ABSTRAK
“HUBUNGAN PERBENDAHARAAN CERITA DENGAN KARAKTER KEJUJURAN SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK KELAS
IV-VI DI SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA”.
Judul skripsi ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan sumbangan perbendaharaan cerita dengan karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Kajian ini dibuat untuk mengetahui apakah ada hubungan ketika siswa memiliki banyak cerita dengan karakter kejujuran dalam diri siswa-siswi kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.
Perbendaharaan cerita adalah kekayaan yang diperoleh ketika anak membaca, menyimak dan memahami peristiwa yang terjadi yang menggambarkan berbagai macam makna yang tersirat maupun tersurat dalam cerita seperti karakter tokoh, alur dan isi cerita. Karakter kejujuran adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakannya baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, Ho: Perbendaharaan cerita tidak memiliki hubungan dengan karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama Katolik kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta. Ha: Perbendaharaan cerita memiliki hubungan dengan karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama Katolik kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.Populasi dari penelitian ini adalah para siswa kelas IV-VI SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta sebanyak 65 responden.Instrumen yang digunakan adalah skala Likert yang dikembangakan dalam 17 pernyataan mengenai perbendaharan cerita dan 9 karakter kejujuran siswa.Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 65 siswa terdapat 26 item valid.Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0.821 yang berarti reliabilitas instrumen baik.
ABSTRACT
"STORY TREASURY RELATIONS WITH HONESTY CHARACTER OF STUDENTS IN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION CLASS IV-VI IN SD
CANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA".
Thesis title was selected based on the author's curiosity will contribute treasury stories with characters honesty of students in Catholic Religious Education. This study was made to determine whether there is a relationship when students have many stories with the character of honesty in the students of class IV-VI in SD Canisius Notoyudan Yogyakarta.
Treasury of riches story is obtained when the children to read, listen to and understand the events that occurred that illustrate the wide range of meanings implicit or explicit in the story like characters, plot and story. Character honesty is the behavior that is based on an attempt to make himself as the person who always believed in the words and actions both to themselves and others.
Based on the above reasoning can be formulated hypothesis, namely research, Ho: Treasury story has no connection with the character of honesty of students in Catholic Religious Education classes IV-VI in SD Canisius Notoyudan Yogyakarta. Ha: Treasury story has a relationship with the character of honesty of students in Catholic Religious Education classes IV-VI in SD Canisius Notoyudan Yogyakarta.
This research is a quantitative research. The population of this research is the students class IV-VI Notoyudan SD Canisius Yogyakarta as many as 65 respondents. The instrument used was a Likert scale is developed in 17 treasury statement about the story and characters honesty 9 students. Validity of test results on a significance level of 5%, N 65 students there are 26 valid items. While the results of test reliability coefficient alpha of 0821, which means better reliability of the instrument.
HUBUNGAN PERBENDAHARAAN CERITA DENGAN KARAKTER KEJUJURAN SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK KELAS
IV-VI DI SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Stefanie Bui Moron NIM: 111124030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Bunda Maria, Orang Tuaku Tercinta (Ibu Monica Mei dan Bapak Bernardus
Samaraya Moron), Adik dan Kakakku, Anastasia Resi, Yustinus Dasilva Moron,
Yuli, Kartika Putri Dinanti, Frederikus Fiskar Ocin, Juli Sunarti, Margaretha Ayu
Panca, Mb Aii, Maria Vinsensia Asriyati, Saudara-Saudaraku angkatan 2011 dan
v MOTTO
“Rendahkanlah dirimu dibawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya dan serahkanlah segala kekuatiranmu
kepada-Nya sebab Ia yang memelihara kamu.”
viii ABSTRAK
“HUBUNGAN PERBENDAHARAAN CERITA DENGAN KARAKTER KEJUJURAN SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK KELAS
IV-VI DI SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA”.
Judul skripsi ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan sumbangan perbendaharaan cerita dengan karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Kajian ini dibuat untuk mengetahui apakah ada hubungan ketika siswa memiliki banyak cerita dengan karakter kejujuran dalam diri siswa-siswi kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.
Perbendaharaan cerita adalah kekayaan yang diperoleh ketika anak membaca, menyimak dan memahami peristiwa yang terjadi yang menggambarkan berbagai macam makna yang tersirat maupun tersurat dalam cerita seperti karakter tokoh, alur dan isi cerita. Karakter kejujuran adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakannya baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, Ho: Perbendaharaan cerita tidak memiliki hubungan dengan karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama Katolik kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta. Ha: Perbendaharaan cerita memiliki hubungan dengan karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama Katolik kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dari penelitian ini adalah para siswa kelas IV-VI SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta sebanyak 65 responden. Instrumen yang digunakan adalah skala Likert yang dikembangakan dalam 17 pernyataan mengenai perbendaharan cerita dan 9 karakter kejujuran siswa. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 65 siswa terdapat 26 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0.821 yang berarti reliabilitas instrumen baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean perbendaharaan cerita adalah 56,800 tergolong sangat baik dan karakter kejujuran 34,5846 tergolong sedang. Dari hasil analisis korelasi NonParametrik diperoleh nilai koefisien sebesar 0,442 dengan signifikansi 0,000. Maka dapat disimpulkan bahwa perbendaharaan cerita berkorelasi terlihat di karakter kejujuran siswa.
ix ABSTRACT
"STORY TREASURY RELATIONS WITH HONESTY CHARACTER OF STUDENTS IN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION CLASS IV-VI IN SD
CANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA".
Thesis title was selected based on the author's curiosity will contribute treasury stories with characters honesty of students in Catholic Religious Education. This study was made to determine whether there is a relationship when students have many stories with the character of honesty in the students of class IV-VI in SD Canisius Notoyudan Yogyakarta.
Treasury of riches story is obtained when the children to read, listen to and understand the events that occurred that illustrate the wide range of meanings implicit or explicit in the story like characters, plot and story. Character honesty is the behavior that is based on an attempt to make himself as the person who always believed in the words and actions both to themselves and others.
Based on the above reasoning can be formulated hypothesis, namely research, Ho: Treasury story has no connection with the character of honesty of students in Catholic Religious Education classes IV-VI in SD Canisius Notoyudan Yogyakarta. Ha: Treasury story has a relationship with the character of honesty of students in Catholic Religious Education classes IV-VI in SD Canisius Notoyudan Yogyakarta.
This research is a quantitative research. The population of this research is the students class IV-VI Notoyudan SD Canisius Yogyakarta as many as 65 respondents. The instrument used was a Likert scale is developed in 17 treasury statement about the story and characters honesty 9 students. Validity of test results on a significance level of 5%, N 65 students there are 26 valid items. While the results of test reliability coefficient alpha of 0821, which means better reliability of the instrument.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan karena kasih dan penyertaan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PERBENDAHARAAN
CERITA DENGAN KARAKTER KEJUJURAN SISWA DALAM
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK KELAS IV-VI DI SD KANISIUS
NOTOYUDAN YOGYAKARTA”.
Skripsi ini ditulis atas dasar keingintahuan dan keprihatian penulis
terhadap cerita yang dimiliki oleh siswa. Apakah dengan memiliki banyak cerita
siswa juga mampu mengembangakan karakter kejujuran di dalam dirinya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai karena bantuan dari
banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan
terima kasih kepada:
1. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd. selaku dosen pembimbing utama, yang telah
memberikan motivasi, setia membimbing penulis dalam menulis skripsi
,bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan kesabaran,
dan ketelitian beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. B.Agus Rukiyanto SJ selaku dosen pembimbing akademik dan selaku
dosen penguji II, yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di
PAK
3. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji III, yang berkenan
xi
4. Romo Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ selaku Kaprodi dan Bapak
Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku Wakaprodi, yang telah bersedia
memberikan perhatian, dukungan, serta semangat kepada penulis selama
berproses di Prodi PAK.
