji direndam dalam larutan fungisida dan bakterisida dengan konsentrasi masing-masing 2 g/l selama 14 jam. Di dalam laminar, biji dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali, lalu direndam dalam Clorox 10% selama 15 menit, dibilas lagi dengan aquades steril sebanyak 3 kali, kulit biji dikupas dan embrio zigotik dipotong melintang menjadi 4-6 bagian. Kemudian eksplan direndam lagi dalam Clorox 10% selama 10 menit, dibilas air steril 3 kali, dibuang jaringan yang mati, bilas lagi dengan air steril 3 kali, kemudian ditanam dalam media inisiasi kalus.

Penanaman Perlakuan

Penanaman eksplan dilakukan dalam laminar air flow cabinet yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 % dan disterilkan dengan lampu UV selama 1 jam sebelum penanaman. Semua alat dan bahan lainnya dimasukkan ke dalam laminar setelah disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70 %. Eksplan yang sudah berumur 1 bulan dikeluarkan dari dalam media inisiasi dan dipotong dalam petri dish sebesar 5 mm (dipotong melintang) kemudian eksplan ditanam dalam media subkultur dengan media yang sama dengan saat inisiasi. Hal ini dilakukan sampai subkultur II.

Satu bulan kemudian eksplan yang berkalus disubkultur lagi ke media perlakuan seperti pada percobaan II. Subkultur dilakukan sebulan sekali selama empat bulan (empat kali subkultur) sehingga terseleksi media yang cocok untuk proliferasi kalus dan induksi kalus embriogenik. Kalus dari media yang terseleksi dilanjutkan menjadi bahan eksplan bagi percobaan III. Sementara kalus yang tersisa pada media lainnya disubkultur pada media yang sudah terseleksi di percobaan II.

Pemeliharaan Kultur

Botol kultur yang telah berisi eksplan diletakkan pada rak kultur yang ditutup rapat dengan kain hitam dalam ruangan bersuhu 18-β0 ˚C. Eksplan yang

terkontaminasi cendawan ataupun bakteri segera dikeluarkan dari ruang kultur. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap semua eksplan. Eksplan diamati satu persatu dan dicatat sesuai dengan respon yang muncul. Data setiap perlakuan diperoleh dari data rata-rata tiap botol.

Pengamatan yang dilakukan pada pecobaan 1 adalah:

1. Persentase kultur yang kontaminasi (dihitung tiap sebelum subkultur selanjutnya)

2. Respon eksplan terhadap media inisiasi kalus (bengkak, berkalus dan warna kalus yang muncul, atau eksplan tidak memberikan respon)

A B

G C

D E F

A B C D

4. Pada subkultur 2, parameter yang diamati adalah bobot, diameter (0 sampai 4 MST), persentase eksplan berkalus, persentase kalus

berstruktur remah, skor penutupan kalus dan warna kalus (diamati pada 4 MST, kecuali diameter ).

Pengamatan yang dilakukan pada pecobaan 2 adalah:

1. Bobot eksplan berkalus, ditimbang pada saat awal (0 MST) dan akhir (4 MST) subkultur kemudian dihitung selisihnya.

2. Diameter eksplan berkalus, diameter diukur sejak subkultur sampai 4 MST dan data yang ditampilkan adalah selisih dari diameter saat diamati dikurangi diameter semula (1-0 MST, 2-0 MST, 3-0 MST dan 4-0 MST) 3. Warna kalus (gambar 4) diamati saat 4 MST

4. Skor penutupan kalus (gambar 5) diamati saat 4 MST

Gambar 4. Warna Kalus: (A) Putih, (B) Putih kekuningan, (C) Putih kecoklatan, (D) Kuning, (E) Kuning kecoklatan, (F) Coklat muda, (G) Coklat

Gambar 5. Skor Penutupan Kalus: (A) Skor 1: < 25% eksplan tertutup kalus, (B) Skor 2: 25 - 50% eksplan tertutup kalus, (C) Skor 3: 51 - 75% eksplan

A B C D

5. Persentase eksplan yang membentuk kalus embriogenik, dihitung pada akhir pengamatan (pada 4 MST di setiap kali subkultur).

