• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Secara bahasa, pendidikan dalam Bahasa Arab berasal dari kata

“Attarbiyah” yang merupakan masdar dari Rabbaa yang memiliki arti antara lain mengasuh, mendidik dan memelihara yang sesuai dengan Qs. Al-Israa’ : 24































Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan

penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".”(Qs. Al-Israa’ : 24).

Selain Rabbaa ada pula kata-kata yang serumpun dengannya yaitu Rabba yang artinya memiliki, memimpin, memperbaiki, menambah. Kemudian ada kata Rabaa yang artinya tumbuh dan berkembang.

Dari pengertian yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah tindakan yang sadar tujuan untuk

18

memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya insani) menuju kesempurnaan insani (Insan Kamil).

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, seirama dengan perkembangan anak (Achmadi, 1987:1-5).

Dengan makna yang sama Moh. Roqib mengungkapkan bahwa pendidikan yang dalam bahasa disebut Tarbiyah berasal dari kata

Rabb yang seperti dinyatakan dalam Qs. Al-Fatihah (1) : 2, Allah

sebagai Tuhan seluruh alam (Rabb al-álamin) yaitu Tuhan yang mengatur dan mendidik seluruh alam (Roqib, 2009:14).

Dalam al-Qurán istilah agama menggunakan kata din

al-haqq yang berarti agama yang benar. Allah Swt. berfirman dalam Qs.

At-Taubah (9) : 33

































Artinya: “Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang

musyrikin tidak menyukai.” (Qs. At-Taubah (9) : 33).

Agama yang benar adalah agama yang bersumber dari Allah Swt. yang disampaikan melalui Rasul-Rasul Allah (Makbuloh, 2013:2-23). Al-dinu Al-haq dalam arti luas adalah sistem hidup yang diterima dan diridhai Allah ialah sistem yang hanya diciptakan-Nya sendiri atas

19

dasar tunduk dan patuh kepada-Nya. Siapa yang menolak tunduk kepada Allah dan mengikuti aturan / sistem agama lain dari agama yang benar yang diciptakanNya, untuk mengatur kehidupan, akan mengalami kerugian di akhirat nanti (Ahmad, 1985:8).

Selain pengertian tersebut, ada pula beberapa pendapat dari para ahli diantaranya :

a. Zakiyah Daradjat

Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun di akhirat kelak (Daradjat, dkk, 2011:86).

b. Achmadi

Pendidikan Agama Islam ialah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan dan sumber daya insani agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam (Achmadi, 1987:10).

c. Muhaimin, dkk

Didalam GBPP PAI, dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,

20

memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2008:75-76). 2. Landasan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

a. Landasan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan.

Adapun landasan tersebut terdiri dari : 1) Al-Qur’an

Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang

disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu

terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari’ah.

Pendidikan karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia termasuk ke dalam ruang lingkup

21

menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun masyarakat (Daradjat, dkk, 2011:19-20).

Didalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi

prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Salah satunya ialah Qs. At-Tahrim (66) : 6















































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-Tahrim (66) : 6).

Dari ayat Qs. At-Tahrim (66) : 6 dapat kita simpulkan pengertiannya, bahwasanya pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin, yaitu dapat dimulai dari orang tua terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, Daradjat (2011:20) berpendapat bahwa pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya dapat dilakukan

berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.

22 2) As-Sunnah

As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah Swt. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah

Al-Qur’an. Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi aqidah dan

syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk

kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik pertama dengan menggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga denga mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam. Oleh karena itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim (Daradjat, dkk, 2011:20-21).

3) Ijtihad

Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan

23

syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad

dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada

Al-Qur’an dan Sunnah. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti

kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan Sunnah tersebut.

Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasul Allah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja dibidang materi atau isi, melainkan juga dibidang sistem dalam artinya yang luas.

Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari

Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup disuatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup (Daradjat, dkk, 2011:21-22).