5. Segenap Staf Dosen dan Karyawan Prodi PAK-JIP-FKIP-USD, Yogyakarta
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh studi.
6. Kepala sekolah berserta Guru-guru SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta
yang telah mengijinkan dan bersedia memberikan tempat bagi penulis untuk
melaksanakan penelitian.
7. Siswa-siswi kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta yang telah
bersedia membantu penulis dalam mengumpulkan data dengan mengisi
kuisoner
8. Orang Tuaku Tercinta yang selalu memberikan cinta, arahan, motivasi,
kekuatan dan selalu mendoakanku.
9. Saudara-saudaraku angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan,
perhatian, dan semangat penulis selama menempuh studi di PAK.
10. Sahabatku (Maria Vinsensia Asriyati, Maria dan Agnes, Lilis suryani, Kartika
Putri Dinanti, Margaretha Ayu Panca, Juli Sunarti dan Dede Marianus) yang
selalu mengingatkan, setia menemani dan memberikan semangat kepada
penulis.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selama ini
xiii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik ... 14
2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik ... 16
3. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Negara dan Gereja .. 17
xiv
b. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Gereja ... 17
B. Perbendaharaan Cerita ... 18
1. Pengertian Cerita ... 18
2. Jenis-Jenis Cerita ... 19
3. Manfaat Membaca Sebuah Cerita ... 25
a. Membantu Pembentukan Pribadi dan Moral ... 25
b. Menyalurkan Kebutuhan Imajinasi ... 25
c. Memacu Kemampuan Verbal ... 26
d. Merangsang Minat Baca ... 26
e. Membuka Cakrawala Pengetahuan ... 26
4. Pengertian Perbendaharaan Cerita ... 27
C. Karakter Kejujuran... 28
1. Pengertian Karakter ... 28
2. Pembentukan Karakter ... 29
3. Pengertian Karakter Kejujuran ... 34
4. Ciri-ciri Orang yang memiliki Karakter Kejujuran ... 35
5. Indikator Karakter Kejujuran ... 36
xv
2. Definisi Konseptual ... 43
3. Definisi Operasional ... 44
F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 44
1. Teknik Pengumpulan Data ... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Hasil Penelitian ... 53
1) Banyaknya buku yang dibaca,didengar dan dilihat ... 58
2) Memahami Alur Cerita ... 60
3) Memahami Tokoh-Tokoh ... 63
xvi
b. Karakter Kejujuran Siswa ... 67
5) Kebiasaan Baik dalam Hidup Seseorang ... 69
6) Perkataan dan Perbuatan yang Sesuai dengan Kejadian yang Sebenarnya ... 72
3. Analisis Korelasi ... 74
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75
C. Relevansi Perndaharaan Cerita dengan PAK... 79
D. Keterbatasan Penelitian... 80
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Saran ... 82
1. Bagi Sekolah SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta ... 82
2. Bagi Guru Agama Katolik... 83
3. Bagi Orang Tua... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
LAMPIRAN ... 86
Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Instrumen Penelitian ... (2)
Lampiran 3 : Hasil Analisis Variabel, X : Perbendaharaan Cerita ... (5)
Lampiran 4 : Hasil Analisis Variabel, Y : Karakter Kejujuran ... (9)
Lampiran 5 : Hasil Analisis SPSS ... (13)
xvii
Tabel 11 : Deskripsi Statistik Perbendaharaan Cerita secara Keseluruhan ... 56
Tabel 12 : Deskripsi Frekuentif Perbendaharaan Cerita secara Keseluruhan ... 57
Tabel 13 : Deskripsi Statistik Banyaknya buku yang dibaca, didengar dan dilihat ... 58
Tabel 14 : Deskripsi Frekuentif Banyaknya buku yang dibaca, didengar dan dilihat ... 59
Tabel 15 : Deskripsi Statistik Memahami Alur Cerita ... 60
Tabel 16 : Deskripsi Frekuentif Memahami Alur Cerita ... 61
Tabel 17 : Deskripsi Statistik Memahami Tokoh-Tokoh ... 63
Tabel 18 : Deskripsi Frekuentif Memahami Tokoh-Tokoh ... 64
Tabel 19 : Deskripsi Statistik Memahami Isi Cerita ... 65
Tabel 20 : Deskripsi Frekuentif Memahami Isi Cerita ... 66
Tabel 21 : Deskripsi Statistik Karakter Kejujuran Siswa ... 67
Tabel 22 : Deskripsi Frekuentif Karakter kejujuran Siswa secara Keseluruhan ... 68
Tabel 23 : Deskripsi Statistik Kebiasaan Baik dalam Hidup Seseorang .... 69
xviii
Tabel 26 : Deskripsi Frekuentif Perkataan dan Perbuatan yang
Sesuai dengan Kejadian yang Sebenarnya ... 73
Tabel 27 : Non Parametrik Correlations ... 74
xix
DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan dalam Penelitian
Anova : Analisys Of Variance
Ho : Hipotesis Nol
Ha : Hipotesis Alternatif
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
Std : Standard
Dev : Deviasi
Sig : Significant
B. Singkatan Dokumen Gereja
CT : Catechesis Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohenes Paulus II
kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang
Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979
C. Singakatan Lain
Komkat : Komisi Kateketik
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
PUK : Petunjuk Umum Katekese
No : Nomor
Dll : Dan Lain-lain
HP : Handphone
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan banyak bahan yang bisa digunakan untuk
menanamkan nilai-nilai positif pada siswa yang berperan dalam pembentukan
karakter. Salah satu caranya adalah dengan cerita. Cerita memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam perkembangan karakter.
Dalam menempuh pendidikan seorang siswa mendengar atau bahkan
melakonkan berbagai macam cerita, entah itu diceritakan guru di depan kelas, dari
teman, maupun dari buku cerita yang ada di perpustakaan. Semua cerita-cerita itu
menjadi perbendaharaan siswa.
Anak-anak sekolah dasar memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar,
mereka biasanya mengeksplorasi apa yang mereka lihat dan dengar melalui cerita,
video, cergam, darama dan lain sebagainya. Metode yang digunakan membantu
anak dalam memperkembangkan karakter serta membentuk karakter mereka.
Pengalaman yang penulis alami selama melaksanakan tugas PPL di SD
Kanisius Notoyudan Yogyakarta, sekolah ini biasanya menggunakan cerita
sebagai bahan dalam proses pembelajaran, karena keterbatasan dalam penggunaan
sarana viewer sehingga para guru biasanya mengajar dengan menggunakan cerita,
agar siswa dapat memahami apa yang disampaikan oleh guru. Kebiasaan lain
yaitu ketika istirahat berlangsung, para siswa sering kali bercerita dengan
Berbagai macam cerita yang mereka ceritakan, entah itu pengalaman yang
menyedihkan ataupun yang menggembirakan hati mereka. Di sekolah ini juga
menyedikan perpustakaan bagi para siswanya untuk mengisi waktu luang dengan
membaca buku cerita, hanya saja waktu saya melakukan PPL di SD tersebut
hanya ada beberapa anak yang berminat masuk ke perpustakaan karena ruangan
yang terlalu sempit, dan tidak nyaman digunakan untuk membaca.
Cerita tidak hanya didapatkan siswa pada saat di sekolah, tetapi cerita juga
bisa kita jumpai di dalam keluarga kita masing-masing. Berbeda halnya dengan
siswa-siswi yang sekolah di SD Kanisius Notoyudan ini, ada beberapa siswa yang
hampir tidak pernah merasakan bagaimana bercerita di dalam keluarga mereka,
apalagi mendapat perhatian setiap malam untuk dibacakan cerita oleh orang
tuanya sebelum mereka tidur. Penyebab semua itu adalah karena orang tua lebih
suka mengurusi kesibukannya sehingga melupakan kebutuhan anaknya, ada pula
orang tua yang telah berpisah sehingga anak mereka harus hidup dan menumpang
di rumah temannya.