Pengamatan yang dilakukan pada percobaan III adalah: 1. Persentase tipe kalus (diamati pada 0, 4 dan 8 MST)

2. Jumlah embrio somatik (dihitung fase globular, hati, torpedo dan kotiledon yang terlihat pada eksplan, diamati pada 4, 8 dan 12 MST)

Kalus pada percobaan III digolongkan ke dalam empat tipe dengan ciri morfologi kalus yang berbeda, sebagai berikut:

Tipe 1 : bentuk seperti eksplan yang membengkak, terdapat kalus berwarna putih sampai putih kecoklatan, struktur kompak

Tipe 2 : terdapat bentukan globular diantara kalus berwarna coklat muda sampai coklat tua, struktur kalus remah dan bentukan globular mudah dilepaskan dari kalus

Tipe 3 : warna kalus kuning, kuning kecoklatan sampai coklat muda, agak transparan, struktur remah

Tipe 4: kalus berwarna putih sampai putih kecoklatan, struktur kompak, namun tidak terdapat bagian yang membengkak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I. Induksi Kalus

Awalnya percobaan ini menggunakan rancangan percobaan RAL 2 faktorial namun terdapat beberapa perlakuan yang hilang akibat kontaminasi kultur yang cukup besar disertai banyaknya eksplan yang mengering/mati. Maka pada percobaan I pengolahan data dilakukan menggunakan RAL 1 faktor yaitu kombinasi media perlakuan.

Tahap Inisiasi

Inisiasi dilakukan pada tanggal 27 April, 11 dan 14 Mei 2010. Respon awal yang muncul dalam tahap inisiasi yaitu eksplan mulai membengkak pada minggu pertama. Sebagian besar eksplan hanya mengalami pembengkakan, sebagian lagi mulai muncul kalus pada minggu kedua dan sebagian kecil tidak menunjukkan respon yang berarti sampai minggu keempat.

Tabel 4. Respon Berbagai Varietas Bahan Eksplan Tahap Inisiasi terhadap Berbagai Media Perlakuan pada 4 MST

Perlakuan Varietas

Media Picloram (ppm) Chanee Monthong Aksis Monthong Terminal

MS 0 bengkak - kalus coklat muda

MS 1 kalus putih bengkak Bengkak

MS 2 kalus putih kalus coklat muda Bengkak

MS 3 - bengkak Bengkak

MS 4 kalus putih bengkak Bengkak

MS 5 kalus coklat muda kalus coklat muda Bengkak

B5 0 kalus putih bengkak

-B5 1 - bengkak kalus putih

B5 2 - - Bengkak

B5 3 kalus putih bengkak Bengkak

B5 4 kalus putih bengkak Bengkak

B5 5 kalus putih bengkak kalus putih

WPM 0 bengkak bengkak Bengkak

WPM 1 kalus putih bengkak kalus putih

WPM 2 kalus putih bengkak

-WPM 3 kalus putih bengkak Bengkak

WPM 4 - bengkak Bengkak

WPM 5 kalus putih bengkak kalus putih

A B

Menurut George dan Sherrington (1984) kalus merupakan kumpulan sel yang tidak terorganisir, tidak berbentuk dan terjadi karena pembelahan yang sangat aktif. Dengan adanya rangsangan dari hormon endogen atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan (eksogen) menyebabkan metabolisme sel menjadi aktif. Dalam keadaan demikian jaringan dikatakan sedang mengalami dedifferensiasi. Keadaan ini terus berlangsung selama proliferasi kalus.