24

Selain landasan diatas, terdapat pula dasar pendidikan dari negara, landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Pendidikan menurut UUD 1945 yakni terdapat pada Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Kadir, 2012:97).

Pendidikan Agama juga memiliki dasar pelaksanaan pendidikan yang berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama disekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu :

1) Dasar Ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Dasar Struktural / Konstitusional, yaitu UUD 1945 dalam Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi : 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

25

3) Dasar Operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No IV/MPR/1978. Ketetapan MPR No II/MPR/1983 diperkuat oleh Tap MPR No II/MPR/1988 dan Tap MPR No II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (Majid, 2005:132).

Dari dasar yuridis formal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya setiap warga negara memiliki kebebasan dalam memeluk agama sesuai dengan keyakinannya sehingga mereka harus mengerti ajaran agama masing-masing, oleh karena itulah pendidikan agama sangat penting untuk diberikan kepada para peserta didik.

b. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai (Daradjat, dkk, 2011:29).

Sedangkan tujuan pendidikan ialah perubahan yang diharapkan setelah subyek didik mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu itu hidup (Achmadi, 1987:82).

Adapun tujuan pendidikan nasional tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi

26

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis, serta bertanggung jawab” (Komarudin, 2009:14).

Tujuan pendidikan agama Islam sendiri menurut GBPP PAI (1994) ialah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Muhaimin, dkk, 2008:78).

Adapun tujuan pendidikan meliputi : 1)Tujuan Umum

Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut (Daradjat, dkk, 2011:30).

27 2)Tujuan Akhir

Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah



























Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam

Keadaan beragama Islam.” (Qs. Ali-Imran : 102). Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan Kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam (Daradjat, dkk, 2011:31).

28 3) Tujuan Sementara

Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal (Daradjat, dkk 2011:31).

4) Tujuan Operasional

Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional (Daradjat, dkk, 2011:32).

B. Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama pada Anak Tunagrahita 1. Pengertian Belajar

Meskipun memiliki keterbatasan, anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama untuk belajar, belajar tidak hanya dilakukan di dalam sekolah namun dapat dilakukan dilingkungannya serta di sepanjang hidupnya.

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan

29

dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 1991:2).

Dari uraian definisi belajar diatas telah djelaskan bahwa ciri belajar itu adanya perubahan dalam diri individu. Syah (2003) menyatakan bahwa wujud hasil belajar dapat dilihat adanya sembilan wujud perubahan, yaitu:

a. Kebiasaan

Orang yang berhasil belajar akan mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang tidak diperlukan serta akan menjadikaan seseorang berperilaku positif yang relatif menetap dan otomatis.

b. Keterampilan

Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengat urat syaraf dan otot yang bersifat motorik. Oleh sebab itu, hasil belajar dapat dilihat tingkat keterampilan yang ada dalam diri individu.

c. Pengamatan

Pengamatan dapat diartikan proses menerima, menasirkan dan mengartikan rangsangan yang masuk melalui panca indra, terutama mata dan telinga. Seseorang yang belajar akan menghasilkan pengamatan yang obyektif dan benar.

d. Berpikir asosiatif dan daya ingat

Berpikir asosiatif maksudnya berpikir untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Orang yang belajar akan

30

mudah melakukan berpikir asosiatif tersebut, serta akan memiliki daya ingat yang lebih baik.

e. Berpikir rasional dan kritis

Berpikir rasional berarti mampu menggunakan logika untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menyimpulkan, bahkan meramalkan sesuatu.

f. Sikap

Sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk mereaksi terhadap suatu hal. Hasil belajar akan ditandai muncul kecenderungan baru dalam diri seseorang dalam menghadapi suatu obyek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya.

g. Inhibisi

Inhibisi dalam konteks belajar dapat diartikan kesanggupan individu untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu dan mampu memilih dan melakukan tindakan lain yang lebih baik.

h. Apresiasi

Orang belajar akan muncul kemampuan untuk menilai dan menghargai terhadap sesuatu objek tertentu.

i. Tingkah laku efektif

Seseorang dikatakan berhasil belajar jika orang tersebut memiliki tingkah laku yang efektif, yaitu tingkah laku yang memiliki manfaat (Sriyanti, dkk, 2009:20-21).