Ada beberapa siswa yang mengatakan pada saya bahwa mereka hidup dalam
keluarga yang tidak menawarkan cerita yang dapat membentuk karakter mereka,
melainkan sebaliknya mereka sering menyaksikan di mana kekerasan yang
mereka alami di dalam keluarga, sehingga cerita yang mereka sampaikan kepada
saya pada saat mengajar ialah yang bersisi kekerasan dan kebenciaan akan
karakter ayah yang seringkali memukuli ia dan ibunya. Begitu menyedihkan, di
mana anak-anak seusianya harus merasakan kehangatan dalam keluarga, namun
bisa belajar bagaimana nantinya ia akan berkembang. Keluarga merupakan wadah
yang paling utama dalam kehidupan anak, kini merusak karakter anak dengan
menawarkan cerita-cerita yang tidak bisa diambil sebagai contoh hidup.
Anak-anak memiliki daya ingat yang sangat kuat, apa yang mereka dengar dan lihat
akan mudah direkam dalam ingatan sehingga mereka mudah sekali untuk meniru
apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Saya mulai menyadari bahwa sebenarnya
orang tua dan lingkungan di mana anak itu tinggal, sangat berpengaruh pada
karakter mereka. Sebagai seorang guru, tentu sepintas melihat siswa-siswa yang
nakal dan sulit diberitahu, tetapi saya menyadari bahwa setiap kenakalan yang
dimiliki oleh siswa mempunyai alasan mendasar yang mereka bawa dari dalam
keluarga.
Guru di sekolah ini banyak sekali menawarkan cerita-cerita yang menarik
bagi para siswanya, hanya saja agar siswa lebih mendalami nilai dari cerita
tersebut, guru harus terlebih dahulu menguasai cerita, dengan menggunakan alat
peraga, agar siswa lebih tertarik karena ketika cerita tersebut sudah menyentuh
hati, maka cerita tidak hanya diingat tetapi dilakonkan dalam kehidupan. Sebagai
guru kita tentu mampu menyederhanakan cerita, agar siswa mengerti cerita apa
yang kita sampaikan didepan kelas. Karena ada kalanya orang menganggap cerita
merupakan sesuatu hal yang sepele, habis diceritakan ya habis. Tetapi bagi siswa,
cerita itu memiliki pengaruh yang sangat besar apalagi menemukan cerita yang
mereka anggap menyenangkan hati mereka. Hal ini akan diingat sampai mereka
beranjak dewasa, bahkan lanjut usia.
Gereja Katolik juga menawarkan cerita kepada anak-anak, salah satu
tanah Mesir melalui Laut Merah, dan masih banyak cerita-cerita lainnya. Melalui
cerita bergambar, film, lagu-lagu yang memuat kisah-kisah dalam Kitab Suci serta
melalui kotbah yang dibawakan oleh romo mau mengajak anak-anak untuk
terlibat aktif dalam mendengarkan dan mengembangkan prilaku yang baik dalam
kehidupan mereka. Di dalam Gereja Katolik juga dikenal dengan sebutan
Pendidikan iman anak dimana anak-anak diajak untuk mengenal Tuhan, bagimana
ajaran Gereja Katolik dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk membantu
anak mengenal bahwa hidupnya tidak hanya sendirian tetapi Tuhan selalu
membimbing dan menyertai mereka melalui sesamanya. Selain itu juga
pendidikan iman anak membantu orang tua dalam mengembangkan iman
anak-anak mereka dalam hal kerohanian. Gereja melihat bahwa anak-anak-anak-anak adalah
penerus Gereja dimasa yang akan datang, oleh karena itu gereja sungguh
menyayangkan jika anak-anak katolik tidak bisa terlibat aktif di dalam kegiatan
tersebut. Dalam pendidikan iman anak, anak-anak diajak untuk mengenal berbagai
macam jenis cerita dari Kitab Suci baik itu dari kitab perjanjian lama maupun
baru. Pengenalan akan isi Kitab Suci membatu anak-anak agar dapat memahami
dan meneladani tokoh yang terdapat dalam cerita tersebut.
Ketidakjujuran biasanya meresahkan diri sendiri maupun orang lain. Saat
duduk di bangku sekolah, tidak jarang ada beberapa siswa yang tidak jujur dalam
mengerjakan tugas sekolahnya dan menyontek di saat ujian berlangsung. Bahkan
semua itu dianggapnya sebagai suatu hal yang biasa terjadi. Dari hal-hal yang
kecil semacam itu ketika seorang siswa tidak mampu menyadari apa yang ia
lakukan adalah perbuatan yang tidak jujur maka akan berdampak pada
kelangsungan hidupnya dalam menempuh pendidikan selanjutnya. Dengan prilaku
yang dikerjakannya. Ingin mendapatkan nilai yang bagus tetapi dengan cara yang
tidak mendidik, tentu ada rasa bersalah dan tidak puas dengan apa yang
dikerjakannya, kalau tidak ketahun kemungkinan besar mereka akan lolos, tetapi
ketika ketahuan mereka akan merasa malu dengan perbuatan yang mereka
lakukan.
Kejujuranpun tidak hanya terjadi pada saat kita masih duduk di bangku
sekolah dasar, tetapi baiklah kita melihat Akhir-akhir ini kita sering mendengar di
media masa, radio maupun televisi. Seperti yang diliput oleh news.okezone.com
Senin,18 Mei 2015- 04:58 wib, ada beberapa mahasiswa yang lulus dengan
menggunakan ijazah palsu, sementara mahasiswa tersebut tidak pernah mengikuti
kuliah aktif selayaknya mahasiswa biasanya. Beberapa universitaspun diduga
meluluskan mahasiswanya dengan ijazah palsu. Melihat situasi semacam ini
sungguh sangat memperhatinkan karena sekarang kejujuran dalam diri manusia
semakin melemah. Dengan begitu orang bisa dengan mudahnya mendapatkan
gelar yang diinginkan, tanpa susah payah melalui proses belajar. Yang menjadi
keperihatinan sekarang ini bahwa mutu pendidikan akan semakin menurun dan
kualitas lulusan yang tidak berkopeten dibidangnya membuat generasi selanjutnya
akan mengalami hal yang sama yaitu kerugian serta kebodohan yang diakibatkan
dari ketidakjujuran yang ada.
Anak-anak di zaman sekarang hidup dengan berbagai macam kecanggihan
teknologi. Tetapi disayangkan masih ada yang menyalah gunakannya misalnya
untuk membuat tugas dengan mudahnya copy paste dari internet, tidak lagi
mengembangkan pemikiran yang mereka miliki. Memang tidak ada salahnya
kita memilah-milah mana yang bisa dijadikan sumber untuk belajar dan mana
yang tidak. Itulah sebabnya banyak sekali plagiat yang terjadi mulai dari
mengerjakan pekerjaan rumah hingga dalam menulis karya ilmiah sekalipun.
Diberlakukan hukuman bagi yang diduga pagiat tetapi masih ada saja yang
melakukannya, mencari sesuatu yang cepat jadi dengan jalan pintas. Sepertinya
akalbudi yang diberikan Tuhan dengan cuma-cuma disalah gunakan untuk
membuat sesuatu yang mudah bagi keuntungan diri sendiri.
Cerita memiliki hubungan yang erta dengan karakter siswa. Banyak cerita,
video, cergam dan televisi semua ini memiliki pengaruh yang positif dan negatif
pada siswa. pada usia kanak-kanak biasanya anak suka menonton film kartun
yang berisikan tentang perkelahian antar tokoh, sehabis memonton terkadang anak
akan memperaktikan apa yang mereka tonton. Yang pernah saya alami saat
observasi didalam kelas, ada dua orang siswa yang bertengakar hingga keluar ke
halaman sekolah saya membantu untuk melerai mereka, malah saya yang kena
pukul. Emosi yang sangat tinggi membuat anak-anak ini tidak tahu lagi siapa yang
mereka hadapi. Tetapi syukurlah ketika satpam sekolah datang mereka bisa diam,
dan saya melihat guru kelas mereka tidak hanya diam tetapi memberikan
pemahaman kepada kedua siswa tersebuat bahwa tidak ada untungnya berkelahi
dan merekapun berdamai. Usut demi usut penyebab perkelahian disebabkan saling
mengejek nama orang tua.
