• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Pendidikan Agama Katolik

untuk belajar mengembangkan pemikiran dan imajinasinya dalam memahami sebuah cerita, karena siswa biasanya lebih suka langsung mengalami dengan menggunakan psikomotoriknya dibandingkan dengan mendengarkan cerita dan membaca buku cerita.

c. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis sebagai calon guru bagaimana cara mengunakan cerita yang menarik bagi siswa. Apa yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran, terutama dalam pelajaran PAK yang banyak menggunakan cerita. Cerita juga bisa berfariasi dengan menggunakan alat peraga dan menyanyikan lagu-lagu yang sesuai dengan judul pembelajaran yang disampaikan, sehingga siswa dapat memetik niai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupannya terutama bagi perkembangan karakter.

d. Bagi Lembaga

Kekurangan sarana seperti buku-buku, alat peraga di sekolah membantu lembaga agar mampu menyediakan sarana-sarana yang mendukung bagi proses pembelajaran siswa, karena ketika semua sarana bisa terpenuhi, maka sumber daya manusia bisa berkembang dengan pesat. Perkembangan sebuah lembaga juga sangat mempengaruhi situasi proses belajar di sekolah tersebut.

G. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis berdasarkan penelitian Kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang menggunakan kuantifikasi angka mulai dari pengumpulan data, pengolahan data yang diperoleh, sampai pada penyajian data, yaitu untuk menunjukkan hubungan antara variabel x (Perbendaharaan Cerita) dengan variabel y ( Karakter kejujuran Siswa) dalam Pendidikan Agama Katolik di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini mengambil judul HUBUNGAN PERBENDAHARAAN CERITA DENGAN KARAKTER KEJUJURAN SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK KELAS IV-VI DI SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA. Judul tersebut akan diuraikan menjadi lima bab sebagai berikut:

BAB I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II berisi kajian pustaka dan hipotesis yang meliputi uraian tentang materi dari berbagai sumber pustaka tentang perbendaharaan cerita dan karakter kejujuran siswa. penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis.

BAB III berisi metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel. Berdasarkan

variabel penelitian, identifikasi variabel, definisi konseptual dan oprasional, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data, kisi-kisi penelitian. Pengembangan instrumen yang terdiri dari uji coba terpakai, uji validitas, uji reliabilitas. Uji persyaratan analisis, uji normalitas data, uji linearitas. Analisis deskripsi, analisis korelasi dan uji hipotesis.

BAB IV berisi hasil penelitian dan pembahasan yang membahas tentang hasil penelitian berdasarkan uji persyaratan analisi, deskripsi analisis dan analisis korelasi, pembahsan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Bab ini menguraikan tentang perbendaharaan cerita dan karakter kejujuran siswa. Perbendaharaan cerita terdiri dari pengertian cerita, jenis-jenis cerita, manfaat membaca sebuah cerita, perbendaharaan cerita. Dan karakter kejujuran terdiri dari pengertian karakter, pembentukan karakter. Pengertian karakter kejujuran, ciri-ciri orang yang memiliki karakter kejujuran, indikator karakter kejujuran, dan beberapa latihan untuk membantu siswa berkarakter jujur di sekolah.

A.Pendidikan Agama Katolik

1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik

Menurut Heryatno (2003:21) Pendidikan Agama Katolik di sekolah, dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman atau proses pendidikan untuk membuat para nara didik agar semakin beriman.

Menurut Setyakarjana (1997) Pendidikan Agama Katolik Merupakan Proses yang terarah dan terpadu dalam suatu jemaat beragama sebagai paguyupan umat beriman untuk membantu seseorang atau kelompok agar lebih memahami, menghayati dan mengamalkan imannya kepada Tuhan guna menjawab pawahyu-Nya.

Catechesi Tradendae art.69 mengatakan bahwa semua siswa Katolik

mendapat peluang untuk berkembang dalam pembinaan rohani mereka berkat Pendidikan Agama yang diatur oleh Gereja, tetapi yang menurut situasi di

pelbagai negara dapat ditawarkan oleh pihak sekolah, serta mampu mengatur jadwal sekolah sedemikian rupa, sehingga para siswa Katolik dapat memperdalam iman maupun pengalaman religius mereka, dalam asuhan pengajar- pengajar yang cakap entah iman atau awam.