Jika melihat respon pada tahap inisiasi ini, embrio zigotik durian Chanee terlihat lebih responsif dibandingkan durian Monthong. Dari 18 jenis media perlakuan yang diujikan (Tabel 4), embrio zigotik durian Chanee memberikan respon bengkak pada 2 media perlakuan, berkalus pada 12 media perlakuan dan ada juga eksplan yang tidak memberikan respon. Sedangkan embrio zigotik durian Monthong memberikan respon berkalus hanya pada dua media perlakuan untuk embrio bagian aksis dan pada lima media perlakuan untuk embrio bagian terminal.

Gambar 7. Tipe Kalus: (A) Kalus Tipe 1, (B) Kalus Tipe 2

Terdapat dua tipe kalus yang terlihat pada tahap ini. Tipe yang pertama (Tipe 1) yaitu kalus putih yang memiliki ciri-ciri struktur kalusnya kompak dan tumbuh secara berkelompok di salah satu sisi eksplan (Gambar 7a). Sedangkan kalus Tipe 2 berwarna coklat muda, struktur kalusnya remah dan menyebar di seluruh permukaan eksplan (Gambar 7b). Kedua tipe kalus ini hampir mirip dengan kalus Kakao yang berhasil diinduksi oleh Maximova et al. dalam penelitian yang mereka lakukan pada tahun 2002. Menurut Maximova et al. (2005) kalus yang berasal dari eksplan staminodes kakao memiliki 2 tipe kalus, tipe pertama kalus putih yang jika dilihat di bawah mikroskop selnya terlihat

memanjang, dari kumpulan kalus tipe ini tidak pernah ada yang berkembang menjadi embrio somatik. Tipe kedua terdiri dari sel-sel bulat berwarna coklat terang hingga coklat gelap dan friable (remah). Kumpulan sel tipe ini seringkali ditemukan berasosiasi dengan embrio somatik. Kalus pada kakao dan durian memiliki penampakan yang hampir sama kemungkinan karena kedua tanaman ini berkerabat dekat (berasal dari satu Famili yaitu Malvaceae).

Tahap Subkultur I (SK I)

Parameter yang diamati pada tahap subkultur I ini adalah persentase eksplan berkalus. Pada tiap varietas terdapat beberapa perlakuan yang tidak terisi data, hal ini terjadi karena kultur mengalami kontaminasi sehingga tidak memenuhi ulangan. Jika dibandingkan dengan respon kultur pada saat inisiasi, pada subkultur I ini varietas Monthong mengalami perkembangan respon kalus yang cukup pesat, terlihat dari banyaknya eksplan yang mulai berkalus pada berbagai perlakuan media dan persentase eksplan berkalus yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan varietas Chanee.

Eksplan dari embrio zigotik durian Chanee memiliki kalus yang sedikit dan kalusnya cepat berubah warna. Sehingga pada subkultur berikutnya, kalus durian Chanee mengalami perubahan warna yang cukup drastis, sebagian besar kalusnya mencoklat lalu kering dan mati, dan sebagian lagi terkontaminasi oleh cendawan dan bakteri (7 perlakuan), sehingga hanya sedikit yang mampu bertahan sampai akhir penelitian.

Sementara untuk eksplan yang berasal dari embrio zigotik dewasa durian varietas Monthong, meskipun responnya terhadap media perlakuan agak lambat, yaitu sebagian besar kalus baru muncul pada subkultur I (eksplan berumur 5-8 MST), namun kalus yang dihasilkan lebih banyak, proliferasi kalusnya lebih cepat sementara pola perubahan warnanya lebih lambat, sehingga kalus dari varietas Monthong inilah yang dominan dipakai dalam percobaan berikutnya (percobaan II dan percobaan III).