Kita bisa melihat pengaruh positif bagi anak-anak, kalau anak dihadapkan
pada cerita, cergam, video yang mereka lihat mampu memberi motivasi,
semangat, serta menanamkan nilai-nilai yang positif maka anak-anak akan
kesalahan yang ia perbuat dan masih banyak hal mampu membangun serta
menanamkan karakter pada anak.
Setelah melihat kenyataan dan yang seharusnya terjadi ialah agar para siswa
dapat memahami apa yang ada dalam isi cerita yang telah mereka baca, mereka
dengar dan lihat selama ini. Serta mampu menemukan nilai-nilai yang sama dari
berbagai cerita yang mereka baca, dengar, dan lihat sehingga dari nilai-nilai yang
ada mampu menumbuhkan karakter kejujuran siswa menjadi seseorang yang
menghidupi nilai-nilai yang mereka sukai dalam kehidupan mereka.
Karakter tersebut akan menjadi hal yang mampu mengembangkan
kepribadian mereka, baik itu melalui perkataan, pengetahuan maupun tindakan
mereka. Karena karakter bukan suatu prilaku lahiriah saja, di mana seseorang
melihat, mendengar, dan membaca setelah itu menirukan apa yang telah mereka
ketahui. Tetapi karakter lebih mendalam dari itu, di mana orang bisa membentuk
karakternya dengan melakukan aktivitas secara terus menerus dalam waktu yang
cukup lama, sehingga apa yang mereka dengar, baca maupun lihat dapat menjadi
milik yang bisa dihidupi dalam kehidupan mereka di manapun mereka berada.
Sehubungan dengan itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul:
HUBUNGAN PERBENDAHARAAN CERITA DENGAN KARAKTER KEJUJURAN SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK KELAS IV-VI DI SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat di identifikasi masalah sebagai berikut:
2. Apakah semua cerita yang ada mampu membantu dalam mengembangkan
karakter siswa ?
3. Sejauh mana guru menggunakan cerita sebagai bahan dalam mengajar para
siswanya ?
4. Bagaimana perhatian orang tua terhadap perkembangan karakter anak ?
5. Apa saja yang dipersiapkan oleh guru sebelum membawakan cerita di depan
kelas bagi para siswa ?
6. Sejauh mana peran gereja dalam Pendidikan Agama Katolik ?
7. Sejauh mana para siswa mampu menyadari karakter ketidakjujuran dalam diri
mereka ?
8. Sejauh mana guru memberikan perhatian pada karakter siswa ?
9. Sejauh mana siswa mampu mendengar dan menyukai cerita dalam pelajaran
agama katolik ?
10. Mengapa Pelajaran Agama Katolik menawarkan berbagai cerita bagi para
siswa?
11. Apakah dengan cerita mampu memperkembangakan serta membentuk
karakter kejujuran siswa ?
12. Bagaimana cerita berperan dalam pembentukan karakter siswa ?
13. Seberapa banyak para siswa mengoleksi buku-buku cerita ?
C.Pembatasan Masalah
Setelah melihat permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas,
penulis memilih dua aspek yang akan dikaji yaitu cerita dan karakter kejujuran.
membatasi penulisannya pada perbendaharaan cerita dan karakter kejujuran siswa
di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta. Dengan tujuan agar penulisan dapat lebih
fokus dalam menulis dan mendalami.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang akan dibahas dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan perbendaharaan cerita siswa ?
2. Apakah yang dimaksud dengan karakter kejujuran ?
3. Bagaimana hubungan perbendaharaan cerita dengan karakter kejujuran siswa
dalam Pendidikan Agama Katolik kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan
Yogyakarta ?
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan perbendaharaan cerita siswa kelas IV-VI di SD Kanisius
Notoyudan Yogyakarta.
2. Mendeskripsikan karakter kejujuran siswa kelas IV-IV di SD Kanisius
Notoyudan Yogyakarta.
3. Mampu mengetahui bagaimana hubungan perbendaharaan cerita dengan
karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama Katolik kelas IV-VI di SD
F. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan mengenai hubungan
perbendaharaan cerita dengan karakter kejujuran siswa dalam Pendidikan Agama
Katolik kelas IV-VI di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta adalah sebagai
berikut:
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis dan praktis
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian ini untuk menjawab bagaimana hubungan
cerita dapat digunakan dalam Pendidikan Agama Katolik untuk penerapan nilai.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Bagi para guru Pendidikan Agama Katolik
Agar para guru mampu menggambarkan karakter siswa dengan
menggunakan cerita dalam Pendidikan Agama Katolik bagi para siswa. Selain itu
pula dengan bercerita serta membawakan cerita yang penuh dengan penghayatan
agar mampu menarik perhatian siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dengan
cerita yang monoton.
b. Bagi Para Siswa
Agar peserta Pendidikan Agama Katolik mampu menerapkan nilai-nilai
cerita dalam Pendidikan Agama Katolik, selain itu memambah wawasan siswa
untuk belajar mengembangkan pemikiran dan imajinasinya dalam memahami
sebuah cerita, karena siswa biasanya lebih suka langsung mengalami dengan
menggunakan psikomotoriknya dibandingkan dengan mendengarkan cerita dan
membaca buku cerita.
c. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis sebagai calon guru
bagaimana cara mengunakan cerita yang menarik bagi siswa. Apa yang
disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran, terutama dalam pelajaran
PAK yang banyak menggunakan cerita. Cerita juga bisa berfariasi dengan
menggunakan alat peraga dan menyanyikan lagu-lagu yang sesuai dengan judul
pembelajaran yang disampaikan, sehingga siswa dapat memetik niai-nilai yang
bermanfaat bagi kehidupannya terutama bagi perkembangan karakter.
d. Bagi Lembaga
Kekurangan sarana seperti buku-buku, alat peraga di sekolah membantu
lembaga agar mampu menyediakan sarana-sarana yang mendukung bagi proses
pembelajaran siswa, karena ketika semua sarana bisa terpenuhi, maka sumber
daya manusia bisa berkembang dengan pesat. Perkembangan sebuah lembaga juga
G. Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis berdasarkan
penelitian Kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang
menggunakan kuantifikasi angka mulai dari pengumpulan data, pengolahan data
yang diperoleh, sampai pada penyajian data, yaitu untuk menunjukkan hubungan
antara variabel x (Perbendaharaan Cerita) dengan variabel y ( Karakter kejujuran
Siswa) dalam Pendidikan Agama Katolik di SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini mengambil judul HUBUNGAN PERBENDAHARAAN
CERITA DENGAN KARAKTER KEJUJURAN SISWA DALAM
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK KELAS IV-VI DI SD KANISIUS
NOTOYUDAN YOGYAKARTA. Judul tersebut akan diuraikan menjadi lima
bab sebagai berikut:
BAB I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II berisi kajian pustaka dan hipotesis yang meliputi uraian tentang
materi dari berbagai sumber pustaka tentang perbendaharaan cerita dan karakter
kejujuran siswa. penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis.
BAB III berisi metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, desain
variabel penelitian, identifikasi variabel, definisi konseptual dan oprasional, teknik
dan instrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data, kisi-kisi penelitian.
Pengembangan instrumen yang terdiri dari uji coba terpakai, uji validitas, uji
reliabilitas. Uji persyaratan analisis, uji normalitas data, uji linearitas. Analisis
deskripsi, analisis korelasi dan uji hipotesis.