31

Meskipun kesembilan poin tersebut tidak dapat dicapai oleh anak-anak tunagrahita secara keseluruhan, namun ada beberapa bentuk perubahan yang dapat mereka capai setelah melalui proses belajar, seperti perubahan pada kebiasaan, sikap dan tingkah laku, juga keterampilan-keterampilan yang diberikan dari sekolah sebagai bekal menjalani kehidupan dimasa yang akan datang.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Suryabrata (2004) secara umum dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Masing-masing faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor Eksternal 1) Faktor nonsosial

Faktor nonsosial adalah faktor-faktor di luar individu yang berupa kondisi fisik yang ada di lingkungan belajar. Kondisi fisik berupa cuaca, alat, gedung, dan sejenisnya.

2) Faktor sosial

Faktor sosial adalah faktor-faktor di luar individu yang berupa manusia. Faktor eksternal yang bersifat sosial, bisa dipilah menjadi faktor yang berasal keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat (termasuk teman pergaulan anak). Misalnya, kehadiran orang dalam belajar, kedekatan hubungan antara anak dengan orang lain, keharmonisan atau pertengkaran

32

dalam keluarga, hubungan antar personil sekolah dan sebagainya.

b. Faktor Internal

1) Faktor fisiologis adalah kondisi fisik yang terdapat dalam diri individu. Faktor fisiologis terdiri dari:

a) Keadaan Tonus jasmani pada umumnya

Apabila badan individu dalam keadaan bugar dan sehat maka akan mendukung hasil belajar. Sebaliknya, jika badan individu dalam keadaan kurang bugar dan kurang sehat akan menghambat hasil belajar.

b) Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu

Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu adalah keadaan fungsi jasmani yang terkait dengan fungsi panca indra yang ada dalam diri individu. Panca indra merupakan pintu gerbang masuknya pengetahuan dalam diri individu.

c) Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah faktor psikis yang ada dalam diri individu. Faktor-faktor psikis tersebut antara lain tingkat kecerdasan, motivasi, minat, bakat, sikap, kepribadian, kematangan dan lain sebagainya (Sriyanti, 2009:23-25). 2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Anak yang mengalami tunagrahita menunjukkan urutan tahapan perkembangan yang teratur, tetapi terlambat yang meliputi

33

keterlambatan bicara reseptif, ekspresif dan disertai keterlambatan visio-motor. Kemampuan penafsiran sesuatu yang didengar, serta gangguan penggunaan mimik (Maulana, 2012:200).

Hal-hal yang perlu disiapkan oleh orang tua dengan anak tunagrahita: a. Tumbuhkan kepercayaan diri orang tua

Anak sangat memerlukan orang tuanya dalam menghadapi kenyataan tentang variasi psikis yang dimilikinya. Dengan adanya kepercayaan diri dan keikhlasan menerima kondisi si anak, akan lebih mudah bagi orang tua untuk mengarahkan mereka sesuai dengan kemampuan dan efektifitas yang bisa dijangkau.

b. Beri lingkungan yang nyaman dan kondusif bagi anak

Anak akan mampu berkembang semaksimal mungkin jika diberikan kepercayaan, lingkungan, dan pengasuhan yang tepat. Target utama untuk dapat menolong diri sendiri minimal bisa diatasi. Selanjutnya, anak dilatih sesuai tingkat maksimal kemampuan dan intelegensi masing-masing.

c. Mencari sekolah yang tepat

Disamping untuk melatih kemampuan, sekolah juga dimaksudkan untuk melatih sosialisasi mereka. Pilihan sekolah harus disesuaikan dengan kemampuan si anak dan fasilitas yang tersedia sehingga memungkinkan untuk dapat memaksimalkan potensinya.