Perlakuan media berpengaruh nyata terhadap rata-rata persentase eksplan berkalus yang berbeda sangat nyata pada semua jenis eksplan (Tabel 5). Persentase eksplan berkalus untuk eksplan varietas Monthong cukup tinggi pada

media MS hampir semua taraf konsentrasi picloram. Pada eksplan embrio zigotik Monthong bagian aksis, kalus berhasil diinisiasi pada eksplan sebesar 100% pada media MS dengan tambahan Picloram 2, 3 dan 5 ppm, sedangkan untuk eksplan bagian terminal pada media MS yang dilengkapi dengan Picloram 1, 3 dan 5 ppm. Untuk varietas Chanee, media yang menunjukkan rata-rata persentase eksplan berkalus tertinggi adalah media B5 + picloram 4 ppm, yaitu mencapai 100%.

Tabel 5. Pengaruh Jenis Media dan ZPT terhadap Rata-rata Persentase Eksplan Berkalus Tahap Sub Kultur I pada 4 MST

Perlakuan Embrio

Chanee

Monthong

Media Picloram (ppm) Embrio Aksis Embrio Terminal

MS 0 - - 66.67 ab MS 1 - 74.7 abc 100.0 a MS 2 12.5 e 100.0 a 90.0 a MS 3 - 100.0 a 100.0 a MS 4 64.2 a-d - - MS 5 80.0 ab 100.0 a 100.0 a B5 0 36.3 cde 36.1 cde 0.0 d B5 1 - 13.0 e 26.7 bcd B5 2 - 47.6 b-e 20.0 cd B5 3 25.0 e 23.3 de 62.5 abc B5 4 100.0 a 66.7 a-d 83.3 a B5 5 70.7 abc 74.7 ab - WPM 0 - 6.7 e 58.7 abc WPM 1 46.0 b-e 33.3 cde 13.3 d WPM 2 26.1 e 29.0 cde - WPM 3 70.8 abc 0.0 e 21.7 bcd WPM 4 - 0.0 e 80.0 a WPM 5 28.3 de 0.0 e 22.5 bcd Pr > F 0.0018 0.0001 0.0001 KK (%) 28.35 (34.50) 42.49 (57.24) 30.37 (40.66) Keterangan : Tanda – menunjukkan bahwa data tidak diperoleh karena eksplan mati atau

kontaminasi kultur. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan α=5%. Angka didalam kurung menunjukkan nilai KK sebelum ditransformasi, data ditransformasi dengan rumus �+ 0.5

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa media MS mampu menginduksi kalus pada eksplan embrio zigotik durian Monthong dengan persentase tinggi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Helmi (2009) mengenai embriogenesis

somatik manggis yang memperoleh hasil bahwa media MS sangat nyata menginduksi lebih banyak eksplan untuk membentuk kalus yang diduga embriogenik dibandingkan dengan media B5 dan WPM. Namun sampai disini belum dapat dipastikan apakah kalus yang terbentuk dari embrio zigotik durian Monthong ini adalah kalus embriogenik.

Tahap Subkultur II (SK II)

Eksplan yang digunakan pada subkultur II merupakan eksplan berkalus pada tahap sub kultur I, sehingga paket perlakuan pada subkultur II tidak selengkap pada subkultur I, hanya tersisa 9 perlakuan saja, seperti terlihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Hasil yang berbeda nyata antar perlakuan dapat terlihat pada parameter rata-rata diameter eksplan berkalus (2-4 MST) (Tabel 6), rata-rata persentase kalus remah dan rata-rata skor kalus (Tabel 7). Pada parameter rata-rata persentase eksplan berkalus hasil yang ditunjukkan antar perlakuan sangat berbeda nyata.