BAB IV berisi hasil penelitian dan pembahasan yang membahas tentang
hasil penelitian berdasarkan uji persyaratan analisi, deskripsi analisis dan analisis
korelasi, pembahsan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Bab ini menguraikan tentang perbendaharaan cerita dan karakter kejujuran
siswa. Perbendaharaan cerita terdiri dari pengertian cerita, jenis-jenis cerita,
manfaat membaca sebuah cerita, perbendaharaan cerita. Dan karakter kejujuran
terdiri dari pengertian karakter, pembentukan karakter. Pengertian karakter
kejujuran, ciri-ciri orang yang memiliki karakter kejujuran, indikator karakter
kejujuran, dan beberapa latihan untuk membantu siswa berkarakter jujur di
sekolah.
A.Pendidikan Agama Katolik
1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik
Menurut Heryatno (2003:21) Pendidikan Agama Katolik di sekolah,
dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman atau proses pendidikan untuk
membuat para nara didik agar semakin beriman.
Menurut Setyakarjana (1997) Pendidikan Agama Katolik Merupakan Proses
yang terarah dan terpadu dalam suatu jemaat beragama sebagai paguyupan umat
beriman untuk membantu seseorang atau kelompok agar lebih memahami,
menghayati dan mengamalkan imannya kepada Tuhan guna menjawab
pawahyu-Nya.
Catechesi Tradendae art.69 mengatakan bahwa semua siswa Katolik
mendapat peluang untuk berkembang dalam pembinaan rohani mereka berkat
pelbagai negara dapat ditawarkan oleh pihak sekolah, serta mampu mengatur
jadwal sekolah sedemikian rupa, sehingga para siswa Katolik dapat memperdalam
iman maupun pengalaman religius mereka, dalam asuhan pengajar- pengajar yang
cakap entah iman atau awam.
Lokakarya mengenai tempat dan peranan Pendidikan Agama Katolik di
sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino sebagaimana dikutip oleh
Dapiyanta (2011:4) mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama Katolik
merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat
menggumuli hidupnya dari segi pandangan Kristiani”. Katekese merupakan
pelayanan sabda dengan fungsi khas pendidikan iman. Pelayanan sabda yang
dilakukan melalui siswa menemukan jati dirinya serta beriman kepada Kristus.
Siswa yang beriman kepada Kristus, akan senantiasa melayani sesama dengan
sepenuh hati.
Pendidikan Kristen dalam keluarga, katekese dan pelajaran agama di
sekolah-sekolah, dengan caranya masing-masing, erat berhubungan dengan
pelayanan Pendidikan Kristiani bagi anak-anak, orang dewasa dan kaum muda.
Akan tetapi, dalam praksis harus di perhutungkan faktor yang berbeda-beda.
Sehubungan dengan atau tidak adanya inisiasi Kristen bagi anak-anak dalam
konteks keluarga, dan sehubungan dengan kewajiban-kewajiban mendidik secara
tradisional dijalankan oleh paroki dan sekolah (Petunjuk Umum Katekese, art.76).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan Agama Katolik
merupakan suatu proses dimana para siswa mampu mengenal dan
memperkembangkan imannya secara terus-menerus, baik itu melalui keluarga
keluarga dan jemaat membantu siswa untuk semakin mendewasakan iman yang
nantinya sebagi pegangan hidup siswa.
2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik
Heryatno (2003:22) mengungkapkan bahwa “Tujuan Pendidikan Agama
Katolik bersifat holistik artinya, sesuai dengan kepentingan hidup peserta didik,
tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus mencakup segi kognitif, afeksi
dan praktis”. Segi kognitif (pikiran), afektif (perasaan), dan praksis( tindakan)
tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung dalam perkembangan siswa,
sehingga ketiganya diberikan secara integral oleh guru Pendidikan Agama Katolik
kepada masing-masing siswa.
Tujuan pendidikan menurut Dokumen Konsili Vatikan II dalam artikel 1
adalah “mencapai pembinaan pribadi manusia dalam prespektif tujuan terakhirnya
demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa manusia
termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas
kewajibannya”.
Dari kutipan di atas dapat digambarkan, bahwa pendidikan yang baik itu
mengarah kepada pembinaan kepribadian dan secara umum akan berpengaruh
juga pada perkembangan dan kepentingan masyarakat. Begitu pula Konsili Suci
menyatakan bahwa “anak-anak dan kaum remaja berhak didukung, untuk belajar
menghargai dengan suara hati yang lurus nilai-nilai moral, serta dengan tulus
menghayatinya secara pribadi pun juga untuk makin sempurna mengenal serta
Berdasarkan pemaparan yang sampaikan diatas tujuan Pendidikan Agama
Katolik demi terwujudnya Kerajaan Allah ditengah dunia. Terwujudnya Kerajaan
Allah di dunia ini bisa kita lihat melalui bagaimana setiap pribadi mampu
membina diri sendiri dan memperhatikan kepentingan gereja. Jadi manusia tidak
berkembang hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi mampu membawa
dirinya keluar untuk maju dan berkembang dengan masyarakat disekitarnya,
sesuai dengan kepentingan hidup peserta didik dalam mengembangkan segi
kognitif, afektif dan praktis.
3. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Negara dan Gereja
a. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Negara
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya
dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
b. Fungsi Pendidikan Agama Katolik menurut Gereja
Gereja Katolik mempunyai peranan tersendiri di dalam kemajuan dan
perkembangan pendidikan. Peranan itu bersumber dari perintah pendiri Gereja,
untuk mewartakan misteri keselamatan kepada semua orang dan untuk
memperbaharui segala sesuatu di dalam Kristus. Sekolah-sekolah merupakan
Gereja. Orang tua adalah orang yang pertama dan utama memberi pendidikan bagi
anak-anaknya, termasuk menentukan sekolah bagi anak-anak mereka. Sekolah
Katolik menjadi pewarta kabar baik bagi sekolah-sekolah yang benar-benar
bersifat Katolik.
Berdasarkan dua fungsi yang terdapat di atas yaitu dari Negara dan Gereja
maka dapat dikatakan bahwa agama diselenggarakan sesuai dengan agama
masing-masing agar para siswa mampu memahani dan mengamalkan nilai-nilai
keagamaannya. Selain itu sekolah-sekolah juga menjadi sarana yang baik bagi
pendidikan siswa, dibantu dengan pendidikan yang sudah didapat dari dalam
keluarga.
B. Perbendaharaan Cerita 1. Pengertian Cerita
Muhammad Nur Mustakhim (2005:12) mengemukakan cerita adalah
gambaran tentang kejadian suatu tempat, kehidupan binatang sebagai perlambang
kehidupan manusia, kehidupan manusia dalam masyarakat, dan cerita tentang
mite yang hidup dalam masyarakat kapan dan dimana cerita itu terjadi.
Menurut Kieran (2009:3) cerita merupakan salah satu alat kognisi paling
ampuh yang dimiliki oleh para siswa, yang tersedia untuk keterlibatan imajinatif
dengan ilmu pengetahuan. Cerita membentuk pemahaman emosional kita terhadap
isi. Cerita dapat membentuk isi dunia nyata dan juga materi fiksional.
Pembentukan cerita dunia nyata inilah yang menjanjikan nilai paling besar dari
Cerita adalah kisahan nyata atau rekaan beragam prosa atau puisi, yang
tujuannya menghibur atau memberi informasi kepada pendengar atau pembacanya
(Panuti Sudjiman, 1992:103).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang cerita dapat disimpulkan, bahwa
cerita adalah sebuah sarana yang dikemas semenarik mungkin agar siswa mampu
memahami isi cerita. Selain itu cerita juga menggambarkan kejadian suatu tempat,
kehidupan, dan lain-lain. Cerita tidak hanya disampaikan secara tertulis tetapi
melalui lisan yang biasanya dilakukan oleh para guru di sekolah guna membantu
siswa memahami isi dari cerita yang ada. Kekayaan yang diperoleh ketika anak
membaca, menyimak dan memahami peristiwa yang terjadi yang menggambarkan
berbagai macam makna yang tersirat maupun tersurat dalam cerita seperti karakter
tokoh, alur dan isi cerita.