Lokakarya mengenai tempat dan peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino sebagaimana dikutip oleh

Dapiyanta (2011:4) mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama Katolik

merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat

menggumuli hidupnya dari segi pandangan Kristiani”. Katekese merupakan

pelayanan sabda dengan fungsi khas pendidikan iman. Pelayanan sabda yang dilakukan melalui siswa menemukan jati dirinya serta beriman kepada Kristus. Siswa yang beriman kepada Kristus, akan senantiasa melayani sesama dengan sepenuh hati.

Pendidikan Kristen dalam keluarga, katekese dan pelajaran agama di sekolah-sekolah, dengan caranya masing-masing, erat berhubungan dengan pelayanan Pendidikan Kristiani bagi anak-anak, orang dewasa dan kaum muda. Akan tetapi, dalam praksis harus di perhutungkan faktor yang berbeda-beda. Sehubungan dengan atau tidak adanya inisiasi Kristen bagi anak-anak dalam konteks keluarga, dan sehubungan dengan kewajiban-kewajiban mendidik secara tradisional dijalankan oleh paroki dan sekolah (Petunjuk Umum Katekese, art.76).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan suatu proses dimana para siswa mampu mengenal dan memperkembangkan imannya secara terus-menerus, baik itu melalui keluarga maupun jemaat yang hidup bersama sebagai satu anggota Gereja. Melalui

keluarga dan jemaat membantu siswa untuk semakin mendewasakan iman yang nantinya sebagi pegangan hidup siswa.

2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Heryatno (2003:22) mengungkapkan bahwa “Tujuan Pendidikan Agama Katolik bersifat holistik artinya, sesuai dengan kepentingan hidup peserta didik, tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus mencakup segi kognitif, afeksi dan praktis”. Segi kognitif (pikiran), afektif (perasaan), dan praksis( tindakan) tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung dalam perkembangan siswa, sehingga ketiganya diberikan secara integral oleh guru Pendidikan Agama Katolik kepada masing-masing siswa.

Tujuan pendidikan menurut Dokumen Konsili Vatikan II dalam artikel 1

adalah “mencapai pembinaan pribadi manusia dalam prespektif tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas

kewajibannya”.

Dari kutipan di atas dapat digambarkan, bahwa pendidikan yang baik itu mengarah kepada pembinaan kepribadian dan secara umum akan berpengaruh juga pada perkembangan dan kepentingan masyarakat. Begitu pula Konsili Suci

menyatakan bahwa “anak-anak dan kaum remaja berhak didukung, untuk belajar menghargai dengan suara hati yang lurus nilai-nilai moral, serta dengan tulus menghayatinya secara pribadi pun juga untuk makin sempurna mengenal serta mengasihi Allah”.

Berdasarkan pemaparan yang sampaikan diatas tujuan Pendidikan Agama Katolik demi terwujudnya Kerajaan Allah ditengah dunia. Terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini bisa kita lihat melalui bagaimana setiap pribadi mampu membina diri sendiri dan memperhatikan kepentingan gereja. Jadi manusia tidak berkembang hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi mampu membawa dirinya keluar untuk maju dan berkembang dengan masyarakat disekitarnya, sesuai dengan kepentingan hidup peserta didik dalam mengembangkan segi kognitif, afektif dan praktis.

3. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Negara dan Gereja a. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Negara

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

b. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Gereja

Gereja Katolik mempunyai peranan tersendiri di dalam kemajuan dan perkembangan pendidikan. Peranan itu bersumber dari perintah pendiri Gereja, untuk mewartakan misteri keselamatan kepada semua orang dan untuk memperbaharui segala sesuatu di dalam Kristus. Sekolah-sekolah merupakan sarana yang paling efektif untuk menunaikan peranan pendidikan yang dimiliki

Gereja. Orang tua adalah orang yang pertama dan utama memberi pendidikan bagi anak-anaknya, termasuk menentukan sekolah bagi anak-anak mereka. Sekolah Katolik menjadi pewarta kabar baik bagi sekolah-sekolah yang benar-benar bersifat Katolik.

Berdasarkan dua fungsi yang terdapat di atas yaitu dari Negara dan Gereja maka dapat dikatakan bahwa agama diselenggarakan sesuai dengan agama masing-masing agar para siswa mampu memahani dan mengamalkan nilai-nilai keagamaannya. Selain itu sekolah-sekolah juga menjadi sarana yang baik bagi pendidikan siswa, dibantu dengan pendidikan yang sudah didapat dari dalam keluarga.

B. Perbendaharaan Cerita

Dokumen terkait