Tabel 6. Pengaruh Jenis Media dan ZPT terhadap Bobot dan Diameter Eksplan Berkalus Tahap Sub Kultur II

Perlakuan Bobot 4 MST (g) Diameter (cm) Media Picloram (ppm) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST MS 1 0.02 b 0.04 b 0.34 b 0.50 b 0.59 b WPM 0 0.04 b 0.09 b 0.22 b 0.41 b 0.66 b WPM 3 0.02 b 0.00 b 0.36 b 0.39 b 0.44 b WPM 4 0.09 b 0.10 b 0.55 b 0.96 b 1.28 b WPM 5 0.00 b 0.00 b 0.25 b 0.25 b 0.25 b B5 0 0.11 b 0.22 ab 1.03 ab 1.29 b 1.53 b B5 3 0.39 a 0.50 a 1.92 a 2.79 a 3.63 a B5 4 0.02 b 0.00 b 0.10 b 0.17 b 0.53 b B5 5 0.04 b 0.00 b 0.13 b 0.25 b 0.49 b Pr > F 0.0004 0.1179 0.0413 0.0373 0.0401 KK (%) 7.67 (133.87) 15.93 (217.62) 31.88 (137.95) 36.54 (134.89) 37.19 (124.48) Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

pada uji DMRT dengan α=5%. Angka didalam kurung menunjukkan nilai KK sebelum ditransformasi, data ditransformasi dengan rumus �+ 0.5

Pada parameter pertambahan bobot, diameter, persentase eksplan berkalus dan skor kalus, kombinasi media B5 dengan tambahan picloram 3 ppm merupakan media yang menunjukkan hasil tertinggi. Eksplan pada media tersebut mengalami rata-rata penambahan bobot sebesar 0.39 gram dan diameter 3.63 cm setelah dikultur selama 4 MST, dengan 100% eksplan berkalus dan mampu membentuk kalus yang baru dengan skor kalus 3.5 yang artinya rata-rata persentase penutupan eksplan oleh kalus mencapai 87.5% (Tabel 5 dan Tabel 6).

Tabel 7. Pengaruh Jenis Media dan ZPT terhadap % Eksplan Berkalus, % Kalus Berstruktur Remah, Skor, dan Warna Kalus Tahap Sub Kultur II pada 4 MST Perlakuan % Eksplan Berkalus % Kalus Remah Skor Kalus Warna Kalus Media Picloram (ppm) MS 1 50.00 b 50.00 ab 0.50 c coklat WPM 0 96.43 a 71.43 a 2.76 ab kc, cm WPM 3 95.00 a 40.00 ab 2.15 abc pk, cm, c WPM 4 65.00 ab 00.00 b 1.93 abc putih WPM 5 50.00 b 25.00 ab 1.13 bc p,c B5 0 86.90 a 00.00 b 2.05 abc p, pk, pc B5 3 100.0 a 33.33 ab 3.50 a pk, c B5 4 65.00 ab 60.00 ab 1.05 bc p, cm, c B5 5 49.43 b 00.00 b 0.98 c p, cm Pr > F 0.0042 0.0357 0.0108 KK (%) 28.43 22.72 (113.93) 22.56 (55.12)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan α=5%. Warna kalus : p = putih, pk = putih kekuningan, pc = putih kecoklatan, kc = kuning kecoklatan, cm = coklat muda, c = coklat. Angka didalam kurung menunjukkan nilai KK sebelum ditransformasi, data ditransformasi dengan rumus �+ 0.5

Kombinasi 9 perlakuan yang tersisa menunjukkan persentase kalus berstruktur remah tertinggi terdapat pada media WPM tanpa tambahan ZPT yaitu sebesar 71.43 %. Kalus yang berstruktur remah tersebut teramati memiliki warna kalus putih kekuningan, kuning kecoklatan, coklat muda atau coklat dan agak bening (Gambar 8). Menurut Bhojwani dan Razdan (1989) kalus embriogenik dicirikan tidak kompak, mudah memisah (friabel) dan berwarna agak bening.

Namun sampai disini belum dapat dipastikan apakah kalus durian yang dihasilkan pada tahap ini embriogenik atau tidak.