2. Jenis-Jenis Cerita
ThariiWahyu.http://brainly.co.id/tugas/2760335/25.05.2015.Wib:17.30
menyampaikan bahwa terdapat empat jenis cerita, yakni fabel, legenda, sage dan
mite/mitos.
Fabel
Cerita yang menceritakan kehidupan hewan yang perilakunya menyerupai
maksudnya khayalan belaka (fantasi). Kadang fabel memasukan karakter
minoritas berupa manusia. Contoh judul-judul cerita fabel kelinci dan kura-kura.
Legenda
Cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang ceritanya digabungkan
dengan tokoh sejarah, telah dibumbuhi dengan keajaiban, kesaktian, dan
keistimewaan tokohnya. Contohnya : Candi Prambanan
Sage
Cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan kesaktian
dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage adalah : Calon Arang, Ciung
Wanara, Airlangga, Panji.
Mite/Mitos
Cerita prosa rakyat yang ditokohi para dewa yang terjadi di dunia lain
(kayangan) dan dianggap benar-benar terjadi oleh empunya cerita atau
penganutnya.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 171-208) jenis-jenis cerita dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. Cerita Tradisional
Mitos
Salah satu jenis cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau
kekuatan-kekuatan supranatural yang lain, yang melebihi batas-batas kemampuan
manusia. Mitos juga sering dikaitkan dengan cerita tentang berbagai peristiwa dan
kekuatan, asal-usul tempat, dan tingkah laku manusia. Misalnya : Sunan Lawu di
Legenda
Cerita magis yang sering dikaitkan dengan tokoh, peristiwa, dan
tempat-tempat yang nyata. Legenda juga sebagai cerita yang bersifat historis walau fakta,
yang dianggap sebagai fakta itu kadar kesejarahannya masih sering dipertanyakan.
Berbagai cerita yang diangkat menjadi legenda adalah tokoh dan peristiwa yang
memang nyata, ada dan terjadi didalam sejarah. Misalnya: asal-usul terjadinya
Gunung Tangkuban Perahu, dan Kisah Jaka Tingkir.
Cerita Binatang (fabel)
Salah satu bentuk cerita yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.
Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya konunikasi
manusia, juga dengan permasalahan hidup layaknya manusia. Misalnya : putri
duyung, sang kodok dan pengeran angsa.
Dongeng
Salah satu cerita rakyat yang mencakup beragam cakupan. Dongeng berasal
dari berbagai kelompok etnis masyarakat, atau daerah tertentu di berbagai belahan
dunia baik yang berasal dari tradisi lisan maupun yang sejak semuala diciptakan
secara tertulis. Misalnya : Bawang merah bawang putih, Timun mas, dan
cinderela.
Cerita Wayang
Warisan budaya nenek moyang yang telah bereksistensi sejak zaman
prasejarah. Wayang yang telah melewati berbagai peristiwa sejarah, dari generasi
ke generasi, menunjukan bahwa budaya perwayangan telah melekat dan menjadi
kenyataan bahwa hingga dewasa ini masih banyak orang yang menggemarinya
menunjukan betapa tinggi nilai dan berartinya wayang bagi kehidupan
masyarakat. Misalnya : Ramayana dan Mahabrata
b. Cerita Fiksi
Cerpen dan Novel
Cerpen dan novel memilik persamaan dan perbedaan. Persamaan keduanya
yang utama adalah bahwa mereka sama-sama dibangun oleh unsur intristik yang
sama seperti unsur penokohan, alur, tema, sudaut pandang, dan moral. Sedangkan
perbedaan keduanya adalah cerpen tidak mungkin berbicara sepanjang lebar
tentang bebagai peristiwa, tokoh, dan latar karena dibatasi oleh jumlah halaman,
bercerita mengenai hal-hal yang penting tidak sampai detil, dan sedikit melibatkan
tokoh, tema, dan latar. Sedangkan novel ceritanya lebih panjang, menghadirkan
banyak tokoh, mampu memberikan sebuah gambaran yang lebih utuh tentang
kehidupan.
Fiksi Realistik
Cerita yang berkisah tentang isu-isu pengalaman kehidupan anak secara
nyata, berkisah tentang realitas kehidupan. Berhadapan dengan cerita fiksi
realistik pada hakikatnya berhadapan dengan sebuah kehidupan nyata sehingga
melaluinya anak dapat memaknai dan mengambilnya sebagi filter bagi
kehidupannya sendiri. Misalnya : pengalaman beada dalam situasi tertentu yang
Fiksi Fantasi
Cerita yang dikembangkan lewat imajinasi yang lazim dan dapat diterima
sehingga sebagai suatu cerita dapat diterima oleh pembaca. Cerita fantasi juga
menampilkan tokoh, alur, latar, atau tema yang derajat kebenarannya diragukan,
baik menyangkut seluruh maupun sebagian cerita. Misalnya: mengisahkan Putri,
Merpati Putih, Bulan dan Bintang.
Fiksi Historis
Sebuah cerita yang mengambil bahan dari suatu preode yang lebih awal
dengan penekanan pada peristiwa-peristiwa yang luar biasa atau
gambaran-gambaran yang bersifat historis, atau sekedar fambaran tentang kehidupan masa
lalu. Misalnya : Buku cerita para wali. (Sunan Ampel, Sunan Kalijaga, Sunan
Kudus dll).
c. Cerita Nonfiksi
Buku informasi
Buku bacaan yang mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan fakta.
Dengan membaca buku informasi berarti anak dapat memperoleh berbagai macam
informasi mengenai berbagai fakta yang dihadirkan dalam bacaan yang
bersangkutan. Misalnya: Sains dan Lingkungan Hidup.
Biografi
Salah satu bacaan yang banyak digemari oleh pembaca anak. Dengan
membaca riwayat hidup seseorang, apalagi tokoh kalibar dunia,walaupun belum
pernah bertemu secara fisikpun seolah-olah telah mengenalnya. Dengan membaca
riwayat hidup seorang tokoh, kita mengetahui banyak hal tentang dirinya misalnya
membaca biografi, anak akan memperoleh pengetahuan, pengalaman hidup, dan
keteladanan.
Hardjana HP (2006:32-33) menyampaikan pendapat Mario Van Horne
bahwa jenis-jenis cerita dapat dikelompokan sebagai berikut :
Fantasi atau Karangan khayal
Di dalam kelompok ini termasuk dongeng, fabel, legenda dan mitos. Dalam
cerita ini semuanya benar-benar dongeng khayal yang tidak berdasar kenyataan.
Realistic fiction
Fiksi atau cerita khayal tetapi mengandung unsur kenyataan, hampir mirip
science ficton, misalnya Flasch Gordon.
Biografi atau riwayat hidup
Banyak orang-orang terkenal yang dibuat menjadi cerita untuk
diperkenalkan kepada anak-anak, dengan bahasa sederhana dan isinya gamblang
sebagaimana adanya, mudah dimengerti, sebagai suri tauladan.
Folk tales atau cerita rakyat
Hampir setiap suku bangsa memiliki cerita rakyat yang hidup di masyarakat
kita, seperti Joko Kendil, Panji Laras, dan lainnya.
Religius atau cerita-cerita agama
Banyak cerita tentang nabi, orang-orang suci, atau ajaran keagamaan yang
digubah dalam bentuk cerita yang menarik, motivasinya untuk membentuk anak
berbudi luhur.
Dari berbagai pendapat tentang macam-macam jenis cerita diatas memiliki
keunikannya sendiri-sendiri, ada yang melihat cerita melalui jenis-jenisnya secara
lebih diperjelas. Penulis menyadari bahwa jenis-jenis cerita mengalami
perkembangan dari cerita lama dan berkembang menjadi cerita baru yang
menawarkan cerita sesuai dengan situasi kehidupan dan perkembangan zaman.