34

d. Mengembangkan kemampuan anak semaksimal mungkin

Sebagai orang tua jangan terlalu banyak menuntut apalagi membandingkan mereka, cukup berikan dukungan dengan apa yang bisa mereka kerjakan. Bisa jadi si anak tergolong ke dalam tingkat intelegensi rendah, tetapi tetap memiliki bakat yang bisa diandalkan semacam melukis atau membuat kerajinan tangan (Pratiwi dan Murtiningsih, 2013:87-88).

Selaras dengan pendapat Pratiwi dan Murtiningsih (2013) bahwa meskipun memiliki IQ dibawah rata-rata, namun bukan berarti anak tunagrahita lantas tidak mendapatkan pendidikan, mereka juga berhak mendapat pendidikan seperti anak normal lainnya. Hal ini sesuai dengan UU No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 8 ayat 1 yang menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan (Apriyanto, 2012:12).

a. Pendidikan di rumah

Penanaman iman lebih utama dilakukan dirumah oleh orang tua anak. Orang tua adalah pendidik utama dan pertama. Utama karena pengaruh mereka amat mendasar dalam perkembangan kepribadian anaknya; pertama karena orang tua adalah orang pertama dan paling banyak melakukan kontak dengan anaknya. Pendidikan agama

35

dirumah sangatlah penting, alasan yang pertama, pendidikan di tiga tempat pendidikan lainnya (masyarakat, rumah ibadah, sekolah) frekuensinya rendah, sedangkan alasan yang kedua ialah, inti pendidikan agama (Islam) ialah penanaman iman. Penanaman iman itu hanya mungkin dilaksanakan secara maksimal dalam kehidupan sehari-hari dan itu hanya mungkin dilakukan dirumah (Tafsir, 2008:134-135).

Pendidikan agama bagi anak tunagrahita juga menjadi tanggung jawab orang tua, yang sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka :

1) Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.

2) Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafat hidup dan agama yang dianutnya.

3) Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.

4) Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim (Daradjat, dkk, 2011:38).

36 b. Pendidikan di sekolah

Sekolah merupakan tempat dimana sistem pembelajaran telah terstruktur sesuai dengan standar pendidikan nasional dimana telah disesuaikan dengan kebutuhan para peserta didiknya dimana didalamnya juga terdapat visi, misi dan tujuan pembelajaran yang sesuai.

Pendidikan agama merupakan mata pelajaran yang wajib terdapat pada kurikulum pendidikan. Karena pelajaran agama memuat tentang nilai-nilai kemanusiaan yang berisikan bagaimana cara berhubungan yang baik kepada sesama manusia serta makhluk Allah lainnya. Peserta didik diajarkan bagaimana berakhlak mulia sesuai aturan agamanya sehingga peserta didik termasuk anak tunagrahita mampu bersosialisasi dengan baik dengan lingkungannya.

Kedua, pelajaran agama berisikan pengenalan terhadap Tuhannya, dimana didalamnya memuat siapa Tuhannya, bagaimana para peserta didik berkomunikasi terhadap Tuhannya melalui ibadah yang harus dilakukan sesuai dengan ajaran agamanya.

Dengan kedua hal yang terdapat dalam pendidikan agama Islam diharapkan peserta didik khususnya anak tunagrahita mampu menjalani kehidupannya sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam ajaran agamanya (Islam), dan dengan komunikasi yang baik dengan ritual ibadah terhadap Tuhannya peserta didik mampu

37

mendekatkan jiwanya terhadap Tuhannya sehingga dapat tertanam sikap-sikap positif dalam diri peserta didik.

c. Pengelolaan Pembelajaran

Peran dan fungsi PAI ialah membentuk pribadi muslim yang beriman dan berakhlak mulia sebagai bekal peserta didik dalam menjalani kehidupan didunia dan di akhirat, sehingga dalam pelaksanaan pembelajarannya diperlukan berbagai persiapan (seperti

Dokumen terkait