Gambar 8. Kalus Berstruktur Remah

Percobaan II. Proliferasi Kalus dan Induksi Kalus Embriogenik

Pada awalnya percobaan II terdiri dari 12 perlakuan, namun akibat kontaminasi kultur terdapat tiga perlakuan yang hilang yaitu WPM + picloram (3, 4 dan 5 ppm), sehingga hanya tinggal 9 perlakuan yang tersisa.

Persentase Kalus yang Membentuk Kalus Baru

Kalus yang mampu beregenerasi dengan baik ditandai dengan munculnya kalus-kalus baru pada bagian segmen kalus bekas pelukaan. Kalus yang diharapkan muncul pada bekas pelukaan adalah kalus embriogenik, namun pada subkultur III sebagian besar kalus baru yang muncul hanya berupa kalus putih yang berstruktur seperti kapas. Pada subkultur III dan IV, semua kalus yang disubkultur pada media perlakuan dapat berkembang dengan cukup baik (yaitu > 70 % kalus pada subkultur III dan ≥ 75 % kalus pada subkultur IV

mampu membentuk kalus baru). Perlakuan yang menunjukkan persentase kalus yang membentuk kalus baru paling cepat mencapai 100% adalah perlakuan media B5 tanpa ZPT dan media MS + BAP 1 ppm + Picloram 4 ppm.

Perlakuan berpengaruh nyata terhadap persentase kalus yang membentuk kalus baru pada subkultur IV dan sangat nyata pada subkultur V. Namun tidak dapat disimpulkan perlakuan mana yang terbaik karena terdapat beberapa perlakuan yang rata-rata persentase kalus yang membentuk kalus barunya mencapai 100% (Tabel 8).

Tabel 8. Pengaruh Jenis Media dan ZPT terhadap Persentase Kalus yang Membentuk Kalus Baru Sub Kultur III, IV, V dan VI pada 4 MST Perlakuan (ppm) Persentase Kalus yang Membentuk Kalus Baru

(4 MST) Media BAP (ppm) Pic (ppm) SK III SK IV SK V SK VI MS 1 3 75.00 100.0 a 100.0 a 98.33 MS 1 4 100.0 98.00 a 100.0 a 98.33 MS 1 5 91.67 87.50 ab 100.0 a 100.0 MS 0 1 85.71 93.34 a - - WPM 0 0 72.92 100.0 a 100.0 a - B5 0 0 100.0 95.24 a 100.0 a - B5 0 3 81.38 97.22 a 75.84 bc - B5 0 4 83.33 75.00 b 75.00 c - B5 0 5 83.35 100.0 a 100.0 a - Pr > F 0.2905 0.0359 0.0050 0.9075 KK (%) 21.9 10.47 16.27 6.33

Keterangan : Tanda – menunjukkan bahwa data tidak diperoleh karena eksplan mati atau kontaminasi kultur. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan α=5%.

Bobot, Diameter dan Skor Penutupan Kalus

Proliferasi kalus adalah perbanyakan/perkembangan sel-sel kalus. Kemampuan proliferasi kalus dapat terlihat dari pertambahan bobot, diameter dan skor penutupan kalus (Tabel 9). Menurut Gunawan (1992) suatu sifat yang teramati dalam jaringan yang membentuk kalus adalah bahwa pembelahan sel tidak terjadi pada semua sel dalam jaringan asal, tetapi hanya sel di lapisan periphery yang membelah terus menerus, sedangkan sel-sel ditengah tetap muda, sehingga terjadi pertambahan diameter gumpalan dan bobot kalus yang terbentuk.

Perlakuan berpengaruh sangat nyata pada parameter bobot subkultur III dan IV. Perlakuan yang memberikan bobot tertinggi adalah kombinasi media MS + BAP 1 ppm + picloram 4 ppm pada SK III dan kombinasi media MS + BAP 1 ppm + picloram 3 ppm pada SK IV. Disini terlihat bahwa pada konsentrasi picloram yang lebih rendah, pertambahan bobot kalus justru semakin tinggi pada subkultur berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan

Dokumen terkait