3. Manfaat Membaca Sebuah Cerita
Tadkiroatun Musfiroh (2005: 95-115), mengemukakan manfaat sebuah
cerita yang dipandang dari berbagai aspek sebagai berikut :
a. Membantu Pembentukan Pribadi dan Moral
Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku
anak. Anak yang sudah terbiasa menyimak cerita, dalam jiwa mereka akan
tumbuh pribadi yang hangat serta memiliki kecerdasan interpersonal. Selain itu
cerita juga dapat mendorong perkembangan moral mereka. Sebuah cerita biasanya
mengandung contoh perilaku buruk maupun contoh perilaku baik. Contoh
perilaku buruk dimaksudkan agar dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh perilaku baik dimaksudkan agar dapat ditiru untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Menyalurkan Kebutuhan Imajinasi
Anak membutuhkan penyaluran imajinasi tentang berbagai hal yang selalu
muncul dalam pikiran mereka. Pada saat menyimak cerita, imajinasi mereka mulai
dirangsang. Mereka membayangkan apa yang terjadi dan tokoh yang terlibat
dalam cerita tersebut. Imajinasi yang dibangun anak saat menyimak cerita
memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan mereka menyelesaikan
c. Memacu Kemampuan Verbal
Selama menyimak cerita, anak dapat belajar bagaimana bunyi-bunyi yang
bermakna diujarkan dengan benar, bagaimana kata-kata itu disusun secara logis
dan mudah dipahami. Cerita dapat juga mendorong anak untuk senang bercerita
atau berbicara. Mereka dapat berlatih berdialog, berdiskusi antar teman untuk
menuangkan kembali gagasan yang disimaknya.
d. Merangsang Minat Baca
Memperdengarkan cerita dapat menjadi contoh yang efektif untuk
menstimulus anak untuk gemar membaca. Seorang anak biasanya suka
meniru-niru perilaku orang dewasa. Dari kegiatan bercerita, anak secara tidak langsung
memperoleh contoh orang yang gemar dan pintar membaca dari apa yang
dilihatnya.
e. Membuka Cakrawala Pengetahuan
Manfaat cerita sebagai pengembang cakrawala pengetahuan tampak pada
cerita-cerita yang memiliki karakteristik budaya, seperti mengenal nama-nama
tempat cerita, bahasa-bahasa yang digunakan dalam cerita atau
ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam cerita tersebut. Hal itu tentu akan menambah
pengetahuan mereka tentang hal yang belum pernah mereka ketahui.
Berdasarkan uraian yang ada cerita memiliki berbagai manfaat yang baik
bagi siswa, dari pembentukan pribadi hingga pengetahuan mereka akan
berkembang. Anak yang sudah terbiasa menyimak cerita, dalam jiwa mereka akan
tumbuh menjadi pribadi yang hangat, serta memiliki kecerdasan interpersonal.
Pada saat menyimak cerita, imajinasi merekapun mulai dirangsang. Mereka
Cerita dapat juga mendorong anak untuk senang bercerita atau berbicara.
Mereka dapat berlatih berdialog, berdiskusi antar teman untuk menuangkan
kembali gagasan yang disimaknya. Efektif untuk menstimulus anak untuk gemar
membaca. Seperti mengenal nama-nama tempat cerita, bahasa-bahasa yang
digunakan dalam cerita atau ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam cerita
tersebut. Hal itu tentu akan menambah pengetahuan mereka.
4. Pengertian Perbendaharaan Cerita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perbedaharaan merupakan kata
benda yaitu kekayaan. Sedangkan cerita adalah rangkaian peristiwa yang
disampaikan secara tertulis dan lisan yang berasal dari kejadian tidak nyata atau
nyata (Hanna, 2011: 14).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perbendaharaan
cerita adalah kekayaan mengenai rangkaian peristiwa baik itu secara tertulis
maupun secara lisan yang berasal dari dua kejadian yaitu tidak nyata atau nyata.
Kekayaan cerita dapat diperoleh dengan membaca dan memahami isi cerita.
Memahami isi cerita bisa dilihat dari tokoh dan alur yang ada di dalam cerita.
Yang dimaksud dengan tokoh ialah individu yang mengalami peristiwa atau
berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman,1991:16). Selain tokoh
cerita juga alur/peristiwa yang mempermudah anak untuk memahami isi cerita.
Alur adalah pengaturan urutan peristiwa pembentukan cerita. Peristiwa yang
dialami tokoh cerita dapat tersusun urutan waktu terjadinya. Tidak berarti bahwa
semua kejadian di dalam hidup tokoh ditampilkan secara beraturan, lengkap sejak
kepentingannya di dalam membangun cerita (Sudjiman,1991:29-3). Dengan
menguasai tokoh dan alur cerita anak dapat berimajenasi dan menangkap pesan
yang ingin disampaikan oleh cerita, bahkan menerapkan isi bacaan yang
didapatnya ke dalam kehidupan sehari-hari.
C. Karakter Kejujuran 1. Pengertian Karakter
Setiap kali kita berbicara tentang karakter yang kita bicarakan adalah
tentang usaha-usaha manusiawi dalam mengatasi keterbatasan dirinya melalui
praksis nilai yang dihayatinya. Usaha ini tampil dalam setiap perilaku dan
keputusan yang diambilnya secara bebas. Keputusan ini pada giliranya semakin
mengukuhkan identitas dirinya sebagai manusia. Istilah karakter sendiri
sesungguhnya menimbulkan ambiguitas. Karakter secara etimologis berasal dari
bahasa Yunani karasso, berarti cetak biru seperti misalnya dalam sidik jari.
Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Paul Suparno (2015:28) karakter sama
dengan watak. Karakter atau watak adalah paduan daripada segala tabiat manusia
yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan
orang yang satu dengan yang lain.
Menurut Suyanto dalam Daryanto (2013:9) karakter adalah cara berpikir
dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama,
baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
Menurut Driyakara dalam Paul Suparno (2015:28-29) menyamakan karakter
dengan budi pekerti. Seseorang disebut mempunyai budi pekerti atau karakter bila
ia mempunyai kebiasaan mengalahkan dorongan yang tidak baik dalam dirinya.
Atau secara positif, orang mempunyai kebiasaan menjalankan kebiasaan yang
baik.
Menurut Aristoteles dalam Thomas Lickona (2012:81) karakter yang baik
sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan
dengan diri seseorang dan orang lain.
Berdasarkan pendapat yang terdapat diatas menyatakan bahwa karakter
dimiliki oleh setiap orang, dan setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda.
Itulah sebabnya untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain. Yang
mempunyai kebiasaan mengalahkan dorongan yang tidak baik menjadi kebiasaan
yang baik. Dari perbedaan yang ada manusia belajar untuk saling memahami satu
sama lain terutama yang berkaitan dengan karakter yang dimilikinya.
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembentukan Karakter
Menurut Paul Suparno (2015:65-71) yang mempengaruhi pembentukan
karakter anak yaitu:
a. Orang Tua
Orang tua adalah pendidik karakter utama pada anak-anak. Sejak lahir anak
belajar bersikap dan belajar karakter tertentu dari orang tua mereka. Bahkan,
secara psikologis ada yang mengatakan bahwa sejak dalam kandungan, anak
sudah belajar bersikap dari orang tua-nya, terutama dari ibu yang
bekerja, dan menghargai perbedaan yang ada, bergaul baik dengan tetangga yang
berbeda, terbantu juga untuk berkarakter tekun, jujur dan mudah menerima
perbedaan waktu di sekolah dan di masyarakat.
b. Guru
Guru di sekolah mempunyai andil besar dalam pendidikan karakter anak.
Guru lewat pengajarannya dan juga lewat sikapnya, dapat mengajarkan yang baik
dan tidak baik. Mengajarkan perhatian pada orang kecil hanya mungkin bila guru
memang memperhatikan orang kecil, termasuk anak-anak yang kecil dan lemah.
Contoh kehidupan dan sikap guru seperti hormat kepada orang lain, jujur, dan
terbuka dalam mengoreksi pekerjaan siswa, dekat dengan anak-anak dan sikap
mencintai anak-anak, membantu anak-anak belajar dan mengembangkannya.
c. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah dengan suasananya yang khas mempunyai pengaruh
pada pendidikan dan pengembangan karakter anak. Suasana sekolah yang tidak
sesuai dengan nilai yang mau dibangunkan pada siswa, jelas tidak akan membantu
perkembangan karakter siswa. sementara suasana sekolah yang sungguh ditata
dan diatur sesuai dengan nilai yang ingin ditekankan pada siswa, akan membantu
siswa cepat berkembang. Misalnya, jika sekolah ingin menanamkan karekter jujur
dan disiplin pada siswa, sangat penting suasana sekolah dan aturan sekolah
didasari pada kejujuran dan kedisiplinan.
d. Masyarakat
Pendidikan dan pembentukan karakter anak-anak dipengaruhi oleh keadaan,
situasi, dan karakter masyarakat atau lingkungan sekitar anak-anak itu. Misalnya,
menerima orang dari kelompok lain maka anak-anak dengan mudah meniru.
Kalau lingkungannya suka kekerasan, maka anak-anak juga akan mudah meniru
menjadi keras. Sementara bila lingkungan sekitar jujur, suka membantu orang
asing, bekerja giat maka anak-anak juga akan lebih mudah terpengaruh menjadi
baik.
e. Buku Bacaan
Banyak orang mengatakan bahwa karakter mereka menjadi seperti sekarang
karena pengaruh buku yang mereka baca sejak sekolah. Banyak anak memang
berkembang karakternya karena isi buku yang dibacanya memberikan inspirasi
bagi kehidupannya. Misalnya, beberapa anak menjadi berkarakter pemberani,
tidak takut keluar malam, berani mencoba tantangan yang berat karena membaca
kisah-kisah petualangan dari buku-buku novel dan kisah petualangan. Bebrapa
anak menjadi berkarakter jelek, suka berpikiran porno, melakukan pelecehan,
mencari pemuasan seks, karena buku yang dibaca adalah buku yang porno. Maka
banyak sekolah, selalu disediakan banyak buku kepahlawanan, kisah tokoh
penemu bidang pengetahuan dan seni yang dapat memberi inspirasi pada anak
sekolah untuk mengembangkan karakter yang sesuai.
f. Media, Televisi, Video, Internet, Gadget
Di zaman media elektronik dan teknologi informasi sekarang ini, media
seperti televisi, video, internet, HP, gadget, dan lain-lain sangat mempengaruhi
karakter anak. Banyak anak yang mudah meniru apa yang terjadi di media, seperti
televisi, internet, facebook, HP. Teknologi informasi jelas banyak manfaatnya
untuk meningkatkan kemampuan kita belajar dan berkomunikasi dengan siapa
disisi lain teknologi informasi dapat memberikan informasi dan juga pengaruh
yang tidak baik yang dapat merusak karakter anak.
g. Agama
Agama yang dianut anak dan pendidikan agama yang terkait mempunyai
pengaruh yang kuat pada perkembangan karakter anak. Kalau pendidikan agama
anak itu sungguh baik dan mengajarkan tindakan-tindakan bermoral, maka
anak-anak juga akan berkembang menjadi orang yang bermoral dan karakternya
menjadi lebih kuat. Kalau agama dan pendidikan yang dianutnya mengajarkan
sikap yang kurang baik, maka anak-anak itu akan menjadi kurang baik. Misalnya,
jika anak-anak sejak kecil diajari untuk bersikap ekstrem dan disktiminatif
terhadap orang lain, maka mereka akan menjadi penghambat semangat kerukunan
dan penghargaan pada pribadi orang lain. Disinilah pentingnya guru agama yang
sungguh baik, sehingga yang diajarkan pada anak-anak adalah nilai baik.
Pemahaman ajaran agama yang tidak mendalam dan hanya melihat kata,
jika tidak hati-hati dapat menyebabkan anak menjadi salah pengertian dan
akhirnya melakukan tindakan yang tidak benar menurut agama mereka sendiri.
Menurut Locke dalam Heru kurniawan (2013:42-45) pembentukan karakter
dipengaruhi oleh lingkungan:
a. Proses asosiasi, yaitu kesadaran bahwa dua gagasan dalam diri anak itu selalu
akan muncul bersama-sama secara teratur, sehingga anak tidak dapat
memikirkan yang satu tanpa serentak memikirkan yang lain. Proses asosiasi ini
berhubungan dengan kemampuan anak dalam mengidentifikasi
b. Imitasi, yaitu proses belajar anak yang dilakukan dengan meniru. Anak adalah
makhluk peniru paling jitu yang tidak ada bandingnya di dunia ini. Artinya,
sekalipun dengan pengalaman dan pengetahuan yang terbatas, tetapi proses
peniruan anak ini dilakukan dengan sempurna. Tidak mengherankan bila
kebiasaan oleh orangtua, nantinya akan ditiru oleh anak.
c. Repetisi, yaitu tingkah laku yang dilakukan oleh anak yang terjadi karena
dilakukan berkali-kali. Ini adalah tindak lanjut dari imitasi, jadi setelah anak
mendapatkan suatu pelajaran yang akan dipraktikan dalam kehidupan
hari, perbuatan itu akan dilakukannya sendiri dengan rutin, jika diulang
sehari-hari.
d. Penghargaan dan Penghukuman, yaitu konsep yang mengacu pada cara yang
dilakukan oleh orangtua pada anaknya. Penghargaan yang paling baik
diberikan oleh orangtua pada anaknya, ketika anak-anaknya sukses melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik adalah sanjungan atau pujian. Sedangkan
hukumannya adalah kata-kata yang mengekspresikan ketidaksetujuan.
Menurut Doni Koesoema (2012:156) berbagai macam komponen yang
relevan bagi pembentukan karakter individu. Komponen-komponen itu sebagai
berikut :
Unsur pengetahuan dan pemahaman tentang apa yang baik, benar, adil dan
indah,
Unsur motivasi individu dalam melaksanakan sebuah tindakan sebagai bentuk
nyata kegiatan dari proses penanaman nilai pribadi,
Kehadiran orang lain yang menjadi rekan dalam rangka menjernihkan
Menjadi teman untuk memperkaya wawasan sekaligus membantu individu
mengukuhkan identitasnya,
Saran-saran yang paling efektif.
Pendekatan praktis yang relevan bagi pembentukan diri menjadi pribadi
berkarakter.
Menurut pendapat diatas bahwa pembentukan karakter pada anak tidak
dijalankan dengan sekali jadi melainkan butuh proses untuk sampai pada
pelakasanaan. Dan anak-anak bisa belajar dari nilai-nilai agama dan moral yang
akan membantu pembentukan karakter siswa dan selain itu juga anak belajar dari
dari lingkungan sekitarnya di mana ia berada.
3. Pengertian Karakter Kejujuran
Jujur adalah ungkapan sepenuh hati tanpa menutupi sesuatu sedikit pun.
Ungkapan yang menandakan kejernihan hati seseorang dalam berinteraksi dengan
orang lain. Jujur juga berarti meredam berbohong. Ungkapan sederhana yang
menuntut konitmen tinggi dalam kehidupan dan jujur juga merupakan ungkapan
yang mudah diucapkan, tetapi sulit direalisasikan (Budi Susilo, 2014:119).
Kejujuran adalah sikap dan perilaku tidak berbohong, tidak bersikap curang,
berkata apa adanya, berani mengakui kesalahan, dan rela berkorban demi
kebenaran. Selain itu Kejujuran merupakan sikap batin yang harus berkembang
dalam diri setiap orang, sebab dengan kejujuran itulah setiap orang dapat
menghargai sesamanya (Ivonna Indah, 2003:80-81).
Jujur ialah mengatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang
dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat dipercaya dan